BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
Menurut Minsky dalam (Kusrini, 2006) kecerdasan buatan adalah suatu ilmu yang
mempelajari cara membuat komputer melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh
manusia. Kecerdasan buatan memungkinkan komputer untuk berpikir dengan cara
menyederhanakan program. Dengan cara ini, kecerdasan buatan dapat menirukan proses
belajar manusia sehingga informasi baru dapat diserap dan digunakan sebagai acuan di
masa-masa mendatang.
Kecerdasan atau kepandaian itu didapat berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman, untuk itu agar perangkat lunak yang dikembangkan dapat mempunyai
kecerdasan maka perangkat lunak tersebut harus diberi suatu pengetahuan dan
kemampuan untuk menalar dari pengetahuan yang telah didapat dalam menemukan solusi
atau kesimpulan layaknya seorang pakar dalam bidang tertentu yang bersifat spesifik.
2.2 Sistem Pakar
Sistem pakar dibuat pada wilayah pengetahuan tertentu untuk suatu kepakaran tertentu
yang mendekati kemampuan manusia di salah satu bidang. Sistem pakar mencoba
mencari solusi yang memuaskan sebagaimana yang dilakukan seorang pakar. Selain itu
Menurut Martin dan Oxman dalam (Kusrini, 2006) sistem pakar adalah sistem
berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam
memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam
bidang tertentu.
Sedangkan menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati dan Iswanti, 2008)
sistem pakar adalah salah satu cabang kecerdasan buatan yang menggunakan
pengetahuan-pengetahuan khusus yang dimiliki oleh seorang ahli untuk menyelesaikan
suatu masalah tertentu.
2.2.1 Arsitektur Sistem Pakar
Menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati dan Iswanti, 2008) menyatakan sistem
pakar sebagai sebuah program yang difungsikan untuk menirukan pakar manusia harus
bisa melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh seorang pakar. Untuk membangun
sistem yang seperti itu maka komponen-komponen yang harus dimiliki adalah sebagai
berikut:
1. Antarmuka pengguna (user interface) adalah perangkat lunak yang menyediakan
media komunikasi antara pengguna dengan sistem. Antarmuka menerima informasi
dari pengguna dan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem.
Selain itu antarmuka menerima informasi dari sistem dan menyajikannya ke dalam
bentuk yang dapat dimengerti oleh pengguna.
2. Basis pengetahuan (knowledge base) merupakan kumpulan pengetahuan bidang
tertentu pada tingkatan pakar dalam format tertentu. Pengetahuan ini diperoleh dari
akumulasi pengetahuan pakar dan sumber-sumber pengetahuan lainnya seperti
buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, maupun dokumentasi yang tercetak lainnya.
3. Mekanisme inferensi (inference machine) merupakan perangkat lunak yang
melakukan penalaran dengan menggunakan pengetahuan yang ada untuk
Dalam komponen ini dilakukan pemodelan proses berpikir manusia. Pada prinsipnya
mesin inferensi inilah yang mencari solusi dari suatu permasalahan.
4. Memori kerja (working memory) merupakan bagian dari sistem pakar yang
menyimpan fakta-fakta yang diperoleh saat dilakukan proses konsultasi. Fakta-fakta
inilah nantinya akan diolah oleh mesin inferensi berdasarkan pengetahuan yang
disimpan dalam basis pengetahuan untuk menentukan suatu keputusan pemecahan
masalah. Konklusinya bisa berupa hasil diagnosa, tindakan, dan akibat.
Sedangkan utuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang
pakar yang berinteraksi dengan pemakai, maka dilengkapi dengan fasilitas berikut :
1. Fasilitas penjelasan (explanation facility) merupkan proses menentukan keputusan
yang dilakukan oleh mesin inferensi selama sesi konsultasi mencerminkan proses
penalaran seorang pakar. Karena pemakai kadangkala bukanlah ahli dalam bidang
tersebut, maka dibutuhkan fasilitas penjelasan. Fasilitas penjelasan inilah yang dapat
memberikan informasi kepada pemakai mengenai jalannya penalaran sehingga
dihasilkan suatu keputusan. Bentuk penjelasannya dapat berupa keterangan yang
diberikan setelah suatu pertanyaan diajukan, yaitu penjelasan atas pertanyaan
mengapa, atau penjelasan atas pertanyaan bagaimana sistem mencapai konklusi.
2. Fasilitas akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition facility) merupakan perangkat
lunak yang menyediakan fasilitas dialog antara pakar dengan sistem. Fasilitas akuisisi
ini digunakan untuk memasukkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah sesuai dengan
perkembangan ilmu. Meliputi proses pengumpulan, pemidahan, dan perubahan dari
kemampuan pemecahan masalah seorang pakar atau sumber pengetahuan
terdokumentasi (buku, dll) ke program komputer, yang bertujuan untuk memperbaiki
Arsitektur dasar dari sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.1 :
Gambar 2.1. Arsitektur Sistem Pakar
2.2.2 Keuntungan Pemakaian Sistem Pakar
Adapun keuntungan pemakaian sistem pakar antara lain sebagai berikut (Kusrini, 2006):
1. Membuat seorang yang awam dapat bekerja seperti layaknya seorang pakar.
2. Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti.
3. Meningkatkan output dan produktivitas. Sistem pakar dapat bekerja lebih cepat dari
manusia. Keuntungan ini berarti mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan, dan
akhirnya akan mereduksi biaya.
5. Sistem Pakar meyediakan nasihat yang konsisten dan dapat mengurangi tingkat
kesalahan.
6. Membuat peralatan yang kompleks lebih mudah dioperasikan karena sistem pakar
dapat melatih pekerja yang tidak berpengalaman.
7. Handal (reliability).
8. Sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan. Juga konsisten dalam memberi jawaban
dan selalu memberikan perhatian penuh.
9. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks.
2.2.3 Orang Yang Terlibat Dalam Sistem Pakar
Untuk memahami perancangan sistem pakar, perlu dipahami mengenai siapa saja yang
berinteraksi dengan sistem. Mereka adalah (Kusrini, 2006):
1. Pakar (domain expert) adalah seseorang ahli yang dapt menyelesaikan masalah yang
sedang diusahakan untuk dipecahkan oleh sistem.
2. Pembangun pengetahuan (knowledge engineer) adalah seseorang yang
menerjemahkan pengetahuan seorang pakar dalam bentuk deklaratif sehingga dapat
digunakan oleh sistem pakar.
3. Pengguna (user) adalah seseorang yang berkonsultasi dengan sistem untuk
mendapatkan saran yang disediakan oleh pakar.
4. Pembangun sistem (system engineer): seseorang yang membuat antarmuka pengguna,
merancang bentuk basis pengetahuan secara deklaratif dan mengimplementasikan
Seorang pakar/ahli (human expert) adalah seorang individu yang memiliki
kemampuan pemahaman yang superior atas suatu masalah. Misalnya seorang dokter,
penasihat keuangan, pakar mesin mobil, dll. Seorang pakar memiliki kemampuan:
1. Dapat mengenali (recognizing) dan merumuskan masalah
2. Menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat
3. Menjelaskan solusi
4. Belajar dari pengalaman
5. Restrukturisasi pengetahuan
6. Memahami batas kemampuan
Kepakaran/keahlian merupakan pemahaman yang luas dari tugas atau
pengetahuan spesifik yang diperoleh dari pelatihan, membaca dan pengalaman. Jenis-
jenis pengetahuan yang dimiliki dalam kepakaran :
1. Teori-teori dari permasalahan
2. Aturan dan prosedur yang mengacu pada area permasalahan
3. Aturan (heuristic) yang harus dikerjakan pada situasi yang terjadi
4. Strategi global untuk menyelesikan berbagai jenis masalah
5. Meta knowledge (pengetahuan tentang pengetahuan) dan fakta
2.2.4 Kaidah/Aturan
Cara merepresentasikan pengetahuan berbasis kaidah memanfaatkan apa yang disebut
kaidah, yang tak lain adalah pernyataan IF-THEN diamana bagian THEN akan bernilai
benar jika satu atau lebih sekumpulan fakta atau hubungan antar fakta diketahui benar,
memenuhi bagian IF. Secara umum, dalam bentuk kaidah produksi IF premis THEN
konklusi, maka untuk premis yang lebih dari satu dapat dihubungkan dengan operator and
atau or. Sedangkan bagian konklusi dapat berupa kalimat tunggal, beberapa kalimat yang
2.2.5 Penalaran
Penalaran adalah proses untuk menghasilkan inferensi dari fakta yang diketahui atau yang
diasumsikan. Inferensi adalah konklusi logis (logical conclusion) atau implikasi
berdasarkan informasi yang tersedia.
2.2.6 Perunutan
Perunutan adalah proses pencocokan fakta, pernyataan atau kondisi berjalan yang
tersimpan pada basis pengetahuan maupun pada memori kerja dengan kondisi yang
dinyatakan pada premis atau bagian kondisi pada kaidah.
2.2.6.1Forward Chaining (Runut Maju)
Runut maju merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan
data atau fakta yang meyakinkan menuju konklusi akhir. Runut maju bisa juga disebut
sebagai penalaran forward (forward reasoning) atau pencarian yang dimotori data (data
driven search). Jadi dimulai dari premis-premis atau informasi masukan (if) dahulu
kemudian menuju konklusi atau derived information (then) atau dapat dimodelkan
sebagai berikut:
IF (informasi masukan)
Informasi masukan dapat berupa data, bukti, temuan, atau pengamatan.
Sedangkan konklusi dapat berupa tujuan, hipotesa, penjelasan, atau diagnosis. Sehingga
jalannya penalaran runut maju dapat dimulai dari data menuju tujuan, dari bukti menuju
hipotesa, dari temuan menuju penjelasan, atau dari pengamatan menuju diagnosa (Hartati
dan Iswanti, 2008). Adapun contoh struktur kaidah dalam Forward Chaining sebagai
berikut :
IF panas badan
AND hidung buntu
AND makan udang
THEN demam
Jadi, dengan metode forward chaining ini dapat diperoleh konklusi dengan
menyusun aturan berdasarkan informasi berupa data atau fakta yang meyakinkan.
Informasi tersebut didapatkan dari jawaban pengguna yang disimpan di memori kerja dan
disesuaikan dengan aturan yang ada pada basis pengetahuan, yang kemudian diolah oleh
mesin inferensi untuk mendapatkan konklusi. Berdasarkan contoh diatas informasinya
adalah panas badan, hidung buntu, dan makan udang. Kemudian diperoleh konklusi
berupa diagnosa demam.
2.3 Dempster Shafer
Dalam menghadapi suatu masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki
kepastian penuh. Ketidakpastian ini dapat berupa probabilitas atau kebolehjadian yang
tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor,
yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu
pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini dapat dilihat pada sistem diagnosis
penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefenisikan hubungan antara gejala dengan
penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti
Ketidakpastian yang terjadi pada suatu kaidah disebabkan oleh 3 hal yaitu, aturan
tunggal, ketidaksesuaian antar kaidah, dan resolusi konflik. Tiga hal yang mempengaruhi
aturan tunggal adalah: adanya kesalahan, probabilitas, dan kombinasi premis. Kesalahan
disebabkan oleh:
1. Ambiguitas, sesuatu didefenisikan lebih dari satu cara
2. Ketidaklengkapan data/informasi, misalnya data hilang
3. Kesalah informasi, misal: kesalahan manusia dalam membaca data,
meletakkan data, informasi yang tidak benar
4. Kesalahan pengukuran: ketidakpastian dalam melakukan pengukuran data
Probabilitas disebabkan karena ketidakmampuan pakar dalam merumuskan kaidah
secara pasti. Kombinasi premis turut mempengaruhi terjadinya aturan tunggal, yang
dimaksud adalah suatu kaidah yang terdiri dari lebih satu premis dan antar premis
tersebut dihubungkan dengan beberapa operator yang berbeda.
Penanganan ketidakpastian dapat dilibatkan untuk menangani ketidakpastian pada
gejala-gejala maupun pada kaidah, sehingga sistem pakar mampu menghasilkan konklusi
dengan derajat kepastian tertentu. Penambahan ini akan membuat sistem menjadi lebih
sempurna. Ketidakpastian yang merupakan masalah tersendiri dapat diatasi oleh beberapa
metode antara lain adalah dengan metode Dempster Shafer (Hartati dan Iswanti, 2008).
Metode Dempster Shafer pertama kali diperkenalkan oleh Arthur P. Dempster dan
Glenn Shafer, yang melakukan model ketidakpastian dengan range probabilities daripada
sebagai probabilitas tunggal. Kemudian pada tahun 1976 Shafer mempublikasikan teori
Dempster itu pada sebuah buku yang berjudul Mathematical Theory Of Evident.
Dempster Shafer Theory Of Evidence, menunjukkan suatu cara untuk memberikan bobot
kenyakinan sesuai fakta yang dikumpulkan. Pada teori ini dapat membedakan
Secara umum teori Dempster Shafer ditulis dalam suatu interval: [Belief,
Plausibility]. Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu
himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan
jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian.
Plausibility menunjukkan keadaan yang bisa dipercaya. Plausibility (Pl)
dinotasikan sebagai: Pl (s) = 1 – Bel (¬s). Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. Jika kita
yakin akan ¬s, maka dapat dikatakan bahwa Bel (¬s) = 1, dan Pl (¬s) = 0. Plausability
akan mengurangi tingkat kepercayaan dari evidence (Wahyuni dan Prijodiprojo, 2013).
Dalam teori Dempster Shafer diasumsikan bahwa hipotesa-hipotesa yang
digunakan dikelompokkan ke dalam suatu lingkungan tersendiri yang biasa disebut
himpunan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesa dan diberikan notasi θ. Selain
itu dikenal juga probabilitas fungsi densitas (m) yang menunjukkan besarnya kepercayaan
evidence terhadap hipotesa tertentu. Fungsi kombinasi m1 dan m2 sebagai m3 dibentuk
dengan persamaan :
Keterangan:
m1 (X) =ukuran kepercayaan evidence X
m2 (Y) = ukuran kepercayaan evidence Y
m3 (Z) = ukuran kepercayaan evidence Z
∑x∩y=z m1(X). m2(Y) = merupakan nilai kekuatan dari evidence Z yang diperoleh
dari kombinasi nilai keyakinan sekumpulan evidence.
𝑧
m1(X).m2(Y)=
hasil irisan m1 dan m2Ø
m1(X).m2(Y)=
tidak ada hasil irisan (irisan kosong(Ø)).𝒎𝟑(𝒁) =𝟏 − ∑∑𝐱∩𝐲=𝐳 𝐦𝟏(𝐗). 𝐦𝟐(𝐘)
Contoh Dempster Shafer (Sumber: Binus University, 2005):
Vany mengalami gejala panas badan, hidung buntu dan makan udang. Dari diagnosa
dokter kemungkinan Vany menderita : Flu, Demam, Bronkitis, Alergi.
Tunjukkan kaitan ukuran kepercayaan dari elemen-elemen yang ada?
Gejala 1: panas badan
Apabila diketahui nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi panas sebagai gejala Flu,
Demam dan Bronkitis adalah :
m1{Flu, Demam, Bronkitis} = 0,8
m1{} = 1 – 0,8 = 0,2
Sehari kemudian Vany datang ke dokter lagi dengan gejala hidung buntu.
Gejala 2: hidung buntu
Setelah observasi diketahui bahwa nilai kepercayaan hidung buntu sebagai gejala Alergi,
Flu dan Deman adalah :
m2{Alergi, Flu, Demam} = 0,9
m2{} = 1 – 0,9 = 0,1
Munculnya gejala baru maka harus dihitung densitas baru untuk beberapa
kombinasi (m3). Untuk memudahkan perhitungan maka himpunan-himpunan bagian
dibawa ke bentuk tabel. Tabel dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.1. Aturan Kombinasi Untuk Densitas Baru (m3)
Keterangan:
- Kolom pertama berisikan semua himpunan bagian pada gejala pertama (panas)
dengan m1 sebagai fungsi densitas.
- Baris pertama berisikan semua himpunan bagian pada gejala kedua (hidung buntu)
dengan m2 sebagai fungsi densitas.
- Baris kedua dan ketiga pada kolom kedua merupakan irisan dari kedua himpunan.
Selanjutnya dihitung densitas baru untuk beberapa kombinasi (m3) dengan
persamaan Dempster-Shafer sbb :
m3 {Flu, Demam} = 0,72
1−0 = 0,72
m3 {Alergi, Flu, Demam} = 0,18
1−0 = 0,18
m3 {Flu, Demam, Bronkitis} = 0,08
1−0 = 0,08
m3 {θ} = 0,02
1−0 = 0,02
Keterangan :
- Terlihat bahwa pada mulanya dengan hanya gejala panas, m{Flu, Demam, Bronkitis} = 0,8. Namun setelah ada gejala baru (hidung buntu), maka nilai m{Flu, Demam,
Bronkitis} = 0,08.
- Demikian pula pada mulanya hanya dengan gejala hidung buntu, m{Alergi, Flu, Demam} = 0,9. Namun setelah ada gejala baru (panas) maka m{Alergi, Flu, Demam}
= 0,18.
-
Dengan adanya 2 gejala tersebut, maka nilai densitas yang paling kuat adalah m{Flu,Demam} = 0,72
.
Bagaimana jika Vany ke dokter lagi dan ditemukan gejala baru lagi berupa Vany
makan udang.
Gejala 3 : makan udang
Setelah dilakukan observasi, diketahui bahwa udang sebagai gejala Alergi dengan nilai
kepercayaan :
m4{Alergi} = 0,6
Maka harus dihitung densitas baru untuk setiap himpunan bagian dengan fungsi
densitas m5. Untuk memudahkan dibuat tabel dengan kolom pertama berisi himpunan
bagian-himpunan bagian hasil kombinasi gejala 1 dan gejala 2 dengan fungsi densitas m3.
Sedangkan baris pertama berisi himpunan bagian-himpunan bagian pada gejala 3 dengan
fungsi densitas m4.Sehingga dihasilkan tabel sbb :
Tabel 2.2. Aturan Kombinasi Untuk Densitas Baru (m5) {Alergi}
Sehingga dapat dihitung densitas baru m5 hasil kombinasi dari gejala lama dengan
gejala baru.
dengan tiga jenis gejala yang dialami oleh Vany, kemungkinan paling kuat Vany terkena
2.4 Hama dan Penyakit Tanaman Karet
Hama adalah organisme yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
terganggu bahkan bisa mematikan tanaman. Sedangkan penyakit adalah suatu proses
fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan, yang disebabkan oleh faktor primer
(biotik atau abiotik) dan gangguannya bersifat terus menerus serta akibatnya dinyatakan
oleh aktifitas sel/jaringan yang abnormal. Adapun hama dan penyakit tanaman karet dapat
dilihat pada tabel 2.3, tabel 2.4 dan tabel 2.5 berikut (Setiawan dan Andoko, 2008):
Tabel 2.3. Hama Tanaman Karet
No. Hama Keterangan
1. Rayap Rayap yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes Inspiratus dan
Captotermes Curvignathus. Rayap-rayap tersebut menggerogoti bibit yang baru saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan kerusakan yang sangat berat.
2. Kutu Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia Nigra, Laccifer Greeni,
Laccifer Lacca, Ferrisiana Virgata, dan
Planococcus Citri yang masing-masing memiliki ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna cokelat muda sampai kehitaman. Laccifer
Tabel 2.4. Penyakit Pada Akar
No. Penyakit Pada Akar Keterangan
1. Jamur Akar Putih Disebut dengan penyakit akar putih karena di akar tanaman yang terserang terlihat miselia jamur berbentuk benang berwarna putih yang menempel kuat dan sulit dilepaskan. Akar tanaman yang terinfeksi akan menjadi lunak, membusuk, dan berwarna cokelat. Cendawan penyebab penyakit akar putih adalah Rigidoporus Lignosus yang membentuk badan buah seperti topi di akar, pangkal batang, dan tunggul tanaman. Badan buah cendawan ini berwarna jingga kekuningan dengan lubang-lubang kecil di bagian bawah tempat spora. Jika sudah tua, badan buah tersebut akan mengering dan berwarna cokelat.
Tabel 2.5. Penyakit Pada Bidang Sadap No. Penyakit Pada Bidang
Sadap
Keterangan
1. Kanker Garis Cendawan penyebab penyakit kanker garis sama dengan biang keladi kanker bercak, yakni
2 Mouldy Rot Penyebab penyakit mouldy rot adalah cendawan
Ceratocystis Jimbriata dengan benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu di bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan di bagian tanaman yang sakit dan bisa bertahan lama dalam kondisi kering. Akibat yang ditimbulkan penyakit ini sarat dengan kanker garis, yaitu menimbulkan luka-luka di bidang sadap, sehingga pemulihan kulit menjadi terganggu. Luka-luka tersebut meninggalkan bekas bergelombang di bidang sadap, sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya. Bahkan, dalam beberapa kasus bidang sadap menjadi rusak, sehingga tidak bisa dilakukan penyadapan lagi. Penyakit ini mudah berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah-daerah berkelembaban tinggi dan beriklim basah. Penyadapan yang terlalu dekat dengan tanah juga bisa memicu serangan penyakit ini.
3. Brown Blast Penyakit brown blast bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, melainkan karena penyadapan yang terlalu sering, apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks. Penyakit ini juga sering menyerang tanaman yang terlalu subur, berasal dari biji, dan tanaman yang sedang membentuk daun baru. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat karena terbentuk gum
2.5 Penelitian Terdahulu
Adapun bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian ini, penulis mengambil
beberapa referensi dari penelitian sebelumnya. Beberpa penelitian yang penulis jadikan
bahan referensi untuk melakukan penelitian ini adalah sebegai berikut:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Yanti (2010) dengan menggunakan metode
Forward Chaining untuk diagnosis penyakit utama tanaman kelapa sawit diperoleh
kesimpulan sebagai berikut : Informasi yang didapat dari sistem pakar ini sudah
sesuai dengan tujuan yaitu sistem dapat mendefenisikan penyakit tanaman kelapa
sawit beserta saran pengendaliannya. Sistem pakar yang dibuat sudah mampu
melakukan proses penalaran dengan menggunakan metode Forward Chaining yaitu
proses penalaran dari premis atau data menuju pada konklusi. Dan Pada perancangan
sistem pakar ini proses konsultasi hanya memiliki pilihan jawaban ya dan tidak
(Yanti, 2010).
b. Penelitian yang dilakukan oleh Hasdya Mutia Rambey (2011) dengan menggunakan
metode Forward Chaining untuk menentukan penyakit dan hama pada tanamana
semangka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Telah berhasil dibuat aplikasi sistem
pakar untuk menentukan penyakit dan hama pada tanaman semangka menggunakan
metode Forward Chaining, Sistem pakar untuk penyakit dan hama tanaman
semangka ini telah mampu memberikan informasi kepada user mengenai penyakit dan
hama tanaman semangka berdasarkan pertanyaan yang diberikan, Aplikasi ini dapat
memberikan informasi kepada orang awam mengenai penyakit dan hama tanaman
semangka sehingga dapat diketahui langkah lebih lanjut untuk mengatasinya
(Rambey, 2011).
c. Penelitian yang dilakukan oleh Misbahul Jannah (2011) dengan menggunakan metode
Forward Chaining dan Dempster Shafer untuk mendiagnosa penyakit lambung
diperoleh kesimpulan bahwa perangkat lunak tersebut dapat mendiagnosa penyakit
pada lambung antara lain Gastritis, Dispepsia dan GERD dengan nilai kepercayaan
d. Penelitian yang dilakukan oleh Elyza Gustri Wahyuni dan Widodo Prijodiprojo
(2013) dengan menggunakan metode Dempster Shafer untuk mendiangnosa tingkat
resiko penyakit Jantung Koroner dengan masukkan berupa gejala serta faktor
resiko yang dimiliki pasien. Dari beberapa kasus yang diuji cobakan diperoleh hasil
diagnosa yang sama antara perhitungan sistem dengan menggunakan teori mesin
inferensi Dempster Shafer dan pengetahuan pakar yaitu Dokter Spesialis Jantung.
Hasil ujicoba 10 kasus yang didapatkan dari Rekam medis RS.PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, maka didapatkan persentase sebesar 100% nilai kebenaran dari prediksi
diagnosa yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar (Wahyuni dan