E. Ekonomi Kerakyatan
Pasal 33 ayat 1, Undang-Undang Dasar 1945, dimana perekonomian Indonesia diatur berdasarkan atas asas kekeluargaan. Arti kekeluargaan disini adalah adanya hubungan yang harmonis antara siapa saja yang terlibat dalam kegiatan usaha. Hubungan antara buruh dengan majikan harus harmonis saling menghargai. Majikan memiliki faktor produksi modal dan skill, tetapi tenaga kerja (buruh) memiliki faktor produksi tenaga kerja dan keterampilan. Mereka itu semua adalah rakyat. Jadi baik majikan maupun buruh adalah sama-sama rakyat, sehingga yang dimaksud ekonomi kerakyatan seharusnya adalah ekonomi yang melibatkan semua pihak baik majikan maupun tenaga kerja.
Dalam setiap masyarakat, sejak zaman Adam Smith dan Ricardo (1700-an), telah terdapat kelompok-kelompok pelaksana ekonomi. Menurut David Ricardo dalam perekonomian terdapat kelompok pemilik tanah, kelompok pemilik kapital, dan kelompok pemilik tenaga kerja (buruh). Dalam perkembanganya yang dikaitkan dengan pembagian hasil produksi, pemilik tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik kapital mendapatkan bunga dan laba, dan buruh mendapatkan upah; dimana pembagian itu semakin lama semakin menguntungkan pemilik tanah. Bagian pendapatan yang diperoleh pemilik tanah dalam bentuk sewa tanah semakin tinggi karen tanah merupakan faktor produksi yang semakin langka. Disisi lain pemilik modal menerima bagian yang semakin besar pula tetapi dengan laju yang semakin kecil; dan akhirnya kelompok buruh hanya menerima bagian yang relatif tetap atau bahkan menurun.
Dengan berdasarkan analisis pada teori Ricardo tersebut, tampak bahwa peranan pemilik tanah sangat menentukan kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di Indonesia banyak orang yang tidak mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya menjual tenaga kerjanya. Dan mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.
PENGHAPUSAN KEMISKINAN DAN
EKONOMI KERAKYATAN DALAM
OTOMI DA
Dian Putri
on 1 June 2014 200
Comments (0)
Please log in to add your comment. Report abuse
Transcript of PENGHAPUSAN KEMISKINAN DAN EKONOMI KERAKYATAN DALAM OTOMI DA
"PENGHAPUSAN KEMISKINAN & EKONOMI KERAKYATAN DALAM OTOMI DAERah"
Dian Putri Amalia 125030107111068 Allin Indraswary 125030100111088 Indra Selaksa Aiska 125030100111193 M. Sahrul Bustaman 125030107111057 Lutfi Nugroho P. 125030107111064 Muhamad Shokibul W. 125030107111055 Ardi Putra Nugraha 125030107111011 Alvian Alieffikry 125030102111004 Pendekatan Kebutuhan Dasar
Untuk menanggulangi kemiskinan adalah kembali pada kebutuhan dasar (basic need appoach) yaitu bahwa pemerintah harus menyediakan kebutuhan rakyat yang hakiki, yakni kebutuhan untuk hidup. Untuk bisa hidup orang harus memiliki penghasilan dan untuk memiliki penghasilan orang harus memiliki pekerjaan. Jadi mau tidak mau pemerintah harus berusaha keras menciptakan lapangan kerja yaitu dengan proyek-proyek padat karya baik dikota-kota maupun dipedesaan
Mengatasi Krisis
pertama, perlunya kontrol atas arus keluar masuk modal yang telah menyebabkan stabilitas perekonomian negara sedang berkembang terguncang – guncang.
Kedua, investasi asing yang baik memang diperlukan, tapi perumbuhan haruslah dibiayai terutama dari tabungan dan investasi dalam negeri. Ini berarti menumbuhkan sistem pajak progresif yang baik.
