• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran IMF dalam Krisis Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran IMF dalam Krisis Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Organisasi Internasional

Peran IMF dalam Krisis Indonesia

Oleh :

Dewi Ayu Shifa (201010360311117)

Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

(2)

BAB I internasional merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan dari dinamika hukum internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu pada perusahaan multinasional dan individu.

Organisasi internasional dalam kapasitasnya sebagai salah satu aktor dalam hubungan internasional memegang peranan penting dalam dinamika kehidupan antar negara-negara di dunia. Organisasi internasional menjadi wadah bagi negara-negara di dunia untuk menyalurkan aspirasi institusionalnya maupun wadah untuk membangun relasi yang lebih luas dengan negara-negara lain.

Organisasi internasional dalam dinamikanya harus dipayungi dengan peraturan-peraturan hukum agar tidak bergesekan dengan kepentingan negara atau komunitas lain dalam pergaulan internasional

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari hukum organisasi internasional ? 2. Bagaimana konsep organisasi internasional ?

3. Aspek apa saja yang ada dalam hukum organisasi internasional ? 4. Bagaimana studi kasus hukum organisasi internasional ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari hukum organisasi internasional

2. Mengetahui secara dalam apa saja aspek yang ada di dalam hukum organisasi internasional

3. Memahami konsep organisasi internasional

(3)

BAB II Pembahasan

A. Definisi Hukum Organisasi Internasional

Dengan proses perkembangan organisasi internasional tersebut sekaligus telah menciptakan norma – norma hukum yang berkaitan dengan organisasi itu, yang kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrument dasar atau instrument pokok ( constituent instrument)

Hukum organisasi internasional adalah bagian atau cabang dari hukum internasional yang dipersatukan oleh badan PBB dan yang semata-mata menyangkut organisasi internasional publik serta terdiri dari perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi internasional tersebut termasuk badan-badan yang berada di bawah naungannya dan pejabat sipil internasionalnya (Suryokusumo, 1990). Hukum organisasi internasional memuat prinsip-prinsip hukum yang dirumuskan oleh organisasi-organisasi internasional, misalnya peraturan-peraturan tentang pertanian yang ada di dalam organisasi EEC atau peraturan-peraturan mengenai moneter yang terdapat dalam badan seperti IMF.

B. Konsep Organisasi Internasional

Dalam pembahasan mengenai hukum organisasi internasional, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai konsep organisasi internasional itu sendiri dalam konteks hukum internasional. Konsep yang dimaksud adalah definisi, penggolongan, peran, dan fungsi organisasi internasional.

1. Definisi Organisasi Internasional

(4)

hubungan antara wakil resmi dari negara-negara berdaulat. Kedua, aktifitas antara individu-individu dan kelompok-kelompok di negara lain serta juga termasuk hubungan intergovernmental yang disebut dengan hubungan transnational. Ketiga,

hubungan antara suatu cabang pemerintah di suatu negara dimana hubungan tersebut tidak melalui kebijakan luar negeri disebut transgovernmental. Ketiga hubungan termasuk dalam hubungan internasional.

Organization dalam kata international organizations sering menjadi permasalahan dengan bentuk tunggalnya, yaitu organization. Dalam hal ini dijelaskan bahwa organization adalah suatu proses sedangkan international organizations adalah aspek-aspek representatif dari suatu fase dalam proses tersebut yang telah dicapai dalam suatu waktu tertentu.

Dari pemaparan tersebut, Clive Archer kemudian mendefenisikan organisasi internasional sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya.

Sementara itu, Michael Hass (dalam Perwita dan Yani, 2005) memiliki dua pengertian, yaitu: pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.

2. Penggolongan Organisasi Internasional

Menurut Bennet (dalam Perwita dan Yani, 2005), terdapat dua kategori utama organisasi internasional, yaitu:

(5)

b. Organisasi antar non pemerintah (non governmental organization), terdiri dari kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan, keagamaan, kebudayaan, bantuan teknik atau ekonomi, dan sebagainya. Contoh: Palang Merah International (IRC) Sementara itu, menurut Coulombis dan Wolfe (dalam Perwita dan Yani, 2005) mengemukakan klasifikasi organisasi internasional dengan mengkombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Keduanya mengklasifikasikan inter-governmental organizations (IGO) menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Global membership and general purpose, yaitu suatu organisasi internasional antara pemerintah dengan keanggotaan global, serta maksud dan tujuan umum, misalnya PBB.

b. Global membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dan keanggotaan global dan memiliki tujuan yang spesifik atau khusus.

c. Regional membership dan general purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang umum.

d. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas.

3. Peran Organisasi Internasional

(6)

a. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negeri. b. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. c. Sebagai aktor independen. Organisai internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi

4. Fungsi Organisasi Internasional

Menurut A. Le Roy Bennet (dalam Perwita dan Yani, 2005), fungsi organisasi internasional adalah:

a. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerja sama yang dilakukan antar negara dimana kerja sama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi seluruh bangsa. b. Menyediakan banyak saluran komunikasi antar pemerintahan sehingga ide-ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke permukaan.

C. Aspek Hukum Organisasi Internasional

Dalam pembahasan mengenai hukum organisasi internasional, aspek-aspek hukum organisasi internasional merupakan aksentuasi yang eksklusif. Aspek-aspek inilah yang terpadu dalam satu kesatuan membentuk organisasi internasional. Aspek-aspek hukum organisasi internasional meliputi masalah subjek, objek, dan sumber hukum organisasi internasional.

1. Subjek Hukum Organisasi Internasional

(7)

yang telah digariskan dalam aturan internal yang dimiliki oleh organisasi internsional tersebut.

Organisasi internasional meliputi sebagai subjek dalam arti yang luas dimaksudkan tidak saja menyangkut semua organisasi yang dibentuk oleh negara-negara, tetapi juga yang dibentuk oleh badan-badan non pemerintah. Sampai dengan akhir tahun 1969, jumlah organisasi internasional meliputi kurang lebih 2400 buah, 229 diantaranya merupakan organisasi antar pemerintahan dan organisasi non pemerintahan (Suryokusumo, 1990).

Sehubungan dengan organisasi internasional sebagai subjek hukum organisasi internasional, kita masih mengenal organisasi regional atau subregional sebagai subjek. Jika organisasi internasional sebagai badan multilateral dengan prinsip keanggotaan yang universal dan dengan kepentingan yang luas sampai pada badan-badan subsidernya, maka organisasi regional mempunyai keanggotaan yang terbatas, tetapi mempunyai kepentingan yang relatif luas, misalnya EEC, OAU, dan OAS. Adapula yang membatasi tidak saja pada keanggotaannya, tetapi juga pada masalah-masalah khusus seperti

international rivercommission (Suryokusumo, 1990).

2. Objek Hukum Organisasi Internasional

(8)

3. Sumber Hukum Organisasi Internasional

Sumber hukum organisasi internasional digunakan dalam empat pengertian mendasar. Pertama, sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum organisasi onternasional. Masa jabatan Sekretaris Jenderal PBB merupakan salah satu contoh dari kebiasaan yang kni masih diikuti. Seperti diketahui, PBB tidak menyebutkan tentang syarat-syarat calon untuk menjabat sekretaris jenderal, demikian juga tentang masa jabatannya. Untuk itu, majelis umum telah menetapkan lima tahun masa jabatan sekretaris jenderal dan sesudah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali.

Kedua, instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa piagam,

covenant, finalact, piact teraty, statute, constitution, dan lain-lain.

Ketiga, ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara organisasi internasional beserta badan-badan yang ada di bawah naungannya, termasuk mekanisme yang ada pada organisasi tersebut. Peraturan-peraturan seperti itu merupakan elaborasi dan pelengkap instrumen pokok yang ada yang seluruhnya memerlukan persetujuan bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB, kita kenal beberapa peraturan, antara lain

United Nations Administrative Tribunal Statute and Rules, provisions in force with effect from 16thOctober1970 dan Rules of Procedure of The Governing Council of The Special

Fund, 1959.

Keempat, hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan, baik oleh para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya. Hasil-hasil itu dapat berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi atau rekomendasi (Suryokusumo, 1990).

Studi Kasus

(9)

IMF dalam krisis yang terjadi di Indonesia. Tapi sebelumnya, mari kita telusuri pada awal mula terjadinya krisis di Indonesia.

Indonesia memang tidak terlalu jauh dari status pariah, paling tidak di bidang ekonomi pada saat pergantian pemerintahan menuju Orde Baru. Tumpukan besar utang yang mewarnai perekonomian Indonesia menjadi gambaran kondisi Indonesia pada saat itu. Belum lagi tumpukan utang yang mulai menuntut untuk dilunasi, dan peristiwa ini terjadi di saat hampir semua indikator perekonomian tidak menunjukkan tanda-tanda positif.1

Perekonomian Indonesia memang nyaris bangkrut. Ekspor dalam setahun hanya mencapai jumlah yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 679 juta dollar atau hampir seperseratus jumlahnya dari ekspor Indonesia saat ini. Sementara itu impor, yang bahkan sudah dicatu jumlahnya untuk keperluan impor yang esensial saja mencapai 527 juta dollar pada tahun tersebut. Dalam keadaan demikian, cadangan devisa yang ada sungguh tidak menggambarkan adanya sisa-sisa kebesaran yang ingin diproyeksikan dengan berbagai proyek mercusuar pada masa pemerintahan sebelumnya. Dan cadangan devisa tersebut hanya mampu untuk membiayai impor beberapa minggu saja. Oleh karena itu, tak pelak lagi bahwa Indonesia berada dalam keadaan yang tidak mampu untuk keluar dari jerat utang. Pada masa itu, jumlah utang yang menjadi kewajiban pemerintah berjumlah dari USD 4 miliar.2

Dalam keadaan seperti itu, kerja keras dari Tim Ekonomi baru yang dipimpin oleh Profesor Wijoyo pada akhirnya berhasil membalikkan arah perekonomian, dari jalan menuju kebangkrutan menjadi jalan menuju kebangkitan. Berbagai upaya dilakukan untuk membangun kembali jembatan yang diruntuhkan sebelumnya dengan slogan Go to hell with your aid melalui upaya restorasi hubungan dengan masyarakat interasional. Keanggotaan kembali Indonesia di PBB, IMF, dan Bank Dunia pada akhirnya menandai proses perbaikan kembali hubungan Indonesia dengan masyarakat internasional tersebut.3

Proses tersebut dilanjutkan dengan kerja keras berikutnya, yaitu meyakinkan masyarakat dunia bahwa Pemerintah baru Indonesia memang serius untuk membangun kembali perekonomiannya.

1 Cyrillus Harinowo,2004, IMF Menangani Krisis dan Indonesia Pasca-IMF,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama

(10)

Untuk itu, IMF diminta membantu penataan kembali perekonomian Indonesia serta membantu proses bagi restrukturisasi utang Pemerintah, terutama melalui proses penjadwalan kembali utang pemerintah melalui Paris Club. Proses tersebut berhasil mengantarkan Indonesia dalam melakukan stabilisasi dan rehabilitasi perekonomiannya, dan dalam membangun landasan yang kuat bagi pembagunan selanjutnya. Dalam beberapa tahun berlangsungnya proses ini, terlebih lagi setelah diterapkannya formula Dr. Hermann Abs untuk melakukan proses penyelesaian utang yang once and for all, Indonesia akhirnya berhasil lulus dari Program IMF dengan kualifikasi yang baik. Dari sinilah akhirnya si pariah menjadi bangkit kembali.4

Dengan mulai terbangunnya landasan yang kuat bagi pembangunan berikutnya, Indonesia akhirnya mulai bergerak dari tahun ke tahun dengan setiap kali meninggalkan record yang bagus. Pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa bergerak pada tigkat yang tinggi, umumnya berada diatas 7 persen, yang pada akhirnya membuat pendapatan per kapita naik berlipat-lipat sampai dengan tahun terjadinya krisis. Indonesia tidak lagi masuk dalam kategori negara miskin setelah berhasil melampaui standar yang diperlukan bagi negara yang termasuk kategori berpendapatan menengah.5

Tingkat kemiskinan pun mengalami penurunan drastis, sementara tingkat penyediaan jasa kesehatan dan pendidikan sudah mulai merambah seua daerah bahkan ke daerah terpencil sekalipun. Pada akhirnya sektor industri dapat melampaui sektor pertanian yang semula sebagai motor pembagunan. Selanjutnya, sektor jasa pun juga semakin menampakkan powernya. Setelah terjadinya proses deregulasi di berbagai sektor, pembangunan ekonomi pun semakin menampakkan bentuknya.6

Dalam keadaan demikian, tak pelak lagi Indonesia menjadi sorotan dari masyarakat internasional. Bank Dunia serta lembaga keuangan internasinal lainny menganggap Indonesia sebagai bagian dari kisah sukses mereka. Oleh karea itu, tidaklah sukar untuk kemudian menjelaskan kenapa Indonesia akhirnya dikaitkan dengan perkembangan yang fenomenal di negara-negara lainnya di kawasan Asia Timur.7

(11)

Dalam dasawarsa 1980 dan 1990, berbagai ulasan dibuat untuk memahami secara baik mengapa berbagai negara di Asia Timur pada akhirnya mampu mencapai suatu perkembangan ekonomi yang menakjubkan.8

Sebagai negara yang disebut sebagai salah satu dari delapan negara yang mengalami keajaiban, Indonesia pada akhirnya merasakan nikmatnya masuk dalam “peta peradaban dunia”, khususnya dalam hal peta keuangan global. Secara sangat kebetulan, pencantuman Indonesia sebagai salah satu negara yang mengalami keajaiban ekonomi berlangsung di tengah-tengah maraknya proses globalisasi keuangan dunia yang banyak merambah negara-negara emerging marke. Bahkan pada pertengahan tahun 1990-an dan dari waktu ke waktu semakin berkembang, banyak portofolio para investor dunia yang sedikit demi sedikit menaikkan porsi portofolio dari

emerging market sehingga pada akhirya terdapat suatu mekanisme pasar yang tidak seimbang, dimana supply dari berbagaii surat utang yang dikeluarkan oleh berbagai pemerintah maupun juga perusahaan dari negara-negara emerging market tidak mencukupi untuk memenuhi pemintaan yang semakin lama semakin besar dari berbagai investor global tersebut.9

Dari sisi positifnya, aliran modal masuk yang besar ini pada akhirnya semakin membuka peluag bagi pesatnya peningkatan investasi yang pada akhirnya “menggelembungkan” perekoomian Indonesia. Cadangan devisa pemerintah juga mengalami peningkatan yang sangat pesat, sehingga pada akhirnya dengan cepat melampaui angka 20 miliar dollar dan dengan cepat meningkat semakin tinggi lagi.10

Cara-cara pengelolaan dana yang modern mendorong berbagai instrumen yang ada, tetapi juga pada negara-negara dimana penanaman dana bisa dilakukan. Konsep dasar dari cara penanaman modal ini adalah bahwa kita tidak boleh “menaruh semua telur dalam keranjang yag sama”, itu disebabkan apabila keranjang itu jatuh maka semua telur akan pecah. Oleh karena itu, prinsip dasar dari teori ini adalah diversifikasi.11

8 ibid 9 Ibid,hal.9 10 ibid

(12)

Pada akhir tahun 1970 dan paruh pertama tahun 1990, begitu banyak investor asing berkelas dunia melakukan penanaman dana di pasar modal negara-negara berkembang.12

Pasar modal Indonesia yang diaktifkan kembali semenjak tanggal 10 Agustus 1977, mulai menunjukkan semangat yang menggebu-gebu. Pada awal tahun pengaktifan kembali pasar modal, hanya terdapat sedikit emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek, namun perusahaan yang melakukan listing semakin lama semakin banyak terutama setelah deregulasi pasar modal dan perbankan pada tahun 1987 da 1988.13

Setelah itu berkembanglah Bursa Efek Jakarta, serta pembangunan sarana prasarana modal. Pasar modal di Indonesia pun semakin marak. 14

Penyebab Terjadinya Krisis di Indonesia

Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:15

1. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.

2. Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya,

12 ibid

13 Ibid,hal.13 14 ibid

(13)

menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.

(14)

swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking2 , di mana pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan (bandingkan IMF, 1998: 5). Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur. 4. Sedangkan menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan

karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b). Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999.

Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:

1. Penyehatan sektor keuangan; 2. Kebijakan fiskal;

3. Kebijakan moneter; 4. Penyesuaian struktural.

(15)

memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah:

1. menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia; 2. memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;

3. memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing;

4. menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;

5. kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali.16

Ke tujuh appendix adalah masing-masing: 1. Kebijakan moneter dan suku bunga 2. Pembangunan sektor perbankan

3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah 4. Reformasi BUMN dan swastanisasi

5. Reformasi struktural

6. Restrukturisasi utang swasta

7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.

Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan.

Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecil menengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16 dan 20

dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli, bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/ Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup

(16)

devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri. Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September.

Kesimpulan

Akibat dari krisis ini, Indonesia yang harus berusaha mengeluarkan diri dari krisis akhirnya bergantung pada bantuan IMF dan lembaga keuangan dunia lainnya untuk memulihkan keadaan ekonomi mereka. Namun, sebagai konsekuensi dari ketergantungan pada bantuan tersebut, pemerintah harus rela untuk melakukan syarat-syarat yang diberikan oleh IMF. Perubahan-perubahan signifikan pun harus pemerintah lakukan misalnya dalam deregulasi peraturan yang berhubungan dengan pasar kemudian melakukan privatisasi terhadap sejumlah sektor-sektor ekonomi.17

Lalu dari latar belakang di atas, apa yang dilakukan IMF selaku organisasi yang bertugas sebagai pengatur sistem keuangan dan sistem nilai tukar internasional dalam mengeluarkan Indonesia dari krisis ini? Sebelum mengetahui langkah-langkah IMF? Apakah berdampak baik atau malah menambah beban Indonesia? Kita perlu mengetahui apa yang menyebabkan negara-negara di Asia pada tahun 1997-1998 mengalami krisis ekonomi melalui pendekatan teoritis, serta peran dan fungsi dari IMF itu sendiri.

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang krisis ekonomi yaitu : pendekatan Generasi Pertama, pendekatan Generasi Kedua, dan pendekatan Generasi Ketiga. Pendekatan Generasi Pertama dikembangkan oleh Krugman (1979) dan Flood & Garber (1984), yang mendasarkan analisis pada kondisi ketidakseimbangan fiskal yang cenderung tidak stabil, sehingga menjadi pemicu serangan terhadap mata uang. Pendekatan ini mengasumsikan Bank Sentral cenderung melakukan monetisasi defisit fiskal melalui pemberian kredit dalam negeri, sementara pada saat yang sama berupaya mempertahankan nilai tukat tetap. Dengan kondisi ini cadangan devisa yang terbatas, ekspetasi akan terjadinya devaluasi telah mendorong tindakan para spekulan untuk menyerang mata uang dan menguras cadangan devisa di Bank Sentral.

(17)

Pendekatan Generasi Kedua, dikembangkan oleh Diamond & Dybvig (1983) yang mendasarkan analisisnya pada kondisi trade-off yang dihadapi pemerintah, yakni antara mempertahankan nilai tukar tetap (fixed exchange rate system) dan menetapkan kebijakan moneter ekspansif untuk mempertahankan nilai tukat tetap, para spekulan akan cenderung menyerang apabila ada indikasi kurangnya komitmen pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar tersebut. Dalam kasus ini, krisis dipicu oleh memburuknya kondisi fundamental perekonomian, seperti pertumbuhan yang multiple equlibirium. Negara yang mempunyai fundamental ekonomi lemah cenderung mengalami krisis, sebaliknya yang memiliki fundamental ekonomi kuat cenderung terhindar dari krisis, sedangkan yang berada di antaranya dapat mengalami self-fulfilling speculative expectation.

(18)

Daftar Pustaka bempvol1no4mar.pdf

Harinowo,Cyrillus,2004, IMF Menangani Krisis dan Indonesia Pasca-IMF,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama

R.A.N.T.A.U-PERAN IMF DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA.pdf

Referensi

Dokumen terkait

keputusan agar memenuhi tujuan dan keinginan masyarakat.Sistem pemerintahan desa Lolowonu Niko’otano masih menggunakan sistem lama, dimana berjalannya musyawarah

Tujuan ini terbagi atas dua tujuan khusus yaitu: (a)untuk mendeskripsikan Transitivity, Mood dan system theme Theme pada rubric opini di Jakarta Post edisi 13 Pebruari dan 18

Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal kerja, maka harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak dengan pihak ketiga atau

Gambaran teknologi yang akan diterapkembangkan berupa kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan melakukan pengumpulan sampah plastik di setiap rumah penduduk dan rumah

Berdasarkan pembahasan pada Bab IV yaitu analisa dan tahap-tahap pembentukan model peramalan, maka dapat disimpulkan model yang sesuai berdasarkan pola ACF dan

Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau diri orang lain melalui dialog. Tradisi memandang manusia secara aktif

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Klementina

[r]