• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PAUD BERBASIS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PAUD BERBASIS (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES

Oleh: Zainuddin

(Penulis adalah dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al Quran Al ittifaqiah Indralaya)

ABSTRAK

Teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) ditemukan dan dikembangkan pertama kali oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Menurutnya, kecerdasan majemuk telah menjadi pengetahuan umum bagi pendidik sekarang. Setiap anak pun memiliki kecerdasannya masing-masing. Awalnya, kecerdasan hanya dikonotasikan dengan nilai kecerdasan otak (Intelligence Quotient/IQ). Maka dari itu, setiap pendidik harus mampu mengenali potensi anak didik, khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) guna membantu pengembangan karakter dan rasa percaya dirinya dalam menghadapi tantangan global nantinya. Adapun kecerdasan majemuk yang di kembangkan Howard Gardner diantaranya; kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan lingkungan, kecerdasan eksistensial.

Kata Kunci: Multiple Intelligences, Anak Usia Dini

A. PENDAHULUAN

(2)

Program pendidikan bagi anak-anak usia dini (PAUD) merupakan program pembelajaran untuk mengembangkan segala potensi anak yang ditujukan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0-6) (M. Hariwijaya dan Bertiani Eka Sukaca, 2009: 14). Program pendidikan anak usia dini lazimnya dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU. SIstem Pendidikan Nasional, 2009: 5).

Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar di sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Salah satu periode yang sangat penting dimana pada masa ini adalah masa the Golden Ages atau masa keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan potensi keemasan pada masa usia dini, dimana semua potensi anak berkembang pesat. Masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain (Trianto, 2011: 6-7).

(3)

mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil pemahaman bahwa pendidikan usia dini sangat penting bagi kehidupan anak bahkan masa depan bangsa. Oleh sebab itu orang tua perlu memilih sekolah yang dapat membangun dan mengembangkan potensi dan kecerdasan anak yang lazim dikenal dengan kecerdasan majemuk (Multiple Inteligensi) secara optimal.

B. PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Berbasis Multiple Intelligences Teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Ia mulai menuliskan gagasannya tentang inteligensi/kecerdasan majemuk dalam bukunya berjudul Frames of Mind pada tahun 1983 kemudian pada tahun 1993 mempublikasikan bukunya yang berjudul Mulptiple Intelligences, setelah melakukan banyak penelitian dan pengembangan di dunia pendidikan (Suparno, 2007: 17). Untuk selanjutnya, istilah ini kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuroanatomi (Armstrong, 1993).

(4)

Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar. Anak bisa menonjol dalam salah satu atau berbagai kecerdasan (Gardner, 2003: 23). Dengan demikian dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, guru hendaknya senantiasa jeli dan cermat merancang metode pebelajaran dengan lebih cerrmat.

Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dari Gardner menyatakan ada sembilan tipe kecerdasan yaitu: Kecerdasan logis-matematis, Kecerdasan linguistik-verbal, Kecerdasan spasial-visual, Kecerdasan musical, Kecerdasan kinestetis-ragawi, Kecerdasan naturalis, Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan interpersonal, dan Kecerdasan eksistensial. Biasanya seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan, tetapi amat jarang yang memiliki secara sempurna sembilan kecerdasan tersebut. Untuk itu, merujuk pada teori kecerdasan ini program pendidikan anak usia dini (PAUD) bertujuan untuk membimbing dan mengembangkan potensi anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kecerdasannya. Oleh sebab itu, pendidik dalam hal ini guru harus memahami kebutuhan khusus dan kebutuhan individual anak (Sumiyati, 2014: 17).

Kecerdasan majemuk pada anak diidentifikasi melalui observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu, kemampuan yang menonjol, reaksi spontan, sikap, dan kesenangan. Salah satu cara yang baik untuk mengenali kecerdasan yang paling berkembang dari anak-anak adalah dengan mengamati cara mereka dalam menggunakan waktu luang. Pada saat jadwal anak tidak diatur secara eksternal oleh orang lain, maka anak-anak dapat tampil alamiah dan apa adanya. Oleh karena itu, aktifitas mereka menunjukan cara belajar mereka dan jenis-jenis kecerdasan yang menonjol pada diri mereka.

