• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Pengembangan Ubijalar Organik di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potensi Pengembangan Ubijalar Organik di"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN UBIJALAR ORGANIKDI WILAYAH DATARAN TINGGI PAPUA

R. Garuda dan Kadir S.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jl. Yahim No. 49, Sentani, Jayapura, Papua,

Email: garudasittiraodah@gmail.com

ABSTRAK

Daerah pengembangan ubijalar di wilayah dataran tinggi Papua adalah Kabupaten Jayawijaya dan Yahukimo, karena di wilayah ini masyarakat asli Papua lebih cenderung untuk mengkonsumsi ubijalar sebagai makanan pokoknya. Namun produks iubijalar sebagai makanan pokok masyarakat yang hidup di dataran tinggi tersebut dihadapkan dengan sulitnya mempertahankan produktivitas agar tetap stabil secara kontinyu. Hal ini karena kondisi topografi dari berbukit sampai pegunungan yang terjal ditambah sistem pertanian tebang bakar yang dikembangkan masyarakat membuat erosi cukup tinggi akibatnya lapisan tanah subur hilang terbawa air. Guna pengembangan ubijalar dibutuhkan ragam varietas unggul yang sesuai untuk ditanam pada wilayah dataran tinggi Papua dengan tujuan mendukung pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dan industri pangan. Rekomendasi varietas unggul ubijalar yaitu varietas Cangkuang, varietas Papua Pattipi, varietas Papua Sollosa, varietas Weayuken, varietas Helaleke dan Varietas ubijalar Cilembu terdapat beberapa klon potensial seperti :UP-UM 5, UP-:UP-UM 6, UP-:UP-UM 9. Selain itu perbaikan teknik budidaya seperti penanaman dengan system kuming, pengaturan jarak tanam, penggunaan bahan organik sebagai pupuk dan pengendalian OPT secara terpadu dengan penggunaan pestisida nabati.

(2)

PENDAHULUAN

Ubijalar (Ipomoea batatas.Poir) merupakan pangan pokok bagi suku-suku yang hidup di wilayah dengan sumber pangan alternatifnya sangat sedikit. Di beberapa lokasi, kedudukan ubijalar sangat strategis, baik dari aspek ekologi maupun ekonomi. Peluang untuk mendapatkan komoditas substitusi ubijalar sebagai bahan pangan relatif kecil. Secara ekologis, terdapat sedikit tanaman pangan beresiko rendah selain ubijalar yang mampu beradaptasi dan berproduksi baik dengan teknologi sederhana. Dari aspek ekonomi, memasok ubijalar dari kabupaten lain ke lokasi tertentu yang terisolasi merupakan alternatif yang kurang ekonomis karena sulitnya transportasi dan logistik. Penduduk daerah pedalaman yang mengkonsumsi ubijalar sebagai makanan pokok sering mengalami kesulitan, karena gagal panen akibat pengaruh cuaca ekstrim (banjir dan kekeringan) atau serangan hama/penyakit. Dengan demikian, teknologi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut perlu tersedia. Secara politis mempertahankan ubijalar sebagai pangan pokok ikut mendorong terwujudnya diversifi kasi pangan nasional (Suyamtoet al.2012).

Tanaman ubijalar di Indonesia merupakan salah satu tanaman yang cukup penting, baik sebagai makanan pokok alternatif di musim paceklik maupun makanan tambahan dalam rangka diversifi kasi pangan, sehingga sangat berperan dalam menjaga ketahanan pangan di masyarakat. Hampir seluruh bagian ubijalar dapat dimanfaatkan yaitu a) daun: sayuran, pakan ternak, b) batang: bahan tanam, pakan ternak, c) kulit ubi: pakan ternak, d) tepung ubijalar: makanan, e) pati ubijalar : fermentasi, pakan ternak, asam sitrat, f) ubi segar : bahan pangan. Bahkan menurut Dewa et al. (2012), ubijalar berpotensi sebagai bahan baku industri modern (perekat, tekstil, farmasi, dan kosmetik).

(3)

roti. Ubijalar juga dapat dikemas dalam bentuk pasta yang dipergunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Ubijalar di berbagai negara maju dipergunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan bermacam industri seperti industri tekstil, industri farmasi, industri fermentasi, industri lem, kosmetika, pembuatan sirup, dan sebagai bahan baku dalam industri pembuatan saus.

Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia, total areal lahan pertanian organik di Indonesia pada tahun 2010 seluas 238.872 ha. Luasan areal meningkat 10% dari tahun sebelumnya mencakup lahan pertanian organik yang telah disertifi kasi, lahan yang sedang dalam proses sertifi kasi Penjaminan Mutu Organisasi Indonesia (PAMOR), dan lahan yang tidak bersertifi kat. Peningkatan pertanian organik di Indonesia tumbuh seiring dengan peningkatan luas lahan organik di seluruh dunia yang mencapai 2 juta ha (AOI 2010).

(4)

ubi jalar di Indonesia sekitar 230.000 ha dengan produktivitassekitar 10 ton/ha. Padahal dengan teknologi maju beberapa varietas unggul ubi jalar dapat menghasilkanl ebih dari 30 ton umbi basah/ha (P2KLH UNPAR, 2012). Penanaman di dataran rendah bisa panen ubijalar sebanyak 15 – 20 t/ha. Untuk dataran sedang bisa dipanen ubi sebanyak 20 – 25 t/ha dan di dataran tinggi bisa dipanen 25 – 30 t/ha. Ubijalar dapat disimpan hingga 5 s/d 6 bulan bahkan lebih tergantung dari cara penyimpanan. Ubijalar yang telah disimpan rasanya lebih manis dibandingkan dengan ubijalar yang baru saja dipanen. Cara yang paling praktis agar tahan lama disimpan adalah dibenamkan ke dalam pasir.

(5)

REKOMENDASI VARIETAS UNGGUL

Guna pengembangan ubijalar dibutuhkan ragam varietas unggul yang sesuai untuk ditanam pada wilayah dataran tinggi Papua dengan tujuan mendukung pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dan industri pangan. Adapun varietas unggul ubijalar yang direkomendasikan dan telah diuji adaptasikan seperti :

1.

Varietas Cangkuang

2.

Varietas Papua Pattipi

3.

Varietas Papua Sollosa

4.

Varietas Weayuken

5.

Varietas Helaleke

6.

Varietas ubijalar Cilembu terdapat beberapa klon potensial seperti

• UP-UM 5

• UP-UM 6

• UP-UM 9

(6)

Tabel 1. Produktivitas dan produksi bahan kering umbi kajian adaptasi varietas ubijalar, Papua 2013

No Klon/

Sumber : Syafruddi kadir et al., 2013.

Tabel 2. Karakter morfologis varietas-varietas ubijalar rekomendasi wilayah dataran tinggi Papua 2013

No Klon/Varietes Asal Koleksi Karakter Morfologi

Kulit Umbi Daging Umbi

1. UP-UM 5 Univ. Padjadjaran Ungu Ungu

2. UP-UM 6 Univ. Padjadjaran Kuning Pucat Orange

3. UP-UM 9 Univ. Padjadjaran Pink mudah Kuning/ orange

4. Papua Salosa Balitkabi Kuning Kuning keorangean

5. Papua Pattipi

6. Helaleke Lokal Wamena Merah Kuning Pucat

7. Cangkuang Balitkabi Merah Kuning Muda

8. Weayuken Lokal Wamena Kecoklatan Ungu bercampur

putih

(7)

Varietas-varietas rekomendasi ini juga harus memiliki komposisi kimia yang baik agar tingkat kecukupan gizi masyarakat dapat terpenuhi sehingga dalam membudidayakan vareitas yang menjadi rekomendasi di wilayah dataran tinggi Papua memberi keuntungan baik dari segi ekonomi maupun dari segi kesehatan.

Tabel 3. Komposisi kimia klon/varietas ubijalar, Papua 2013

No Klon/

1. UP.UM 1 3,06 15,42 8,48 3,66 43,95 30,79

2. UP.UM 4 2,50 18,86 6,92 4,45 1,98 24,63

3. UP.UM 5 3,02 14,17 8,74 3,38 71,70 31,67

4. UP.UM 6 3,09 15,81 9,05 3,75 69,58 32,99

5. UP.UM 9 3,09 15,55 9,02 3,70 70,63 32,76

6. Rancung 2,67 15,16 8,27 3,60 39,86 30,13

7. P. Salosa 3,02 15,76 8,22 3,74 41,47 30,13

8. Helaleke 2,39 18,42 7,09 4,36 1,47 25,72

9. Cangkuang 2,53 18,87 6,96 4,46 1,85 25,06

10. Weyayuken 2,71 16,38 7,52 3,88 1,59 27,04

Sumber : Syafruddi kadir et al., 2013

Salah satu keunggulan yang dapat ditonjolkan ubijalar adalah kandungan beta karoten yang tinggi sehingga dapat menjadi pertimbangan petani dalam menggunakan varietas tersebut. Beta karoten bermanfaat dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menurut Ginting et al.

(8)

PERBAIKAN TEKNIK BUDIDAYA

Penanaman Dengan Sistem Kuming

Penanaman dengan sistem kuming akan memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kebiasan petani lokal menanam dengan cara tebang bakar atau sistem guludan. Pada sistem kuming dilakukan pengolahan tanah secara sempurna kemudian dibuat kuming yaitu meninggikan tanah dan mencampur pupuk organik setinggi 40 cm dengan pola memanjang. Hal ini bertujuan agar umbi yang terbentuk dalam tanah akan lebih leluasa pertumbuhannya sehingga diperoleh umbi yang memiliki bobot lebih besar dibandingkan sistem tanam langsung maupun sistem guludan. Pertumbuhan umbi dalam tanah akan mendapat unsur hara yang cukup karena kurangnya kompetisi dengan tanaman lain.

Tabel 4. Rata-rata berat umbi/tanaman saat panen 6 (enam) bulan pada berbagai perlakuan di dataran tinggi Kabupaten Yahukimo, Papua 2006

Kuming 941,6 1.016,7 1.816,7 2.036,8a

1.416,6 1.355,0 2.300.0

2.615,0 1.380,0 2.477.3

2.830,0 1.857,7 2.639.0

2.913,3 2.143,3 2.850.0

Guludan 1.056,7 846,7 631,7 1.352,8b

1.336,0 1.151,0 880,0

1.936,0 1.456,7 961,7

1.950,0 1.583,3 1.145,0

2.150,0 1.676,7 1.500,0

(9)

Tabel 5. Komponen produksi kajian adaptasi ubijalar di papua dengan penanaman sistem kuming, 2013

No Klon/Varietes

Diameter Umbi (cm)

Jumlah Umbi (bh)

Jaya Wijaya Yahukimo Jaya Wijaya Yahukimo

1. UP-UM 1 4,42ab 3,77ab 4,97abc 3,88a

2. UP-UM 4 4,15a 4,23abc 4,93abc 4,26ab

3. UP-UM 5 5,45ab 5,64d 6,80bc 5,28c

4. UP-UM 6 4,29a 3,43a 6,07abc 3,75a

5. UP-UM 9 4,94ab 3,61ab 3,80ab 4,26ab

6. RANCUNG 4,97ab 4,57bc 6,27abc 5,22c

7. PAPUA SALOSA 5,27ab 5,26abc 4,60abc 4,84bc

8. HELALEKE 5,87abc 4,38abc 3,13a 4,33ab

9. CANGKUANG 7,29c 4,97cd 5,27abc 4,50b

10. WEAYUKEN 6,23bc 4,94cd 7,40c 4,80bc

KK ( % ) 18,64 22,50 10,47 12,64

Sumber : Syafruddi kadir et al., 2013.

Pengaturan Jarak Tanam

(10)

Penggunaan Bahan Organik Sebagai Pupuk

Bahan organik merupakan komponen utama dalam budidaya ubijalar organik di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo. Bahan organik ini yang nantinya akan dijadikan sebagai pupuk organik penyedia unsur hara bagi tanaman, pembenah tanah terutama perbaikan tekstur dan struktur tanah. Bahan organik yang umumnya tersedia di lokasi berasal dari sisa tanaman dan berbagai jenis tanaman liar yag dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik. Menurut hasil penelitian Soplanit (2006) untuk meningkatkan hasil produksi ubijalar di Jayawijaya diperlukan bahan organik antara 10-20 t/ha sebagai pengganti hara bagi tanaman (kesuburan kimia tanah).

Untuk daerah dataran tinggi, banyak tumbuh tanaman perdu Titonia diversifolia(paitan), tanaman ini telah dikembangkan sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan ketersediaan hara. Penggunaan tanaman ini sebagai pupuk hijau mampu meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung di Andisol, dan menurunkan konsentrasi Al-dd (Utamiet al. 2002; Prasetiaet al., 2002).

(11)

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)

Strategi Pengendalian Hama Terpadu

Menurut Arifi n (2012), pengendalian OPT dalam konsep PHT, dilakukan dengan berbagai cara yang dipadukan secara serasi untuk menurunkan populasi, kemudian mempertahankannya pada tingkat yang dapat ditoleransi, karena status OPT ditentukan oleh OPT dan tanaman maka strategi pengendalian OPT ditekankan padi modifi kasi salah satu atau keduanya. Strategi PHT menurut Pedigo (1999) meliputi :

1.

Strategi tanpa pengendalian

Strategi ini diterapkan pada kondisi ekosistem pertanian stabil. Dalam kondisi ini, populasi OPT diatur oleh :

a. Faktor bergantung kepadatan (density-dependent faktor) yaitu faktor yang intesitas bekerjanya berubah-ubah menurut kepadatan populasi OPT. Contohnya kemampuan kumbang predator Curinus coeruleus

memangsa Bemisia tabaci pada tanaman labu dan kacang merah bergantung pada kepadatan populasi mangsa.

b. Faktor bebas kepadatan (density-independent factor), yaitu faktor yang intensitas bekerjanya tidak bergantung pada kepadatan populasi OPT. Faktor seperti ketahanan varietas tanaman, iklim, dan pestisida dapat bertindak sebagai pengendali populasi OPT apabila musuh alami tidak dapat menurunkan populasi OPT ke keadaan seimbang.

(12)

2.

Strategi menurunkan populasi OPT

Strategi ini diterapkan untuk dua situasi. Pertama, bila populasi OPT akan melampaui ambang ekonomi (AE) maka untuk tujuan preventif, sebelum tanam dilakukan upaya mengubah lingkungan menjadi tidak disukai OPT, antara lain : 1). pengaturan pola tanam meliputi pergiliran tanaman, waktu tanam, dan tanam serentak, dan 2). pengaturan teknik bercocok tanam meliputi pengaturan jarak tanam, penggenangan dan sanitasi. Pengaturan teknik bercocok tanam dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman dan hasil panen menjadi optimal dan dapat pula digunakan untuk menghambat perkembangan populasi OPT. Bila kondisi normal, populasi OPT akan berada di atas AE sepanjang musim, maka tujuan kuratif harus disiapkan tindakan pengendalian.

3.

Strategi mengurangi kerentanan tanaman

Penggunaan varietas tahan tidak mengurangi populasi OPT secara langsung, tetapi tanaman dapat menolak atau mentoleransi OPT. Strategi ini biayanya murah, mudah dilakukan petani dan aman bagi lingkungan.

4.

Strategi kombinasi

Ada beberapa teknik pengendalian yang dapat digunakan secara terpadu untuk menurunkan status OPT yaitu :

a. Pengendalian dengan teknik budidaya, misalnya menanam tanaman perangkap OPT, menanam varietas yang tahan dan toleran.

b. Pengendalian hayati, misalnya mengonservasi parasitoid dan predator, memperbanyak dan melepas agens hayati (virus, bakteri, cendawan dan nematoda patogen serangga).

c. Pengendalian mekanis dan fi sik, misalnya mengumpulkan dan membinasakan kelompok telur dan ulat.

(13)

Penggunaan Pestisida Nabati

Dalam pertanian organik, penggunaan pestisida sintetik tidak diperbolehkan karena penggunaan pestisida ini memiliki dampak negatif yang akan terasa dengan timbulnya resistensi, resurjensi, ledakan hama sekunder, matinya jasad bukan sasaran dan pencemaran lingkungan (Untung, 1993). Dengan adanya dampak negatif ini, maka diperlukan pemanfaatan potensi lokal untuk membuat pestisida nabati. Di Papua, ketersedian sumberdaya alam dengan aneka ragam tanaman dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Namun pemanfaatannya sebagai pestisida nabati masih sangat rendah.

Jenis tanaman yang mempunyai potensi sebagai pestisida nabati dan banyak terdapat di sekitar lahan usahatani seperti sirsak (Annona glabra dan A. squamosa), bengkuang (Pachyrhizus aerosus URB), bunga Pyrethum indica, jeringau (Acorus calamus), Lempuyang (Zingiber sp), kecubung (Datura patula), jarak (Ricinus communis), kunyit (Cucurma domestica), Aglaia (Aglaia odorata), zodia (Evodia suaveolens) (Baringbing dan Syahid 1999; Hadad danTaryono 1999; dan Martina 2005). Tanaman lainnya seperti lengkuas, sereh, sirih, mimba, mindi, buah nona dan sejumlah empon-empon seperti jahe dan temulawak.

(14)

Etiella zinckenelladanSpodoptera litura(Harnoto et al., 2000), bobot pupa makin rendah pada perlakuan yang konsentrasinya makin tinggi.

Kandungan bahan aktif yang terdapat pada tanaman yang akan dijadikan pestisida botani berbeda-beda menurut jenis tanamannya dan mempunyai efek yang berbeda pula terhadap setiap jenis serangga sasaran. Kandungan bahan aktif dan OPT sasaran dari berbagai jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan pestisida dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Kandungan bahan aktif beberapa jenis tanaman dan OPT sasaran, 2006

No. Jenis

Tanaman Bahan Aktif OPT Sasaran

1. Mimba Azadirachtin

Salanin Meliantriol Nimbing

Ulat buah (Helicoverpa armigera),kutu daun(Aphid),ulat daun kubis (IPluttela xylostella),ulat krop (Crocidolomia binotalis), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat tanah (Agrotis spp), penggorok daun (Liriomyza spp),kutu kebul (Bemisia tabaci), rebah kecambah (Rhizoctonia solani), nematode, layu fusarium, wereng coklat, wereng hijau, belalang kembara, kumbang beras (Sitophilus oryzae).

2. Mindi Meliacin Kutu (Myzuz persicea), belalang

(Locusta migratoria), nematoda (Meloidogyne sp), penyakit bercak daun (Helmintos sporium sp), wereng batang, wereng daun padi, ulat grayak (Spodoptera litura), hama gudang (Tribalium castaneum)

3. Sirsak Asimisin

Bulatacin Squamosinl

(15)

No. Jenis

Tanaman Bahan Aktif OPT Sasaran

4. Serai Sitral

Sitronela Geraniol Mirsena Nerol Farnesol Metil heptenon Dipentena

Hama gudang, kumbang beras (Sitophilus oryzae).

Sumber : Martina dan Kasim 2006

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Ubijalar merupakan salah satu bahan pangan yang berpotensi untuk menambah keragaman sumber bahan pangan di propinsi Papua. Namun selama ubijalar masih hanya berstatus sebagai bahan pangan saja bagi masyarakat maka akan terus terjadi kelemahan internal dalam pengembangan ubijalar, baik sebagai pangan langsung maupun untuk industri pangan. Untuk meningkatkan status ubijalar, pengembangannya perlu diarahkan kepada pangan fungsional berkadar gizi tinggi dan sesuai dengan Angka Kecukupan Pangan (AKG).

(16)

Secara agronomis klon-klon ubi Cilembu UM 5, UM 6, UP-UM 9, dan Rancung masih mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan tumbuh di kabupaten Jayawijaya dan Yahukimo(ketinggian 1.500-1800 m dpl), yang ditunjukkan oleh produktivitas diatas 13 t/ha. Walaupun masih dibawah potensi produksi 15-20 t/ha pada lingkungan asalnya pada ketinggian ± 700 m dpl. Diharapkan dengan perbaikan teknologi budidaya produktivitasnya masih dapat ditingkatkan.

KESIMPULAN

Ubijalar dataran tinggi Papua memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi untuk dikembangkan karena ubijalar ini merupakan salah satu produk organik andalan pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan Yahukimo.

Teknik budidaya yang dilakukan oleh petani lokal masih sangat rendah sehingga diperlukan teknologi budidaya yang dapat meningkatkan hasil produksi. Salah satunya adalah penggunaan varietas unggul Ubijalar, rekomendasi varietas tersebut dari BPTP Papua seperti varietas ubijalar Cilembu dengan beberapa klon potensial karena telah diuji adaptasikan pada wilayah tersebut seperti UP-UM 5, UP-UM 6, dan UP-UM 9. Kandungan senyawa kimia seperti : protein, gula reduksi, β karoten dan vitamin C klon UP-UM 5, UP-UM 6, dan UP-UM 9 yang lebih tinggi dibandingkan varietas lokal merupakan keunggulan internal klon-klon ubi Cilembu yang mampu mendukung pengembangan industri pangan.

DAFTAR PUSTAKA

AOI. 2010. Statistik pertanian organik Indonesia 2010. Aliansi Organis Indonesia. 98p.

(17)

Atmojo, S.W. 2003. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya pengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta. http://suntoro.staff.uns.ac.id/files/2009/04/pengukuhan-prof-suntoro.pdf

Baringbing, B. dan S. F. Syahid. 2000. Beberapa jenis tanaman obat berpotensi sebagai insektisida nabati terhadap hama Tribolium castaneum. Dalam Soetopo, D., Supriadi, M. Djazuli, E. Hadipoentyanti, S. Yuliani dan D. . Prijono (Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 9-10 Nopember 1999. Puslitbangbun.

Bradbury, J.H., B. Hammer, T. Nguyen, M. Anders, ang J.S. Milar. 1985. Protein quantity and quality and tripsin inhibito content of sweet potato cultivars from the highland of Papua New Guinea. Journal of Agriculture Food Chemistry 3(2):281-285.

Dewa, K.S.S. dan S. Nuryanti. 2012. Potensi ekonomi ubijalar inovasi teknologi dan prospek pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. p. 21-34.

Ginting, E., Rahayuningsih dan Suprapto. 2007. Pemanfaatan ubijalar kaya antosianin dan beta karoten menjadi beberapa produk olahan pangan. Laporan Teknis Penelitian Balitkabi tahun 2007 (No: K.5 / ROPP/DIPA/2007) Balitkabi Malang. 39 hal.

Hadad, M.E.A. dan Taryono. 2000. Erosi plasma nutfah tanaman pestisida nabati di Balitro. . Dalam Soetopo, D., Supriadi, M. Djazuli, E. Hadipoentyanti, S. Yuliani dan D. Prijono (Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 9-10 Nopember 1999. Puslitbangbun.

Harnoto, D. Koswanudin, dan A. Nugraha. 2000. Pengaruh ekstrak biji

Lantana camaraterhadap beberapa aspek biologiSpodoptera litura

Dalam Soetopo, D., Supriadi, M. Djazuli, E. Hadipoentyanti, S. Yuliani dan D. Prijono (Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 9-10 Nopember 1999. Puslitbangbun.

(18)

Kadir, S., Y. Wulandari, E. Ayakeding, D. Tangkearung dan D. Itlay. 2013. Uji adaptasi ubijalar cilembu pada dataran tinggi papua. Laporan Akhir Kegiatan APBD 2013 Kerja sama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Papua. 38p

Kays, S.J. and S.E. Kays. 1998. Sweet potatoes chemistry in relation to health. In : LaBonte, D.R., M. Yamashita and H. Mochida (Eds). Proceedings of Interntional Workshop on Sweet potato System toward the 21thCentury. Miyakonoyo. Japan, December 9-10, 1997. Kyushu National Agriculture Experimen Station. P. 231-272.

Liu, Z.L. dan S.H. Ho. 1999. Bioactivity of the essential oil extracted from

Evodia rutaecarpan Hook f. et thomas against the grain storage insect, Sitophilus zeamais Motsch. and Tribolium castaneum

(Herbst). Journal of Stored Products Research 35 ; 317-328. http:// www.elsevier.com/located/jspr.

Martina, L.S. 2005. Bioaktivasi ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) terhadap hama Crocidolomia binotalis. Tesis Universitas Gajah Mada. 134p

Martina, S.L. dan A. Kasim. 2006. Kajian pemanfaatan potensi lokal sebagai pestisida botani pada tanaman sayuran. Laporan Tahunan BPTP Papua 2006 (4) :63-70

Martina, S.L. dan A. Kasim. 2007. Kajian pemanfaatan potensi lokal sebagai pestisida botani pada tanaman sayuran. . Laporan Tahunan BPTP Papua 2007 (5) : 44-52

Pedigo, L.P. 1999. Entomology and pest management. 3rd ed. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. 691p.

Prasetya. B., Hairiah, dan C.S. Dewi, 2002. Kontribusi biomasa Tithonia diversifola (paitan) dan inokulasi Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM) terhadap ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada andisol. Seminar Nasional IV. Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Mataram.

P2KLH UNPAR. 2012. Ubijalar. http://dokumen.tips/documents/buku-panduan-ubi-jalar.html. 30p. Diaksestanggal 12 Desember 2015.

Rukmana, R. 1997. Ubijalar – Budidayadanpascapanen.Kanisius. Yogyakarta

(19)

Soplanit, A. dan D. Tangkearung. 2007. Pengkajian sistem usaha tani ubijalar mendukung ketahanan pangan. Laporan Tahunan BPTP Papua 2007 (5) : 28-31

Suyamto, H. Sembiring, M.M. Adhie, dan J. Wargiono. 2012. Prospek dan kebijakan pengembangan. Ubijalar. Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. p. 3-20.

Untung, K. 1993. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Gajah Mada University Press. Yogjakarta.

Gambar

Tabel 2. Karakter morfologis varietas-varietas ubijalar rekomendasi wilayahdataran tinggi Papua 2013
Tabel 3. Komposisi kimia klon/varietas ubijalar, Papua 2013
Tabel 4. Rata-rata berat umbi/tanaman saat panen 6 (enam) bulan padaberbagai perlakuan di dataran tinggi Kabupaten Yahukimo, Papua2006
Tabel 5. Komponen produksi kajian adaptasi ubijalar di papua denganpenanaman sistem kuming, 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Berdasarkan Fakta yang terungkap dipersidangan, Bahwa Benar Saksi Partai Politik atas Nama Hajri telah diusir oleh Ketua KIP Kabupaten Aceh Besar karena mengajukan

Dalam merayakan Paskah, HUT Jemaat ke-16 dan hari-hari raya Gereja 2012 ini akan Dalam merayakan Paskah, HUT Jemaat ke-16 dan hari-hari raya Gereja 2012 ini akan dilaksanakan berbagai

Huda (2011: 135) adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match (mencari pasangan) adalah sebagai berikut. 1)

Strategi konflik kognitif dapat digunakan sebagai salah satu piliha strategi dalam remidiasi pemahaman konsep siswa, karena pada strategi konflik kognitif siswa akan dihadapkan

PDRB Kabupaten Sinjai 2012* 30 Jika dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu tahun 2011, ada beberapa sektor kegiatan ekonomi yang mengalami perubahan terhadap

Menempatkan Pancasila sebagai fokus dalam kehidupan masyarakat Indonesia namun dalam upaya implementasinya mengalami berbagai hambatan, banyak kebijakan pemerintah

Untuk melanjutkan perhitungan MOORA maka tahap pertama yang dilakukan yatu memasukan data calon peserta pramuka pandega berprestasi kedalam menu kepesertaan seperti

Dalam hal ini, informasi Kinerj a penganggaran lingkup K/L selain meliputi Sasaran Kegiatan dan Keluaran (Output) Kegiatan beserta indikator­ indikatornya, juga