MAKALAH
“MASALAH SEKSUAL PADA LANSIA WANITA”
TUGAS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, SKM
Disusun Oleh :
April Lia Rachmawati
Arifah Septiane Mukti
Asyifa Robiatul Adawiyah
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA (URINDO)
PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulispanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Masalah Seksual pada Lansia Wanita” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami, hingga tersusunnya makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta sumber yang Penulis miliki. Oleh karena itu, Penulis harapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Akhirnya Penulis berharap mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 10 Juni 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Constantinides (1994) menua merupakan proses yang alamiah yang meliputi proses organobiologik, psikologig, dan social. Berbagai perhatian dan upaya telah dilakukan agar orang tetap awet muda namun, penuaan tetap berlangsung tanpa bisa dicegah. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan dalam tubuh untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan teradap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2010).
Perkembangan penduduk Lanjut Usia (lansia) di Indonesia menarik diamati, dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 522 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Perkiraan pada tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun (www. Menkokesra.go.id)
Adanya peningkatan jumlah lansia, menyebabkan masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan. Proses penuaan umumnya terlihat jelas pada saat memasuki usia 40 tahun keatas, khususnya pada pria mulai menampakan kemunduran perilaku seksual dalam hal sifat dan kemampuan fisik (aktivitas seksual dan frekuensi hubungan mulai menurun). Kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar amnesia sepanjang rentang kehidupannya. Begitupun pada lanjut usia (Lansia), walaupun sudah terjadi penurunan pada berbagai system orgam tubuh, namun kebutuhan seksual itu masih tetap ada, akan tetapi tidak semua lansia tetap memiliki pasangan hidup sampai akhir hayatnya.
tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: gangguan jantung, gangguan metabolism, missal diabetes mellitus, vaginitis, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu seperti antihipertensi, golongan steroid, transquilizer. Factor psikologis yang menyertai lansia antara lain: rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dsb (Utama, 2009).
Menurut hasil penelitian Raihani (2005), dari 50 orang responden terdapat 18 orang (36%) yang masih aktif melakukan hubungan seksual, sedangakan dari hasil penelitian Khairunisa (2007), menunjukan dari 116 responden, sebanyak 80 orang (69%) masih aktif berhubungan seksual dan dari hasil penelitian Hafrizal (2004), menunjukan bahwa dari 105 responden sebesar 78,1% masih aktif berhubungan seksual.
1.2. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI SEKS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki.Sementara himpunan sifat biologis ini tidak saling asing, sebab ada individu yang memilih kedua-duanya, manusia cenderung dibedakan sebagai laki-laki dan perempuan. Dalam penggunaan awam dalam banyak bahsa istilah seks sering digunakan dalam arti
“kegiatan seksual” tetapi untuk keperluan teknis dalam konteks perbincangan tentang seksualitas dan aktivitas seksual, definisi tadi yang lebih diutamakan.
Kata seks diartikan dalam dua hal yaitu:
a. Aktivitas seksual genital yaitu hubungan fisik antara individu.
b. Sebagai label jenis kelamin, dimana seks lebih berkonotasi kepada biologis perempuan dan laki-laki.
2.2. DEFINISI SEKSUALITAS
Definisi kerja dari WHO (2002) dalam Dermatoto (2011) tentang seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual erotisme, kenikmatan, kemesraan, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan gairah, kepercayaan sikap nilai, perilaku, perbuatan, peran, dan hubungan.Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi ini.Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi factor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik budaya etika hokum sejarah, religi, dan spiritual.
tetapi juga merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain (Samaoen, 2000).
Menurut Depkes RI pengertian seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup yang ada diantara laki-laki dan perempuan, dimana kedua makhluk ini merupakan suatu system yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung-menyambung sehingga eksistensi manusia tidak punah (Abineno, 1999)
Dalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek dari seksualitas yaitu:
a. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut:
a) Alat kelamin itu sendiri
b) Kelenjar dan hormone-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat-alat kelamin
c) Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan. (misalnya perbedaan suara, pertumbuhan kumis, payudara, dan sebagainya.)
d) Hubungan kelamin (senggama)
e) Proses pembuhan, kehamilan dan kelahiran (termasuk KB) b. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain: a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dan lain-lain
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lain lain. c) Perbedaan peran dan lain-lain
2.3. AKTIFITAS SEKSUAL
Hubungan seks/senggama/sexual intercourse adalah kontak seksual yang dilakukan dengan berpasangan dengan lawan jenis. Perilaku seksual dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari fantasi, berpegangan tanga ciuman, meraba, berpelukan petting, sampai sexual intercourse, dengan memberikan dampak yang bervariasi (Inggrid, 2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan membayangkan atau mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas seksual ini bisa berlanjut keaktifitas seksual selanjutnya, seperti masturbasi, berciuman, dan aktifitas lainnya (Inggrid, 2001)
Perilaku selanjutnya adalah berpegangan tangan.Aktifitas seksual ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya muncul kegiatan mencoba aktifitas seksual lainnya.Perilaku selanjutnya adalah berciuman kening, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi dengan bibir.Perilaku ini mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi berkembang dan bisa menimbulkan kegitan untuk melakukan bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.Sedangkan ciuman basah adalah aktivitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir.Perilaku ini dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali. Orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting, bahkan sampai hubungan intim (Inggrid, 2001).
2.4. SEKSUALITAS PADA PEREMPUAN
Tidak diketahui atau tidak ada usia tertentu ketika seseorang mencapai puncak tingginya dorongan seksual atau kemampuan untuk merasakan nafsu seksual. Beberapa ahli telah mengidentifikasi bahwa puncaknya pada usia 35 tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah yang tepat untuk menentukan kapan saatnya bagi setiap orang khususnya perempuan. Para ahli telah menemukan bahwa kadar hormon perempuan biasanya meninggi sekitar usia 35 tahun, tetapi apa yang sebenarnya terjadi untuk mengukur dorongan seksual adalah dengan merasakan apa yang akan terjadi pada pikiran dan emosi seseorang.
Sama sekali tidak, perasaan terhadap seks dan minatnya mungkin sangat bervariasi, tetapi kemampuan seorang perempuan untuk melakukan hubungan intim sejauh ini, memiliki hasrat sehat, dan tentu saja mempunyai pasangan (Masland, 2006).
2.5. PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan. Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
Kecemasan (angietas)
Depresi
Rasa bersalah (guilty feeling)
Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar terhadap sisi kewanitaannya seperti :
Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
Cerviks yang menyusut ukurannya
Berkurangnya pelumas vagina
Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana beberapa komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan memproses informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.
2.6. MASALAH SEKSUAL PADA LANJUT USIA
Pertambahan usia menyebabkan perubahan-perubahan jasmani pada pria atau wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk melakukan dan menikmati aktifitas seksual. Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliput ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi premature, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison dalam Darmojo (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktifitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vascular, hormonal, dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut (Kaplan) dalam Darmojo (2010) adalah berikut ini:
1. Fase Hasrat (Desire)
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testosterone menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase Arousal
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang, terjadi penurunan flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot, iritasi uretra dan kandung kemih.
Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat, penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat penurunan testosterone; elevasi testis ke perineum lebih lambat.
3. Fase Orgasme (Orgasmic)
Lansia wanita: tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstaktil kemampuan mendapatkan orgasme multiple berkurang.
Lansia pria: kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah kontraksi otot berkurang, volume ejakulasi menurun.
4. Fase Setelah Orgasme (Pasca Orgasmic)
Tabel 2.1
Perubahan Fisiologi Dan Aktivitas Seksual Yang Diakibatkan Oleh Proses Menua
Menurut Kaplan (dalam Darmajo 2010)
Fase tanggapan
seksual
Pada wanita lansia Pada pria lansia
Fase Desire
Terutama dipengaruhi oleh penyakit baik dirinya sendiri atau pasangan, masalah hubungan antar keduanya, harapan cultural dan hal-hal tentang harga diri. Desire pada lansia wanita mungkin menurun dengan makin lanjutnya usia, tetapi hal ini bisa bervariasi.
Interval untuk meningkatkan hasrat melakukan kontak seksual meningkat, hasrat sangat dipengaruhi oleh penyakit kecemasan akan kemampuan seks dan masalah hubungan antara pasangan. Mulai usia 55 tahun testosterone menurun bertahap yang akan mempengaruhi libido
Fase ereksi kurang begitu kuat, testosterone menurun, produksi seperma menurun bertahap mulai usia 40th, elevasi testis ke perineum lebih lambat dan sedikit penguasaan atas ejakulasi biasanya membaik. kurang intens disertai sedikit kontraksi, kemampuan untuk mendapatkan orgasme multiple berkurang dengan makin lanjutnya usia.
Fasse pasca orgasmik
Mungkin terdapat periode refrakter, dimana pembangkitan gairah secara segera lebih sukar
Periode refrakter memanjang secara fisiologis, dimana ereksi dan orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.
Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual. 2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
Gangguan hasrat
Tahap pemanasan
Orgasme
Rasa nyeri
Sakit fisik
Obat dan alkohol
Gangguan yang tidak khusus
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan
mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif.
Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
7. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
2.7. PENGARUH PENUAAN TERHADAP SEKSUAL WANITA PADA LANJUT USIA
Pengaruh utama proses menua pada seksualitas wanita dihubungkan dengan perubahan pada saat menopause. Faktor penting adalah reduksi yang menandai sirkulasi estrogen yang ditemukan pada wanita sesudah menopause. Hormon estrogen penting untuk mempertahankan keadaan normal vagina dan untuk tanggapan seksual. Selaput lendir vagina sesudah menopause mengalami penipisan. Di samping itu, terjadi pengurangan pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama. Terdapat beberapa bukti bahwa jika seorang wanita tetap aktif secara seksual, perubahan tersebut kurang nyata. Proses menua juga mengakibatkan beberapa penyusutan vagina dan labia minora. Kepekaan vagina berkurang (Hawton, 1993).
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
• Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
• Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang menyusut ukurannya
• Dinding vagina atropi ukurannya memendek
• Berkurangnya pelumas vagina
• Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perineal
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon,seperti berikut ini :
1. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama
2. Pengembangan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya 3. Dinding vagina menjadi tipis dan mudah teriritasi
4. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra 5. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkat kemungkinan terjadi infeksi 6. Penurunan elivasi uterus
7. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun 8. Fase orgasme lebih pendek
9. Fase resolusi muncul lebih cepat
10.Kemampuan multipel orgasme masih baik
Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik, tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang masih mungkin dilakukan. Mengembangkan kepercayaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual.
proses menua sangat mengganggu seksualitas wanita, penemuan bahwa banyak wanita tetap aktif secara seksual dan menikmati hubungan seks hingga usia 60 tahun, 70 tahun, dan bahkan 80 tahun sangat menggembirakan. Sebagai contoh, Persson (1980) di Swedia menemukan bahwa 16% dari 266 wanita berusia 70 tahun tetap aktif secara seksual. Dalam studi ini, 36% dari 91 wanita yang menikah masih tetap aktif (Hawton, 1993).
2.8. SEKS DAN LIBIDO PADA LANSIA PEREMPUAN
Dengan makin meningkatnya usia, maka sering dijumpai gangguan seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah kevagina berkurang, cairan vagina Berkurang, dan sel – sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cidera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak menimbulkan nyeri saat senggama (Baziad,2003).
Wanita dengan kadar estrogen yang kurang/menurun, lebih banyak mengeluh masalah seksual seperti vagina kering,perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan sexs. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan sexs makin jarang dilakukan (Baziad, 2003).
Pada masa menopouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering, walaupun Haid mereka masih teratur. Pada masa pasca manopouse, wanita mengeluh vagina kering meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan kadar esterogen sangat rendah pun wanita tetap mendapatkan orgasme. Yang terpenting adalah melakukan hubungan sexsual secara teratur agar elastisitas vagina masih tetap di pertahankan . Hampir 50% wanita usia antara 55 – 57 tahun seksualnya masih tetap aktif, Orgasme tetap saja diperoleh hingga usia pasca menopouse, Sehingga bila wanita mengeluh aktivitas seksual mulai menurun, Maka penyebabnya kemungkinan terletak kepada pasanganya sendiri (Baziad,2003).
alami, maupun pada wanita pasca ooforektomi. Pemeriksaan androgen kombinasi dengan estrogen akan meningkatkan Libido.
2.9. KLIMAKTERIUM PADA WANITA LANSIA
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah menopouse
Tanda-tanda Klimakterium :
a. Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur b. Haid banyak ataupun sangat sedikit c. Sakit kepala terus menerus
d. Berkeringat e. Neuralgia
Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :
a. Kemurungan
b. Mudah tersinggung / mudah marah c. Mudah curiga
d. Insomnia e. Tertekan f. Kesepian g. Tidak sabar h. Tegang dan cemas
Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :
a. Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit b. Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c. Penampilan kewanitaan menurun d. Keadaan fisik kurang nyaman
a. Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi, friigid
e. Berat badan
Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum:
a. Merasa tua
b. Tidak menarik lagi
c. Rasa tertekan karena takut menjadi tua d. Mudah tersinggung
e. Mudah kaget
f. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami g. Rasa takut karena suami menyeleweng
Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia
a. Ketakutan
– Ketergantungan fisik dan ekonomi
– Sakit-sakitan yan kronis
– Kesepian
– Kebosanan karena tidak diperlukan b. Perubahan mental
– Belajar : kurang mampu belajar yang baru
– Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
– Kreatifitas berkurang
– Berkurang rasa humor
– Perbendaharaan kata semakin menurun c. Gangguan mental
– Agresi : menyerang disertai kekuatan
– Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
– Kecemasan yang tidak berobyektif
– Kacau & sering bingung
– Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan, fikiran, perasaan pada kejadian nyata
– Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
– Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
– Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain dengan cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
– Rasa sakit yang tidak berpenyebab
2.10. MENOPAUSE PADA WANITA LANSIA
Menopause adalah saat berhentinya siklus menstruasi dalam kehidupan seorang perempuan. Ini berarti, seorang perempuan berhenti ovulasi karena jumlah hormon estrogen yang diproduksi tidak cukup untuk menghasilkan periode menstruasi.
