• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM L"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM

LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I.

Disusun Oleh :

Yuridis Anang Nur Paksi (1502100229)

Kelas D

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARI’AH

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di antara berbagai produk perbankan syariah di atas, produk jual beli murabahah di perbankan syariah pada saat ini masih mendominasi dibandingkan dengan produk bank syariah yang lain Ini karena dalam produk murabahah, prinsip kehati-hatian (prudential) bank relatif bisa diterapkan dengan ketat dan standart sehingga tingkat resiko kerugian sangat kecil. Bahkan bank-bank syariah yang baru umumnya porto folio pembiayaanya yang paling besar menggunakan murabahah karena lebih aman. Sementara produk bagi hasil belum menjadi produk unggulan karena tingkat resiko dan kerugiannya sangat tinggi.

Berbagai kritik banyak dilontarkan dari para peneliti terkait dengan dominasi murabahah dalam produk perbankan syariah, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kemudian menjuluki bank syariah sebagai ”bank murabahah”. Di samping itu, praktik murabahah di perbankan syariah juga telah banyak dilakukan berbagai modifikasi, bahkan untuk sebagian dinilai menyimpang dari konsep dasar murabahah dalam fikih muamalat klasik. Tulisan berikut akan mengulas berbagai model dan latar belakang serta motif perubahan skema murabahah dalam fikih klasik ketika dipraktikan di perbankan syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Murabahah?

2. Apa yang dimaksud Lembaga Keuangan Syari’ah?

3. Murabahah dalam lingkungan Lembaga Keuangan Syari’ah? 4. Implementasi murabahah dalam lembaga keuangan syari’ah? 5. Bagaimana Tipe Penerapan Murabahah?

6. Bagaimana Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah?

(3)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Singkat Murabahah

Secara etimologi kata “murabahah” berasal dari bahasa Arab, yaitu

rabaha, yurabihu, murahabatan yang berarti untung atau menguntungkan, seperti ungkapan “tijaratun rabihah, wa baa’u asy-syai murahabatan” yang artinya perdagangan yang menguntungkan, dan menjual sesuatu barang yang memberi keuntungan. Kata “murabahah” juga berasal dari kata ribhun atau

rubhun yang berarti tumbuh, berkembang dan bertambah.1

Murabahah sendiri disini akan terjadi apabila penjual sudah memiliki barang yang diminta oleh pembeli yang nantinya akan di jual kepada pembeli sesuai dengan perjanjian awal yakni pembeli bersedia memberikan harga jual yang lebih tinggi dari harga normal kepada penjual sebagai upah karena telah mencarikan barang yang dibutuhkan oeh pembeli.

Hal tersebut sama halnya dengan sistem perbankan syari’ah di indonesia yaitu pihak bank akan menerima harga jual yang lebih tinggi terhadap barang yang diperlukan oleh nasabah sebagaimana perjanjian yang telah dilakukan diawal.

Murabahah adalah suatu jenis penjualan dengan pembayaran tunda dengan suatu transaksi perdagangn murni. Penjualan model ini diangap sah oleh para ulama walaupun tidak didukung oleh Al Qur'an dan Hadis. Bank-bank syari'ah menggunakan kontrak murabahah dalam aktifitas pembiayaan mereka. Pembiayaan semacam ini sekarang telah mencapai lebih dari tujuh lima persen dari total pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank syari'ah.2

Bank syari’ah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada

1 al-Jundi, 1986: 15, dalam Syu’aibun,“Tinjauan Kritis Terhadap Deviasi Akad

Murabahah Dalam Implementasinya Pada Perbankan Syari’ah” (Jawa Tengah: 2013), hlm. 26. V/2

2 Ahmad Saeed, Menyoal Bank Syariah Kritik atas Interpretasi Bunga Bank

(4)

pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. Jika seseorang melakukan penjualan

komoditi/barang dengan harga lump sum (cicilan) tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut.3

B. Pengertian Perbankan Syari’ah

Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang sistem operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.4

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah didefinisikan bahwa perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syari’ah dan unit usaha syari’ah, mencakup kelembagaan dan kegiatan usaha.5

Jadi dapat disimpulkan disini bahwa yang disebut perbankan syariah adalah sebuah sistem perbankan yang berpedoman penuh pada prinsip-prinsip hukum islam yang berlandaskan pada al-qur’an dan al-hadis. Berpedoman pada hukum islam disini yaitu bank beroperasi dengan ketentuan – ketentuan syari’ah islam, misalnya menjauhi praktik – praktik yang mengandung unsur riba. Untuk

menjauhi hal tersebut maka bank syari’ah haruslah berpedoman pada hukum – hukum allah dan perilaku rasullullah yang terdapat pada al-qur’an dan al-hadis.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perbankan syari’ah adalah meliputi Bank Umum Syari’ah (BUS), Unit Usaha Syari’ah (UUS), dan Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Pasal 1 ayat (1) Undang-undang perbankan syari’ah menjelaskan bahwa bank syari’ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syarî’ah. Kalau

3 Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, (Damascus, Dar Al Fikr,

1997), dalam Murabahah dalam Hukum Islam dan Praktik Perbankan Syari’ah Serta Permasalahannya (Akhmad Faozan: 2009), hlm. 26. V/5

4 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuanagan Syariah, Deskripsi dan

Ilustrasi, edisi 3 (Yogyakarta: Ekononisia, 2008), hlm. 27, dalam “Implementasi Pembiayaan Murabahah”, (Marwini: 2010), hlm. 145.

5 Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah, Titik Temu Hukum Islam

(5)

berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa bank syari’ah adalah hanya meliputi Bank Umum Syari’ah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS).6

C. Murabahah dalam lingkungan lembaga keuangan syari’ah

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kutentuan Umum Muranahah Dalam Bank Syari’ah adalah sebagai berikut:

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah islam . 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang

telah disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada

nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.7

D. Implementasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah

6 Ibid., hlm. 5. dalam Implementasi Pembiayaan Murabahah”, (Marwini: 2010),

hlm. 145.

7 Ridha Kurniawan, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank

(6)

Pelaksanaan transaksi murabahah secara fiqih adalah sebagai berikut: a. Adanya kesepakatan awal antara bank dan nasabah untuk

melakukan transaksi murbahah.

b. Pada dasarnya barang yang diinginkan nasabah belum dimiliki oleh bank dan nasabah memberikan rincian tentang barang yang akan dibeli dan memberikan fee/keuntungan kepada bank dengan jumlah yang disepakati kedua belah pihak.

c. Nasabah mengajukan perintah pembelian barang kepada bank berdasarkan spesifikasi barang yang ditentukan nasabah dan berjanji akan membelinya dengan memberikan sejumlah

keuntungan kepada bank.

d. Bank membeli barang terlebih dahulu untuk kemudian menjual kepada nasabah/pemesan barang.8

Sistem jual beli murabahah yang ideal dapat diuraiakan pada skema dibawah :

Sumber : Google Images

Adapun penjelasan dari skema diatas adalah sebagai berikut :9 8 Ibid., hlm. 59

9 Ridha Kurniawan, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank

(7)

1. Negosiasi.

Pada tahap ini, nasabah melakukan negosiasi dengan pihak bank mengenai barang yang diinginkan oleh nasabah. Disini bank akan mengajukan persyaratan-persyaratan kepada nasabah. 2. Perintah Pembelian Oleh Nasabah.

Setelah persyaratan yang diajukan oleh bank dipenuhi oleh nasabah dan disetuji oleh kedua belah pihak, nasabah kemudian mengajukan perintah pembelian barang kepada bank.

3. Pembelian Barang.

Berdasarkan kesepakatan awal yang telah disetujui bersama, bank kemudian membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dari pihak pemilik barang/suplier.

4. Pembayaran.

Bank seketika itu juga melakukan pembayaran kepada pemilik barang, hal ini menyebabkan barang beralih menjadi milik bank.

5. Penyerahan Barang Dari Pemilik Barang Kepada Bank. 6. Akad Murabahah.

Setelah barang dikuasai oleh bank, bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah secara murabahah. Pada tahap ini dilakukan penandatanganan akad murabahah maupun akad-akad lainnya oleh kedua belah pihak.

7. Penyerahan Barang.

Setelah segala akad ditandatangani oleh kedua belah pihak, bank kemudian menyerahkan barang kepada nasabah.

E. Tipe Penerapan Murabahah

(8)

1) Tipe Pertama

Tipe pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Untuk lebih jelasnya penerapan murabah tipe pertama dapat dilihat pada alur gambar berikut ini:

Sumber : Azharuddin Lathif 2) Tipe Kedua

Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan

kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada

(9)

memiliki kekuatan hukum karena tidak ada tanda bukti bahwa nasabah menerima uang dari bank sebagai bukti pinjaman/hutang. Untuk mengindari kejadian seperti itu maka ketika bank syariah dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi murabahah maka bank akan mentransfer

pembayaran barang ke rekening nasabah (numpang lewat) kemudian didebet dengan persetujuan nasabah untuk ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara seperti ini maka ada bukti bahwa dana pernah ditranfer ke rekening nasabah.10

Namun demikian, dari perspektif syariah model murabahah seperti ini tetap saja berpeluang melanggar ketentuan syariah jika pihak bank sebagai pembeli pertama tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung atas nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank . Untuk lebih jelasnya penerapan murabah tipe kedua ini lihat alur gambar berikut ini

Sumber : Azharuddin Lathif 3) Tipe Ketiga

Tipe ini yang paling banyak dipraktekkan oleh bank syariah. Bank melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang

10 Danni Budianto, Senior Trainer Muamalat Institut, Wawancara Pribadi,

(10)

akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah

menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah dilakukan sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik bank.11 Untuk lebih

jelasnya penerapan murabah tipe ketia ini lihat alur gambar berikut ini:

Sumber : Azharuddin Lathif

F. Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah

Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan barang, modal kerja, pembangunan rumah dan lain-lain. Berikut ini beberapa contoh implementasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah:

11 Cecep Maskanul Hakim, Problematika Penerapan Murabahah Dalam Bank

Syariah, Paper Lokakarya Produk Murabahah di Balaikota Bogor,26 Agustus 2004. Cecep Maskanul Hakim, Peneliti Bank Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 12 Nopember 2007 dalam “Konsep Dan Implementasi Akad

(11)

a. Pengadaan Barang

Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah, seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti keadaan nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000,- dan pihak bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000,-. Jika pembayaran angsuran selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp. 200.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada ketentuannya. Dalam praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee base income bank syariah. Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah biaya asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.12

b. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)

Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-ulang.13

Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi dalam consumer

12 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005), h. 137 dalam

“Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif: 2009), hlm. 17.

(12)

finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah menggunakan transaksi jual beli.

c. Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)

Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lainlain. Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad dilakukan berulang-ulang.

Adapun contoh perhitungan pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut: Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan murabahah (modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp. 100 juta. Setelah dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka bank syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada Tuan A sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp. 120 juta telah dilakukan: (1) Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang disetujui, tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat suku bunga bank konvensional di pasar.

G. Manfaat Pembiayaan Murabahah

Skema pembiayaan murabahah yang ditawarkan bank syariah mendapat sambutan dan antusiasme yang tinggi dari masyarakat (nasabah), sehingga skema murabahah merupakan transaksi yang paling banyak diminati dan dipraktikkan dalam

(13)

konvensional, sehingga banyak nasabah yang biasa melakukan transaksi dengan bank konvensional beralih ke bank syariah untuk melakukan transaksi dengan menggunakan skema murabahah.

Di samping itu, transaksi murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah, antara lain adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah dan skema murabahah sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.14

Selain beberapa manfaat tersebut, transaksi dengan menggunakan skema murabahah juga mempunyai risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

Pertama, default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. Kedua, fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.

Ketiga, penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah mendandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

Keempat, dijual; karena jual beli murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.15

14 Muhammad Syaf’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta

Gema Insani Press, 2001), h. 106-107 dalam “Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Ah. Azharuddin Lathif: 2009), hlm. 18.

15 Muhammad Syaf’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, dalam

(14)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam praktik di perbankan syariah jual beli murabahah merupakan salah satu skim pembiayaan di perbankan syariah yang paling dominan dibandingkan skim pembiayaan lain. Ada tiga model atau tipe penerapan jual beli murabahah di perbankan. Pertama, tipe konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan bank dan nasabah. Kedua, mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan

kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Ketiga, bank melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dari ketiga tipe tersebut, Tipe II dan Tipe III paling sering dipakai oleh perbankan syariah karena motifasi efektifitas prosedur dan juga pertimbangan efisiensi, terutama dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Sementara tipe I justru dhindari padahal tipe inilah yang paling ideal dalam konteks Fikih muamalat.

Murabahah yang dipraktikkan di perbankan syariah adalah

murabahah li al-amir bi al-Syira’ yaitu transaksi jual beli di mana seorang nasabah pengajukan permohonan kepada pihak bank untuk membelikan barang yang dibutuhkan, dan ia berjanji akan membeli barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan serta biaya-biaya lain yang disepakati, dan nasabah akan melakukan pembayaran secara xc(cicilan berkala) kepada bank pada waktu yang telah disepakati. Dalam hal ini, pihak bank diwajibkan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Syu’aibun. “Tinjauan Kritis Terhadap Deviasi Akad Murabahah Dalam

Implementasinya Pada Perbankan Syari’ah”.Jawa Tengah.2013.hlm. 26. V/2

Akhmad Faozan. “Murabahah dalam Hukum Islam dan Praktik Perbankan Syari’ah Serta Permasalahannya.2009.V/5

Azharuddin Lathif. “Tinjauan Umum Tentang Murabahah”. 2010. Vol. XII, No. 2

Marwini, “Implementasi Pembiayaan Murabahah”.2010.

Ridha Kurniawan. “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah” Medan.2008.

Azharuddin Lathif. “Konsep Dan Implementasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia”. 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Alasan penggunaan Psikodrama pada penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya dari Prawitasari (2011), bahwa psikodrama merupakan metode yang mampu

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh dari keberadaan dewan pengawas sistem informasi, formalisasi

Permasalahan yang ingin dijawab dalam peneli- tian ini adalah (1) sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui

Nilai hasil analisis regresi menghasilkan nilai koefisien luas panen sebesar 0,443, artinya jika luas panen cabai merah meningkat sebesar 1% maka penawaran cabai merah di

Adapun faktor serta hambatan yang menjadi penyebab tidak tercapainya target produksi disebabkan karena, lebih besar kegiatan dari alat angkut dari pada alat

dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara yang lain hanya jika

Perilaku pelaksana dalam hal ini petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam penilaian responden cukup sopan dan ramah, sehingga unsur ini masuk

Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa: (1) Nilai Stabilitas, Flow, VIM, dan Marshall Quotient tanpa penambahan serbuk keramik sebagai filler akan terus meningkat sampai