• Tidak ada hasil yang ditemukan

S1 PRODI ILMU KOMUNIKASI MK. SISTEM POLI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "S1 PRODI ILMU KOMUNIKASI MK. SISTEM POLI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

S1 PRODI ILMU KOMUNIKASI MK. SISTEM POLITIK INDONESIA

(RASIONAL, SILABUS DAN URAIAN SATUAN PERKULIAHAN)

N

o. Aspek Mata Kuliah Uraian Mata Kuliah

1. Nama Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia

Kredit 2 Sks

Strata S1

Program Studi Ilmu Komunikasi

2. Status Mata Kuliah

3. Dosen Sayid M R N, SH.,M.H.

4. Rasional Mata Kuliah

Matakuliah ini hendak mengantarkan mahasiswa untuk mengetahui serta memahami sistem Politik yang berlaku di Indonesia. Sistem politik di Indonesie pada masa orba begitu statis hampir tiada riak yang mengiasinya, tak pelak lagi ketika rezim orba runtuh gonjang-ganjing berbagai isu perubahan mulai ramai. Berbagai harapan kehidupan politik yang lebih baik hingga kini masih terus diupayakan oleh beberapa pihak. Turut diperkenalkan beberapa isu khusus yakni, Demokrasi dan HAM, dengan tetap berfokus pada beberapa materi utama yang berperan terhadap kajian Sistem Politik Indonesia

5. Kompetensi untuk dikuasai siswa

Siswa memahami Sistem Politik Indonesia, lalu beralih agar tidak selalu menjadi objek politik, tetapi lebih jauh lagi menjadi partisipan dalam kehidupan politik di negeri kita Indonesia

6. Kata-kata kunci

Sistem Politik, Lingkungan Eksternal dan Internal, Badan Eksekutif, Badan Legeslatif, Badan Yudikatif, Parlementer, Presidensiil, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Partai Politik, Pemilihan Umum, Partisipasi Politik.

7. Rangkuman topik-topik bahasan 8. Sistem Penilaian Kehadiran

Aktivitas dalam diskusi kelas

Tugas UTS UAS

: 20 % : 20 % : 10 % : 20 % : 30 %

9. Sumber Bahan / Kepustakaan.

(Periksa bahwa Daftar ini sesewaktu diadakan pembaharuan)

Utama :

(2)

Gramedia, 2010.

2) A. Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia, Bogor : Ghalia Indonesia. 3) A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu,

2007.

4) Abu bakar Ebyhara, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta : Ar-ruzz Media, 2010.

5) Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia : Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.

6) Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : SIC, 2001. 7) Asykuri (eds), Pendidikan Kewarganegaraan : Menuju Kehidupan

yang demokratis dan berkeadaban, Yogyakarta : PP

Muhammadiyah,2004.

8) Deliar Noer, Pemikiran Politik Barat, Bandung : Mizan, 1997.

9) Efriza, Ilmu Politik : Dari Ilmu Politik sampai sistem Pemerintahan,

Bandung : Alfabeta, 2009.

10) Eipstein. Richard A, Skeptisme dan Kebebasan, terjemahan : Sugianto, Jakarta : Freedom Institute, 2006.

11) Hafied Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.

12) Inu Kencana Syafiie dan Azhari, Sistem Politik Indonesia,

Bandung : Refika Aditama, 2010.

13) Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia : Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru, Jakarta : kencana, 2010.

14) Ian Shapiro, Asas Moral dalam Politik, Jakarta : Freedom Institute, 2006.

15) Losco. Joseph, dan Williams. Leonard, Political Theory : Kajian klasik dan Kontemporer , terjemahan : Haris Munandar, Jakarta : Raja Grafindo, 2005.

16) Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.

17) Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, Jakarta : Bumi Intitama Sejahtera, 2010.

18) P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008.

19) P. Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012.

20) Rodee (eds), Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Raja Grafindo, 2008.

21) Syarofin (eds), Demitologisasi Politik Indonesia : Mengusung Elitisme dalam Orde Baru, Jakarta : Cidesindo, 1998.

(3)

2006.

23) William Blum, Demokrasi, Bandung : Bentang, 2013. 10

.

Topik dan Urutan Satuan Perkuliahan

I. Pengantar.

II. Lingkungan Internal Sistem Politik Indonesia. III. Lingkungan Eksternal Sistem Politik Indonesia.

IV. Fungsi Sistem Politik. V. Badan Eksekutif. VI. Badan Legislatif .

VII. Ujian Tengah Semester. VIII. Badan Yudikatif.

IX. Demokrasi.

X. Hak Asasi Manusia. XI. Partai Politik .

XII. Pemilihan Umum XIII. Partisipasi Politik.

XIV. Ujian Akhir Semester. 11

. Pertemuan Ke-1.

Pengantar Materi, Kontrak Belajar antara mahasiswa dan dosen, penyampaian silabus.

Pertemuan Ke-2.

Lingkungan Internal Sistem Politik Indonesia

Masyrakat (penduduk) tetangga rumah, komplek, desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi. Demikian juga sumber daya di darat, laut, udara dan dirgantara serta sumber daya buatan (sarana transportasi) lembaga infrastruktur dan suprastrukur politik yang memberi nilai tambah (Value Added) adalah semuanya merupakan lingkungan internal Sistem Politik Indonesia.

Menurut Gabriel Almond, Lingkungan Internal Sistem Politik adalah lingkungan dalam negeri yang meliputi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi domestik yang menjadi sumber devisa bagi input

(masukan) lingkungan fisik, negara dalam membiayai struktur politik, yang meliputi lembaga dan ekonomi domestik infrastruktur maupun suprastruktur politik dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsinya bagi terwujudnya tujuan nasional suatu negara.