Menopause terjadi pada saat yang berbeda pada seorang perempuan. Masa tersebut dapat saja terjadi setiap saat usia awal 40-an sampai awal 50-an. Apabila perempuan dalam keluarga tertentu mengikuti pola menopause pada usia pertengahan 40-an kemungkinan besar seorang perempuan dalam keluarga itu mengalami menopause pada usia 45 atau 46. Apabila seorang perempuan menjalani operasi pengangkatan kandungan telur, atau jika ovarium telah diradiasi atau dikemoterapi, maka menopause akan terjadi lebih awal (Masland, 2006).
a. Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang menurun pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52 tahun (Rachmawati, 2006).
akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka tidak sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat mengganggu istri yang telah menopause.
pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks setelah menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari berhubungan intim dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya selaput lendir liang senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita berusia 61-65 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71 tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika masih muda (Rachmawati, 2006).
d. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan
di tingkat pelayanan dasar :
1) Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal sepertu benjolan dan radang.
2) Pap Smear
3) Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormone pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause.
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5) Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7) Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alcohol
2.11. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.
2.12. HAMBATAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA USIA LANJUT
Pada usia lanjut, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal, yang terutamaberasal dari subyek lansianya sendiri (Darmajo, 2010).
2.12.1. Hambatan Eksternal
hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya di Negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan anak-anak (Darmojo, 2010).
2.12.2.Hubungan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak pantas bias dan tidak pantas berpenampilan untuk bias menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut (baik pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka yang sudah menjanda/ menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian hingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik yang dikenal sebagai impotensia (Darmojo, 2010)
2.13. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEKSUALITAS PADA
LANSIA
Seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, penyakit, pengalaman menikah, psikologis, sikap nilai pengetahuan, kebudayaan, lingkungan, dan dukungan keluarga dan social ekonomi. Dalam makalah ini hanya mengambil factor umur, jeniskelamin, pendidikan, sikap, dan pengetahuan.
a. Umur
Umur seorang lanjut usia mempengaruhi dan menunjukan sejauh mana terjadi perubahan pada lansia tersebut baik fisik, fungsi tubuh dan tingkah laku. Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, seksualitas menjadi permasalahan karena ternyata keinginan dan kemampuan seks pada lansia masih terus berkembang. Penurunan kegiatan seks pada menurun pada umur 60 tahun sekitar 20% dari usia muda.
Pada usia 60 tahun tenaga seseorang biasanya hanya tinggal 50% dari kekuatan masa remajanya, pada usia ini pula kegiatan seks lelaki mengalami paling banyak kemunduran. Produksi air mani menurun, kesuburan berkurang, namun nafsu seks tetap ada, Sedangkan pada wanita jika sudah memasuki usia 45 - 50 tahun indung telurnya mulai kehabisan telur untuk dikeluarkan dan juga terjadi penurunan produksi hormone seks, akan tetapi dorongan seksual pada wanita tidak dipengaruhi hal tersebut. Kemampuan seksual wanita dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun bahkan sampai 80 tahun.
b. Jenis Kelamin
Perubahan – perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat disamakan dengan perubahan pada wanita, bukan karna hanya karena gabungan faktor fisik yang berbeda, namun juga karna faktor sosial (Paad dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991)).
Kemampuan seksual pada seorang pria lanjut usia dipengaruhi oleh faktor – faktor non seksual seperti : kelelahan fisik atau mental, obesitas, penyakit usia tua, obat – obat dan rasa takut gagal. Proses menua pada wanita berbeda denga pria setidaknya dalam dua hal, yaitu, pertama apabila ada pria tidak ada suatu peristiwa biologis yang menandai dengan jelas suatu perlatihan kemasa tua pada wanita yaitu monopouse, kedua penurunan potensi seksual pada pria sudah mulai tampak pada usia muda sedangkan pada wanita baru menunjukkan tanda- tanda penurunan pada umur 55 – 60 tahun. (Paad dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991)).
Hasil penyelidikan Masters dan Jhonson, (1966) dalam Suparto, (2000), menyatakan tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun dengan bertambahnya umur, mereka juga mengatakan bahwa wanita lanjut usia ternyata masih bisa melakukan onani tanpa kesulitan. Namun menurut Kinsey,dkk (1948) dalam oswari,(1997) melaporkan frekuensi kegiatan seks wanita umumnya lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki pada skala tingkat umur. Preiffer, dkk(1969) dalam oswari mengatakan hampir semua laki – laki lanjut usia sangat tertarik pada seks seperti ketika masih remaja, sedangkan pada wanita lanjut usia hanya sepertiganya yang masih memiliki keinginan seks yang lebih tinggi.
Pendidikan merupakan fenomena insani atau gejala kemanusiaan yang mendasar dan juga mempunyai sifat konstruktif atau memangun dalam hidup manusia (Driyarkara dalam Tanlain dkk 1992). Pendidikan berlangsung dalam suatu proses panjang yang pada akhirnya mencapai tujuan akhir yaitu individu yang dewasa (Tanlain, dkk, 1992), dimana kematangan intelektual seseorang akan mempengaruhi wawasan dan cara pikir seseorang baik tindakan maupun dalam cara pengambilan keputusan.
d. Pengetahuan
Pada tingkat individu, pertumbuhan pemahaman seksualitas seseorang akan menambah perkembangan pribadinya, kepercayaan diri, kedewasaan, dan kecakapan mengambil keputusan (Halstead, 2006). Banyak pasangan yang masih menganggap bahwa hubungan seks hanyalah terbatas penyaluran kebutuhan biologis semata. Ini adalah pemahaman yang salah besar. Lebih jauh, hubungan seks haruslah dipahami sebagai sarana untuk refreshing dan rekreasi. Terlebih lagi, aktivitas seks merupakan suatu bentuk atau sarana untuk menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga (waspada, 2012).
e. Penyakit
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis (Narsevhybuntu, 2012). Menurut Stanley & Beare (2006), obat-obatan berpengaruh terhadap aktivitas seksual lansia. Konsumsi berbagai obat yang berbeda dan metabolisme obat tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan, sehingga efek dari obat-obat tersebut dapat mempengaruhi siklus respon seksual (Oktaviani, 2010).
f. Budaya
Perubahan tubuh dan emosi secara umum terjadi pada saat menopause, tetapi tidak berlaku disebabkan atau berhubungan dengan keadaan tersebut. Berhentinya menstruasi hanya merupakan salah satu aspek dari menopause. Sistem reproduksi menurun dan berhenti sebagai akibatnya, maka tidak lagi memproduksi hormon ovarium dan hormon progesteron (Jahja, 2011). Di samping itu, terjadi pengurangan pelumasan selama bangkitnya gairah seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan selama bersenggama (Hawton, 1993).
Menopause, yaitu masa berhentinya haid membawa banyak perubahan pada fisik seorang wanita. Akibat dari menopause adalah terjadi perubahan bentuk tubuh, buah dada wanita menjadi kurang menarik lagi, dan dinding vagina menjadi tipis. Menopause pada wanita tidak selalu mempengaruhi kepuasan kontak seksual, meskipun ada perubahan-perubahan biologis fisiologis tersebut (Hurlock, 1999). Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat-alat seksual wanita dan faalnya karena proses menua, terutama disebabkan oleh menciutnya indung telur (dengan akibat menurunnya dan kemudian hilangnya hormon kewanitaan terutama estrogen. Perubahan-perubahan itu dapat diringkaskan sebagai berikut :
1. Menstruasi menjadi tak teratur dan semakin sedikit, lalu lama-kelamaan berhenti sama sekali
2. Buah dada menipis, menjadi lembek dan menggantung.
3. Rahim dan indung telur menciut dan kemudian fungsinya sangat berkurang. Hal ini mengakibatkan vagina kehilangan elastisitasnya, kebasahannya, sehingga seringkali meradang. Lama-kelamaan mengecil juga dan pada persetubuhan menimbulkan rasa nyeri.
4. Rangsangan menurun, kemampuan reaksi terhadap rangsangan langsung semakin menurun pula, oleh karena itu ada kaitannya dengan kepekaan persyarafan alat kelamin (Marsetio, M. 1991).
h. Tabu, malu, bosan, dan kecemasan
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi, pikun dsb (Anonim, 2012).
i. Pasangan hidup
Lanjut usia masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih memiliki minat terhadap lawan jenis. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha berkunjung ke lawan jenis yang sudah tidak memiliki pasangan. Adanya fenomena keinginan menikah, pengacuhan kebutuhan seksual lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan gangguan hemeostasis, teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan seksual dipenuhi, dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai pemenuhan kebutuhan seksual pada lanjut usia. Namun, kondisi hubungan seksual dan nonseksual dengan pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik hubungan, makin memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan bertambah lama sampai tidak ada batasannya. Akhirnya salah satu penentu lainnya adalah tidak adanya pasangan. Wanita usia lanjut yang tidak mempunyai pasangan lagi umumnya akan menekan dorongan seksnya sampai habis. Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan pasangan, sebagian akan menikah lagi (Warsono, 2010).
2.14. HAL – HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN SEPUTAR SEKS PADA LANSIA
Kehidupan Seks setiap orang pada usia senja mempunyai karakteristik yang berbeda
– beda. Kehidupan seks dapat diperbaiki dengan melakukan sejumlah perubahan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu di perhatikan seputar kehidupan seks Pasa lansia menurut Suarsa (2006) Yaitu :
1. Memperluas Pengertian seks
Sejalan dengan pertumbuhan usia, berbagai pilihan hubungan intim mungkin lebih nyaman dan memuaskan. Sentuhan terhadap pasangan bisa saja merupakan alternatif yang baik selain penetrasi. Sentuhan bisa berarti saling berpegangan tangan,
berciuman denga pasangan, Pijat sensual, mastrubasi, atau seks oral. Jadi seks dalam konteks ini pengertianya lebih luas.
2. Berkomunikasi dengan pasangan
mendapat menyesuaikan diri selama berhubungan intim. Jadi masing – masing pasangan perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bersama. Dan komunikasi dengan pasangan kadang juga menjadi suatu rangsangan
3. Melepaskan Kebiasan Rutin
Perubahan sekecil apa pun dapat memperbaiki hubungan seks. Mengubah waktu berhubungan merupakan salah satu solusi. Misal mengubah waktu berhubungan kewaktu yang paling berenergi, seperti melakukan hubungan intim di pagi hari ketika lansia baru – baru tidur dan dalam keadaan masih segar dan cobalah posisi seks baru. 4. Mengontrol Ekspektasi
Jika pada masa muda tidak sering melakukan hubungan seks, jangan harap melakukan lebih pada masa lansia. Mungkin perlu melakukan mengekspresikan keintiman secara berbeda dibandingkan waktu lama.
5. Mengatur Diri
Mengatur pla makan sehat dan berolahraga secara teratur akan membuat tubuh sehat dan bugar
2.15. PENANGANAN DAN REHABILITASI GANGGUAN SEKSUAL PADA LANSIA
Pengobatan yang diberikan untuk gangguan seksual pada lansia mencakup: 1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan 4. Bedah Pembuluh
1. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi
2. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan “Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
3. Penyembuhan dengan Obat
a. Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif e. Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut. Contoh golongan obat yang menyebabkan gangguan fungsi seksual, yaitu:
Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan Dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.
Golongan Obat Contoh Pengaruh Pada Fase Anjuran Obat Pengganti Anti
hipertensi:diuretika
Gol. tiasid Fase pembangkitan Pertimbangkan penghambat kanal Ca
Anti hipertensi: obat berdaya sentral
Klonidin, metil-dopa
Fase pembangkitan Sama seperti diatas
Anti hipertensi:
captopril Fase penggairahan Sama seperti diatas
Obat anti -psikotik Torasin, tiotksen, haloperidol
Obat anti-ansietas diasepam Fase desire, orgasme
Antikolinergik Atropin, hidroksisin Fase pembangkitan, fase desire
Estrogen oral merupakan pilihan pada yang tak bisa per oral
progestin provera Fase desire(dapat diturunkan libido) narkotik Kodein, demerol Fase desire,
pembangkitan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.
B. Saran
Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di masa yang akan datang.
BAB IV
TELAAH ARTIKEL
1. Judul Jurnal :Sexual dysfunction in the elderly: age or disease? Pengarang Jurnal :ME Camacho1* and CA Reyes-Ortiz
Sealy Center on Aging, The University of Texas Medical Branch, Galveston, Texas, USA
Tahun Pembuatan : 2005
Abstract
Sexuality is an important component of emotional and physical intimacy that men and women experience through their lives. Male erectile dysfunction (ED) and female sexual dysfunction increase with age. About a third of the elderly population has at least one complaint with their sexual function. However, about 60% of the elderly population expresses their interest for maintaining sexual activity. Although aging and functional decline may affect sexual function, when sexual dysfunction is diagnosed, physicians should rule out disease or side effects of medications. Common disorders related to sexual dysfunction include cardiovascular disease, diabetes, lower urinary tract symptoms and depression. Early control of cardiovascular risk factors may improve endothelial function and reduce the occurrence of ED. Treating those disorders or modifying lifestyle-related risk factors (eg obesity) may help prevent sexual dysfunction in the elderly. Sexuality is important for older adults, but interest in discussing aspects of sexual life is variable. Physicians should give
their patient’s opportunity to voice their concerns with sexual function and offer them alternatives for evaluation and treatment.
Abstrak
Meskipun penuaan dan penurunan fungsional dapat mempengaruhi fungsi seksual, ketika disfungsi seksual didiagnosis, dokter harus menyingkirkan penyakit atau efek samping obat. Gangguan umum yang terkait dengan disfungsi seksual termasuk penyakit jantung, diabetes, gejala saluran kemih bagian bawah dan depresi. Kontrol awal faktor risiko kardiovaskular dapat meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi terjadinya ED. Mengobati gangguan tersebut atau memodifikasi faktor risiko berkaitan dengan gaya hidup (misalnya obesitas) dapat membantu mencegah disfungsi seksual pada orang tua. Seksualitas penting untuk lanjut usia, tapi minat membahas aspek kehidupan seksual adalah variabel. Dokter harus memberikan kesempatan pasien mereka untuk menyuarakan keprihatinan mereka dengan fungsi seksual dan menawarkan mereka alternatif untuk evaluasi dan pengobatan.
Hasil telaah artikel:
Pada telaah artikel jurnal tersebut didapatkan bahwa berbagai penelitian menunjukkan bahwa 10% dari pria di atas 35 tahun melaporkan disfungsi ereksi (ED) dan 25% ED sesekali. Namun, setelah usia 70 tahun, persentase ini naik menjadi 75% .
Data yang dikumpulkan antara 2001 dan 2002 di 27000 pria dan wanita berusia 40-80 tahun, di 29 negara, mengungkapkan bahwa 28% pria dan 39% dari perempuan memiliki setidaknya satu keluhan dengan fungsi seksual. Hampir setengah dari orang-orang sampel antara 70 dan 80 tahun dilaporkan melakukan hubungan selama tahun sebelum dilakukan wawancara, dan hanya 21% dari wanita. Hanya 17% pria dan 23% wanita dalam sampel kata 'orang tua tidak lagi menginginkan seks'. Dan 68% laki-laki dan 60% perempuan dalam mendukung 'orang tua menggunakan perawatan medis untuk membantu menikmati aktivitas seksualnya.
Prevalensi ED terutama meningkat dengan usia. Kurangnya minat dalam seks dan ketidakmampuan untuk mencapai orgasme sering pada wanita, tapi tidak begitu tergantung pada penuaan. Ketika pasien klinis berbeda dengan wanita berbasis masyarakat disaring, prevalensi disfungsi seksual perempuan (FSD) lebih tinggi dan ada hubungan yang lebih besar dengan usia.
Survei populasi langsung saat ini mungkin akan meningkatkan pemahaman kita tentang seksualitas di tua tua. Faktor risiko lain dari usia yang sangat terkait dengan ED dan FSD. Subyek dengan SD harus diskrining untuk faktor risiko kardiovaskular, risiko penyakit koroner dan LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome). Pengendalian faktor risiko kardiovaskular dapat meningkatkan fungsi endotel dan ED. Kesadaran awal pasien dari hubungan antara faktor-faktor risiko kardiovaskular dan ED akan mendorong pasien untuk mematuhi kontrol dan gaya hidup yang lebih baik perubahan. LUTS adalah masalah umum pada pria dan wanita lanjut usia yang berhubungan dengan SD yang dapat meningkatkan dengan terapi. Seksualitas penting untuk orang dewasa yang lebih tua, tapi minat membahas aspek kehidupan seksual adalah merupakan suatu variabilitas.
2. Judul Jurnal :Sexuality in older age: essential considerations for healthcare professionals
Pengarang Jurnal : ABI TAYLOR1,MARGOT A.GOSNEY
Royal Berkshire Hospital—Elderly Care Medicine, London Road, Reading RG1 5AN, UK 2University of Reading—Institute of Health Sciences, Reading RG1 5AQ, UK
ME Camacho and CA Reyes-Ortiz
Sealy Center on Aging, The University of Texas Medical Branch, Galveston, Texas, USA
Penerbit : Oxford University Press Tahun Pembuatan : 2011
Abstract
This review describes the fact that many elderly people enjoy an active sex life and examines
the evidence against the general perception of an ‘asexual’ old age. It offers an overview of
the evidence for healthcare professionals who had not previously considered the sexuality of their older patients. It also describes some of the sexual problems faced by older people,
especially the difficulties experienced in disclosing such problems to healthcare
problems with older patients, and how this can be improved. It also offers some recommendations for future research in the area, as well as a word of caution regarding the temptation of over-sexualising the ageing process.
Keywords: sexuality, sexual problems, communication skills, elderly
Abstrak
Ulasan ini menggambarkan fakta bahwa banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang aktif dan memeriksa bukti terhadap persepsi umum dari 'aseksual' usia tua. Ini menawarkan gambaran bukti bagi para profesional kesehatan yang sebelumnya tidak terlalu menganggap penting seksualitas pasien mereka yaitu lansia. Hal ini juga menjelaskan beberapa masalah seksual yang dihadapi oleh orang-orang yang lebih tua, terutama kesulitan- kesulitan yang dialami dalam mengungkapkan masalah tersebut kepada profesional kesehatan. Ini mengkaji mengapa profesional kesehatan enggan untuk membahas masalah seksual dengan pasien lansia, dan bagaimana hal ini dapat ditingkatkan. Hal ini juga menawarkan beberapa rekomendasi untuk penelitian masa depan di daerah, serta kata peringatan tentang godaan over-sexualising proses penuaan.
Kata kunci: seksualitas, masalah seksual, kemampuan komunikasi, orang tua
Hasil Telaah Artikel:
Pada telaah jurnal artikel tersebut didapatkan bahwa tahun 2033 nanti, diperkirakan bahwa 23% dari populasi Inggris akan berusia > 65. Oleh karena itu, masalah yang mempengaruhi orang tua menjadi semakin lebih penting.
Pada tahun 2001, Departemen Kesehatan Inggris yang diterbitkan The National Service Framework untuk Orang Lanjut Usia, menetapkan program aksi dan reformasi untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan pasien usia lanjut. Bagaimanapun, orang tidak menyebutkan seksualitas atau masalah yang dihadapi oleh lansia mungkin berkaitan dengan masalah seksual. Demikian juga, Strategi Nasional untuk Kesehatan dan HIV (2001) Seksual, terutama ditujukan untuk orang-orang muda, dengan tidak menyebutkan bagaimana isu-isu seksual dapat mempengaruhi orang tua.
Penelitian menunjukkan, bagaimanapun, bahwa banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang aktif, meskipun mereka mungkin menghadapi beberapa masalah. Jika profesional kesehatan (HCP) tidak menerima bahwa orang tua dapat menikmati seks, maka tidak mungkin bahwa masalah seksual akan efektif dieksplorasi, didiagnosis dan diobati.
Jurnal tersebut bertujuan untuk menyelidiki beberapa penelitian yang bersangkutan menghilangkan mitos yang sama sekali 'aseksual' lanjut usia, dan menawarkan rekomendasi untuk HCP termasuk dokter umum (dokter), geriatricians dan psikiater usia tua.Banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang aktif, meskipun mereka mungkin mengalami masalah.
Secara umum, lingkungan perawatan tidak membuka dirinya untuk diskusi
tentang seks dan banyak pasien sulit untuk mengungkapkan dan merupakan hal yang
memalukan untuk berbicara dengan HCP tentang masalah seksual. Sebaliknya,
banyak HCP percaya bahwa pasien mereka yang lansia tidak (atau tidak boleh) aktif
secara seksual.
Diperlukan pelatihan yang lebih untuk HCP yang bekerja untuk merawat lansia baik untuk memberikan pengetahuan seksualitas tua dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membahasnya karena merupakan suatu hal yang sensitif.
Kesimpulannya, masalah seksual pada orang tua harus dikelola secara sensitif dan praktis oleh HCP, sehubungan dengan perbedaan individu dalam minat seksual dan aktivitas.
Poin-poin penting:
Banyak orang tua menikmati kehidupan seks yang aktif.
Beberapa orang tua menghadapi masalah seksual yang mereka dan malu untuk membicarakan dengan profesional kesehatan.
Profesional kesehatan tidak meminta pasien lansia menceritakan tentang seks mereka bahkan hal itu setara ketika menilai adanya suatu depresi
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta : FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia
6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat
7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi
8. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html
9. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf
10. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut