• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap Prima I di Rumah Sakit "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap Prima I di Rumah Sakit "X" Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran resiliensi kerja pada perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit “X” Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini yang memenuhi karakteristik perawat instalasi rawat inap prima I dengan minimal masa kerja enam bulan berjumlah 80 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik survei.

Alat ukur yang digunakan dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian sebelumnya yang juga mengukur resiliensi kerja dengan berlandaskan teori dari Maddi&Khoshaba, 2005. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman kemudian diseleksi dengan kriteria Friedenberg diperoleh 59 item valid dengan nilai validitas 0,304 – 0,674 dan nilai uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,949 yang berarti alat ukur tersebut memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi. Data diolah menggunakan program SPSS 20.

Hasil penelitian ini diperoleh 81,25% responden memiliki resiliensi kerja rendah dan 18,75% responden memiliki resiliensi kerja tinggi. Dari 81,25% responden yang memiliki resiliensi kerja rendah, terdapat 96,9% responden memiliki attitudes rendah dan 98,5% responden memiliki skills rendah. Lalu dari 18,75% responden yang memiliki resiliensi kerja tinggi, seluruhnya memiliki attitudes dan skills yang tinggi.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki resiliensi kerja rendah begitu pula dengan attitudes (commitment, control, challenge) dan skills (transformational coping, social support) yang diperoleh juga rendah. Disarankan bagi pihak rumah sakit untuk mengadakan sharing session, pelatihan manajemen waktu, dan menciptakan peran yang jelas bagi perawat instalasi rawat inap agar tidak kelebihan beban kerja.

(2)

viii Universitas Kristen Maranatha

This research was conducted with the aim to describe the resilience at work of the nurses working in Prima I inpatient in “X” hospital Bandung. The selection of the sample using purposive sampling method and sample in this study who meet the characteristics of Prima I inpatient nurses with a minimum working period of six months amounted to 80 people . The design used in this study is descriptive with survey techniques .

Measuring instruments used modified by researchers from previous studies that also measure the resilience at work based on theory of Maddi & Khoshaba 2005 . Based on validity test by using the formula Spearman Rank then selected with Friedenberg criteria obtained 59 valid items with the validity of 0.304 to 0.674 and the value of reliability test using the Cronbach alpha formula is 0.949 which means that the measuring instrument has a very high level of reliability . The data were processed using SPSS 20 .

The results of this study showed 81.25 % of respondents have a lower labor resilience at work and 18.75 % of respondents have a high resilience at work. 81.25 % of respondents who have low resilience at work , there are 96.9 % of the respondents had low attitudes and 98.5 % of respondents have low skills . Then 18.75 % of respondents who have a high resilience at work , all have high attitudes and skills .

The conclusion that most of the respondents have low resilience at work as well as the work attitudes (commitment, control, challenge) and skills ( transformational coping, social support ) also obtained low . It is recommended for hospitals to conduct sharing sessions , time management training , and creating a clear role for inpatient nurses to avoid work overload .

(3)

DAFTAR ISI

JUDUL...

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN...iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR BAGAN ...xiii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...11

1.3.1 Maksud Penelitian...11

1.3.2 Tujuan Penelitian...11

1.4 Kegunaan Penelitian...11

1.4.1 Kegunaan Teoritis...11

(4)

x Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Penelitian...22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resiliensi Kerja...23

2.1.1 Pengertian Resiliensi Kerja...23

2.1.2 Latar Belakang Resiliensi Kerja...23

2.1.3 Aspek-aspek Resiliensi Kerja...24

2.1.4 Strategi yang dibutuhkan Perusahaan dan Karyawan agar menjadi Resilient...31

2.2 Perawat...33

2.2.1 Definisi Perawat...33

2.2.2 Peran Perawat...34

2.2.3 Tugas Keperawatan Rawat Inap...36

2.2.4 Tahap-tahap Proses Keperawatan...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...47

3.2 Bagan Prosedur Penelitian...47

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...48

3.3.1 Variabel Penelitian...48

3.3.2 Definisi Operasional...48

(5)

3.4.1 Alat Ukur Resiliensi Kerja...49

3.4.1.1 Prosedur Pengisian...51

3.4.1.2 Sistem Penilaian...51

3.4.2 Data SosioDemografis...52

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...53

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur...53

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur...54

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...55

3.5.1 Populasi Sasaran...55

3.5.2 Karakteristik Populasi...56

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel...56

3.6 Teknik Analisis Data...56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...58

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...58

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...59

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan...59

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital...59

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Pasangan...60

4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Ada/ Tidak ada Anak...60

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja...60

(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

4.2.2 Gambaran Setiap Aspek Resiliensi Kerja...61

4.2.2.1 Gambaran Aspek Attitudes...61

4.2.2.2 Gambaran Aspek Skills...62

4.2.3 Gambaran Tabulasi Silang Resiliensi Kerja dan Aspek-Aspek...62

4.2.3.1 Tabulasi silang Resiliensi Kerja dan Attitudes...62

4.2.3.2 Tabulasi Silang Resiliensi Kerja dan Skills...62

4.3 Pembahasan...63

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...72

5.2 Saran...73

5.2.1 Saran Teoretis...73

5.2.2 Saran Praktis...73

DAFTAR PUSTAKA...75

DAFTAR RUJUKAN...76

(7)

DAFTAR BAGAN

(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha

3.1 Tabel Gambaran Kisi-kisi Alat Ukur(sudah divalidasi)...50

3.2 Tabel Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Item Positif dan Negatif...52

3.3 Tabel Norma Kelompok Derajat Resiliensi Kerja...52

4.1 Tabel Frekuensi Usia Responden...58

4.2 Tabel Frekuensi Jenis Kelamin Responden...59

4.3 Tabel Frekuensi Pendidikan Responden...59

4.4 Tabel Frekuensi Status Marital Responden...59

4.5 Tabel Frekuensi Status Pekerjaan Pasangan Responden...60

4.6 Tabel Frekuensi Responden Berdasarkan Ada/Tidak Ada Anak...60

4.7 Tabel Frekuensi Masa Kerja Responden...60

4.8 Gambaran Derajat Resiliensi Kerja Responden...61

4.9 Gambaran Attitudes Responden...61

4.10 Gambaran Skills Responden...62

4.11 Tabulasi Silang Resiliensi Kerja dan Attitudes...62

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Tabel Keterangan Kisi-kisi Alat Ukur Resiliensi Kerja

Lampiran II Kuesioner Resiliensi Kerja

Lampiran III Tabel Validitas dan Reliabilitas

Lampiran IV Hasil Pengolahan Data

Lampiran V Profil Perusahaan

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memerhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan pasien dan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan meliputi upaya penyembuhan, pemulihan kesehatan, meringankan penderitaan pasien, asuhan perawatan, dan tindakan pencegahan (Sidharta&Asih, 1986). Keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia.

(11)

2

Dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan rumah sakit, tentunya rumah sakit juga merekrut tenaga keperawatan yang profesional. Tenaga keperawatan yang direkrut sudah memenuhi kriteria merupakan perawat yang baru lulus dan sudah mempunyai surat ijin praktek (SIP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Permenkes No. 148, 2010). Selain itu juga pelayanan keperawatan yang bermutu dapat tercapai apabila beban kerja dan sumber daya perawat memiliki proporsi yang seimbang. Namun ditemukan fakta bahwa menurut hasil penelitian WHO (1997), perawat-perawat yang bekerja di rumah sakit di Asia Tenggara termasuk Indonesia memiliki beban kerja berlebih akibat dibebani tugas-tugas non-keperawatan dan mengalami kekurangan jumlah perawat.

Hal serupa terjadi pada Rumah Sakit “X” yang merupakan rumah sakit umum swasta yang terkemuka di Kota Bandung. Secara garis besar, pelayanan kesehatan Rumah Sakit “X” mencakup pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, dan lainnya. Untuk Instalasi Rawat Inap, Rumah Sakit “X” memberikan tiga jenis kelas pelayanan, yaitu Instalasi Rawat Inap Prima I, II, dan Instalasi Rawat Inap Pusat Diagnostik.

(12)

Universitas Kristen Maranatha perawat shift sebelumnya mengenai penanganan hal-hal yang harus dikerjakan secara berkala terhadap pasien-pasien yang ada di ruang bersangkutan.

Adapun tugas-tugas perawat instalasi rawat inap di Rumah Sakit “X” meliputi tugas utama dan tugas kolaborasi. Tugas utama mencakup menerima pasien baru, melakukan proses pengkajian, melakukan persiapan pemeriksaan diagnosis, merencanakan asuhan keperawatan pada pasien kategori I dan II. melaksanakan asuhan keperawatan sesuai unit kompetensi perawat N2(Advanced

Beginner), mengevaluasi asuhan keperawatan, melakukan pendokumentasian

asuhan, melakukan proses pemulangan pasien atau pemindahan pasien, mengisi kartu kendali persediaan pemakaian obat, memasukkan data tindakan ke komputer, melakukan pendidikan kesehatan, melakukan pemeliharaan peralatan penunjang, mengikuti konferensi kasus atau rapat, menerima pendelegasian dari perawat level di atasnya dan memvalidasi asuhan keperawatan yang telah didelegasikan pada perawat, melakukan bimbingan terhadap perawat yang berada di level N1(Beginner),mengikuti pelatihan, mengobservasi atau mencatat dan melaporkan kondisi pasien setiap harinya.