(4)

1. Lingkungan Fisik a. Kondisi Geografis

b. Sumber Kekayaan Alam

1) Sumber Daya Alam Kehutanan 2) Sumber Daya Kelautan

3) Sumber Daya Migas (SDM)

c. Kondisi Demografi ( Kependudukan) 2. Lingkungan Sosial

a. Lingkungan Politik

b. Lingkungan Sosial Budaya c. Lingkungan HanKam

d. Lingkungan Hukum

3. Lingkungan Ekonomi Domestik a. Sumber Daya Migas

b. Sumber Daya Non-Migas c. Sumber Daya Pajak

Catatan Untuk Diskusi.

a. Klasifikasi Lingkungan Internal

b. Peranan yang diberikan oleh setiap lingkungan internal sistem politik

c. Kelebihan dan Kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia

Pertemuan Ke-3.

Lingkungan Eksternal Sistem Politik Indonesia

Negara-negara yang tergabung dalam lingkungan ASEAN, APEC, SEATO, OKI, PBB, serta Negara-negara yang tergabung dalam pakta pertahanan (NATO, Warsawa) maupun dalam bidang perdagangan seperti WTO, APEC serta negara yang tergabung dalam kawasan negara maju (utara) dan negara miskin (Selatan). Semua negara atau kelompok negara yang tersebut yang tentu saja memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia adalah merupakan lingkungan Eksternal Sistem Politik Indonesia.

Lingkungan Eksternal adalah lingkungan masyarakat suatu negara yang berada berbatasan dengan wilayah negara, baik regional maupun internasional yang satu sama lain memiliki saling ketergantungan.

(5)

dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara. Berbagai bidang tersebut dapat meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam. Interaksi dalam upaya memperoleh kebutuhan dimaksud, melahirkan motivasi dan dorongan (support)

bagi setiap bangsa dan negara untuk membangun hubungan yang harmonis atau hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak melalui pendekatan dan pembukaan hubungan bilateral ( hubungan dua negara), dan multilateral (hubungan dengan banyak) yang diresmikan dengan pembukaan secara resmi hubungan diplomatik kedua negara).

Sistem Lingkungan Masyarakat Internasional dapat diklasifikasikan dalam 3 macam, yaitu :

1) Sistem Politik Internasional a. Sistem Politik Individu b. NATO

c. PBB

d. Subsistem Lainnya 1) Pakta Warsawa 2) SEATO

3) NAFTA (North American Free Trade Aggrement) 2) Sistem Ekologi Internasional

3) Sistem Sosial Internasional a. Kebudayaan Internasional b. Struktur Sosial Internasional c. Sistem Ekonomi Internasional d. Sistem Demografi Internasional

Catatan Untuk Diskusi.

a. Klasifikasi Lingkungan Eksternal

b. Peranan yang diberikan oleh setiap lingkungan Eksternal sistem politik

c. Kekurangan serta tantangan yang dimiliki dan dihadapi oleh Indonesia.

Pertemuan Ke-4.

Fungsi Sistem Politik

(6)

Indonesia, tentu sistem politik memiliki fungsi yang perlu dilaksanakan, meskipun fungsi ini tidak memiliki “pengaruh secara langsung dalam pembuatan dan pelaksanakan.”

Fungsi sistem politik ini mempengaruhi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi domestik, kelompok kepentingan, partai politik, badan legeslatif, eksekutif, birokrasi, dan badan-badan peradilan. Fungsi dimaksud adalah meliputi 3 (tiga) macam yaitu :

1) Sosialisasi Politik

Sosialisasi Politik berasal dari dua kata yaitu Sosialisasi dan Politik. Sosialisasi berarti pemasyarakatan dan Politik berarti urusan negara. Jadi secara Etimologis, Sosialisasi Politik adalaha pemasyarakatan urusan negara. Urusan Negara yang dimaksud adalah semua aspek kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara.

a. Tujuan

Untuk menumbuhkembangkan serta menguatkan sikap politik dikalangan masyarakat (penduduk) secara umum (menyeluruh), atau bagian-bagian dari penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administratif, judisial tertentu.

2) Rekruitmen Politik

Rekruitmen Politik berasal dari dua (2) kata yaitu Rekruitmen dan Politik. Rekruitmen berarti penyeleksian dan politik berarti urusan negara. Jadi Rekruitmen Politik adalah penyelesaian rakyat untuk melaksanakan urusan negara. Menurut kamus besar bahasa Indonesia rekruitmen politik adalah pemilihan dan pengangkatan orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem sosial berdasarkan sifat dan status (kedudukan), seperti suku, kelahiran, kedudukan sosial dan prestasi atau kombinasi dari kesemuanya.

a. Tujuan

Terpilihnya penyelenggara politik (pemimpin pemerintah negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah (Lurah/Desa) yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang ditentukan melalui konvensi (hukum tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat (rakyat) Indonesia.

b. Mekanisme Rekruitmen Politik 1) Pemilihan Umum

2) Fit and Propertest 3) dll

(7)

Catatan Untuk Diskusi.

a. Telah berjalankah fungsi sistem politik di Indonesia b. Kelebihan yang dimiliki oleh Indonesia

c. Kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia d. Langkah serta solusi bagi Indonesia

Pertemuan Ke-5.

Badan Eksekutif.

Dalam setiap wilayah, secara bertingkat kita mengenal Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/kota, Propinsi dan Pemerintah Pusat. Semua badan/ instansi itu adalah dinamakan Badan Eksekutif.

Negara yang melindungi kepentingan keseluruhan rakyat (demokratis) adalah negara yang melakukan “Distribution of Power”

dalam semua aspek dalam pelaksanaan kehidupan bangsa dan neagra secara merata dan seimbang. Namun pada kenyatannya negara yang menjalankan sistem pemerintahan yang memusatkan kekuasaan kepada raja (monarki), pada umumnya kekuasaan terkonsentrasi pada satu tempat (pemerintahan pusat saja). Artinya tidak dilakukan pembagian (distribusi) secara baik dan merata kepada keseluruhan rakyat. Kenyataan ini menyebabkan terjadinya hambatan (barrier) untuk terciptanya sistem pemerintahan yang berjalan secara cepat dan lancar serta mudah dalam mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh suatu Negara. Keadaan ini melahirkan pemikiran dari pada para filosof bahwa kenyataan seperti tersebut di atas tidak boleh secara terus menerus terjadi sehingga lahirlah sebuah konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Trias Politica) Oleh Montesqiau dan John Locke. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut adalah bahwa kekuasaan perlu dipisahkan dalam tigas prinsip yang meliputi kekuasaan Legeslatif, eksekutif dan Yudikatif. Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan terhadap sistem pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat (monarki) kepada pemerintahan yang membagi kekuasaan pemerintah (negara) kepada keseluruhan rakyat demokrasi sehingga proses pembangunan nasional suatu Negara dapat berjalan cepat, lancar dan mudah bagi kesejahteraan seluruh rakyat suatu negara.

(8)

pembangunan nasional. Badan eksekutif ini dikepalai oleh Raja, Presiden serta dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh para Kabinet (Menteri).

Penerapan sistem badan eksekutif ini ikut ditentukan oleh sistem yang dianut oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang menerapkannya. Sistem yang dianut dimaksud ada yang sistem presidensiil dan ada yang parlementer. Dalam sistem presidensiil menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin langsung oleh seorang Perdana Menteri.

Dalam sistem parlementer perdana menteri beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggungjawab”, sedangkan raja dalam monarki konstitusional dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu-gugat” (The King Can do no wrong).

Jumlah anggota badan eksekutif jauh kecil daripada jumlah anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang, sedangkan ada badan legisatif yang anggotanya sampai 1000 orang lebih. Badan eksekutif yang kecil dapat bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat dan efektif, dalam hal ini ia berbeda dengan badan legislatif yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan dengan cepat.

Dalam mempelajari Badan Eksekutif di negara-negara demokratis kita melihat adanya dua macam Badan Eksekutif yaitu menurut sistem parlementer dan menurut sistem Presidensiil

Catatan Untuk Diskusi. a. Tria Politica

b. Sistem Parlementer c. Sistem Presidensiil

d. Kondisi Badan Eksekutif di Indonesia saat ini, dengan kekurangan dan kelebihan

e. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-6.

Badan Legeslatif.

(9)

yang bertugas menyusun aturan dan ketentuan yang tersebut di atas adalah Badan Legislatif (Badan pembuat undang-undang)

Badan legislatif yaitu lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia dimanapun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pada awalnya Badan Legisatif hanya sekelompok orang yang diberi tugas oleh raja untuk mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan pemerintahan serta peperangan. Akan tetapi lambat laun dalam setiap penyerahan dana (semacam pajak) disertai tuntutan agar pihak raja menyerahkan pula beberapa hak Privilage sebagai imbalan. Dengan demikian secara berangsur-angsur sekelompok orang tersebut berubah namanya menjadi badan legeslatif (parlemen) yang bertindak sebagai badan yang membatasi kekuasaan raja yang absolute. Dalam perkembangannya badan legislatif ini dilakukan pemilihan melalui mekanisme pemilihan umum sehingga dapat diterima keberadaannya secara sah dan menyeluruh di seluruh dunia sebagai badan yang mewakili rakyat dan memiliki wewenang untuk menentukan kebijaksanaan umum dalam membuat undang-undang. Contoh, Badan Legislatif yang tertua di dunia adalah DPR (Parlemen) Inggris Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, maka dewan perwakilan rakyat menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijaksanaan umum dan menuangkannya dalam Undang-Undang. Sehingga badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari kebijaksanaan umum itu

Dewan Perwakilan Rakyat di negara demokratis disusun sedemikan rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggungjawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F Strong : “Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

Catatan Untuk Diskusi.

a. Sejarah Badan Legeslatif di Indonesia b. Fungsi Badan Legeslatif

c. Susunan Keanggotan Badan Legeslatif Indonesia dibandingkan dengan Negara Lain

d. Kondisi Badan Legeslatif di Indonesia saat ini, dengan kekurangan dan kelebihan

(10)

Pertemuan Ke-7.

UJIAN TENGAH SEMESTER

Pertemuan Ke-8.

Badan Yudikatif.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemutusan perkara kepada pelaku pencurian, pembunuhan, pemerkosaan penyelundupan, pengedaran dan pemakaian narkoba serta penyelewengan uang negara ( korupsi). Atas perilaku tersebut, maka diberi hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemutus perkara atas aktivitas kejahatan dan tindakan pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh Badan Yudikatif.

Kekuasaan Negara yang absolut (mutlak) yang menguasai seluruh bidang kehidupan secara sentralistik dalam satu kekuasaan ( pada seseorang atau institusi) akan melahirkan hasil yang tidak efektif dan tidak efisien bahkan cenderung menyimpang dari konstitusi dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk mencari solusi (jalan keluar) mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan oleh para filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias Politica (teori pemisahan kekuasaan). Teori ini menyatakan baha kekuasaan Negara perlu dilakukan pemisahan dalam 3 (tiga) bagian yaitu kekuatan legeslatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukkan untuk menciptakan efektifitas dan efisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam Negara (pemerintah) sehingga tujuan nasional suatu Negara dapat terwujud dengan maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk mengadili penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh legislatif dan dilaksanakan oleh eksekutif.

(11)

(menguji ulang peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya )

Di Negara Komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk melancarkan perkembangan ke arah komunis. Contoh : (1) Hongaria; (2) Uni Soviet ( Kini : Rusia).

Catatan Untuk Diskusi.

a. Sejarah Badan Yudikatif di Indonesia b. Fungsi Badan Yudikatif

c. Perbandingan Badan Yudikatif dengan negara lain

d. Kondisi Badan Yudikatif di Indonesia saat ini, dengan kekurangan dan kelebihan

e. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-9.

Demokrasi

Definsi demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein)

dari/oleh untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, bagi dari segi konsep maupun praktek,

demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukanlah rakyat keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses ke sumber-sumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas hak-hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan.

Dalam perkembangan jaman modern, ketka kehidupan memasuki skala luas, tidak lagi berformat lokal, dan demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung, masalah diskriminasi dalam kegiatan politik tetap berlangsung meskipun prakteknya berbeda dari pengalaman yang terjadi di masa Yunani kuno.

(12)

hidup berkelompok tersebut. Keinginan orang-orang (demos) yang berkelompok tersebut ditentukan oleh pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa dan ideologi bangsa yang bersangkutan.

Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai falsafah Pancasila atau pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila.

Catatan Untuk Diskusi. a. Pengertian Demokrasi b. Ciri-Ciri Demokrasi c. Demokrasi di Indonesia

d. Peristiwa lepasnya Timor-Timor dikaitkan dengan Demokrasi

e. Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi

Pertemuan Ke-10.

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dan warga negara (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warga negara. HAM yang berisi hak-hak dasar manusia memuat standar normatif untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyatnya dan hubungan rakyat dengan sesama rakyat. Oleh karena itu, penegakan HAM mempunyai makna penting untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat dari kesewenangan-wenangan penguasa.

HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.Dari pengertian tersebut maka dalam HAM terkandung dua makna :

Pertama. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan. Karena itu, tidak ada seorangpun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya, dan tidak ada kekuasaan apapun yang memiliki keabsahan untuk memperkosanya. Hal ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan, karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain. Bila HAM dicabut dari tangan pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya sebagai manusia.

(13)

martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai mahluk Tuhan yang paling mulia.

HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak dilahirkan ke dunia, tetapi juga merupakan standar normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-hak dasar itu dalam lingkup pergaulan naional, regional, dan global. Esensi HAM itu dapat dibaca dalam Mukadimah Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan bahwa “Pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia merupakan dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia”.

Jenis hak asasi manusia, diantaranya dapat diketahui dari deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948.

Menurut Deklarasi PBB yang isinya terdiri dari 30 Pasal tersebut, secara singkat dijelaskan seperangkat hak-hak dasar manusia yang sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hk untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak disiksa dan tidak ditahan, hak dipersamakan di muka hukum, hak untuk mendapatkan praduga tidak bersalah, dan sebagainya. Hak-hak lain juga dimuat dalam deklarasi tersebut, seperti hak-hak akan nasionalitas, pemilikan, dan pemikiran; hak untuk menganut agama dan memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan kehidupanya berbudaya.

Catatan Untuk Diskusi. a. Pengertian HAM

b. Sejarah Perkembangan HAM c. MAGNA CHARTA

d. Pelanggaran HAM di Indonesia

e. Hukuman Mati dalam perspektif HAM

Pertemuan Ke-11.

Partai Politik.

(14)

mendaftarkan diri CALEG DPR, baik tingkat II Kabupaten/ Kota, Tingkat I/ Propinsi serta DPR-RI. Semua bentuk aktivitas itu disebut dengan pesta demokrasi yang menurut masyarakat memiliki keinginan berkuasa melalui organisasi politik yang disebut dengan PARTAI POLITIK.

Partai Politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai Politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa di jumpai. Di Negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis, bahwa rakyat berhak turut menentukan kebijaksanaan umum (Public Policy). Di negara totaliter gagasan mengenai partisipasi politik rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu di bimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu partai politik merupakan alat yang baik.

Pada permulan perkembangnnya di negara-negara Barat seperti Inggris, Perancis, Kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap-terhadap tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-pantitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena di rasa perlu memperoleh dukugan dari berbagai golongan masyarakat, kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen dengan panitia pemilihan yang memiliki faham dan kepentingan yang sama, dan lahirlah partai politik. Partai politik semacam ini menekankan kemenangan dalam pemilihan umum dan dalam masa antara kedua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Ia bersifat partai lindungan (Patronage party) yang biasanya tidak memiliki disiplin partai yang ketat/

(15)

partai lebih kuat, sedangkan pimpinan-pimpinan lebih bersifat terpusat.

Di negara-negara jajahan partai-partai politik sering didirikan dalam rangka pergerakan nasional di luar DPR kolonial; Malahan partai-partai kadang-kadang menolak untuk duduk dalam badan legislatif, seperti yang terjadi di India dan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dicapai dan dengan meluasnya proses urbanisasi, komunkasi massa, serta pendidikan umum, maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam politik melalui partai.

Menurut Miriam Budiarjo, partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik melalui cara yang konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan yang mereka miliki.

Dalam menjalankan fungsinya, partai politik akan ikut ditentukan oleh kelompok-kelompok dan tujuan yang ingin dicapai. Suatu partai revolusioner akan berjuang untuk merubah seluruh tatanan organisasi pemerintahan, kebudayaan masyarakat, dan sistem ekonomi dasi suatu kondisi; dan apabila berhasil ia mungkin mengendalikan setiap kegiatan penting dalam masyarakat itu. Suatu partai konservatif dan tradisional, yang terjadi adalah sebaliknya yaitu hanya berusaha mempertahankan keadaan seperti adanya. Fungi Partai Politik yang melekat dalam suatu partai politik adalah meliputi :

1. Sosialisasi Politik 2. Partisipasi Politik 3. Komunikasi Politik 4. Artikulasi Kepentingan 5. Agregasi Kepentingan 6. Pembuat Kebijaksanaan

Klasifikasi partai politik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bila dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi :

1. Partai Massa 2. Partai Kader

Klasifikasi lainnya menurut sifat dan orientasi, partai politik dapat dibagi dalam dua (2) jenis :

1. Partai Lindungan (Patronage Party)

2. Partai Ideologi atau Partai Azaz

(16)

1. Sistem Partai Tunggal ( One-Party-System)

2. Sistem Dwi Partai (Two Party System)

3. Sistem Multi Partai ( Multi Party System)

Catatan Untuk Diskusi. a. Sejarah Partai Politik

b. Definisi, Fungsi dan Tujuan Partai Politik c. Klasifikasi Partai Politik

d. Partai Politik di Indonesia

e. Keadaan Partai Politik saat ini di Indonesia ( baik/ kurang baik )

f. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-12.

Pemilihan Umum.

Kita sering mendengar ada pemilihan Kepada Desa, Bupati/ Wali Kota, Gubernur maupun ketua organisasi masyarakat seperti, ketua karangtaruna, Ketua BEM, namun itu bukanlah pemilihan umum. Tapi ketika kita mendengar pemilihan Anggota DPR dan Presiden, maka pemilihan itulah disebut PEMILIHAN UMUM anggota DPR dan Presiden.

Pemilihan umum disebut juga dengan “Political Marker”. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/ masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak (audio) radion maupun audiovisual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk

face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi penyampaian pesam mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.

(17)

Catatan Untuk Diskusi. a) Tujuan Pemilihan Umum b) Asas Pemilihan Umum. c) Sistem Pemilihan.

d) Pemilihan Umum di Indonesia. e) Implementasi Umum di Indonesia.

Pertemuan Ke-13.

Partisipasi Politik.

Mengamati dan mengkritisi pernyataan dan kinerja Presiden, pernyataan DPR, menjadi pengurus partai politik, LSM, Ormas, petugas KPU serta melaksanakan segala bentuk peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab serta atas kesadaran sendiri maka itu disebut dengan Partisipasi Politik.

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara dapat dibagi dua : mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Menurut Samuel Hungtington, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang/ kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Secara umum tipologi partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi Partisipasi Aktif, Partisipasi pasif dan golongan putih. Sedangkan model partisipasi terbagi dalam 4 tipe :

1. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politik menjadi cenderung aktif.

2. Sebaliknya kesadaran dan keercayaan sangat kecil maka partisipasi politik menjadi pasif dan apatis.

(18)

lemah maka perilaku yang muncul adalah militan radikal

4. Kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan pemerintah tinggi maka partisipasinya menjadi sangat pasif, artinya hanya berorientasi pada out-put politik.

Catatan Untuk Diskusi.

a) Pengertian Partisipasi Politik b) Bentuk-bentuk partisipasi politik c) Model Partisipasi Politik

d) Tipologi pastisipasi Politik

e) Partisipasi yang telah dilakukan kita

Pertemuan Ke-14.

UJIAN AKHIR SEMESTER

Lampiran 1 Judul

Hukuman Mati, Konstitusi Dan HAM

Penulis  

Sumber http://yapthiamhien.org/index.php? find=news_detail&id=106

Hukuman Mati, Konstitusi Dan HAM

Tuesday ,21 May 2013

(19)

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Jawa Tengah menyebutkan ketiganya di eksekusi oleh regu tembak dari Satuan Brimob Kepolisian Daerah Jawa Tengah sekitar pukul 00.15 WIB di Lembah Nirbaya, Nusakambangan.

Suryadi Swabuana asal Palembang di dakwa telah melakukan pembunuhan satu keluarga di kawasan Pupuk Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, pada 1991. Adapun Jurit dan Ibrahim, bersama-sama melakukan pembunuhan berencana di Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 2003.

Pelaksanaan hukuman mati memang telah banyak di tentang oleh penggiat HAM. Alasannya eksekusi mati melanggar Pasal 28 huruf (a) UUD 1945. Sementara menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, eksekusi mati tidak menyalahi konstitusi.

"Itu kan pelaksanaan putusan pengadilan dan hukum positifnya masih berlaku. Sampai hari ini pelaksanaan hukuman mati tidak bertentangan dengan konsitusi. Meskipun di dunia ada dua mahzab yang saling bertentangan kuat, antara yang setuju dengan yang tidak. Hukuman mati sudah pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi jadi tidak ada masalah," ujar Akil seperti dikutip dari salah satu media online.

Kontroversi Hukuman Mati

Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

Sementara itu, di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Namun, mengapa Indonesia mengenal adanya hukuman mati?

Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi: (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.

(20)

Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.

Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.

Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.

Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan.

MK dan Judicial Review

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian Pasal 80 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) yang memuat sanksi pidana mati terhadap UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi (“MK”) dalam putusannya pada 30 Oktober 2007 menolak uji materi hukuman mati dalam UU Narkotika dan menyatakan bahwa hukuman mati dalam UU Narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD 1945 lantaran jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak menganut asas kemutlakan.

Menurut MK, hak asasi dalam konstitusi mesti dipakai dengan menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Dengan demikian, MK, hak asasi manusia harus dibatasi dengan instrumen Undang-Undang, yakni Hak untuk hidup itu tidak boleh dikurangi, kecuali diputuskan oleh pengadilan.

Alasan lain pertimbangan putusan MK salah satunya karena Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam UU Narkotika. Sehingga, menurut putusan MK, Indonesia justru berkewajiban menjaga dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, yang salah satunya dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal.

(21)

Salah satu perlakuan khusus itu, menurut MK, antara lain dengan cara menerapkan hukuman berat yakni pidana mati. Dengan menerapkan hukuman berat melalui pidana mati untuk kejahatan serius seperti narkotika, MK berpendapat, Indonesia tidak melanggar perjanjian internasional apa pun, termasuk Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menganjurkan penghapusan hukuman mati.

Bahkan MK menegaskan, Pasal 6 ayat 2 ICCPR itu sendiri membolehkan masih diberlakukannya hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk kejahatan yang paling serius.

Hukuman Mati dan HAM

Dalam Penjelasan Pasal 9 UU HAM dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam kasus aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati. Maka tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan.

Hanya pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi. Dari penjelasan Pasal 9 UU HAM di atas dapat diketahui bahwa dalam kondisi tertentu seperti pidana mati, hak untuk hidup dapat dibatasi.

Dalam pandangan MK, keputusan pembuat undang-undang untuk menerapkan hukuman mati telah sejalan dengan Konvensi PBB 1960 tentang Narkotika dan Konvensi PBB 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, Pasal 3 Universal Declaration of Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan pada semua tindak pidana narkotika yang dimuat dalam UU tersebut.

Lebih lanjut, melihat pada UU HAM, MK memandang bahwa UU itu juga mengakui adanya pembatasan hak asasi seseorang dengan memberi pengakuan hak orang lain demi ketertiban umum. Dalam hal ini, MK menganggap hukuman mati merupakan bentuk pengayoman negara terhadap warga negara terutama hak-hak korban.

Hal lain yang juga penting diketahui adalah orang yang dijatuhi hukuman mati (terpidana mati) oleh pengadilan masih memiliki upaya hukum lain sehingga masih ada peluang tidak dihukum mati. Dengan demikian, hak untuk hidup memang benar dijamin dalam konstitusi Indonesia, namun hak tersebut dapat dibatasi dengan instrumen undang-undang. Konstitusionalitas hukuman mati yang diatur sejumlah undang-undang, salah satunya UU Narkotika, juga telah diperkuat juga oleh putusan MK. (redaksi)

Lampiran 2 Judul DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA

Penulis  Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H

(22)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA

1

Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.2

A. Demokrasi, HAM, dan Negara

HAM dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.

Konsepsi HAM dan demokrasi dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif. Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain berarti salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan.

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya

1 Materi yang disampaikan dalam studium general pada acara The 1st National Converence Corporate

Forum for Community Development, Jakarta, 19 Desember 2005.

(23)

sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta.3 Karena setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan

mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial. Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.

Kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh berdasarkan legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter atau pun legitimasi pragmatis.4 Namun kekuasaan berdasarkan legitimasi-legitimasi tersebut dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan kesederajatan manusia, karena mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok manusia dari manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga legitimasi diatas akan menjadi kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan menjadi kekuasaan yang otoriter.

Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial,5 untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang

3 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefinisikan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 165, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3886.

4 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 30 – 66.

(24)

kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya.

Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.6

Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan

democratische rechtsstaat.7

Sebagaimana telah berhasil dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut:

1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya8.

2. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

6 Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 152-162.

7 Ibid.

(25)

perkawinan yang sah9.

3. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi10.

4. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu11.

5. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali12.

6. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya13.

7. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat14.

8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia15.

9. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi16.

10. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain17.

11. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan18.

12. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan19.

9 Ayat (2) ini berasal dari Pasal 28B ayat (1) Perubahan Kedua. 10 Berasal dari ayat 28B ayat (2) Perubahan Kedua.

11 Dari Pasal 28I ayat (2) Perubahan Kedua. 12 Dari Pasal 28E ayat (1) Perubahan Kedua. 13 Pasal 28E ayat (2) Perubahan Kedua. 14 Pasal 28E ayat (3) Perubahan Kedua. 15 Dari Pasal 28F Perubahan Kedua.

16 Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28G ayat (1) Perubahan Kedua. 17 Dari Pasal 28G ayat (2) Perubahan Kedua.

(26)

13. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat20.

14. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun21.

15. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia22.

16. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya23. 17. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum24.

18. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja25.

19. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan26.

20.Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut27.

21. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa28.

22.Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya29.

20 Pasal 28H ayat (3) Perubahan Kedua. 21 Pasal 28H ayat (4) Perubahan Kedua.

22 Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28C ayat (1) Perubahan Kedua. 23 Dari Pasal 28C ayat (2) Perubahan Kedua.

24 Ayat (7) ini berasal dari Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua. 25 Ayat (8) ini berasal dari Pasal 28D ayat (2) Perubahan Kedua. 26 Ayat ini berasal dari Pasal 28E ayat (4) Perubahan Kedua.

27 Berasal dari rumusan Pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua yang perumusannya mengundang kontroversi di kalangan banyak pihak. Disini perumusannya dibalik dengan subjek negara.

28 Berasal dari Pasal 28I ayat (3) yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.

(27)

23.Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah30.

24.Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan31. 25.Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang32.

26.Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

27. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis33.

Jika ke-27 ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka ru-musan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup lima kelompok materi sebagai berikut:

1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:

a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya. b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau

penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.

c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan. d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani. f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.

g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan

oleh UUD.

30 Ayat (6) ini berasal dari Pasal 28I ayat (4) Perubahan Kedua.

31 Dari ayat (5) Pasal 28I Perubahan Kedua dengan menambahkan perkataan “...memajukan..”, sehingga menjadi “Untuk memajukan, menegakkan, dan melindungi....”

32 Komnas HAM memang telah dikukuhkan keberadaannya dengan undang-undang. Akan tetapi, agar lebih kuat, maka hal itu perlu dicantumkan tegas dalam UUD.

(28)

pemerintahan.

h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

j. Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan.

k. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.

l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.

m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.

Terhadap hak-hak sipil tersebut, dalam keadaan apapun atau bagaimanapun, negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak yang ditentukan dalam Kelompok 1 “a” sampai dengan “h”. Namun, ketentuan tersebut tentu tidak dimaksud dan tidak dapat diartikan atau digunakan sebagai dasar untuk membebaskan seseorang dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diakui menurut ketentuan hukum Internasional. Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memastikan bahwa ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha membebaskan diri dari ancaman tuntutan. Justru di sinilah letak kontroversi yang timbul setelah ketentuan Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945 disahkan beberapa waktu yang lalu.

2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya

a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai.

b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.

c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik. d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan

layak bagi kemanusiaan.

e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.

f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.

(29)

h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran.

j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.

k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa34.

l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional. m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang

diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya35.

3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan

a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.

b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.

c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.

d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.

e. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam. f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah yang

34 Berasal dari Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.

(30)

dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).

4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia

a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghorsemata-matan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.

c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.

d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pem-bentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.

Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang oleh setiap manusia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban asasi ini merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa Indonesia mengenai manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

(31)

yang mengandung nilai-nilai universal yang wajib dihormati. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia juga memandang bahwa The Universal Declaration of Human Responsibility yang dicetuskan oleh Inter-Action Council pada tahun 1997 juga mengandung nilai universal yang wajib dijunjung tinggi untuk

melengkapi The Universal Declaration of Human Rights tersebut. Kesadaran umum mengenai hak-hak dan kewajiban asasi manusia itu menjiwai keseluruhan sistem hukum dan konstitusi Indonesia, dan karena itu, perlu di-adopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar atas dasar pengertian-pengertian dasar yang dikembangkan sendiri oleh bangsa Indonesia. Karena itu, perumusannya dalam Undang-Undang Dasar ini mencakup warisan-warisan pemikiran mengenai hak asasi manusia di masa lalu dan mencakup pula pemi-kiran-pemikiran yang masih terus akan berkembang di masa-masa yang akan datang.

B. Perkembangan Demokrasi dan HAM

Sejak awal abad ke-20, gelombang aspirasi ke arah kebebasan dan kemerdekaan umat manusia dari penindasan penjajahan meningkat tajam dan terbuka dengan menggunakan pisau demokrasi dan hak asasi manusia sebagai instrumen perjuangan yang efektif dan membebaskan. Puncak perjuangan kemanusiaan itu telah menghasilkan perubahan yang sangat luas dan mendasar pada pertengahan abad ke-20 dengan munculnya gelombang dekolonisasi di seluruh dunia dan menghasilkan berdiri dan terbentuknya negara-negara baru yang merdeka dan berdaulat di berbagai belahan dunia. Perkembangan demokratisasi kembali terjadi dan menguat pasca perang dingin yang ditandai runtuhnya kekuasaan komunis Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini kemudian diikuti proses demokratisasi di negara-negara dunia ketiga pada tahun 1990-an.36

Semua peristiwa yang mendorong munculnya gerakan kebebasan dan kemerdekaan selalu mempunyai ciri-ciri hubungan kekuasaan yang menindas dan tidak adil, baik dalam struktur hubungan antara satu bangsa dengan bangsa yang lain maupun dalam hubungan antara satu pemerintahan dengan rakyatnya. Dalam wacana perjuangan untuk kemerdekaan dan hak asasi manusia pada awal sampai pertengahan abad ke-20 yang menonjol adalah perjuangan mondial bangsa-bangsa terjajah menghadapi bangsa-bangsa penjajah. Karena itu, rakyat di semua negara yang terjajah secara mudah

(32)

bangkitkan semangatnya untuk secara bersama-sama menyatu dalam gerakan solidaritas perjuangan anti penjajahan.

Sedangkan yang lebih menonjol selama paruh kedua abad ke-20 adalah perjuangan rakyat melawan pemerintahan yang otoriter. Wacana demokrasi dan kerakyatan di suatu negara, tidak mesti identik dengan gagasan rakyat di negara lain yang lebih maju dan menikmati kehidupan yang jauh lebih demokratis. Karena itu, wacana demokrasi dan hak asasi manusia di zaman sekarang juga digunakan, baik oleh kalangan rakyat yang merasa tertindas maupun oleh pemerintahan negara-negara lain yang merasa berkepentingan untuk mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di negara-negara lain yang dianggap tidak demokratis.

Karena itu, pola hubungan kekuasaan antar negara dan aliansi perjuangan di zaman dulu dan sekarang mengalami perubahan struktural yang mendasar. Dulu, hubungan internasional diperankan oleh pemerintah dan rakyat dalam hubungan yang terbagi antara hubungan Government to Government (G to G) dan hubungan People to People (P to P). Sekarang, pola hubungan itu berubah menjadi bervariasi, baik G to G, P to P maupun G to P atau P to G. Semua kemungkinan bisa terjadi, baik atas prakarsa institusi peme-rintahan ataupun atas prakarsa perseorangan rakyat biasa. Bahkan suatu pemerintahan negara lain dapat bertindak untuk melindungi warga-negara dari negara lain atas nama perlindungan hak asasi manusia.37

Dengan perkataan lain, masalah pertama yang kita hadapi dewasa ini adalah bahwa pemahaman terhadap konsep hak asasi manusia itu haruslah dilihat dalam konteks relationalistic perspectives of power yang tepat. Bahkan, konsep hubungan kekuasaan itu sendiripun juga mengalami perubahan berhubung dengan kenyataan bahwa elemen-elemen kekuasaan itu dewasa ini tidak saja terkait dengan kedudukan politik melainkan juga terkait dengan kekuasaan-kekuasaan atas sumber-sumber ekonomi, dan bahkan teknologi dan industri yang justru memperlihatkan peran yang makin penting dewasa ini. Oleh karena itu, konsep dan prosedur-prosedur hak asasi manusia dewasa ini selain harus dilihat dalam konteks hubungan kekuasaan politik, juga harus di-kaitkan dengan konteks hubungan kekuasaan ekonomi dan industri.38

37 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta; Konstitusi Press, 2005), hal. 209-228.

(33)

Dalam kaitan dengan itu, pola hubungan kekuasaan dalam arti yang baru itu dapat dilihat sebagai hubungan produksi yang menghubungkan antara kepentingan produsen dan kepentingan konsumen. Dalam era industrialisasi yang terus meningkat dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat dewasa ini, dinamika proses produksi dan konsumsi ini terus berkembang di semua sektor kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan umat manusia dewasa ini. Kebijakan politik, misalnya, selain dapat dilihat dengan kacamata biasa, juga dapat dilihat dalam konteks produksi. Negara, dalam hal ini merupakan produsen, sedangkan rakyat adalah konsumennya. Karena itu, hak asasi manusia di zaman sekarang dapt dipahami secara konseptual sebagai hak konsumen yang harus dilindungi dari eksploitasi demi keuntungan dan kepentingan sepihak kalangan produsen.

Dalam hubungan ini, konsep dan prosedur hak asasi manusia mau tidak mau harus dikaitkan dengan persoalan-persoalan:39

1. Struktur kekuasaan dalam hubungan antar negara yang dewasa ini dapat dikatakan sangat timpang, tidak adil, dan cenderung hanya menguntungkan negara-negara maju ataupun negara-negara yang menguasai dan mendo-minasi proses-proses pengambilan keputusan dalam berbagai forum dan badan-badan internasional, baik yang menyangkut kepentingan-kepentingan politik maupun kepentingan-kepentingan ekonomi dan kebudayaan.

2. Struktur kekuasaan yang tidak demokratis di lingkungan internal negara-negara yang menerapkan sistem otoritarianisme yang hanya menguntungkan segelintir kelas penduduk yang berkuasa ataupun kelas penduduk yang menguasai sumber-sumber ekonomi.

3. Struktur hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara pemodal dengan pekerja dan antara pemodal beserta manajemen produsen dengan konsumen di setiap lingkungan dunia usaha industri, baik industri primer, industri manufaktur maupun industri jasa.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pola hubungan “atas-bawah”, baik pada peringkat lokal, nasional, regional maupun global antara lain adalah faktor kekayaan dan sumber-sumber ekonomi, kewenangan politik, tingkat pendidikan atau kecerdasan rata-rata, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, citra atau nama baik, dan kekuatan fisik termasuk kekuatan militer. Makin banyak faktor-faktor tersebut di atas dikuasai oleh seseorang, atau sekelompok orang ataupun oleh suatu bangsa, makin tinggi

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Kontrol Utama Clock Reset clock Reset Enable 1 Pseudorandom bit Clock Reset Enable 1 Serial to Parallel 1 Clock Reset Enable 2 Buffer Clock Reset Enable 3 Parity Generator

Kelompok masyarakat perempuan menjadi sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perempuan dengan memberi akses modal dalam peningkatan usaha ekonomi produktif

Hasil:Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar berjenis kelamin perempuan 35 orang (58,3%), berumur 17 tahun sebanyak 28 orang(46,7), yang memiliki peran diri rendah

Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode

“Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk membantu menjelaskan pernyataan Al-Quran tentang perkembangan manusia. Sangat jelas bagi saya bahwa apa yang dikatakan

Black hole (Indonesia: lubang hitam) merupakan bagian dari alam semesta yang menempati ruang Black hole (Indonesia: lubang hitam) merupakan bagian dari alam semesta yang menempati

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan baik melalui studi literatur, observasi langsung serta wawancara, salah satu permasalahan yang terdapat pada Museum Seni

Agama (yakni agama wahyu) bukanlah pengetahuan melainkan pemberitaan, yakni pemberitaan dari Tuhan (dalam hal ini pemberitahuan Tuhan atau agama wahyu itu adalah obyek yang