(5)

perbedaan individu anak didik (Yuliani, 2011: 185). Implikasi teori kecerdasan majemuk dalam pembelajaran adalah bahwa pendidik (baca: guru) perlu mengenali modalitas kecerdasan yang dimiliki tiap-tiap anak. Sehingga dengan strategi dan pendekatan yang bervariasi maka diharapkan anak dapat tergali modalitas yang menjadi gaya dan cara belajar anak sehingga minat dan bakat anak dapat dikenali sejak dini. Model pembelajaran dapat dipilih sesuai dengan cara dan gaya belajar anak sehingga anak merasa senang dan nyaman dalam belajar. Hal ini dapat membantu anak mengenali diri dan kecenderungannya, sehingga modalitas minat anak dapat berkembang secara optimal. Hal ini dapat pula membantu orang tua dalam mengarahkan anak khususnya dalam meraih cita-cita anak sesuai dengan minatnya.

Adapun pengembangan konsep Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Multiple Intelligences menurut Howard Gardner diantaranya:

1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)

(6)

Adapun ciri-ciri anak yang memiliki Kecerdasan Linguistik diantaranya; pertama; suka menulis kreatif, kedua; suka mengarang kisah khayalan atau menuturkan lelucon, Ketiga; membaca di waktu senggang, keempat; mengeja kata dengan tepat dan mudah, kelima; menyukai pantun lucu dan permainan kata, keenam; suka mengisi teka-teki silang, ketujuh; menikmati dengan cara mendengarkan, kedelapan; memiliki kosa kata yang luas, kesembilan; unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).

Cara menstimulasi; membacakan anak cerita, mendengarkan anak bercerita, menulis, mengajak diskusi, membuat daftar, bermain tebak kata atau menyusun huruf, Berdiskusi dan bercakap-cakap, Memperdengarkan lagu anak-anak, dll.

Kecerdasan Kecerdasan Linguistik anak usia dini dapat diketahui melalui kegiatan:

a. Mengobservasi kemauan dan kemampuan berbicara. Anak yang cerdas dalam kecerdasan linguistik banyak bicara, suka bercerita, pandai melucu dengan kata-kata.

b. Mengamati kegiatan di kelas dan mengamati bagaimana anak-anak bermain dengan huruf-huruf, seperti mencocok huruf, menukarkan huruf, menebak kata-kata, dan kegiatan bermain lain yang melibatkan bahasa, baik lisan maupun tulis.

c. Mengamati kesenangan mereka terhadap buku serta kemampuan mereka membaca dan menulis.

2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence)

(7)

(Noorlaila, 2010: 95). Kecerdasan logis-matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ini adalah kecerdasan yang digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan tekun mengujinya dengan data eksperimental. Hal ini merupakan kecerdasan yang digunakan akuntan pajak, scientist, programmer komputer, dan ahli matematika. Termasuk dalam kecerdasan tersebut adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan (Munif Chatib dan Alamsyah Said, 2011: 86).

Anak dengan kecerdasan ini memiliki ciri antara lain: pertama; menghitung masalah aritmetika dengan cepat di luar kepala, kedgua; menikmati penggunaan bahasa computer, ketiga; suka mengajukan pertanyaan yang bersifat analisis , misalnya mengapa hujan turun?, keempat; ahli dalam permainan strategi seperti catur, halma dan sebagainya, kelima; mampu menjelaskan masalah secara logis, keenam; suka merancang eksperimen untuk pembuktian sesuatu, ketujuh; menghabiskan waktu dengan permainan logika, seperti teka-teki, kedelapan; mudah memahami hukum sebab akibat, berprestasi dalam pelajaran Matematika dan IPA (Fisika).

Cara menstimulasi: ajak anak menghitung benda-benda di dalam ruangan, bermain ular tangga, melakukan uji coba seperti mencampur biang es (dry ice) dengan air.

Informasi mengenai kecerdasan logis-matematis anak-anak dapat diperoleh melalui observasi terhadap:

(8)

b. Kemahiran mereka berpikir dan menggunakan logika. Anak yang cerdas logis-matematis mampu memecahkan masalah secara logis, cepat memahami permasalahan, mampu menelusuri sebab dan akibat suatu masalah.

c. Kesukaan mereka bertanya dan selalu ingin tahu.

d. Kecenderungan mereka untuk memanipulasi lingkungan dan menggunakan strategi coba-ralat, serta menduga-duga dan mengujinya. e. Kecenderungan mereka untuk bermain konstruktif, bermain dengan

polapola, permainan strategi, menikmati permainan dengan komputer atau kalkulator.

f. Kecenderungan untuk menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama.

3. Kecerdasan Visual-Spasial (Spatial Intelligence)

(9)

sajian-sajian visual seperti film, gambar, video dan peragaan yang menggunakan model dan slide (Jasmine, 2007: 21).

Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan ini adalah; pertama; memberikan gambaran visual yang jelas ketika menggambarkan sesuatu, kedua; mudah membaca peta, grafik dan diagram, ketiga; menggambar sosok benda atau orang persis aslinya, senang melihat film, slide, foto-foto atau karya seni lainnya, keempat; sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, kelima; suka melamun dan berfantasi, keenam; suka membangun konstruksi tiga dimensi, ketujuh; mencoret-coret di atas kertas atau di buku sekolah.

Cara menstimulasi: menggambar dan mewarnai, bermain konstruksi, menyusun puzzle, melukis, menempel stiker bergambar.

Informasi mengenai kecerdasan visual-spasial pada anak-anak dapat diperoleh melalui observasi terhadap:

a. Kemampuan menangkap warna serta mampu memadukan warna-warna saat mewarnai, dan mendekorasi.

b. Kesenangan mereka mencoret-coret, menggambar, berkhayal, membuat desain sederhana.

c. Kemampuan anak dalam memahami arah dan bentuk.

d. Kemampuan anak mencipta suatu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil, burung, atau bentuk lain yang mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.

4. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)

(10)

menyanyi, mencipta lagu, dan untuk menikmati lagu, musik dan nyayian (Suparno, 2004: 36-37). Kecerdasan musikal yaitu kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik), mengubah (komposer), mengekspresikan (menyanyi), kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titi nada pada melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu (Kemendiknas, 2010: 15).

Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama maupun pola melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Seorang anak yang memiliki kecerdasan musik biasanya memiliki ciri-ciri diantaranya: pertama; senang bernyanyi, kedua; senang mendengarkan musik, ketiga; senang belajar jika diiringi irama, keempat; peka terhadap suara, kelima; senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, atau menghentakkan kaki), keenam; mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, ketujuh; bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara sekelilingnya.

Cara menstimulasi: Memberi kesempatan pada anak untuk memainkan alat musik dan bernyanyi, mengembangkan pemahaman anak tenatng music, memberikan stimulus-stimulus ringan pada anak agar lebih termotivasi pada bidang music, memberikan pengalaman empiris yang praktis, seperti memberikan penghargaan terhadap karya anak, misalnya membuat pentas seni.

Informasi mengenai kecerdasan musikal pada anak-anak usia dini dapat diperoleh melalui observasi terhadap:

(11)

b. Kepekaan dan kemampuan mereka menangkap nada-nada, irama, dan kemampuan menyesuaikan suara dengan nada yang mengiringi.

c. Kecenderungan musikal saat anak berbicara dan kemerduan suara mereka pada saat menyanyi.

d. Kesenangan dan kemampuan mereka memainkan alat music.

e. Kemampuan mereka mengenali berbagai jenis suara di sekitarnya, mulai dari suara manusia, mesin, hewan, dan suara-suara khas lainnya.

5. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani (Bodily-Kinesthetic Intelligence)

Kecerdasan kinestetik-jasmani adalah kemampuan dalam menggunakan tubuh secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran, dan perasaan. Kecerdasan ini meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan (Kristanto, 2009: 57).

Anak yang memiliki kecerdasan keniestetik mampu memahami sesuatu yang berkaitan dengan gerak tubuh (baca: badan) sebelum dia memperoleh latihan secara formal, atau bisa memahami dan melakukan gerakan dengan tepat hanya dengan latihan yang relatif singkat.

Anak dengan kecerdasan gerak tubuh cenderung suka bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga, terampil membuat suatu kerajinan, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal (Armstrong, 2003: 12).

(12)

sedang dipelajarinya, keempat; menikmati kegiatan (melompat, lari, gulat) atau kegiatan fisik lainnya, kelima; memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan (mengukir, menjahit, memahat), keenam; pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, ketujuh; bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, kedelapan; suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, kesembilan; berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.

