• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. SEJARAH PERKEMBANGAN dunia FIQIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "7. SEJARAH PERKEMBANGAN dunia FIQIH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Rasulullah SAW

Pertumbuhan fiqih, bersamaan lahirnya dengan agama islam, karena agama islam merupakan kesatuan dari aqidah, akhlak dan hokum amaliyah. Hukum amaliyah ini terwujud sejak zaman rasulullah yang terdiri dari beberapa hukum yang terdapat didalam al qur’an. Di antara hukum yang datang dari rasulullah adalah fatwa terhadap suatu masalah karena adanya perselisihan dan jawaban terhadap berbagai persoalan. Dengan demikian, kumpulan hukum fiqih ini pada masa permulaannya diambil dari hukum allah dan rasulnya, sedangkan sumbernya adalah alqur’an dan hadits.1

1. Masa Mekkah Dan Madinah

Periode ini dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi Nabi dan rasul sampai wafatnya. Periode ini singkat, hanya sekitar 22 tahun dan beberapa bulan. Akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu fiqh. Masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Periode Rasulullah ini dibagi dua masa yaitu : masa Mekkah dan masa Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai da’wahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan Akhlak al-Karimah, Masa Mekkah ini dimulai diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul

(2)

sampai beliau hijrah ke Madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama 12 tahun2.

Selanjutnya masa di madinah, Madinah merupakan tanah air baru bagi kaum muslimin, kaum muslimin bertambah banyak dan terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan-persoalan baru yang membutuhkan cara pengaturan-pengaturan, baik dalam hubungan antar individu muslim maupun dalam hubungannya dengan kelompok lain di lingkungan masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, di Madinah disyaratkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqh.

2. Sumber Hukum Masa Rasulullah a. Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah tidaklah sekaligus, turun sesuai dengan kejadian atau peristiwa dan kasus-kasus tertentu serta menjelaskan hukum-hukumnya, memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan fatwa.

Contoh kasus seperti : Larangan menikahi wanita musyrik. Peristiwanya berkenaan dengan Martsad al-Ganawi yang meminta izin kepada Nabi untuk menikahi wanita musyrikah, maka turun ayat : ”Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita Musyrik sebelum mereka beriman”. (al-Baqarah : 221)

Pada dasaranya hukum-hukum dalam Al-Qur’an bersifat kulli (umum), demikian pula dalalahnya (penunjukannya) terhadap hukum kadang-kadang bersifat qath’i yaitu jelas dan tegas, tidak bisa ditafsirkan lain. Dan kadang-kadang bersifat dhâni yaitu memungkinkan terjadinya beberapa penafsiran.Bidang hukum yang lebih terperinci tentang pengaturannya dalam Al-Qur’an adalah tentang bidang al-Ahwal Asyakhshiyah yaitu yang berkaitan dengan pernikahan dan warisan.

b. Al-Sunnah

(3)

Al-Sunnah berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Seperti shalat dijelaskan cara-caranya dalam Al-Sunnah. Disamping itu juga menjadi penguat bagi hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Ada pula Hadist yang memberi hukum tertentu, sedangkan prinsip-prinsipnya telah ditetapkan dalam Al-Qur’an.

Penjelasan Rasulullah tentang hukum ini sering dinyatakan dalam perbuatan Rasulullah sendiri, atau dalam keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya ketika menyelesaikan satu kasus, atau karena menjawab pertanyaan hukum yang diajukan kepadanya, bahkan bisa terjadi dengan diamnya Rasulullah dalam menghadapi perbuatan sahabat yang secara tidak langsung menunjukkan kepada diperbolehkannya perbuatan tersebut. Hal ini sesuai dengan ayat :

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. (An-Nahl : 44)

Rasulullah apabila dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa yang membutuhkan penetapan hukum, beliau menunggu wahyu. Apabila wahyu tidak turun, beliau berijtihad dengan berpegang kepada semangat ajaran Islam dan dengan cara musyawarah bersama sahabat-sahabatnya. Bilamana hasil ijtihadnya salah, maka diperingatkan oleh Allah bahwa ijtihadnya itu salah. Seperti ditunjukkan yang benarnya dengan diturunkannya wahyu. Seperti dalam kasus tawanan perang Badar (al-Anfal: 67) dan kasus pemberian izin kepada orang yang tidak turut perang Tabuk (At-Taubah : 42-43). Apabila tidak diperingatkan oleh Allah, maka berarti ijtihadnya itu benar. Dari sisi ini jelas bahwa hadist-hadistqath’i yang berkaitan dengan hukum itu bisa dipastikan adalah penetapan dari Allah juga.

