Suparlan Suhartono, Ph.D.
DASAR – DASAR FILSAFAT
Pendahuluan
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERPIKIR
A. Hakikat Pribadi Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonik Jiwa Raga dan eksis sebagai individu bermasyarakat.
1. Sebagai Makhluk Tuhan Yang Otonom
Makhluk Tuhan yang otonom yaitu makhluk / manusia yang bergantung terhadap sang Pencipta dengan otonom dan independensinya serta kreativitasnya demi mempertahankan hidupnya.
2. Sebagai Makhluk Tuhan Yang Berjiwa Raga
Jiwa yang meraga, Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu jiwa yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot.
Unsur-unsur didalam jiwa yang dikenal
Sebagai “ Tri Potensi Jiwa ”, Yaitu :
- Cipta Akal budi yang mempunyai potensi luar biasa
- Rasa - Karsa
Raga yang menjiwa, raga yang menjadi satu dengan jiwa adalah suatu kecendrungan fenomena badan yang menjadi bersifat kejiwaan
3. Sebagai Makhluk Individu Yang Bermasyarakat
Manusia adalah makhluk individu yang memasyarakat dan sekaligus makhluk sosial yang mengindividu.
ISI DAN ARTI FILSAFAT
A. LATAR BELAKANG KELAHIRAN FILSAFAT
Di dalam diri manusia terkandung potensi – potensi kejiwaan (pikiran, perasaan, dan kemauan) yang sangat menentuan bagi esensi (diri) dan eksistensi (keberadaan) manusia itu sendiri.
Pikiran manusia mempunyai kecendrungan terhadap :
Nilai kebenaran Memberikan pedoman dalam hal ketetapan tingkah laku
Nilai Keindahan Memberikan suasana ketenangan dalam perbuatan
Nilai Kebaikan Memberikan pedoman untuk mengukur apakah suatu tindakan itu berguna atau tidak.
Dorongan keingintahuan manusia, berawal dari pencapaian pengetahuan hakikat.
Latar belakang lahirnya filsafat adalah menurut 2 faktor :
1. Faktor Intern
Kecendrungan atau dorongan dari dalam diri manusia, yaitu rasa ingin tahu.
2. Faktor Ekstern
Adanya hal atau sesuatu yang menggejala dihadapan manusia, sehingga menimbulkan rasa heran atau kagum.
Manusia yang hanya sekedar ingin tahu dan setelah mendapatkannya lalu puas adalah tergolong orang-orang “pada umumnya”.
Manusia yang secara radikal ingin tahu tentang segala hal atau segala sesuatu sampai ketaraf hakikat adalah tergolong para pemikir, ahli pikir, atau filsuf (Philosophes).
Menurut perkataannya (Etimologis), Filsafat berasal dari kata Yunani “Philosophia” (dari kata Philein yang artinya mencintai, atau Philia yang berarti Cinta, dan Sophia yang berarti kearifan) yang kemudian menjadi kata “Philosophy” (dalam bahasa Inggris)
Filsuf adalah orang yang mencintai kebijaksanaan.
Figur seorang filsuf :
Orang yang selalu mendambakan pengetahuan yang mendalam dan meluas.
Teguh pada prinsip kebenaran ilmiah yang berguna bagi manusia demi dinamika hidup dan kehidupan.
C. FILSAFAT ADALAH BERFIKIR ILMIAH
Berfikir ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabstrahir pokok persoalan, bertanya terus sampai batas terahir yang beralasan dan berelasi (system).
a. Mengabstrahir pokok persoalan
Mengabstrahir adalah membuang sifat-sifat yang nampak satu persatu, sehingga tinggallah suatu gambaran yang bersifat universal.
b. Bertanya terus menerus sampai batas terakhir
Yang dimaksud bertanya terus menerus adalah bukan sekedar bertanya tanpa arah, melainkan kontinuitas pertanyaan yang betul-betul terarah kepada keselesaian akan obyek yang sedang dipikirkan.
Pertanyaan itu berjumlah empat, berturut – turut adalah :
1. Pertanyaan, Bagaimana :
Sifat adalah suatu hal yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi adanya itu terletak pada barang yang lain dan menjadi satu dengan barang yang lain itu.
Macam – macam sifat :
1. Sifat Lahir adalah sifat yang berasal dari luar
2. Sifat bathin adalah sifat bawaan
3. Sifat wujud adalah bentuk dan susunan dari barang tersebut
Sifat keadaan adalah sifat-sifat yang telah menjadi sifat dari hal atau barang itu.
2. Pertanyaan, Mengapa :
Pertanyaan tentang sebab musabab dari hal atau sesuatu (obyek), yang disebut juga sebagai pengetahuan kausal.
Sebab musabab (causal) adalah hal yang menyebabkan adanya obyek secara mutlak.
Sebab adalah suatu hal yang mempengaruhi perubahan dalam arti yang luas terhadap suatu hal.
Ada 4 sebab musabab ( Causa ), yakni :
1. Causa Materialis adalah sebab yang berupa bahan.
2. Causa Formalis adalah sebab yang berupa bentuk
3. Causa Finalis adalah sebab yang berupa tujuan
4. Causa Efisien adalah sebab yang berupa karya
3. Pertanyaan, Ke mana :
Pertanyaan yang berkaitan dengan norma-norma.
4. Pertanyaan, apa :
Hakikat adalah unsur-unsur yang bersama-sama menyusun segala sesuatu yang terpisah dari hal-hal lain yang membuatnya menjadi satu kesatuan yaitu sebagai diri.
Hakikat pribadi adalah unsur-unsur yang tetap, tidak berubah dan yang menyebabkan hal yang bersangkutan itu tetap merupakan diri pribadinya.
Hakikat jenis adalah unsur-unsur yang bersama-sama dalam satu kesatuan membentuk sesuatu yang berjenis tunggal.
c. Beralasan
Berfikir ilmiah haruslah beralasan
Tujuan berfikir ilmiah adalah untuk memperoleh keterangan sedalam-dalamnya dari satu obyek.
d. Harus sistematis
Berpikir ilmiah mengenai suatu hal perlu disusun sebagai suatu system yaitu bagian yang satu dengan bagian yang lain yang saling berhubungan dan semua bagian merupakan kesatuan serta kebulatan.
D. CIRI KHAS BERFIKIR KEFILSAFATAN
a. Adanya inter-relasi (saling berhubungan) diantara jawaban-jawaban kefilsafatan.
b. Pikiran yang filosofis haruslah runtut (coherent) yang dimaksud koherensi berpikir filosofis adalah tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi.
Macam-macam hukum berpikir :
1. Hukum identitas, bunyinya : “sesuatu benda adalah benda itu sendiri”.
2. Hukum kontradiktif, bunyinya : “Sesuatu benda tidak dapat menjadi benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang sama”.
3. Hukum penyisihan jalan tengah, bunyinya : “Segala sesuatu harus positif atau negative.
E. PENDEKATAN MENURUT BEBERAPA DEFINISI
“Plato (427-347 M)”
Dalam mengembangkan pengetahuan kefilsafatan, Plato menggunakan metode Dialektika, yaitu dengan cara berdiskusi dan penjelasan gagasan-gagasan.
“Aristoteles (384-322 M)”
Menurut Aristoteles dalam mengembangkan filsafat orang harus menguasai ilmu-ilmu filsafat.
“Konsepsi abad pertengahan (abad 6-13 M)”
Abad pertengahan, dalam sejarah filsafat ditandai dengan munculnya filsafat skolastik (abad ke-16) sampai dengan kebesaran nama Thomas Aquinas (1225 - 1274 M) yang terkenal dengan aliran Thomisme.
“Sir Francis Bacon (1561-1626 M)”
Menurut Francis, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu.
“Rene Discartes (1590-1650 M)”
Menurut Discartes, filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
“Immanuel Kant (1724-1804 M)”
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.
“Eksistensialisme”
Ciri-ciri umum aliran ekstensialisme :
Orang yang menyuguhkan dirinya (existere) dalam kesungguhan tertentu.
Orang harus berhubungan dengan dunia.
Orang merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan badannya.
Orang berhubungan dengan “yang ada”.
“Para Filsuf Analistis”
Intisari filsafat menurut Filsuf analistis adalah analisis kritis terhadap konsep-konsep dasar yang dengannya orang berpikir tentang dunia dan kehidupan manusia.
F. FILSAFAT HIDUP DAN FILSAFAT AKADEMIK
Filsafat hidup bersifat tertutup, artinya filsafat itu ada karena telah ditentukan oleh dan menurut norma-norma keagamaan, adat istiadat, dan budaya social yang sedang berlaku.
Filsafat Akademik bersifat rasional terbuka, dipelajari secara metodik dan sistematik menurut pendekatan-pendekatan (approachs) tertentu untuk mencapai kebenaran hakiki mengenai obyek yang dipelajari.
BAB 2
Pengetahuan adalah hasil dari kegiatan ingin tahu manusia tentang apa saja melalui cara-cara dan dengan alat-alat tertentu.
Macam-macam jenis dan sifat pengetahuan :
1. Bersifat langsung dan tidak langsung
2. Bersifat tidak tetap (berubah-ubah), subyektif, dan khusus
3. Bersifat tetap, obyektif dan umum.
A. INGIN TAHU ADALAH KODRAT MANUSIA
Dorongan rasa ingin tahu manusia bersumber pada tri potensi jiwa yaitu cipta / akal (rationale), rasa (emotioan), dan karsa / kemauan / keinginan (will).
B. OBYEK PENGETAHUAN
Taraf kualitatif adalah sesuatu yang spiritual, yang terlepas dari ruang dan waktu tertentu, hanya berjenis satu, dan bersifat tetap yang tidak mengalami perubahan.
Obyek pengetahuan berupa :
1. Badan-badan benda (padat, cair, gas)
2. Benda hidup (tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia)
3. Tuhan (sebagai kuasa prima)
C. SUMBER-SUMBER DAN CARA-CARA MENGETAHUI
Sumber-sumber pengetahuan, antara lain :
1) Kepercayaan yang berdasarkan tradisi, yaitu melalui cara mewarisi apa saja yang hidup dan berlaku dalam adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan kehidupan keagamaan.
2) Kebiasaan-kebiasaan dan agama.
3) Kesaksian orang lain.
4) Pancaindra (pengalaman)
5) Akal pemikiran
6) Intuisi individual.
Pengetahuan yang bersumber dari tradisi yang dapat diketahui dengan cara percaya (yaitu menerima begitu saja dengan tanpa kritik), maka kebenarannya dapat diukur apakah sesuai apa tidak dengan norma-norma tradisi yang diakui. Adapun sifatnya yang receptive dan relative (tidak multak) sangat tergantung kepada situasi dan kondisi yang sedang langsung diterima (receptive) dengan mengingat-ingat (memorize)nya. Pengetahuan ini bersifat relative, cendrung bermacam-macam, berubah-ubah dan khusus.
Pengetahuan yang bersumber dari pancaindra (pengalaman indrawi), kebenarannya sudah menuntut bukti-bukti (suara kritik) dengan mempercayakannya pada kemampuan pengalaman pancaindra seseorang itu sendiri. Pengetahuan ini tergolong pengetahuan sehari-hari, pengetahuan biasa atau pengetahuan langsung. Pengetahuan ini bersifat relative heterogen, berubah-ubah, khusus dan konkrit.
Pengetahuan yang bersumber dari akal pikiran, kebenarannya tergantung kepada barangnya sendiri. Pengetahuan ini tergolong pengetahuan tidak langsung, karena dicapai melalui pendekatan-pendekatan (approach) yang memungkinkan dan metode serta system yang cocok. Pengetahuan ini bersifat kreatif, artinya memungkinkan untuk penemuan-penemuan atau penciptaan-penciptaan baru.
Pengetahuan yang bersumber dari intusi, kebenarannya sulit diukur, karena berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam. Pengetahuan ini tergolong pengetahuan langsung tetapi tidak bisa setiap orang mempunyai pengalaman yang sama. Pengetahuan ini bersifat relative.
BAB 3
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah tentang obyek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method), dan system tertentu.
Ilmu pengetahuan filosofis adalah yang mempersoalkan hakikat atau esensi sesuatu (pengetahuan universal)
Ilmu pengetahuan kausalistik adalah selalu mencari sebab musabab keberadaannya (pengetahuan umum bagi suatu jenis benda).
Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mencoba menjelaskan sifat-sifat umum yang dimiliki oleh suatu jenis obyek.
Obyek ilmu pengetahuan ada yang berupa :\
1. Materi (obyek materi) sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran, atau penelitian keilmuan.
2. Bentuk (obyek forma) melakukan pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi itu, dan menurut kemampauan seseorang.
B. METODE ILMU PENGETAHUAN
Apabila pendekatan secara fisis, maka metode yang dipakai tentu yang sifatnya kuantitatif.
Apabila pendekatannya secara psikis tentu metode yang paling tepat digunakan adalah yang sifatnya kualitatif.
Metode keilmuan atau metode ilmiah adalah ilmu pengetahuan yang memakai suatu metode yang umum. Metode ini bisa dimengerti sebagai gabungan (combination) dari metode empirik dan rasionalistik, karena keduanya saling melengkapi dan memperjelas.
Ada beberapa jenis metode ilmiah yang secara umum untuk dapat diketahui sebagai :
1. Metode analisis yang dibantu oleh sarana induktif (metode analisis – induktif) adalah cara pandang penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari pengetahuan-pengetahuan khusus untuk sampai kepada suatu
kesimpulan berupa pengetahuan umum.
2. Metode sintesis dengan alat deduktif (sintesis deduktif) adalah
melakukan penyelidikan dengan bertitik tolak dari pengetahuan umum agar sampai pada kesimpulan yang berupa suatu pengetahuan khusus.
System adalah hubungan secara fungsional dan konsisten antara bagian-bagian yang terkandung dalam sesuatu hal atau barang sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh.
Ada 6 jenis system yang lazim dikenal dalam ilmu pengetahuan :
1. System tertutup, system ini tidak memungkinkan masuknya unsure-unsur baru kedalamnya.
2. System terbuka, system yang memberikan peluang bagi unsure-unsur baru.
3. System alami, system yang merupakan hasil karya alami.
4. System buatan, system yang merupakan hasil karya manusia.
D. KEBENARAN ILMU PENGETAHUAN
Kebenaran ilmu pengetahuan (kebenaran ilmu atau kebenaran ilmiah) adalah pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang oleh suatu system yang relevan.
Ada 3 teori pokok tentang kebenaran keilmuan :
1. Teori saling hubungan ( teori konsisten ), menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan diantara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran.
2. Teori Persesuaian (Koresponden ), teori ini bersifat empiris-aposterioris.
3. Teori kegunaan.
BAB 4
FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
A. Obyek Filsafat
Filsafat memiliki obyek studi yang meliputi obyek materi maupun obyek forma.
Obyek materi filsafat sering disebut sebagai segala sesuatu yang ada (dan bahkan yang mungkin ada). Obyek ini sering pula disebut sebagai realitas atau kenyataan (the reality).
Obyek forma filsafat sering disebut sebagai pendekatan (Approach).
Setiap benda atau hal berada dalam 3 esensi :
1. Esensi Konkret, adalah setiap sesuatu itu berada didalam keterbatasan ruang dan waktu tertentu, sehingga mengalami perubahan dan
perkembangan yang letaknyaterpisah dengan yang lainnya.
2. Esensi Individu, adalah bahwa didalam keserba-perubahan itu, setiap sesuatu tetap berada didalam dan pada dirinya sendiri sebagai sesuatu tertentu (Hakikat Pribadi).
3. Esensi Abstrak, adalah bahwa meskipun sesuatu hal itu berada didalam perkembangan dan perbedaaan dengan yang lainya, tetapi ia tetap termasuk kedalam jenis tertentu (Hakikat Jenis).
B. Metode Filsafat
Metode Analisis
Metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat.
Metode ini dibantu oleh peralatan Induktif, yaitu mengarahkan penyelidikan yang berpangkal dari pengetahuan atau hal-hal yang khusus tertentu untuk sampai kepada pengetahuan atau hal-hal yang bersifat umum.
Metode analisis ini sering disebut sebagai metode Aposteriori kerana bertitik tolak dari segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman, agar sampai kepada suatu ilmu
pengetahuan yang adanya di atas atau diluar pengalaman sehari-hari.
Metode Sintesis
Dalam study Filsafat, kedua metode diatas lebih dipergunakan secara dialektik, artinya digunakan secara berkesinambungan dalam suatu rentetan sebab akibat, oleh karena itu, sering dinamakan sebagai “metode analitiko-sintetik”.
C. Sistem Filsafat
System Tertutup (Closed System) adalah yang berlaku didalam ilmu pengetahuan pasti (Eksakta) dan alam.
System Terbuka (Opened System) adalah lebih popular digunakan dalam studi ilmu pengetahuan social dan humaniora.
D. Kebenaran Kefilsafatan
Kebenaran Filsafat, yaitu dengan :
1. Mempertimbangkan obyek materinya, dimana filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada.
2. Mengikuti tinjauan obyek formanya, kiranya kebenaran ilmu pengetahuan filsafat itu bersifat metafisis.
3. Merenungi metode-metode yang digunakan oleh filsafat, maka sifat kebenaran ilmu pengetahuan filsafat yang abstrak-metafisis itu semakin jelas.
4. Sifat kebenaran metafisis tersebut semakin lebih jelas lagi jika kita lihat dari system dialektik ( closed – opened dialectical system ).
BAB 5
ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT MENURUT SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT
“Herakleitus”
Didalam sejarah perkembangan filsafat, faham kefilsafatannya dikenal dengan “filsafat menjadi”.
“Parmanides”
Parmanides mengidentifikasikan pengetahuan menjadi :
1. Pengetahuan semu, adalah seperti yang diperoleh pancaindra.
2. Pengetahuan sejati, dicapai oleh kemampuan akal-budi.
“Idealisme”
Dunia pengalaman disebut sebagai dunia semu atau dunia baying-bayang.
Dunia idea (akal-budi) disebut sebagai dunia asli, dunia yang sesungguhnya.
“Realisme ( Aristoteles, 384-322 )”
Aristoteles mengatakan bahwa setiap hal atau benda itu tersusun dari “hule” dan “morfe”, yang kemudian dikenal dengan teori “Hule-Morfistik”.
Hule adalah dasar permacam-macaman, karena hulenya, maka suatu benda adalah benda itu sendiri.
Morfe adalah dasar kesatuan, yang menjadi inti dari segala sesuatu, karena morfe-nya, maka segala sesuatu itu sama dengan yang lain termasuk kedalam satu jenis yang sama.
“Positivisme”
Ada 3 tingkatan mengenai budi :
1. Tingkatan Teologis, yang menerangkan segala sesuatunya dengan pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat.
2. Tingkat Metafisis, yang hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi.
3. Tingkat Positif, yang hanya memperhatikan yang sungguh-sungguh dan sebab akibat yang telah ditentukan.
“Eksistensialisme”
Ciri umum Eksistensialisme :
2. Orang harus berhubungan dengan dunia yang ada.
3. Manusia merupakan satu kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan badannya.
4. Orang berhubungan dengan segala sesuatu yang ada.
BAB 6
NILAI FILSAFAT BAGI ILMU PENGETAHUAN
Menurut obyeknya, filsafat bernilai “Ontologi”, menurut metodenya mengandung nilai “Epistemologi”, menurut sistemnya bernilai “Estetika”, sedangkan dari kebenaran yang dicapainya mengandung nilai “Etik-Antropologik”.
Ontology adalah suatu filsafat umum, yang sering disebut sebagai
“metafisika umum” (generale metafisics) ontology ini dapat dipahami sebagai “pohon” Filsafat, atau filsafat itu sendiri.
II. Nilai Epistemilogi
Epistemologi adalah bidang studi filsafat manusia (menurut pandangan filsafat Yahudi) yang mempersoalkan hal-ikhwal pengetahuan, yang meliputi antara lain : bagaimana memperoleh pengetahuan, sifat hakikat pengetahuan dan kebenaran pengetahuan.
III. Nilai Estetika
Estetika adalah bidang studi filsafat manusia yang mempersoalkan hal-ikhwal nilai keindahan. Tatanan ilmu pengetahuan itu tersusun dari jenis-jenis kefilsafatan, yaitu sebagai sumber yang membangun dasar-dasar teori yang obyektif.
IV. Nilai Etik
Nilai ini berdasar pada etika yang juga merupakan salah satu bidang studi filsafat manusia.
Bagi ilmu pengetahuan, masalah bertanggung jawab itu meliputi 2 hal :
1. Tanggung jawab ilmiah (intelektual, adalah sejauhmana ilmu pengetahuan melalui pendekatan, metode dan system yang
dipergunakan itu mampu memperoleh kebenaran obyektif, baik secara koheren-idelistik, koresponden-realistik, maupun secara pragmatik-empirik.
2. Tanggung jawab moral, adalah dengan berpangkal pokok bahwa ilmu pengetahuan adalah dari, oleh, dan untuk manusia untuk mengetahui sejauh mana kebenaran obyektif itu dapat dimanfaatkan bagi
kesejahtraan dan kebahagiaan umat manusia.
Jadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa bagi ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat berguna dalam hal :
1. Sebagai sumber atau induk ilmu pengetahuan.
2. Memberikan kejelasan obyek dan lingkungan studi.
3. Memberikan dasar-dasar metode penelitian.
5. Memberikan pedoman sikap ilmiah untuk menemukan kebenaran yang obyektif ilmiah.
6. Memberikan nilai keilmuan kepada setiap ilmu pengetahuan.