Cara menstimulasi: ajak si kecil untuk ikut jalan santai, menonton kegiatan teater, les berenang atau menari, aktifitas di taman bermain atau menonton pertandingan olahraga.

Informasi mengenai kecerdasan kinestetik pada anak-anak usia dini sangat mudah diperoleh. Indikator kecerdasan ini dapat diperoleh melalui observasi terhadap:

a. Frekuensi gerak anak yang tinggi serta kekuatan dan kelincahan tubuh. b. Kemampuan koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti

menggambar, menulis, memanipulasi objek, menaksir secara visual, melempar, menendang, menangkap.

c. Kemampuan, keluwesan, dan kelenturan gerak lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak, serta keterampilan nonlokomotor yang baik, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, jongkok, duduk, berdiri.

(13)

keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak, dan mengubah arah.

e. Kecenderungan memegang, menyentuh, memanipulasi, bergerak untuk belajar tentang sesuatu serta kesenangannya meniru gerakan orang lain.

6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)

Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, dengan membedakan dan menanggapi suasana hatimemiliki ciri antara lain, perangai motivasi dan hasrat orang lain dengan tepat. Menurut Anna Craft, kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain (Craf, 2000: 15). Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka mengamati sesama, mudah berteman suka menawarkan bantuan ketika seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan menyenangkan, senang membantu sesama yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk bekerjasama, mementingkan soal keadilan serta benar-salah dan senang bersukarela untuk menolong sesama.

(14)

ketujuh; berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.

Cara menstimulasi: mengajak anak untuk bergabung dalam kelompok bermain atau bekerja, melatih anak untuk terbiasa dengan komunitas sosial, menceritakan perasaan atau peristiwa yang kita alami kepada anak, memberikan kesempatan pada anak untuk menggambarkan diri sendiri dari sudut pandang anak pandanglah ekspresinya ketika kita menceritakan apa yang kita rasakan, dan mengajak berimajinasi menjadi salah satu tokoh dalam cerita.

Tanda utama kecerdasan interpersonal sangat mudah diidentifikasi. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal sangat menyenangkan bagi teman sebayanya. Indikator kecerdasan interpersonal dapat diketahui melalui observasi terhadap:

a. Kepekaan anak terhadap perasaan, kebutuhan, dan peristiwa yang dialami teman sebayanya. Kepekaan ini mendorong anak memberikan perhatian yang tinggi pada anak lain, senang membantu teman lain. b. Kemampuan anak mengorganisasi teman-teman sebayanya. Kemampuan

ini mendorong anak menggerakkan teman-temannya untuk tujuan bersama, dan cenderung memimpin.

c. Kemampuan anak memotivasi dan mendorong orang lain untuk bertindak. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mereka mengenali dan membaca pikiran orang lain, dan karenanya anak dapat mengambil sikap yang tepat.

(15)

anak untuk selalu bersama orang lain dan menjalin komunikasi dengan sesame.

e. Kecenderungan anak untuk bekerja sama dengan orang lain, saling membantu, berbagi, dan mau mengalah.

f. Kemampuan untuk menengahi konflik yang terjadi di antara teman sebayanya, menyelaraskan perasaan teman-teman yang bertikai, dan kemampuan memberikan usulan-usulan perdamaian.

7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)

Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang (anak) didalam mengenali dan memahami diri sendiri, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, suasana hatinya, temperamennya, keinginan dan motivasi dirinya (Narwanti, 2011: 67). Anak-anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya menyimpan catatan-catatan dan hasil kerja mereka dengan baik dan menikmati kesunyian, bahkan menyelesaikan waktu dan tempat untuk diri sendiri. Mereka menyadari akan emosinya sendiri sehingga mampu mengungkapkan perasaan mereka dengan baik. Mereka sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti (Armstrong, 2003: 12).

(16)

Cara menstimulasi: mendorong anak untuk menceritakan kegiatan yang terjadi di sekolah dan bagaimana ia mengatasinya, menanyakan apa keinginan dan cita-citanya.

Anak-anak usia dini yang cerdas intrapersonal sering tampak sebagai sosok anak yang pendiam dan mandiri. Kecerdasan intrapersonal anak dapat diketahui melalui observasi yang cukup cermat terhadap:

a. Kecenderungan anak untuk diam (pendiam), tetapi mampu melaksanakan tugas dengan baik, cermat.

b. Sikap dan kemauan yang kuat, tidak mudah putus asa, kadang-kadang terlihat keras.

c. Sikap percaya diri, tidak takut tantangan, tidak pemalu.

d. Kecenderungan anak untuk bekerja sendiri, mandiri, senang melaksanakan Kegiatan seorang diri, tidak suka diganggu.

e. Kemampuan mengekspresikan perasaan dan keinginan diri dengan baik; 8. Kecerdasan Lingkungan (Naturalist Intelligence)

Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang suka terhadap hal-hal yang berbau alam yaitu kemampuan mengembangkan pengamatan, kritis terhadap fenomena alam (Narwanti, 2011: 69). Howard Gardner menjelaskan kecerdasan lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta. Di dalam keterangan diatas Gardner menyatakan bahwa kecerdasan naturalis melibatkan kapasitas untuk mengklasifikasikan dan memahami kehidupan dari makhluk hidup flora dan fauna.

(17)

setiap peristiwa yang ia alami. Para ahli sepakat bahwa kecerdasan dapat berubah, tetapi perubahan kecerdasan sangat dipengaruhi oleh waktu dan akan semakin terasah apabila anak tersebut tetap tinggal di lingkungan yang terus menerus memberinya rangsangan.

Anak-anak usia dini yang memiliki kecerdasan ini ciri-cirinya antara lain: pertama; suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, kedua; sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, ketiga; suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, keempat; menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, kelima; suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, keenam; berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.

Cara menstimulasi: mengajak anak ke tempat wisata edukasi yang melibatkan

interaksi dengan alam seperti memberi pakan ternak, memandikan hewan peliharaan,

membajak sawah, memetik sayur dan buah, melihat pegunungan dan sebagainya. Anak-anak usia dini yang memiliki kecenderungan dalam kecerdasan ini tampak sebagai penyayang binatang dan tumbuhan, serta peka terhadap alam. Kecerdasan mereka dapat diidentifikasi melalui observasi terhadap:

a. Kesenangan mereka terhadap tumbuhan, bunga-bungaan, dan kecenderungan untuk Merawat tanaman, tampak “seolah-olah berbicara” dengan tumbuhan.

b. Sikap mereka yang sayang terhadap hewan piaraan (membelai, memberi makan-minum, mengoleksi binatang atau gambar atau miniatur).

(18)

d. Kesukaan anak melihat gambar binatang dan hewan, serta sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Apabila sudah dapat membaca, anak sering memilih bacaan tentang hewan atau tumbuhan untuk dibaca.

e. Kepekaan terhadap bentuk, tekstur, dan ciri lain dari unsur alam, seperti daun-daunan, bunga-bungaan, awan, batu-batuan.

f. Kesenangan terhadap alam, menyukai kegiatan di alam terbuka, seperti pantai, tanah lapang, kebun, sungai, sawah, dan dalam alam terbatas menghabiskan waktu di dekat kolam, dekat aquarium.

9. Kecerdasan Eksistensial (Existential Intelligence)

Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence) adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam jagat raya yang luas, jauh tak terhingga dan menghubungkannya dengan kehidupan selanjutnya (kematian). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan manusia dalam menjawab berbagai macam persoalan terdalam tentang eksistensi atau keberadaan manusia. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang. Kecerdasan eksistensial dirumuskan Gardner sebagai kecerdasan yang menaruh perhatian pada masalah hidup yang paling utama. Gardner memberikan definisi kecerdasan eksistensialis sebagai kesiapan manusia dalam menghadapi kematian, menempatkan diri dalam ciri manusia yang paling eksistensial, makna hidup, makna kematian.

(19)

kepentingan keyakinan atau agama, keenam; mampu menempatkan diri disetiap situasi dan lingkungan.

Cara menstimulasi: mengajarkan anak bersyukur atas peristiwa setiap hari,

atas keluarga, teman dan benda-benda yang dimiliki, berdoa, mengunjungi yayasan

sosial, menumbuhkan kepekaan dan empati terhadap sesama.

Anak-anak usia dini yang memiliki kecenderungan eksistensial dapat diidentifikasi melalui observasi terhadap:

a. Kecenderungan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat sesuatu, tujuan sesuatu, dan manfaat sesuatu.

b. Kepekaan anak untuk merasakan keberadaan diri dan sesuatu sebagai bagian dari komposisi yang lebih besar.

c. Kemampuan anak untuk menjabarkan penilaian dan reaksi tentang sesuatu. Anak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik tentang berbagai hal yang dirasakan, diimpikan, dan dipikirkannya.

d. Reaksi anak yang relatif terkendali terhadap peristiwa yang dialaminya, e. Belajar mengambil hikmah dari suatu peristiwa.

f. Keberanian anak untuk menerima sesuatu yang dirasakannya benar, memperjuangkan keyakinan dan rasa keadilan.

C. KESIMPULAN

Bahwa setiap anak mempunyai inteligensi atau kecerdasan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kecerdasan anak berberbeda-beda-berbeda-beda dikembangkan pula kecerdasan majemuk atau multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Gardner.

(20)

satu takaran seberapa pandai atau bodohnya mereka. Dengan adanya teori kecerdasan majemuk, seorang pendidik harus tahu dan dapat mengindentifikasi sedini mungkin dari kesembilan kecerdasan yang disebutkan diatas. Dengan mengetahuinya, pendidik dapat mengoptimalkan kecerdasan anak sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. (2003). Multiple intelligences: Mengenali dan Merangsang Potensi Kecerdasan Anak. Seri Ayah bunda Mei; edisi khusus: 6-116

Armstrong, Thomas. (1993). 7 Kinds of Smart : Identifying and Developing Your Intelligences. New York: Penguin Group.

________________. (2003). Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, pen., Rina Buntaran. Jakarta: PT Gramedia.

Craf, Anna. (2000). Me-Refresh Imajinasi dan Kreativitas Anak-anak, peny., Suharosno, pen., M. Chairul Annam. Depok: Cerdas Pustaka.

Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligences : The Theory in Practice A Reader. New York: Basic Books.

______________. (2003). Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk) Teori dan Praktek. Jakarta: Interaksara.

Jasmine, Julia. (2007). Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa.

Kristanto, Purnawan. (2009). Cara Jitu bikin Seru di Sekolah Minggu. Jakarta: Gloria Grafa.

M. Hariwijaya dan Bertiani Eka Sukaca (2009), PAUD: Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini, Yogyakarta: Mahadhika Publishing

Munif Chatib dan Alamsyah Said. (2012). Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa.

(21)

Noorlaila, Iva. (2010). Panduan Lengkap Mengajar PAUD. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Sumiyati. (2014). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Cakrawala Institute.

Suparno, Paul. (2007). Konsep Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Konsep Multiple Intelligences Howard Gardner.Yogyakarta: Kanisius.

Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana.

Yuliani, N.S. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT. Indeks.

Referensi

Dokumen terkait

tersentralisasi tiap-tiap DMBS single-level adalah proses-proses terpisah yang berjalan pada suatu trusted operating system , dan database multilevel didekomposisikan ke dalam

Sehingga setelah lulus, siswa mampu menentukan sendiri ke mana ia akan melangkah. Apakah ia akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi atau langsung terjun ke dunia

Sementara itu, hasil penelitian yang diperoleh selama pembelajaran pada siklus III, kemampuan mengenal kata pada anak kelas B TK Mahkota di peroleh angka 95%

Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan.. benda tajam atau benda keras, baik yang sifatnya jatuh, melayang atau

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses dua siklus autoclaving-cooling terhadap kadar pati resisten tepung dan bihun beras yang

• LAMPIRAN DAFTAR PENERIMAAN BESERTA SOFTCOPY (SOFTCOPY DIEMAIL DAHULU KE BANK JOGJA UNTUK. DIVERIFIKASI SEBELUM PROSES

Pengujian pendahuluan aktivitas antikanker dan antimalaria dilakukan secara in vitro dari ekstrak metanol, fraksi n -heksan, dan etil asetat daun E.. variegata

Murid mengenalpasti maksud komputer dan menyenaraikan jenis-jenis komputer melalui perbincangan dengan rakan kumpulan dibawah bimbingan