(4)

para sahabat pun apabila salah, Rasulullah mengembalikannya kepada yang benar. Seperti dalam kasus Ijtihad Amar bin Yasir yang berjunub (hadast besar) yang kemudian berguling-guling dipasir untuk menghilangkan hadast besarnya. Cara ini salah, kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang berjunub tidak menemukan air cukup dengan tayamum.

Ijtihad Rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk berijtihad memberikan hikmah yang besar karena : ”Memberikan contoh bagaimana cara beristinbat (penetapan hukum) dan memberi latihan kepada para sahabat bagaimana cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar para ahli hukum Islam (para Fuqaha) sesudah beliau dengan potensi yang ada padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’am dan Al-Sunnah.

Dapat disimpulkan, pada zaman Rasulullah, sumber hukum itu adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Keduanya diwariskan kepada generasi sesudahnya, dalam Hadist dinyatakan : ”Aku tinggalkan padamu dua hal, kamu tidak akan sesat apabila berpedoman kepada keduannya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”. B. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Sahabat

Periode sahabat ini dimulai dari wafatnya Rasulullah SAW sampai akhir abad pertama hijrah. Pada masa sahabat dunia Islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul, oleh karena itu para mujtahid berupaya melakukan ijtihad dan berusaha untuk memutuskan, memberikan fatwa dan menetapkan berbagai hukum syariat islam yang disandarkan pada hukum-hukum pada periode rasulullah. Dengan demikian sumber hukum pada periode ini adalah al quran, as sunnah dan ijtihad para sahabat3. Berikut penjelasan mengenai sumber hukum tersebut.

1. Sumber Hukum a. al-qur’an

Pada periode sahabat ini ada usaha yang positif yaitu terkumpulnya ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ide untuk mengumpulkan ayat-ayat-ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf datang dari Umar bin Khattab, atas dasar karena banyak para

(5)

sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur dalam peperangan. Ide ini disampaikan oleh Umar kepada khalifah Abu Bakar, pada mulanya Abu Bakar menolak saran tersebut, karena hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi pada akhirnya Abu Bakar menerima ide yang baik dari Umar ini. Maka beliau menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang terpencar-pencar tertulis dalam pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit binatang, tulang-tulang dan yang dihafal oleh para sahabat. Mushaf ini disimpan pada Abu Bakar, seterusnya masa Umar dan kemudian setelah Umar meninggal disimpan pada Hafshah binti Umar. Pada zaman Usman bin Affan, Usman meminjam mushaf yang ada pada Hafshah kemudian menugaskan lagi kepada Zaid bin Tsabit untuk memperbanyak dan membagikannya ke daerah-daerah slam yaitu ke Madinah, Mekkah, Kufah, Basrah dan Damaskus. Mushaf itulah yang sampai kepada kita sekarang.

Ayat-ayat Al-Qur’an waktu Nabi meninggal telah tertulis, hanya masih berpencar-pencar belum disatukan. Nabi selalu minta untuk menuliskan Al-Qur’an dan melarang menuliskan Hadist. Dengan demikian tidak akan bercampur antara ayat Al-Qur’an dan Hadist. Disamping itu Al-Qur’an banyak dihafal oleh para sahabat. Bahkan banyak sahabat yang hafal keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an.

b. Hadits

Adapun Hadist pada masa ini belum terkumpul dalam satu kitab, akibat tidak tertulisnya dan tidak terkumpulnya Hadist dalam satu mushaf pada permulaan Islam, maka ulama-ulama dapa periode selanjutnya harus meneliti keadaan perawi Hadist dari berbagai segi, sehingga menimbulkan pembagian Hadist serta muncul Ilmu Musthalah Hadist. Akibat lain adalah timbulnya perbedaan pendapat karena berbeda dalam menanggapi satu Hadist tertentu.

c. Ijtihad Sahabat

(6)

juga mendorong ijtihad para sahabat. Seperti misalnya kasus Usyuur (bea cukai barang-barang impor), kasus mualaf dan lain-lain pada zaman Umar bin Khatab. Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama-tama dicari nash-nya dalam Al-Qur’an, apabila tidak ada, dicari dalam Hadist, apabila tidak ditemukan baru berijtihad dengan bermusyawarah di antara para sahabat. Inilah bentuk Ijtihad jama’i. Apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat. Keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan seluruh umat secara formal. Khalifah Umar bin Khatab misalnya mempunyai dua cara musyawarah, yaitu : ”Musyawarah yang bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat umum”. Musyawarah yang bersifat khusus beranggotakan para sahabat Muhajirin dan Anshor, yang bertugas memusyawarahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah. Adapun musyawarah yang bersifat umum dihadiri oleh seluruh penduduk Madinah yang dikumpulkan di Mesjid, yaitu apabila ada masalah yang sangat penting.

Walaupun demikian tidaklah menutupi kemungkinan adanya ijtihad para sahabat dalam masalah-masalah yang sifatnya pribadi, tidak berkaitan secara langsung dengan kemaslahatan umum. Mereka menanyakan masalahnya kepada salah seorang sahabat Nabi dan diberikan jawabannya. Dalam masalah-masalah ijtihadnya termasuk dalam hal-hal yang belum ada nash-nya para sahabat berijtihad.

Jadi, pada masa sahabat ini sudah ada tiga sumber hukum yaitu Al-Qur’an, Alsunnah dan Ijtihad sahabat. Ijtihad terjadi dengan ijtihad jama’i dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kemaslahatan umum dan dengan ijtihad fardhi dalam hal-hal yang bersifat pribadi.

C. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Tabi’in

(7)

semakin di tuntut untuk mengembangkan lapangan ijtihad dan penetapan hukum syariat islam terhadap persoalan tersebut. Maka pintu ulsan analisa semakin terbuka lebar, akibatnya semakin luas pula lapangan pembentukan hukum syariat islam yang di kenal dengan hukum fiqih. Seluruh hukum tersebut disandarkan pada dua kodifikasi yakni yang terdapat pada peroide rasulullah dan periode sahabat. Dengan demikian koleksi hukum pada periode ketiga ini adalah hukum allah, rasul dan keputusan serta fatwa para sahabat, fatwa para mujtahid yang telah menghasilkan ijtihadnya bersumber dari al quran, as sunnah, serta ijtihad para imam mujtahid4.

Dari masa ke masa fiqih selalu mengalami perkembangan begitu juga pada sahabat dan tabiin yang merupakan periode ketiga dalam sejarah perkembangan fiqih yakni setelah periode kenabian dan periode sahabat. Generasi tabiin ini juga merupakan murid-murid sahabat yang banyak belajar mengenai keislaman. Pada periode tabiin ini para fuqaha terbagi menjadi dua golongan besar yaitu golongan ahlu ra’yi dan ahlul hadits. Golongan ahlu ra’yi berdomisili Irak dan golongan ini cenderung menyimpulkan suatu hukum berdasarkan rasionalitas, sedangkan golongan ahlul hadits berdomisili di daerah Hijaz dan golongan ini menolak keras kecenderungan baru yang dimiliki kelompok ahlu ra’yi karena golongan ini berpendapat bahwa agama adalah ketentuan Ilahi yang tidak bisa dirasionalisasi.

1. Sumber-Sumber Fiqih Pada Masa Tabiin

Sumber-sumber fiqih periode ini sama seperti periode khulafaur rasyidin, yaitu Al-Qur'an, sunnah dan ijtihad. Hanya saja pada periode ini muncul upaya untuk mengumpulkan dan menulis hadits. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya pada masa tabiin ditemukan adanya pemalsuan periwayatan hadits, kemungkinan besar hal inilah yang mendasari adanya pengumpulan dan periwayatan hadits. Selain factor mendasar tadi pengumpulan dan penulisan hadits juga dipengaruhi oleh factor lain, seperti adanya desakan keadaan bagi fuqaha yang mulai menghadapi problematika dan persoalan baru yang menuntut mereka untuk segera menyelesaikannya yang tentunya didasarkan atas Sunnah atau hadits Nabi. Selain itu mulai hilangnya kekhawatiran terhadap

(8)

timbulnya perhatian yang berlebihan terhadap penulisan Sunnah sehingga melupakan penulisan wahyu seperti yang dialami Rasulullah pada saat Al-Qur’an diturunkan.

Penulisan Sunnah yang dilakukan pada masa ini diprakarsai oleh Umar bin Abdul Azis yang pada saat itu menjabat sebagai Khalifah ke delapan dari Dinasti Umayyah. Kesimpulan ni dapat dilacak pada surat kalifah Umar bin Abdul Azis kepada gubernur Madinah yaitu Abu Bakar bin Hazm. Pada suratnya beliau memerintahkan untuk melakukan penulisan hadits seperti yang tercermin pada kata-kata beliau “Tulis apa yang kamu dapati dari hadits Nabi. Saya khawatir akan kehilangan pelajaran dengan perginya para ulama” (Sirry, 1996). Meskipun pada masa ini penulisan hadits masih sangat sederhana dan belum memilah-milah hadits berdasarkan masalah-masalah tertentu, tapi para ulama yang berkompetensi pada bidang hadits pada masa ini sungguh bekerja keras dalam melakukan periwayatan hadits. Bahkan mereka mulai menetapkan syarat-syarat khusus yang sangat ketat diberlakukan pada periwayatan hadits seperti kesinambungan sanad. Selain itu mereka juga mulai mempelajari sejarah kehidupan para perawi dimana mereka juga memperhatikan tingkah laku serta kejujuran yang merupakan syarat mutlak bagi para perawi hadits. Meskipun periwayatan haditspada masa ini sangat sederhana akan tetapi hal ini sudah menyelamatkan nasib hadits yang sewaktu-waktu bisa disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang hanya menggunakan hadits untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Dan ini merupakan sumbangan yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu keislaman khususnya di bidang periwayatan hadits.

D. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Imam Mujtahid

(9)

dan penetapan hukum syariat islam terhadap persoalan tersebut. Maka pintu ulasan dan analisa semakin terbuka lebar, akibatnya semakin luas pula lapangan pembentukan hukum syariat islam yang di kenal dengan hukum fiqih. Seluruh hukum tersebut disandarkan pada dua kodifikasi yakni yang terdapat pada peroide rasulullah dan periode sahabat. Dengan demikian koleksi hukum pada periode ketiga ini adalah hukum Allah, Rasul dan keputusan serta fatwa para sahabat, fatwa para mujtahid yang telah menghasilkan ijtihadnya bersumber dari al quran, as sunnah, serta ijtihad para imam mujtahid.5

Dalam masa ini pula, banyak sekali kitab fiqih dari masing-masing mazhab yang dijadikan sebagi pegangan khusus oleh para pengikutnya, bahkan para ulama merasakan kepuasan dengan adanya kitab fiqih yang banyak tersebut, sehingga masa ini disebut masa kejayaan fiqih.6

Ada dua hal penting tentang Al-Qur’an pada masa ini, yaitu :

1. Adanya kegiatan menghafal Al-Qur’an

2. Memperbaiki tulisan Al-Qur’an dan memberi syakal terhadap Qur’an. Ini penting sebab orang muslim non arab bisa salah dalam membaca Al-Qur’an. Maka Gubernur Irak waktu itu Ziyad bin Abihi meminta kepada Abu al-Aswad Aduali untuk memberi syakal. Maka Abu al-Aswad Aduali memberi syakal di setiap akhir kata, yaitu diberi satu titik huruf diatas sebagai fathah, satu titik di bawah sebagai kasrah dan satu titik di samping sebagai dhammah. Kemudian Al-Kholil bin Ahmad memperjelas bentuk tanda-tanda ini dengan alif diatas huruf sebagai tanda fathah, ya dibawah huruf sebagai kasrah dan wawu diatas huruf sebagai dhammah. Disamping itu yang diberi tanda bukan hanya huruf akhir kata tetapi seluruh huruf. Gubernur Irak Al-Hajaj bin Yusuf atas perintah Khalifah Abdul Malik bin Marwan meminta kepada Nashr-pun memberi tanda satu titik atau dua titik pada huruf-huruf tertentu, seperti qof dengan dua titik, fa dengan satu titik dan seterusnya.

5 Ibid. Hlm 28

(10)

Untuk Hadist pun sebagai sumber hukum yang kedua pada masa ini mulai dibukukan, antara lain yang sampai pada kita sekarang Kitab al-Muwatho yang disusun oleh Imam Malik pada tahun 140H. Kemudian pada abad kedua hijriah dibukukan pula kitab-kitab musnad, antara lain musnad Ahmad ibnu Hanbal. Pada abad ketiga hijriah dibukukanlah Kutubu Sittah, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Anasa’i, Aturmudzi dan Ibn Majah.

Pada masa ini seluruh cara berijtihad yang kita kenal sudah digunakan meskipun para ulama setiap daerah memiliki warna masing-masing dalam berijtihad. Misalnya : Abu Hanifah dan murid-muridnya di Irak selain Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan penggunaan qiyas dan istihsan. Imam Malik di Hijaz selain Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan penggunaan al-maslahah al-mursalah.

Adapun sebab-sebab berkembangnya ilmu fiqh dan bergairahnya ijtihad pada periode ini antara lain, adalah :

a. Wilayah Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke Tiongkok dan ke Barat sampai ke Andalusia(Spanyol sekarang) dengan jumlah rakyat yang banyak sekali, kondisi ini mendorong para ulama untuk berijtihad agar bisa menerapkan syari’ah untuk semua wilayah yang berbeda-beda lingkungannya dan bermacam-macam masalah yang dihadapi.

b. Para ulama telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang didapatkan dari periode sebelumnya, serta Al-Qur’an telah tersebar di kalangan muslimin juga Al-Sunnah sudah dibukukan pada permulaan abad ketiga hijriah.

c. Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan keras agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai denga Syari’ah Islam baik dalam ibadah mahdhah maupun dalam ibadah ghair mahdhoh (muamalah dalam arti luas). Mereka meminta fatwa kepada para ulama, hakim dan pemimpin pemerintahan.

(11)

Hal-hal penting yang diwariskan periode ini kepada periode beriktunya, antara lain :

a. Al-Sunnah yang telah dibukukan, sebagian dibukukan berdasarkan urutan sanad hadist dan sebagian lain dibukukan berdasarkan bab-bab fiqh. Disamping itu Al-Qur’an telah lengkap dengan syakal.

b. Fiqh telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya. Diantaranya Kitab Dhahir al-Riwayah al-Sittah dikalangan mazhab Hanafi. Kitab Al-Mudawanah dalam mazhab Maliki,Kitab Al-’Umm di kalangan mazhab al-Syafi’i, dan lain sebagainya.

(12)

BAB II PENUTUP A. Kesimpulan

Sejarah perkembangan fiqih dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi Nabi dan rasul sampai wafatnya. Periode ini singkat, hanya sekitar 22 tahun dan beberapa bulan. Akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu fiqh. Masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Periode sahabat ini dimulai dari wafatnya Rasulullah SAW sampai akhir abad pertama hijrah. Pada masa sahabat dunia Islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul, oleh karena itu para mujtahid berupaya melakukan ijtihad dan berusaha untuk memutuskan, memberikan fatwa dan menetapkan berbagai hukum syariat islam yang disandarkan pada hukum-hukum pada periode rasulullah. Dengan demikian sumber hukum pada periode ini adalah al quran, as sunnah dan ijtihad para sahabat.

(13)

banyak pengikutnya yang non arab maka umat islam dihadapkan pada berbagi peristiwa baru, kesulitan, ulasan dan pandangan serta upaya peningkatan kesejahteraan, peradaban dan keilmuwan, menyebabkan para imam mujtahidin semakin di tuntut untuk mengembangkan lapangan ijtihad dan penetapan hukum syariat islam terhadap persoalan tersebut.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Khalaf, abdul wahab. 1968. Ilmu Ushul Fiqh. Kairo: Da’wah islamiah syabab al-azhar

Tamrin, Dahlan. 2010. Kaidah-kaidah hukum islam. Malang: uin-maliki press

http://ilmukamu.wordpress.com/2011/10/11/ sejarah-perkembangan-fiqh-pada-masa-nabi-muhammad-saw/ di akses pada tanggal 8 November 2013

http://ilmukamu. Wordpress.com/2011/10/11/ sejarah-perkembangan-fiqih-pada-masa-sahabat/ di akses pada tanggal 8 November 2013

http://ilmukamu. Wordpress.com/2011/10/11/ sejarah-perkembangan-fiqih-pada-masa-tabi’in/ di akses pada tanggal 8 november 2013

http://ilmukamu.wordpress.com/2011/10/11/ sejarah-perkembangan-fiqih-pada-masa-imam-mujtahid/di akses pada tanggal 8 november 2013

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4 memperlihatkan bahwa media tanam pasir : tanah : sekam bakar, pasir : tanah : kompos, pasir : tanah : arang batok kelapa dan pasir : tanah : pukan ayam

Membuat catatan dan laporan kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada atasan.. Melaksanakan tugas lain yang diberikan

Hasil karakterisasi magneto-elastisitas sebagaimana dijelaskan di atas menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil menghasilkan ferrogel dari sintesis pasir besi pantai

Agus Amin Drs... Shomad

Community Based Forest Management (CBFM) in Jragum Vilage, Gunungkidul, Yogyakarta Indonesia Dimuat di 2016 ICONPO VI Conference Program Asia Pacific Society of Public

Hal tersebut akan saya jabarkan dalam beberapa bagian, bertujuan untuk pembaca lebih mengerti secara dalam terutama mengenai Struktur dan Skala Upah, dan akhirnya memiliki

Rasio karakter panjang telson dengan karakter utama lebar anterior karapas tertinggi dari Indonesia bagian Barat yaitu Pulau Sumatera (0.1064 ±0.0044) dan terendah dari Nusa

Sehubungan dengan akan berakhirnya Tahun Ajaran 2016/2017, maka kami memohon kepada Bapa/ Inang/Keluarga yang sudah berkomitmen dalam Program Anak Maharga