Pergulatan bangsa Indonesia dalam mengatasi kemiskinan tidak pernah selesai sejak terbentuknya negeri ini. Krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi dan akhirnya diikuti pula dengan krisis politik dan sosial, bahkan krisis kepemimpinan telah benar – benar melanda Indonesia sejak tahun 1997 – 2001.
Mekanisme ekonomi haruslah diputuskan oleh masyarakat, organisasi-organisasi sosial dan politik, secara demokratis. Tantangannya adalah bagaimana mengoperasikan lembaga-lembaga demokratis tersebut. Dengan kata lain bagaimana pemberian otonomi ketingkat daerah harus dapat direalisasikan dengan pengurangan kekuasaan ditingkat pusat.
Ketiga, meskipun ekspor penting, pembangunan ekonomi haruslah berorientasi pasar domestik (dalam negeri).
Keempat, masalah pilihan sistem perekonomian, yaitu bahwa mekanisme dasar
perekonomian (produksi, distribusi, dan perdagangan) harus lebih peka dan rasional daripada mekanisme pasar belaka (invisible hand).
KEMISKINAN RELATIF
kerawanan sosial seperi yang baru saja kita alami dan sangat mencuat pada permukaan sejak awal Mei 1998.
kemiskinan absolut & relatif KEMISKINAN ABSOLUT
Kemiskinan absolut sebaiknya terlebih dahulu diperangi atau dihapuskan karena hal ini mencakup kehidupan dasar yang layak. Paling tidak manusia harus hidup pas-pasan; tetapi dalam kenyataanya banyak anggota masyarakat yang hidup tetapi dibawah pas-pasan (subsistence) yang dalam hal ini kita sebut sebagai garis kemiskinan
target kebijakan Keuangan mikro Kesehatan Pendidikan
Pembangunan pertanian Keberlangsungan lingkungan
Program pengembangan dan pemberdayaan
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
Pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, melalui pajak progresif atas pendapatan dan kekayaan mereka
Pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, melalui: Tunjangan langsung
Upaya-upaya penyediaan berbagai macam barang konsumsi
Peningkatan jasa-jasa pelayanan yang dibiayai oleh pemerintah, misalnya program ketenagakerjaan
KEBIJAKAN Otonomi daerah PENGERTIAN:
Yang dimaksud dengan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dengan otonomi daerah justru hubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain harus semakin erat dan saling mengisi dan tolong menolong.
Dalam kehidupan yang modern sekarang ini tidak mungkin suatu daerah akan menutup diri dan memenuhi semua kebutuhanya dari daerahnya sendiri.
Perekonomin daerah bersifat terbuka. Hubungan perdagangan dan komunikasi akan membuka suatu daerah tertentu dan kebutuhan penduduknya akan dapat saling dipenuhi dengan cara tukar menukar barang dan jasa.
Demikian juga sumberdaya manusia yang memadai tentu akan dapat menolong daerah lain yang mengalami kekurangan tenaga kerja, baik tenaga terdidik, tenaga terampil maupun tenaga kasar.
EKONOMI KERAKYATAN
Yang dimaksud dengan Ekonomi kerakyatan yakni ekonomi yang melibatkan semua pihak, baik atasan maupun bawahan. Hal tersebut serupa dengan yang dituangkan dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 dimana perekonomian Indonesia diatur berdasarkan atas asas kekeluargaan. Arti kekeluargaan disini adalah adanya hubungan yang harmonis antara siapa saja yang terlibat dalam kegiatan usaha.
produksi tenaga kerja dan keterampilan.
Mereka itu semua adalah rakyat. Jadi baik majikan maupun buruh adalah sama-sama rakyat, sehingga yang dimaksud ekonomi kerakyatan seharusnya adalah ekonomi yang melibatkan semua pihak baik majikan maupun tenaga kerja.
kesimpulan
Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis. Otonomi daerah yang mengandalkan pada perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sendiri kegiatan-kegiatan didaerah sangat dimungkinkan untuk memberikan kesejahteraan yang lebih tinggi kepada warga masyarakat didaerah yang bersangkutan. Otonomi daerah jangan diartikan sebagai merdeka lepas dari NKRI , tetapi justru dengan otonomi daerah itu kerjasama antar daerah harus semakin ditingkatkan.
Ekonomi kerakyatan menuntut adanya kerjasama serta peningkatan semangat gotong royong antar berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Hubungan majikan-buruh diganti dengan hubungan antara sesama partner kerja. Peranan pemilik tanah sangat menentukan kehidupan seseorang, khususnya bagi petani. Di Indonesia banyak orang yang tidak
mempunyai tanah sama sekali (landless) dan hidupnya hanya menjual tenaga kerjanya. Dan mereka ini terdapat baik sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.
saran
Masalah kemiskinan dan krisis ekonomi harusnya dapat diselesaikan dengan melaksanakan otonomi daerah dan ekonomi kerakyatan. Otonomi daerah dianggap penting untuk
melaksanakan pemerataan pembangunan, sedangkan ekonomi kerakyatan akan menghilangkan kesenjangan antara majikan dan buruh.
Maka, saran bagi pemerintah adalah mengawasi segala bentuk otonomi daerah dan membuat kebijakan untuk menciptakan ekonomi kerakyatan. Saran bagi masyarakat adalah tetap berpegang teguh terhadap kesatuan bangsa Indonesia meskipun dilaksanakan otonomi daerah, serta melakukan ekonomi kerakyatan demi terciptanya suasana kerja yang nyaman bagi kedua belah pihak (majikan dan buruh)
sekian & terimakasih
Ekonomi kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Dalam setiap masyarakat, telah terdapat kelompok-kelompok pelaksana ekonomi. Menurut David Ricardo dalam perekonomian terdapat kelompok pemilik tanah. Dalam perkembangan yang dikaitkan dengan pembagian hasil produksi, pemilik tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik kapital
1.1 Kemiskinan dan Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi kemiskinan dalam bentuk minimnya kemudahan/materi, dari ukuran kehidupan moderen pada masa kini mereka tidak menikmati pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman moderen. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju.
Menurut bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak hak dasar
masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perkerjaan, perumahan, air bersih,pertanahan,sumber daya alam dan linkungan hidup, rasa aman atau ancaman tindak kekerasan,dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Bank dunia sebagai mana di kutip prayitno dan santoso (1996) menunjukan adanya tiga dimensi kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi social politik dan pengetahuan serta keterampilan. Dan aspek skunder yang berupa miskin akan jaringan social, sumber- sumber keuangan dan impormasi. Dimensi dimensi kemiskinan tersebut termanipestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tinkat pendidikan yang rendah.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini bararti bahwa kemajuan atau kemundurn pada aspek lainnya. Ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual maupun kolektif.
Dengan demikian konsep kemiskinan yaitu suatu situasi dimana pendapatan individu di suatu kawasan tidak dapat memenuhi standar pengeluaran minimum yang dibutuhkan individu untuk dapat hidup layak. Ketika perekonomian berkembang di suatu daerah yang lebih kecil, terdapat lebih banyak pendapatan yang di belanjakan untuk memperoleh gizi yang lebih baik, pendidikan untuk anak-anaknya, perbaikan kondisi rumah, dan pengeluaran-pengeluaran lain yang lebih mencerminkan investasi dan bukan konsumsi, khususnya jika dilihat dari sudut pandang kaum miskin.
berasumsi bahwa manusia bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan
tersedianya pilihan-pilihan. Teori perilaku, singkatnya, meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah melahirkan lahirnya kemiskinan.
Teori kedua adalah teori strukturalis yang diwakili oleh teori kelompok marxis. Yaitu bahwa hambatan-hambatan struktural yang sistemik telah menciptakan ketidaksamaan dalam kesempatan, dan berkelanjutannya penindasan terhadap kelompok miskin oleh kelompok kapitalis. Teori struktural melihat bahwa kondisi miskinlah yang mengakibatkan perilaku tertentu pada setiap individu, yaitu, munculnya sikap individu yang tidak produktif
merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan miskin. Selain dua teori di atas, terdapat pula teori yang tidak memihak. Teori yang paling terkenal adalah teori mengenai budaya miskin. Teori ini mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan.
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan menurut Sharpetal, dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse sangat relevan dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di negara-negara terbelakang.
Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor). Menurut Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan. kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri.
1.2 Lingkaran Setan Kemiskinan
Pada awal pembangunan di Indonesia, beredar suatu teori yang sangat terkenal mula-mula dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Swedia dan penerima hadiah nobel untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori itu disebut teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari “Vicius Sircle of Poverty” yaitu konsep yang mengandaikan suatu konstellasi melingkar dari daya- daya yang cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan dinegara-negara sedang berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi pembangunan, yaitu teori-teori yang telah dikembangkan lebih dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau paradigma untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah ekonomi di negara-negara sedang berkembang, misalnya India atau Indonesia. Pada pkoknya teori itu mengatakan bahwa negara-negara sedang berkembang itu miskin dan tetap miskin, karena produktivitasnya rendah. Kerana rendah produktivitasnya, maka penghasilan seseoarang juga rendah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya yang minim. Karena itulah mereka tidak bisa menabung. Padahal tabungan adalah sumber utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya tidak efisien (boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran setan itu harus diputus, yaitu pada titik lingkaran rendahnya produktivitas, sebagai sebab awal dan pokok.
1.3 Indikator Kemiskinan
produktif; (3) kuranya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Menurut Bank Dunia indikator kemiskinan yaitu: a) kepemilikan tanah dan modal yang terbatas
b) terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang biaskota c) perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat
d) perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi e) rendahnya produktivitas
f) budaya hidup yang jelek g) tata pemerintahan yang buruk
h) dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
BPS mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan.Dari sisi makanan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan
oleh Widyakara Pangan dan Gizi tahun 1998 yaitu kebutuhan gizi 2.100 kalori per orang per hari, sedangkan dari sisi kebutuhan non-makanan tidak hanya terbatas pada sandang dan papan melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan. Model ini pada intinya membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan suatu garis kemiskinan (GK), yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang per bulan. Sedangkan data yang digunakan adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas).
Dalam kehidupan masyarakat yang tergolong klarifikasi penduduk miskin berdasarkan kemampuannya memenuhi kebutuhan hidupnya, menurut Badan Pusat Statistik :
1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 900/kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000/orang/hari.
2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900/2100 kalori/orang/hari ditambah kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 120.000-Rp. 150.000/orang/bulan.
3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 2100/23000 kalori/orang/hari dan kebutuhan dasar atau setara dengan Rp. 150.000-Rp. 175.000/orang/bulan.
Ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Indikator utama kemiskinan adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan social terhadap masyarakat.
Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Kemiskinan dan Pengangguran di Desa
Desa hingga saat ini tetap menjadi kantong utama kemiskinan. Pada tahun 1998 dari 49,5 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (29,7 juta jiwa) tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 1999, prosentase angka daerah perkotaan hanya mencapai 12,4 juta jiwa (Data BAPPENAS, 2004).
Data tersebut diperkuat laporan Kompas tahun 2004 yang menyajikan bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Dengan demikian, desa hingga sekarang tetap menjadi kantong terbesar dari pusat kemiskinan. Tabel berikut menggambarkan prosentase perubahan dan jumlah penduduk miskin antara kota dengan desa dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1999.
Hasil pendataan BPS menunjukkan perkembangan garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin. Tahun 1976 jumlah penduduk miskin mencapai 44,2 juta jiwa dan sampai dengan tahun 1999 menjadi 25,1 juta jiwa. Sejak krisis ekonomi 1998, jumlah kemiskinan di daerah pedesaan mengalami peningkatan dengan tingkat kedalamannya mencapai 5,005 tahun 1998 dari 3,529 pada tahun 1996 dan di tahun 1999 menjadi 3,876 Indeks keparahan kemiskinan paling tinggi terjadi di desa.
tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun dan proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas masih sekitar 36,2 persen. Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas masih sebesar 10,12 persen. Pada saat yang sama Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun sudah mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 50,97 persen. Tantangan tersebut menjadi semakin berat dengan adanya disparitas tingkat pendidikan antarkelompok masyarakat yang masih cukup tinggi seperti antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, dan antardaerah (Bappenas, 2004).
Tingkat pendidikan kepala rumahtangga yang rendah sangat mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah pedesaan. Data yang tertinggal mencapai 16.566 dari sekitar 66.000 desa yang ada.
Menurut BPS, kantong penyebab kemiskinan desa, umumnya bersumber dari sektor pertanian yang disebabkan ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian sampai dengan tahun 1993 mengalami penurunan 3,8% dari 18,3 juta ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga disebabkan ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor pertanian di pedesaan melempem. Tahun 1985 alokasi kredit untuk sektor pertanian mencapai 8% dari seluruh kredit perbankan, dan hanya naik 2% di tahun 2000 menjadi 19%.
pemerintahan yang buruk (bad governance) yang umumnya masih berkembang di daerah pedesaan; (10) tidak adanya jaminan sosial untuk bertahan hidup dan untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat desa; (11) rendahnya jaminan kesehatan.
Masyrakat desa dapat dikatakan miskin jika salah satu indicator berikut ini terpenuhi seperti; (1) kurangnya kesempatan memperoleh pendidikan; (2) memiliki lahan dan modal pertanian yang terbatas; (3) tidak adanya kesempatan menikmati investasi di sektor pertanian; (4) kurangnya kesempatan memperoleh kredit usaha; (4) tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar (pangan, papan, perumahan); (5) berurbanisasi ke kota; (6) menggunakan cara-cara pertanian tradisional; (7) kurangnya produktivitas usaha; (8) tidak adanya tabungan; (9) kesehatan yang kurang terjamin; (10) tidak memiliki asuransi dan jaminan sosial; (11) terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan desa; (12) tidak memiliki akses untuk memperoleh air bersih; (13) tidak adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.
PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA DARI MASA PENJAJAHAN
Saya akan menceritakan tetang perkembangan koperasi dari masa penjajahan. Jadi , gerakan koperasi pertama Indonesia itu lahir dari inisatif Raden Aria Wiriatmadja pada tahun 1896. Dia adalah seorang patih di Purwokerto (Banyumas), beliau berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Dengan bantuan dari E. Siegberg seorang asisten residen Purwokerto, Raden Aria mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Siegberg. Akhirnya mereka bersama-sama mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen (koperasi simpan pinjam untuk kaum tani). Kemudian kemudian gerakan koperasi ini semakin meluas, dengan munculnya pergerakan nasional yang menentang penjajahan. Yaitu dengan beberapa berdirinya koperasi seperti ;
Koperasi konsumsi yang didirikan oleh Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang mencoba memajukan koperasi rumah tangga.
Serikat Islam pada tahun 1913 memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan toko koperasi.
Pada tahun 1927 usaha koperasi dilanjutkan oleh Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di Surabaya.
Tetapi pergerakan koperasi pada masa penjajahan tidaklah berjalan lancer hal ini karena pemerintah Belanda (VOC) selalu berusaha menghalanginya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915, yang isinya:
Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jendral
Akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
Ongkos materai sebesar 50 golden
Hak tanah harus menurut hukum eropa
Harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi
Dengan adanya peraturan tersebut, maka memunculkan reaksi di kalangan kaum pergerakan nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “panitia koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini bertugas untuk meneliti 'perlunya koperasi'. Lalu pada tahun 1927 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari peraturan sebelumnya, yang isinya antara lain:
Akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
Ongkos materai 3 golden
Hak tanah dapat menurut hukum adat
Berlaku untuk orang Indonesia asli, yang menpunyai hak badan hukum secara adat
Setelah saya menceritakan perkembangan koperasi di masa penjajahan, sekarang kita lanjut ke masa Indonesia telah merdeka kemerdekaan .
perkembangan Koperasi Di Indonesia
Dimana para investor belanda berlomba lomba datang ke Indonesia menanamkan modal merkeka dan melakukan pemerasan , penindasan dan lainnya. Sehingga membuat rakyat Indonesia hidup dibawah batas kelayakan. Pada kondisi seperti itu para belanda terus
mengintimidasi dan rentenir- rentenir terus mencari keuntungan, sehingga banyak dari rakyat Indonesia, khususnya petani harus berhutang dan menanggung bunga yang sangat tinggi. Adanya politik etis di Indonesia membuat dua orang dari pihak belanda yang membantu Indonesia dalam memperbaiki masalah yang ada saat itu. Mereka adalah . Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Dua orang itu banyak kaitannya dengan perkembangan koperasi perkreditan yang digagas oleh R. Aria Wiriatmadja.
Setelah R. Aria Wiriatmadja memperkenalkan koperasi perkreditan, perkembangan koperasi di Indonesia dilanjutkan oleh berdirinya perkumpulan budi utomo pada tahun 1908. Budi utomo yang di pimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo menjadi pelopor dalam industry kecil yg mempunyai dua tujuan yaitu, memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan dan memperbaiki dan mensejahterakan rakyat melalui koperasi. Lalu untukmewujudkan dua tujuan itu, dibentuklah “toko adil”.
Sejak budi tomo mempengaruhi perkoperasian di Indonesia, maka gerakan koperasi
internasional mulai masuk ke Indonesia dan mempengaruhi perkoperasian Indonesia. Seperti sendi sendi dasar demokrasi dan dimensi kesamaan yang mulai diterapkan oleh sarikat islam tahun 1912. Setelah berkembang sejauh ini, pemerintah belanda tidak tinggal diam.
Pemerintah belanda khawatir jika koperasi menjadi alat ntuk mempersatukan bangsa dan melawan belanda. Maka dari itu belanda mengeuarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi -Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral -Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Lalu banyak dari dari koperasi diindonesia yang berjatuhan, sehingga memancing para tokoh Indonesia protes dan membuat emerintah belanda mengeluarkan undang undang yang lebih ringan yaitu UU no. 91 pada tahun 1927. Yaitu:
– Hanya membayar 3 gulden untuk materai – Bisa menggunakan bahasa derah
– Hukum dagang sesuai daerah masing-masing – Perizinan bisa di daerah setempat
Setelah belanda menghambat perkembangan koperasi di Indonesia, Jepang mengambil alih di tahun 1942. Kantor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Lalu mendirikan “kumiai” atau koperasi model jepang. Dengan cara berawal dengan mnyalurkan barang barang kebutuhan rakyat yang menyebabkan rakyat Indonesia tertarik. Tetapi semakin kesini, koperasi jepang tersebut berubah menjadi alat untuk mengumpulkan keuntungan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Penjajahan dalam perkoperasian oleh jepang hanya berjalan 3,5 tahun, tapi dampak sudah melebihi apa yang diperbuat oleh Belanda.
Setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka, Moh. Hatta yang disebut sebagai founding father berusaha untuk memasukkan uu perkoperasian ke dalam UUD 1945. Dan setelah kemerdekaaan lambat laun perkoerasian di indonesia menjadi semakin berkembang. Dimulai dari munculnya pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Lalu pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat (SOKRI) , tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi.