• Tidak ada hasil yang ditemukan

Historical background: Legal Development

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Historical background: Legal Development"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Akses keadilan bagi si

Miskin dan Perempuan

(2)

 Awal 1960 an: Law and Development

diterapkan dengan tujuan mempromosikan demokrasi dan pembangunan di negara2

baru merdeka di Afrika dan Asia, dan negara berkembang.

 Perancang: US dan lawyers

 Tujuan: mentransformasi “western social,

economic and political model”

 Mereka percaya dengan bantuan hukum

barat, modernisasi dan demokrasi dapat terwujud di negara2 tsb

(3)

 Demokrasi dan modernisasi tidak pernah terjadi.

F. Benda-Beckmann “what did lawyers understand about

the development of the third world ?

 Carothers: Pengetahuan yang tidak memadai

 David Trubek and Marc Galanter: “that the law and

development movement was based on a fawed theory of law and society, and a fawed ideal of “liberal legalism”.

 Lawrence Friedman the promotion of legal reform in

developing countries lacked “any careful, thought out, explicit theory of law and society or law and

development”.

 James Gardner, … “these programs, though

well-intentioned, amounted to “legal imperialism.”

(Stephenson, 2006: 192)

Kegagalan Law and

(4)

 Stl kegagalan legal development

movement, hukum tidak pernah

diperhitungkan dalam teori2 pembangunan (1970-1980)

 Hukum diperhitungkan lagi dng munculnya

gerakan Rule of Law (1990)

 RoL dipromosikan setelah berakhirnya

perang dingin, & diterapkan di Latin

America, Eastern Europe, the former Soviet Union, Asia (Indonesia), dan Sub-Saharan

Africa.

(5)

 The objective: more business-friendly and investment-friendly

legal system, and it is assumed as an essential stimulus for economic growth and poverty eradication.

Many Asian countries, including Indonesia has modifed law

and legal institutions cope with the feld of commercial economic.

Some legal instruments in business law are endorsed and

amended.

After more than ten years imposing the program and

spending a billion US dollar, apparently it is not going very well. Efort to strengthening legal institutions noticeable went so slowly and hard to be done.

Training for judges, consultant and comparative study among

the expert has no signifcant result relating to the allocated fund. Judiciary system in Latin America stay behind, and in Russia there is no signifcant legal reform to fnd out.

(6)

 Top down, state centered,

Ciri utama the orthodoxy:

 Terlalu berfokus pada institusi negara, khususnya

peradilan

 Fokus ini banyak ditentukan oleh profesi hukum,

yang diwakili oleh a nation’s jurists, top legal ofcials, and attorneys, and by foreign

consultants and donor personnel

 Hasilnya, kecenderungan utk mendefnisikan dan

memecahkan problem hukum secara sempit,

terbatas pada courts, prosecutors, contracts, law reform, and other institutions and processes in which lawyers play central roles

(7)

 Constructing and repairing courthouses

 Purchasing furniture, computers, and other

equipment and materials

 Drafting new laws and regulations

 Training judges, lawyers, and other legal

personnel

 Establishing management and administration

systems for judiciaries

 Supporting judicial and other

training/management institutes

 Building up bar association, and

 Conducting international exchanges for judges,

court administrators, and lawyers

(8)

 UNDP defnes access to justice as ‘ the

ability of people from disadvantaged groups to prevent and overcome human poverty,

through formal or informal institutions of justice, by seeking and obtaining a remedy for grievances in accordance with human rights standards (UNDP 2008)

(9)

 4 milyar orang di seluruh dunia hidup dalam

kemiskinan karena ketiadaan akses kepada keadilan (CLEP, 2008)

 Dekonstruksi thd kemiskinan dlm perpektif

yg ekonomi sentris

 Ketiadaan akses kpd keadilan: ketiadaan

ruang untuk didengar suaranya dlm proses2 pengambilan keputusan di berbagai tingkat

Akses kpd keadilan &

(10)

 Berbagai program pembangunan dalam

bidang apapun (kesehatan, pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup, dll) harus terintegrasi dng pembangunan hukum

 Legal empowerment (keberdayaan hkm

terkait dng pengetahuan & kesadaran

(11)

 Perempuan menjadi bagian dari kelompok

yang tidak diuntungkan, karena mereka

miskin, terbelakang, berasal dari ras, etnik, dan agama minoritas (Tong, 1998, Harding, 1987, Moore, 1998, Shiva & Mies, 1993,

Rosaldo 1974)

 Relasi kuasa antara peremp dan orang-orang

di sekitarnya, termasuk suami, kerabat

(otoritas adat) sampai elite kekuasaan di pemerintahan, menghalangi perem mendpt akses kpd keadilan

(12)

 Orang miskin, minoritas (ras, etnik, agama,

kelas, nasionaliti, gender)

 Orang dibedakan berdasarkan identitasnya

 Othering process “berbeda” dan

mengalami “pembedaan”

 Akar diskiriminasi dan kekerasan

 Afrmative action: justice for disadvantaged

groups

(13)

 Tersedianya hukum yang memberi jaminan

keadilan

 Pengetahuan dan pemahaman hukum

 Identitas hukum

 Bantuan hukum

(14)

 Legislasi: tdpt sejumlah Instrumen hukum

dan kebijakan yang menjamin kesetaraan dan keadilan bagi perempuan

 Peradilan: terdapat sejumlah putusan

Mahkamah Agung yang yang progresif dalam memajukan hak perempuan

 Beberapa “terobosan hukum” selalu saja

dapat dijumpai dalam praktek hukum: RPK, dan penegak hukum

(15)

Paradoksal

 Pengabaian pengalaman peremp (21 perUU yg

rugikan peremp (Depkumham & UNDO 2007)

 Ketiadaan perspektif perempuan di kalangan

perumus per UU (daerah) termasuk eksekutif daerah  Perda yg merugikan perempuan

(miskin)

 Kurangnya pengetahuan pembuat hukum di

daerah ttg hidup bernegara dan wawasan

kebangsaan (amanat UUD 1945) & hub dng hak2 konstitusional perempKebingungan dlm

merespon OTODA  primoridalisme dan

religiositas yang sempit  mendiskriminasikan perempuan krn menempatknnya sbg penjaga moral daerah.

(16)

 Pengetahuan Hkm: instrumen hkm yg adil gender

tidak memadai di bbg kalangan  para penegak hukum, akademisi hukum, pendidik (guru), dan masyarakat luas termasuk perempuan sendiri. Penyebab:

Pertama, kuatnya pemahaman legal positivistik di

kalangan para penegak hukum, sehingga tujuan

procedural formal (interpretasi tekstual) lebih

dipentingkan daripada membuat terobosan-terobosan untuk tujuan kemanusiaan

Kedua, ketiadaan perspektif perempuan dan

pengabaian pengalaman perempuan tidak hanya terdapat dalam perumusan produk peraturan

perundang-undangan, tetapi juga dalam implementasinya di lapangan.

(17)

 Perempuan miskin & tidak punya

pengetahuan & kesadaran hukum  tidak punya akses kepada identitas hukum

 Para perempuan pekerja domestik migran

 Komunitas miskin di kota & desa

(18)

 Belum ada UU Bantuan Hukum utk org

miskin (peremp) sec khusus

 Instrumen hkm terbatas pd PP & bbrp pasal

dlm UU Advokat

 Bantun hukum adl Hak asasi

(19)

Kerangka normatif:

 Pengkajian dan Pencabutan berbagai

peraturan perundang-undangan (daerah) dan kebijakan yang berimplikasi

merugikan perempuan.

 ”Mewaspadai” proses pembuatan peraturan

perundang-undangan yang diduga

substansinya (sebagian atau seluruhnya) tidak akan berdaya guna bagi masyarakat (perempuan), dan oleh karenanya akan

dimintakan judicial review di kemudian hari.

(20)

 Memperkuat basis legal knowledge para

calon sarjana hukum di Fakultas Hukum di seluruh Indonesia, melalui semakin

ditingkatkannya program engendering

kurikulum Fakultas Hukum.

 Memperluas basis legal knowledge di

kalangan masyarakat luas melalui

(21)

 Dukungan bagi “Sistem Peradilan Pidana

Terpadu-Penanganan Kasus Kekerasan

Terhadap Perempuan” (Integrated Criminal

Justice System),

 Pembentukan mekanisme yang menjamin

semua perempuan dari latar belakang

berbeda (agama, etnik, kelas) yang memiliki kasus hukum, dapat diselesaikan kasusnya secara adil dalam proses peradilan—Family Court .

 Program sertifkasi terhadap penegak hukum

yang menangani kasus-kasus perempuan.

(22)

 Mendorong lahirnya UU khusus bantuan

hukum utk org miskin & perempuan.

 Membentuk kemitraan antr LBH

universitas dng pemerintah, LSM, asosiasi pengacara

 Menumbuhkan dan mengembangkan.

program paralegal dr warga masyarakat luas, kelompok perempuan dan kelompok miskin.

(23)

 17 ribu pulau

 230 juta penduduk

 300-an etnik dan ratusan ribuan sub-etnik

 Ratusan bahasa dan dialek

 Konstitusi, Pancasila

 Cita2 negara demokrasi dan rule of law

(24)

Referensi

Dokumen terkait

7 Fenomena yang dapat diamati pada Pemerintah Kabupaten Badung terkait Implementasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran adalah adanya kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Profitabilitas, Solvabilitas, Ukuran Perusahaan dan Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap Audit Delay. Data

Keterangan: SD = Standar deviasi KV = Koefisien Variasi Kontrol larutan uji: larutan DMSO tidak memberikan daerah hambatan Tabel 2 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan

Hasil studi bertujuan untuk mengetahui fenomena aliran dan perpindahan panas pada elliptical tube banks , ditinjau secara kualitatif menggunakan visualisasi

Tampaknya makna sejarah di atas lebih cendrung menjelaskan tentang pelaku dari suatu peristiwa yang melalui contoh tersebut, pelakunya adalah pohon dan manusia. Berbeda dengan

Berdasarkan gejala fisik yang dilihat langsung oleh para peternak, dengan perhitungan metode bayes diketahui jenis penyakit yang dialami ternak babi.. Jenis penyakit yang

Metode penelitian adalah: (a) debit aliran permukaan ( run off ) dengan metode Rational, (b) laju infiltrasi menggunakan metode Horton, (c) kebutuhan lubang

Dari hasil analisa didapatkan jumlah check in counter berdasarkan waktu pelayanan survey maksimum adalah 98 counter menurut SNI, 89 counter menurut FIFO, dan 46 counter menurut