(13)

4

Menurut hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan mengungkapkan bahwa perawat instalasi rawat inap juga sering melakukan tugas-tugas yang seharusnya di luar tugas keperawatan instalasi rawat inap, seperti melakukan billing {memasukkan data tindakan(ada tarif per tindakan) seperti suntikan, visite, dan obat-obatan yang digunakan pasien}, mengurusi asuransi kesehatan dan jamsostek, mengantar resep, laboratorium, dan ambulantory, mengambil darah.

Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit “X” juga menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan beban kerja perawat instalasi rawat inap sehingga perawat menjadi tidak fokus dan lalai dalam menjalankan tugasnya, misalnya dalam memberikan pendidikan kesehatan berupa arahan dan petunjuk yang mengingatkan pasien saat akan pulang dari rumah sakit. Petunjuk dan arahan tersebut misalnya dengan mengingatkan pasien untuk tidak lupa meminum obat, atau memberitahu agar perban yang masih menempel pada luka pasien tidak boleh terkena air.

(14)

Universitas Kristen Maranatha Prima I didapatkan data bahwa BOR(Bed Occupancy Rate) rata-rata per bulan mencapai 80% bahkan pernah mencapai 90%. Dengan adanya kekurangan jumlah tenaga perawat terkadang membuat perawat harus menghadapi penambahan shift kerja.

Perawat yang memiliki tugas jaga pada shift pagi bisa saja tiba-tiba diminta kembali untuk shift malam, sehingga perawat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut, didapatkan data dari hasil data kuesioner yang menyatakan seorang perawat instalasi rawat inap yang telah memiliki anak merasa tidak bisa berfungsi sepenuhnya sebagai orangtua akibat dari prosedur yang tidak terhindarkan seperti itu.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan terhadap 35 perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit “X” Bandung dengan metode kuesioner diperoleh data sebanyak 57,1% menghayati dengan adanya penambahan beban kerja membuat tugas menjadi banyak, 22,9% menghayati tidak terlalu banyak beban kerja, dan 20% menghayati beban pekerjaan masih dalam batas kewajaran. Ini artinya, setiap perawat memberikan penilaian dan karenanya memiliki penghayatan yang beragam atas peningkatan beban kerja itu. Meskipun sebagian besar perawat instalasi rawat inap menghayati beban pekerjaan yang semakin banyak, namun sebanyak 94,2% akan tetap memberikan pelayanan yang terbaik karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat dan 5,8% tidak memberikan komentar.

(15)

6

kesulitan yang dapat mengganggu kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Salah satunya adalah kekurangan waktu. Perawat instalasi rawat inap banyak melakukan pendokumentasian dengan mengisi formulir isian asuhan keperawatan seperti; pencatatan status pasien dan tindakan-tindakan yang sudah diberikan kepada pasien berikut memasukkan data billing. Hal tersebut membuat perawat kurang dalam merawat pasien di ruangan.

Berikutnya di dalam lingkungan pekerjaannya pun, perawat menjumpai pasien yang tidak kooperatif. Berdasarkan data dari survei awal yang didapat bahwa perawat dihadapkan pada pasien yang sulit untuk diatur seperti; susah minum obat, takut disuntik, makan makanan yang dipantang sehingga hal tersebut tidak bisa mendukung keberhasilan suatu asuhan keperawatan.

Berdasarkan data yang didapat dari survei, terdapat hal lain yang menjadi kesulitan perawat instalasi rawat inap dalam melakukan tugasnya, yaitu memiliki keterbatasan ilmu dan kurangnya kompetensi, sehingga membuat perawat tidak bisa memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada pasien. Kesulitan perawat bertambah apabila menemukan hal yang belum pernah dialami namun tidak ada rekan yang bisa diajak sharing.

Hal-hal seperti itulah yang akan membuat pelayanan yang diberikan perawat instalasi rawat inap menjadi kurang maksimal. Tuntutan mulai dirasakan dari pasien yang ingin mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Berdasarkan data yang ditemui dari survei awal mengungkapkan bahwa perawat sering mendapat

complain atau dimarahi oleh pasien atau keluarga pasien karena kurang puasnya

(16)

Universitas Kristen Maranatha menginginkan pelayanan perawat yang lebih memuaskan bagi para pasiennya. Selain itu, perawat pun mengungkapkan kurang mendapat penghargaan baik dari pasien, dokter. Pasien tidak menghargai dan terkadang salah terima atas pelayanan yang diberikan, kemudian perawat juga merasa diperlakukan seperti pembantu oleh dokter.

Bertambahnya beban tugas seorang perawat ditambah dengan kesulitan, tuntutan, dan tekanan yang dirasakan perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit “X” perawat berada dalam kondisi tertekan, dalam konteks resiliensi kerja diistilahkan sebagai situasi stressful. Menurut US National Institute for

Occupational Safety, profesi sebagai perawat merupakan pekerjaan dengan

kemungkinan tingkat gangguan stres yang tinggi (Laschinger,2004).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan terhadap 35 responden, terdapat 80% perawat instalasi rawat inap prima I merasa stres dengan beban tugas yang banyak, tuntutan dan tekanan, bahkan penghasilan yang rendah, sedangkan 20% kadang-kadang saja merasa stres. Saat merasa stres; perawat mudah marah atau sensitif, sakit kepala, kehilangan konsentrasi, dan bahkan kurang semangat untuk bekerja. Seseorang yang berada dalam situasi stressful tidaklah mungkin untuk memerlihatkan kinerja optimal yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpuasan bagi semua pihak.

(17)

8

ini dipengaruhi oleh kemampuan resiliensi kerja masing-masing perawat instalasi rawat inap prima I.

Resiliensi kerja merupakan kemampuan individu untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kondisi tertekan di tempat kerja (Maddi&Khoshaba,2005). Resiliensi kerja ini dapat terlihat jika perawat instalasi rawat inap sedang mengalami stres dalam pekerjaannya. Perawat akan tetap bertahan dalam situasi tersebut dan berjuang mencari cara untuk mengatasinya untuk lebih mengembangkan diri dalam pekerjaannya.

Dalam resiliensi kerja terdapat dua aspek yang diukur yaitu attitudes dan

skills. Attitudes memiliki tiga sub aspek, yaitu commitment, control, dan

challenge. Commitment merujuk pada sejauh mana keterlibatan individu dengan

pekerjaannya meskipun berada dalam situasi sulit. Individu akan melibatkan dirinya dengan orang-orang dan peristiwa yang ada disekitarnya meskipun individu tersebut mengalami situasi sulit (Maddi & Khoshaba, 2005). Perawat instalasi rawat inap akan tetap memberikan pelayanan atau bekerja dengan sebaik mungkin kepada pasien meskipun dirinya sedang merasa stres atau tertekan dalam pekerjaan.

Control merujuk pada sejauhmana individu berusaha mengarahkan

(18)

Universitas Kristen Maranatha mengerti dan mendukung proses asuhan yang diberikan. Perawat instalasi rawat inap juga memiliki kontrol terhadap emosinya untuk lebih sabar menghadapi pasien tersebut. Challenge merujuk pada sejauh mana individu memandang dan menghadapi perubahan atau situasi sulit sebagai tantangan dan sarana untuk mengembangkan dirinya dalam pekerjaannya (Maddi & Khoshaba, 2005).Perawat instalasi rawat inap merasa tertantang dalam menghadapi beban tugas yang berlebih dan menghadapi setiap kesulitan. Perawat akan menganggap hal itu sebagai pembelajaran untuk lebih meningkatkan keterampilan diri, dan menambah pengalaman.

Berikutnya skills memiliki dua sub aspek, yaitu transformational coping dan social support. Transformational coping merujuk pada keterampilan individu untuk mengubah situasi stressful menjadi situasi yang bermanfaat dengan cara memperluas perspektif, memahami secara mendalam situasi stressful, dan mengambil sebuah tindakan untuk memecahkan masalah (Maddi & Khoshaba, 2005). Perawat memandang pekerjaan perawat yang menekan itu sebagai sesuatu yang harus dihadapi sebagai seorang perawat, perawat lebih memahami situasi-situasi yang membuat dirinya merasa stres atau kesulitan saat bekerja, dan mulai mengambil tindakan dengan terus belajar mengembangkan ilmu dan keterampilan diri.

Social support merujuk pada keterampilan individu untuk berelasi dengan

(19)

10

mengalami stres dengan pekerjaannya, dengan demikian mengurangi persaingan antar sesama rekan kerja.

Individu yang memiliki resiliensi kerja tinggi akan dapat mengubah

kesulitan menjadi kesempatan untuk mengembangkan dirinya, mampu mengatasi kesulitannya dengan mencari solusi yang tepat dan saling mendukung dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Individu dengan resiliensi kerja yang rendah tidak dapat bertahan dalam menghadapi situasi yang menekan, menghindari kesulitan karena membebani dirinya, membuat individu merasa pesimis, dan tidak berusaha mencari cara agar tetap bisa maksimal dalam bekerja(mudah menyerah), menarik diri dari lingkungan kerja. Hal ini tentu akan menghambat pekerjaannya. Individu hanya dapat tetap dijalurnya untuk jaminan pekerjaan dan pendapatan.

Pekerjaan sebagai profesi perawat instalasi rawat inap banyak dihadapkan pada situasi-situasi yang stressful atau bisa dikatakan juga sebagai situasi yang penuh dengan tekanan dalam menjalankan pekerjaannya sehingga sangat dibutuhkan resiliensi kerja yang tinggi. Inilah yang tentunya diharapkan juga oleh pihak rumah sakit demi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Berdasarkan dengan hal tersebut mendorong peneliti untuk tertarik melakukan sebuah penelitian mengenai resiliensi kerja perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit ‘X’ Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

(20)

Universitas Kristen Maranatha 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Penelitian ini dimaksudkan untuk memeroleh gambaran mengenai resiliensi kerja perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit ‘X’ Bandung.

1.3.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiliensi kerja perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit ‘X’ Bandung sekaligus mengetahui kekuatan setiap aspek.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

a) Memberikan sumbangan informasi khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai gambaran resiliensi kerja pada perawat instalasi rawat inap di Rumah Sakit “X” Bandung.

b) Memberi sumbangan informasi kepada peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai resiliensi kerja.

1.4.1 Kegunaan Praktis

(21)

12

untuk melakukan pengembangan diri melalui penyuluhan atau pelatihan dalam usaha meningkatkan resiliensi kerja pada perawat instalasi rawat inap.

b) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk perawat sebagai cara untuk meningkatkan ketahanan saat bekerja sebagai perawat instalasi rawat inap dan mengembangkan keterampilan diri dalam pekerjaannya agar lebih optimal.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit “X” mencakup pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, dan lainnya. Untuk Instalasi Rawat Inap, Rumah Sakit “X” memberikan tiga jenis kelas pelayanan, yaitu Instalasi Rawat Inap Prima I, II, dan Instalasi Rawat Inap Pusat Diagnostik. Instalasi rawat inap prima I memiliki 8 ruangan, yaitu Abednego,Beria, Clemen/Debora, Elisabeth, Filipus, Gideon, Hana, dan Lukas.

Beberapa tugas perawat instalasi rawat inap di Rumah Sakit “X” pada umumnya, diantaranya melakukan proses pengkajian (pemeriksaan awal pasien), merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien, mengevaluasi asuhan keperawatan, melakukan pendokumentasian asuhan, melakukan pendidikan kesehatan, melakukan pemeliharaan peralatan penunjang, mengobservasi atau mencatat dan melaporkan kondisi pasien setiap harinya.

(22)

Universitas Kristen Maranatha rawat inap, seperti melakukan billing {memasukkan data tindakan(ada tarif per tindakan) seperti suntikan, visite, dan obat-obatan yang digunakan pasien}, mengurusi asuransi kesehatan dan jamsostek, mengantar resep, laboratorium, dan ambulantory, mengambil darah, memberi dukungan moral kepada pasien maupun keluarganya.

Dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu, Rumah Sakit “X” khususnya perawat instalasi rawat inap prima I memiliki beberapa masalah keperawatan di instalasi rawat inap, diantaranya memiliki kekurangan tenaga perawat di instalasi rawat inap dan perawat tersebut masih dihadapkan pada tugas-tugas di luar tugas-tugas perawat instalasi rawat inap sehingga beban tugas-tugas yang harus dilakukan semakin bertambah banyak. Hal tersebut membuat perawat belum bisa maksimal dalam memberikan pelayanan kepada setiap pasien.

Perawat instalasi rawat inap merasa kesulitan dalam menangani pasien yang banyak karena tenaga perawat di instalasi rawat inap prima I yang relatif kurang sebanding dengan pasien yang ada di ruangan. BOR(Bed Occupancy Rate) rata-rata per bulan di setiap ruangan menunjukkan sekitar 80% bahkan pernah sampai 90%. Dengan kurangnya jumlah tenaga perawat membuat perawat instalasi rawat inap harus menghadapi penambahan shift kerja. Kesulitan berikutnya yaitu melakukan pendokumentasian dengan ketersediaan waktu yang terbatas, seperti banyak mengisi formulir asuhan keperawatan sehingga membuat perawat instalasi rawat inap kekurangan waktu untuk merawat pasien di ruangan.

(23)

14

diatur. Kenyataan ini menjadi salah satu kesulitan perawat instalasi rawat inap untuk mencapai kesembuhan pasien. Selain itu, dengan keterbatasan ilmu dan keterampilan yang dimiliki, perawat instalasi rawat inap terkadang merasa kesulitan dalam menangani pasien yang berbeda-beda jenis dan tingkat penyakitnya.

Hal-hal seperti itulah yang akan menghambat perawat instalasi rawat inap dalam memberikan pelayanan yang optimal. Kenyataan ini juga membuat perawat instalasi rawat inap sering mendapat complain dari pasien atau keluarga pasien karena kurangnya pelayanan yang diberikan. Bekerja sebagai profesi perawat juga kurang mendapat penghargaan dari pasien, dokter. Pelayanan yang diberikan perawat terkadang disalah artikan oleh pasien, merasa diperlakukan pembantu oleh dokter, dan perawat pun memiliki penghasilan yang rendah.

Dengan adanya tuntutan, kesulitan, dan peningkatan beban kerja yang dialami menimbulkan penghayatan stres pada perawat instalasi rawat inap prima I ditambah dengan adanya beberapa gejala stres. Keadaan ini dalam konteks resiliensi kerja diistilahkan sebagai situasi stressful. Diharapkan perawat instalasi rawat inap dengan minimal masa kerja enam bulan sudah mampu untuk bisa menghayati pekerjaannya. Oleh karena itu, perawat instalasi rawat inap diharapkan memiliki kemampuan resiliensi kerja yang berguna sebagai kekuatan untuk tetap bertahan dalam situasi sesulit apapun.

(24)

Universitas Kristen Maranatha belajar dari keadaan ini, menjadi lebih sukses dan mencapai kepuasan di dalam suatu proses. Kondisi ini dapat disebut sebagai resiliensi kerja. Kata kunci untuk menggambarkan resiliensi kerja adalah hardiness atau ketahanan. Hardiness adalah pola attitudes dan skills yang membantu seseorang untuk menjadi

resilience dengan bertahan dan mengembangkan diri di bawah pengaruh situasi

stressful. Attitudes yang diperlukan untuk menjadi resilient dikenal dengan3C’s,

yaitu commitment, control, challenge. Juga skills yang diperlukan seseorang untuk menjadi resilient adalah transformational coping dan social support.

Attitudes tercermin dari commitment mengacu pada sejauh mana

keterlibatan individu dengan pekerjaannya meskipun berada dalam situasi sulit. Individu akan melibatkan dirinya dengan orang-orang dan peristiwa yang ada disekitarnya meskipun individu tersebut mengalami situasi sulit. Sikap komitmen membentuk pemahaman individu akan berbagai peristiwa di sekitarnya dan menjadi modal dasar untuk mengevaluasi situasi yang akan datang. Ketika individu berkomitmen, individu akan memandang pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat sehingga membuat dirinya lebih memusatkan perhatian dan upayanya dalam bekerja(Maddi&Koshaba, 2005).

(25)

16

perawat instalasi rawat inap juga akan menunjukkan betapa penting pekerjaannya dan menuntut dirinya untuk memberikan perhatian penuh terhadap pekerjaannya dalam membantu penyembuhan pasien.

Berikutnya control mengacu pada sejauh mana individu berusaha mengarahkan tindakannya untuk mencari solusi positif terhadap pekerjaannya, guna meningkatkan hasil kerjanya ketika menghadapi situasi yang sulit. Individu percaya bahwa dirinya mampu menghadapi kesulitan yang dialami. Ketika individu memiliki kekuatan dalam mengontrol sikapnya, individu Individu tetap memberikan pengaruh yang positif pada setiap perubahan yang terjadi daripada membiarkan diri terhanyut dalam kepasifan dan ketidakberdayaan (Maddi&Koshaba, 2005).

Perawat akan berusaha mencari cara untuk mengatasi setiap kesulitan yang dialaminya daripada terhanyut dalam kepasifan, ia akan mencoba untuk tetap memberikan pengaruh positif pada setiap situasi stressful. Sebagai contoh, perawat instalasi rawat inap akan berusaha memberikan pengarahan, melakukan komunikasi dan pendekatan dengan baik kepada pasien agar pasien mau ikut bekerjasama membantu proses pemberian asuhan keperawatan. Selain itu jika perawat dapat memikirkan untuk memberikan usulan kepada rekan lain yang tidak bisa menangani pasien yang sulit diatur tersebut.

(26)

Universitas Kristen Maranatha mencoba memahami dan menghadapi setiap kesulitan yang terjadi di dalam pekerjaannya. Perawat instalasi rawat inap akan menganggap peningkatan beban kerja dengan adanya tugas di luar tugas keperawatan dan kesulitan yang dialaminya sebagai sebagai sesuatu yang harus dihadapi dan menjadikan hal tersebut sebagai pembelajaran dalam dirinya, guna untuk mengembangkan diri dalam pekerjaannya. Dengan adanya sikap challenge, perawat instalasi rawat inap akan lebih termotivasi untuk bekerja meskipun situasinya sulit atau menekan.

Aspek kedua adalah skills. Skills tercermin dari transformational coping yaitu keterampilan individu untuk mengubah situasi yang stressful menjadi situasi yang memiliki manfaat bagi dirinya. Langkah pertama yaitu dengan memerluas perspektif, memahami secara mendalam situasi stressful yang terjadi, kemudian mengambil sebuah tindakan untuk memecahkan masalah (Maddi&Khoshaba, 2005).

Perawat instalasi rawat inap prima I yang memiliki transformational

coping yang baik, ketika merasa tertekan menghadapi tuntutan rumah sakit

ataupun tuntutan pasien, kesulitan-kesulitan yang ditemui, perawat berusaha memerluas perspektif sehingga perawat dapat lebih menolerir hal tersebut. Perawat memahami bahwa hal tersebut merupakan sumber penyebab stressful maka perawat akan menjadi lebih baik dalam menentukan tindakan. Selanjutnya perawat akan menyusun strategi untuk menekan atau menghilangkan situasi

stressful tersebut dengan meminta cuti atau libur untuk refreshing, bercanda dan

(27)

18

melakukan relaksasi, mendengarkan music, berusaha mencari cara untuk memaksimalkan pelayanan.

Berikutnya yaitu social support mengacu pada upaya perawat instalasi rawat inap prima I untuk berelasi dengan orang lain dengan saling memberi dukungan(encouragement) dan bantuan(assistance) kepada sesama rekan kerja (Maddi&Khoshaba, 2005). Perawat instalasi rawat inap diharapkan dapat melakukan interaksi dan menjalin hubungan baik dengan perawat, pasien,atau tenaga medis lainnya di dalam lingkungan Rumah Sakit “X”. Interaksi bisa berupa diskusi, bertukar pendapat atau informasi dengan perawat lain, saling memberi dukungan satu sama lain. Hal tersebut dilakukan dengan harapan ketika perawat mengalami kesulitan atau banyak tugas yang harus dilakukan, perawat dapat memberi dukungan kepada rekan kerja atau bahwa ia mampu mengatasinya atau saling bekerja sama sehingga tidak ada tugas yang terbengkalai dan pemberian asuhan dapat diberikan dengan sebaik mungkin. Selain itu juga memperoleh dukungan dari atasan atau kepala ruangan dan rekan kerja. Adanya dukungan sosial membuat kesulitan atau masalah yang muncul akan lebih mudah untuk diatasi dan lebih rileks dalam menjalankan pekerjaan sekalipun pekerjaan tersebut dirasakan banyak atau membuat stres.

Mampu berinteraksi dengan orang lain, saling membantu dan memberi bantuan, dukungan semangat baik kepada rekan sekerja maupun pasien dan keluarga pasien menunjukkan perawat instalasi rawat inap memiliki social

support skill yang baik. Apabila perawat memiliki kedua skill ini dengan baik

(28)

Universitas Kristen Maranatha Seberapa besar attitudes dan skills yang dimiliki perawat instalasi rawat inap akan menentukan tinggi rendahnya resiliensi kerja yang dimiliki perawat. Perawat dengan resiliensi kerja tinggi akan tercermin dari hardiness-nya, perawat akan menjalankan tugasnya dengan profesional dan lebih antusias meskipun beban tugas yang harus dilakukan menjadi lebih banyak, menganggap segala kesulitan sebagai suatu tantangan tersendiri dan proses pengembangan diri untuk meningkatkan kinerja. Perawat instalasi rawat inap juga diharapkan dapat memperbaiki keadaan yang membuat dirinya merasa kesulitan,dapat mengendalikan berbagai tugas-tugas, memiliki optimisme dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, perawat instalasi rawat inap akan dapat bertahan dan berkembang dalam situasi yang menekan di tempat kerja.

Perawat instalasi rawat inap dengan resiliensi kerja rendah juga akan tercermin dari hardiness-nya, perawat yang tidak dapat bertahan menghadapi kesulitan yang terjadi dan bahkan terpuruk dalam situasi yang menekan ini, menganggap kesulitan atau hambatan sebagai suatu ancaman yang membebani dirinya. Perawat instalasi rawat inap tidak berusaha mencari solusi alternatif sebagai jalan keluar atau mudah menyerah dari situasi yang menekan yang dialaminya. Perawat instalasi rawat inap yang memiliki resiliensi kerja yang rendah tidak akan memiliki motivasi dalam bekerja dan bahkan perawat instalasi rawat inap akan mundur dalam pekerjaannya.

(29)

20

tidak diturunkan dari kerangka konseptual. Jadi data sosiodemografis itu lebih menggali tentang keadaan-keadaan yang kontekstual dengan responden. Data sosiodemografis yang digali, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, status marital, status pekerjaan pasangan, ada atau tidak adanya anak, dan masa kerja.

(30)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah

Sakit “X” Bandung

Tugas - tugas perawat, tuntutan rumah sakit dan pasien, kesulitan yang dihadapi.

Resiliensi kerja

Attitudes :

- Commitment

- Control

- Challenge Skills :

- Transformational Coping

- Social Support

Tinggi

Rendah

Data sosiodemografis: -Usia

-Jenis kelamin -Pendidikan -Status Marital

-Status Pekerjaan Pasangan

-Ada/Tidak adanya anak

-Masa kerja

(31)

22

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang dikembangkan di atas, maka asumsi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

1. Perawat instalasi rawat inap di Rumah Sakit “X” Bandung menghayati tuntutan tugas yang banyak dan tantangan dalam dunia kerja sebagai situasi yang menekan atau stressful, maka dibutuhkan resiliensi kerja untuk bisa bertahan dan berkembang meskipun dalam situasi stressful. 2. Resiliensi kerja pada perawat instalasi rawat inap dapat diukur melalui dua

aspek, yaitu attitudes (commitment, control, challenge) dan skills

(transformational coping dan social support).

3. Perawat dengan attitudes (commitment, control, challenge) dan skills

(transformational coping dan social support) yang tinggi akan

(32)

72 Universitas Kristen Maranatha SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai derajat resiliensi kerja pada 80 perawat instalasi rawat inap prima I di Rumah Sakit “X” Bandung yang selanjutnya disebut responden, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1) Sebagian besar (81,25%) responden memerlihatkan resiliensi kerja yang tergolong rendah.

2) Sebagian besar responden dengan resiliensi kerja rendah memiliki attitudes (96,9%) dan skills (98,5%) yang rendah pula. Attitudes rendah seiring-sejalan dengan commitment (81,5%), control (90,8%), dan challenge (92,3%) yang rendah dan Skills rendah seiring-sejalan dengan transformational coping (96,9%)dan social support (90,8%) yang rendah.

(33)

73

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti resiliensi kerja, perlu melakukan juga pengukuran stres kerja untuk mengetahui sejauhmana stres kerja berpengaruh terhadap resiliensi kerja.

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi pihak rumah sakit disarankan untuk membuat peran perawat instalasi rawat inap jelas dengan tidak melakukan tugas-tugas di luar tugas keperawatan agar beban tugasnya tidak bertambah banyak dan perawat bisa lebih fokus atau konsentrasi dalam menjalankan asuhan keperawatan. Dengan demikian rumah sakit pun dapat mencapai mutu pelayanan yang lebih baik lagi.

2) Bagi kepala bidang pelayanan keperawatan disarankan untuk mengadakan sharing session secara berkala yang dihadiri para perawat dan kepala bidang pelayanan keperawatan agar perawat mampu menyampaikan keluhan dan kesulitan di pekerjaan dalam rangka menurunkan situasi yang membuat perawat merasa tertekan atau

stressful. Di sisi lain juga diharapkan agar dapat saling berinteraksi

dengan sesama rekan untuk saling memberi dukungan, bantuan, dan evaluasi guna meningkatkan resiliensi kerja.

(34)

Universitas Kristen Maranatha bagi perawat yang kesulitan dalam pengaturan kinerja untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Selain itu memberikan pelatihan

stress management pada perawat untuk meningkatkan kapasitas dalam

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Maddi, S.R. & Deborah, M. K. 2005. Resilience at Work:How To Succed No

Matter What Life Throws At You. United State of America: Amacom.

Maddi, Salvatore R. 2009. The Journal of Positive Psychology, vol.4, 566-577.

Sidharta, P. & Asih, M. 1986. Hubungan Dokter-Perawat-Pasien Dalam Perspektif Etis. PPE Atma Jaya.

Lumenta, B. 1989. Perawat: Citra, Peran, dan Fungsi. Yogyakarta: Kanisius.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Laschinger, H.K.S. & Leiter, M.P. (2004). The Impact of Nursing Work Environments on Patients Safety Outcomes. The Journal of Nursing Administrations. 36 (5), 259 – 267.

Gulo,W.2002.Metodologi Penelitian. Jakarta:Grasindo.

Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Penerbit: CV. Alfabeta.

Kumar, Ranjit. (1999). Research Methodology. London: Sage Publication, ltd.

Fakultas Psikologi, 2009. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas

(36)

76 Universitas Kristen Maranatha Julfitriani, Silvy. 2012. Suatu Penelitian Mengenai Resilience at Work pada Distributor Network Marketing Tianshi Tahapan Pengembangan di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Parsaulian, Teressa. 2009. Gambaran Psychological Well Being pada Perawat di Rumah Sakit Atmajaya Jakarta. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atmajaya.

Frissilia, Gian. 2012. Studi Deskriptif Mengenai Resilience at Work Pada Anggota Regu Rescue Dinas Kebakaran Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kelompok usia <15 tahun terjadi peningkatan jumlah perokok, peningkatan tertinggi pada kelompok usia 10-14 tahun, Sumatra Barat merupakan provinsi tertinggi di yaitu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap hasil ekstraksi daun senduduk, kemudian hasil terbaik yang diperoleh berdasarkan anlisa kimia,

Dari penelitian pengaruh dosis Biochar terhadap ketersediaan kalium tanah.. pada system pertanian organik, dapat diambil kesimpulan

Data kuantitatif diperoleh dari pengukuran konsentrasi (kadar) sorbat kation Mg 2+ dengan metode SSA. Data yang diperoleh berupa data konsentrasi Mg 2+ sebelum

Indonesia memiliki beragam suku dan budaya, hal tersebut menyebabkan Indonesia kaya akan kulinernya, salah satunya adalah jajanan pasar. Namun peranan jajanan pasar mulai

Gambaran pelaksanaan klinik sanitasi dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu petugas, sarana prasarana, dana, pedoman, jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan (khususnya

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif mengenai ada tidaknya keterkaitan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar terhadap hasil belajar siswa dalam

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan