MAKALAH
ANTARBAHASA ATAU INTERLANGUAGE
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah
Analisis Kesalahan Berbahasa (ANAKES)
Dosen Pembimbing:
Nur Wahyu S. Pd
Oleh Kelompok VII:
1. Imroatul Hasanah (076077) 2. Ita Choiriyah (076082) 3. Krisna Arlin S (076085) 4. Kukuh Pristyan (076086) 5. Lailiyatul N F (076088)
PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
ANGKATAN 2007 C
JOMBANG
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini kami susun adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari mata
kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa (Anakes). Judul yang diambil adalah “Antar
Bahasa Atau Interlanguage.”
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Nur Wahyu S. Pd yang senantiasa memberikan
arahan dan bimbingan kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, penulis merasa masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun sehingga menjadi lebih baik dan sempurna.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah kami ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Jombang, Nopember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Pembahasan... 2
1.4. Manfaat Pembahasan ... 3
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Batasan atau definisi Antarbahasa ... 4
2.2. Proses Antarbahasa ... 9
2.3. Masalah Antarbahasa... 11
2.3.1. Masalah Metodologi ... 13
2.3.2. Masalah Teoritis ... 15
BAB III PENUTUP 3.1. Simpulan ... 18
3.2. Kritik dan Saran... 19
DAFTAR PUSTAKA ... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam hal bahasa antar bahasa banyak mengkaji teori dan metodologi
yang berbeda dari pendekatan dan performansi pembelajar. Perbedaan yang
paling jelas adalah dalam hal ”sikap” terhadap performansi pembelajar,
terutama dalam hal ”kesalahan”. Anakes tradisional menganggap bahwa
kesalahan sebagai hal yang berbahaya dan berupaya untuk memberantasnya.
Dalam kerangka kerja antar bahasa terdapat penyimpangan-penyimpangan dari
norma-norma bahasa sasaran sebagai eksponen-eksponen sistem pembelajar.
Yang kedua, perbedaan yang paling penting adalah Anakon secara eksklusif
sangat memperhatikan atau menaruh perhatian besar terhadap aspek performasi
pembelajar yang ciri-ciri bahasa ibunya. Maka Antar Bahasa menghindari
pembatasan ini. Interferensi bahasa ibu atau bahasa asli hanyalah merupakan
salah satu sarana eksplanatori (penjelasan) di dalam daftar atau perbendaharaan
sang peneliti Antarbahasa.
Antarbahasa memang lebih ampuh secara eksplanatori lantaran mencakup
daya eksplanatori Anakon, memperkuat, memperluas dan menyumbangkannya.
Secara metodologis Antarbahasa dapat dikatakan menyatukan asumsi-asumsi
Anakon dan Anakes. Kalau Anakon mempertentangkan atau menkontraskan
bahasa ibu pembelajar dan bahasa sasaran, dan Analisis konversional
melibatkan pertentangan antara performansi pembelajar dengan bahasa sasaran.
Oleh karena itu Antarbahasa sangat memperhatikan serta memanfaatkan tiga
hal tersebut. Secara eksplisit menggabungkan Antarbahasa pembelajar dengan
dan Analisis kontrastif merupakan suatu sarana penyaring awal, merintis jalan
bagi pengujian hipotesis-hipotesis mengenai aneka faktor penentu bahasa
pembelajar lainnya (Sridhar, 1985 : 232).
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam permasalan Anakes Antarbahasa adalah perlu
diberikan untuk memberi arahan terhadap problem pemerolehan pembelajar
bahasa ibu dengan bahasa sasaran .
Berdasarkan ruang lingkup masalah yang ada dalam pembatasan yang
ditetapkan dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian istilah Antarbahasa?
2. Bagaimana proses Antarbahasa berdasarkan butir-butir, kaidah dan sub
sistem?
3. Apa masalah yang terdapat dalam Antarbahasa ?
4. Bagaimana klasifikasi dalam masalah Antarbahasa beserta telaah dan hal-hal
yang terkait?
1.3. Tujuan Pembahasan 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pembahasan ini adalah untuk memperoleh gambaran atau
deskripsi secara jelas tentang pengertian, proses, masalah yang terkait
serta klasifikasi masalah Antarbahasa beserta telaah dan hal-hal yang
terkait.
1.3.2. Tujuan Khusus
Secara operasional tujuan dari hasil penemuan atau penelitian ini
1. Menjelaskan pengertian istilah Antarbahasa.
2. Menjelaskan proses Antarbahasa berdasarkan butir-butir, kaidah
serta sub sistem.
3. Menjelaskan masalah yang terdapat dalam Antarbahasa.
4. Menjelaskan klasifikasi dalam masalah Antarbahasa beserta
telaahnya.
1.4. Manfaat Pembahasan 1.4.1. Bagi Pembaca
Semoga makalah ini dapat memberi informasi dan wawasan tentang
istilah Antarbahasa, proses Antarbahasa, masalah serta klasifikasi
Antarbahasa secara detail. Serta memepeoleh pengetahuan yang luas
berdasarkan telaah pemerolehan pembelajar bahasa ibu dengan bahasa
sasaran.
1.4.2. Bagi Pembelajaran ilmu bahasa
Semoga pembahasan ini dapat meningkatkan dasar pengetahuan dalam
pembelajaran ilmu bahasa khususnya dalam hal Analisis Kesalahan
Berbahasa (Anakes), terutama hal-hal yang berkaitan dengan
pemerolehan bahasa pembelajar bahasa ibu dengan bahasa sasaran,
sehingga dapat diuji dengan hipotesis-hipotesis yang kuat baik terutama
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Batasan atau Definisi Antarbahasa
Dalam rangkaian sistem-sistem linguistik yang ditempuh oleh pembelajar
bahasa terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk menguasai bahasa
sasaran. Oleh karena itu terdapat berbagai istilah yang terkait dalam
sisitem-sistem linguistik tersebut diantaranya adalah:
1. Dialek Idiosinkratik (Corder, 1971)
2. Sistem Approksimatif (Nemser, 1971)
3. Antarbahasa atau interlanguages (Selinker, 1969)
Dialek idiosinkratik adalah dialek yang tidak digunakan sebagai bahasa oleh
sekelompok masyarakat manapun. Misalnya bahasa Inggris versi SMA yang
khas milik mereka sendiri (dialek) ketika dalam proses belajar B2. Contoh
penggunaan kata ”loo” (lu:) dalam Bahasa Inggris British, sedangkan dalam Bahasa Inggris US (Amerika) menggunkan kata ”toilet”(toilit), kedua kata tersebut bermakna sama ”kamar kecil”. Contoh lain adalah kata ”lolly” (lali) dalam Bahasa Inggris British, sedangkan dalam Bahasa Inggris US
menggunakan kata ”money”. Kedua kata itu bermakna ”uang”. Sedangkan contoh dalam bahasa Indonesia penggunaan kata ”beta” dan ”saya”. Pada
hakikatnya kedua kata itu bermakna sama yaitu ”aku”. Kata ”color” dalam
bahasa Inggris, sedangkan kata ”colour” dalam bahasa Inggris US bermakna
warna.
Sistem Approksimatif merupakan sistem perkiraan penggunaan kalimat
big house. Akan tetapi kedua istilah tersebut tidak banyak dipakai dalam kepustakaan dewasa ini, sedangkan yang lebih banyak dipakai adalah istilah
Antarbahasa, istilah ini lebih cocok dan relevan karena memiliki beberapa
alasan diantaranya adalah:
a) Istilah Antarbahasa mencakup status yang tidak menentukan dari sistem
pembelajar antara bahasa asli dengan bahasa sasaran;
b)Istilah Antarbahasa menggambarkan ”kecepatan yang tidak normal” yang
tidak dapat bertindak sebagai sarana pengubah bahasa sang pembelajar atau
ketidakstabilannya;
c) Berpusat pada istilah ”bahasa” maka istilah Antarbahasa mengakui dan
menghargai hakikat performansi pembelajar yang sistematik dan taat kaidah
dan adekuasi (kecukupan) sebagai suatu sistem yuang komunikatif
fungsional, paling sedikit, dari sudut pandangan pembelajar (Fisiak [ed]
1985 27).
Sedangkan menurut Selinker pada tahun 1972 menyatakan bahwa istilah
Antarbahasa mengacu pada pengetahuan sisitemik mengenai B2 yang berdikari
bebas dari B1 pembelajar maupun bahasa sasaran. Sedangkan beberapa istilah
Antarbahasa yang digunakan oleh Selinker adalah:
a. Mengacu kepada seperangkat sistem yang saling berpautan satu sama lain
yang memberi ciri kepada pemerolehan;
b. Mengacu kepada sisitem yang (dapat) diobservasi pada satu tahap tunggal
perkembangan (yaitu ”suatu bahasa”); dan
c. Mengacu kepada gabungan atau kombinasi bahasa ibu/bahasa sasaran
Dalam pandangan Selinker antarbahasa merupakan suatu sistem tingkat
lanjutan yang berlokasi pada ”kontinum” atau ”rangkaian kesatuan” yang
merentang dari bahasa ibu ke bahasa sasaran. Suatu sistem yang dikuasai serta
dikendalikan oleh kaidah-kaidahnya sendiri dan sangat jarang sekali sama dan
sebangun secara keseluruhan dengan sistem B2, kecuali kalau pemerolehan
bahasa dimulai sejak dini. Ketidaksamaan atau fosilisasi merupakan suatu
konsep yang berpusat pada Hipotesis Antarbahasa Selinker. Fenomena
linguistik yang terfolisasi adalah butir-butir, kaidah-kaidah, subsistem-subsistem
yang digunakan oleh para penutur bahasa asli cenderung dipakai dalam
antarbahasa mereka pada saat memperoleh B2 tertentu atau dengan kata lain
aspek-aspek antarbahasa ini bersifat permanen dan tidak akan pernah terhapus
bagi kebanyakan pembelajar B2, tanpa menghiraukan serta memperhatikan
jumlah penjelasan dan pengajaran yang mereka terima (Selinker 1974 : 118-9).
Sedangkan menurut Corder (1978) ada berbagai ragam tipe kontinum yang
mempunyai eksplanatori yang potensial. Diantaranya adalah:
1. Pembelajar terlibat secara konstan dan progresif bagi penyesuaian sistem
bahasa asli kepada sistem bahasa sasaran yang erat yang disebut dengan
penstrukturan kembali yang progresif, sedangkan kontinum implikasinya
disebut dengan kontinum yang distrukturkan kembali (restructuring
continum). Tipe konseptualisasi ini menekankan pada fakta-fakta
terdokumentasi antarbahasa pada tahap-tahap belajar awal yang seringkali
memanifestasikan dalam tata bahasa dan fonologi ciri-ciri bahasa asli atau
unsur-unsur yang mudah dihubungkan dengan bahasa asli. Antarbahasa lebih
sederhana daripada pemerolehan tuturan bahasa asli orang dewasa.
Perkembangan bahasa anak itu dimulai dari nol, sedangkan orang dewasa
sebagai pembelajar B2 lebih rumit karena harus memulai struktur kognitif
yang telah berinteraksi dan sisitem bahasa ibu telah terbentuk secara mapan.
3. Antarbahasa sebagai salah satu kontinum atau kombinasi dari kedua kontinum
di atas. Dalam hipotesis ini terdapat sejumlah keseragaman mengenai cara
perkembangan atau kemajuan para pembelajar B2 dan mengikuti urutan
perkembangan yang sama tanpa memperhatikan bahasa ibu.
Gambar 22 : Aneka Sinonim ”Antarbahasa”
Interlanguage (Silingker 1969)
Idiosyncretic Dialect (Corder 1971)
Menghargai
Gambar 23 : Faktor Penyebab Keunggulan istilah ”Interlanguage” atau ”Antarbahasa”
Gambar 24 : Acuan Istilah Antarbahasa atau Interlanguage
2.2. Proses Antarbahasa
Menurut Selinker terdapat fenomena-fenomenayang menarik dalam
performansi Antarbahasa adalah butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang
dapat difosilisasikan dengan bantuan lima proses Antarbahasa, diantaranya
adalah:
1. Transfer bahasa (language transfer) 2. Transfer latihan (transfer of training)
3. Siasat pembelajaran bahasa kedua (strategies of second language learning) 4. Siasat komunikasi bahasa kedua (strategies of second language
communication)
5. Penyamarataan yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran
(overgeneralization of target language linguistik material)
Secara eksperimental butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem-subsistem
yang dapat difolisasikan dalam performansi Antarbahasa adalah merupakan
akibat dari bahasa asli.
Selinker menghipotesiskan bahwa kalimat proses yang berisi kaidah-kaidah
dan ciri-ciri bahasa sasaran merupakan inti dari pembelajaran bahasa kedua.
Kelima proses di atas sangat penting bagi pembelajaran dan pemerolehan
bahasa kedua karena masing-masing dapat memaksa butir-butir, kaidah-kaidah,
dan subsistem yang terfolisasi muncul dan mungkin tetap berada di dalam
Antarbahasa dalam waktu yang tidak terbatas. Kombinasi dari kelima proses
tersebut dikenal dengan Kompetensi Antarbahasa yang terfolisasi (Richards
[ed], 1985 ; 37).
Sedangkan bila ditinjau dari sudut pandang ”kesalahan” maka dapat
Transfer bahasa bahan pembelajaran bahasa dan pendekatan-pendekatannya sendiri;
3. Siasat Pembelajaran Bahasa Kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan sang pembelajar pada bahan atau bahasa yang dipelajari;
4. Siasat Komunikasi Bahasa Kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar yang berupaya berkomunikasi dengan para penutur asli
di dalam situasi pemakaian bahasa secara alamiah; dan
5. Overgeneralisasi Kaidah-Kaidah Bahasa Sasaran adalah kesalahan yang berkaitan dengan sang pembelajar menstrukturkan kembali dan
mengorganisasi kembali bahan linguistik atau materi kebahasaan (Omagio,
1986 : 276) .
Adapun bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan Antarbahasa antaralain :
a) ucapan ejaan (spelling pronunciations) ; sang pembicara mengucapkan kata-kata sesuai dengan ejaannya. Sebagai contoh, orang Indonesia mengucapkan
kata-kata Inggris:
working paper diucapkan [working peiper]
pioneer diucapkan [pioneer]
b) ucapan sanak (cognate pronunciation) ; sang pembicara mengucapkan kata-kata yang sama asalnya,contoh, orang Indonesia mengucapkan kata-kata-kata-kata
Inggris:
athelete diucapkan [atlit]
domestic diucapkan [domestik]
c) belajar holofrase (holofrase learning); contoh gabungan dari frasa Inggris:
half an-hour dibentuk one half an-hour
dalam bahasa Indonesia ;
dua puluh lima-dua puluh dan lima dua puluh delapan-tiga puluh kurang dua
d) hiperkoreksi (hypercorrection); contohnya:
menerangkan diucapkan menerangken
makin diucapkan mangkin
mantap diucapkan mantep
2.3. Masalah Antarbahasa
1. Apakah kita selalu dapat mengenali secara tuntas, tidak ragu-ragu dari proses Antarbahasa yang diakibatkan oleh data yang dapat diamati?
Jawabannya adalah mungkin tidak. Situasi ini dianggap umum dalam
psikologi. Kita tidak mengetahui apakah suatu rentetan Antarbahasa
merupakan suatu akibat dari transfer bahasa, dari transfer latihan atau dari
kedua-duanya. Akan tetapi data yang relevan adalah dapat ditemui pada
situasi pembelajaran B2.
2. Bagaimana kita dapat mensistematiskan nosi atau gagasan ”fosilisasi” sehingga dari dasar gagasan-gagasan teoritis itu kita dapat memperkirakan butir-butir mana yang merupakan wadah situasi-situasi antarbahasa yang difosilisasikan?
Menurut Anakon, para penutur bahasa Spanyol tidak kesulitan mengenai
perbedaan kata ganti he/she dalam BahasaInggris, begitu juga sebaliknya.
Tetapi pada kenyataan sebenarnya penutur bahasa Spanyol mengalami
kesulitan dalam perbedaan tersebut, sedangkan hal ini tidak terjadi pada
orang Inggris yang belajar bahasa Spanyol. Oleh karena itu dalam masalah
ini mungkin terjadi satu proses transfer bahasa atau latihan, menolak
pertimbangan lain atau penetapan benar-benar sulit terbukti.
3. Bagaimana cara bagi seorang pembelajar baru bahasa kedua menghasilkan ucapan-ucapan Antarbahasa yang permukaan gatra-gatranya benar, sesuai dengan norma Antarbahasa yang diupayakannya agar berhasil?
Performansi produktif Antarbahasa oleh pembelajar B2 sama benar dengan
yang dihasilkan oleh penutur aslinya. Dengan kata lain pembelajar B2 harus
bahasa asli (reorganisasi bahan linguistik dari Antarbahasa kepada bahasa sasaran tertentu).
4. Terdapat dua masalah yaitu:
a. Apakah yang merupakan unit-unit relevan bagi struktur psikologis yang dihipotesiskan merupakan wadah keberadaan identifikasi Antarbahasa? b. Adakah suatu fakta bagi eksistensi unit-unit ini?
Jawabannya adalah jika data relevan psikologi belajar B2 merupakan
ucapan-ucapan yang pararel dalam sistem linguistik (bahasa asli,
antarbahasa, dan bahasa sasaran) maka cukup beralasan bila ”secara
kenyataan psikologis” satu-satunya unit antarbahasa yang relevan adalah
sesuatu yang diberikan secara serentak bagi data pararel dalam tiga sistem
atau secara eksperimental dalam sistem tersebut.
Unit-unit identifikasi itu tersembunyi dalam otak (dalam struktur psikologis
yang laten) dan tersedia bagi individu yang ingin menghasilkan norma
bahasa sasaran.
5. Bagaimana kita dapat bereksperimen dengan tiga sistem linguistik (bahasa sasaran, antarbahasa, dan bahasa asli),menciptakan kondisi-kondisi eksperimental yang sama bagi masing-masing dengan satu unit yang dikenali secara interlingual pada sistem-sistem tersebut?
Jawabannya: untuk memperoleh rentetan struktur yang efisisen dan sahih
adalah melalui wawancara lisan, wawancara ini bertujuan untuk
memperoleh suatu kerangka kerja yang bersamaan di dalam ketiga sisitem
tersebut serta melayani sang pewawancara sebagai pembimbing dalam
upaya untuk memperoleh kalimat-kalimat tertentu dalam memperoleh
2.3.1. Masalah Metodologis
Ada tiga tipe riset empiris pada tahun 1970-an, yaitu:
a. Analisis Kesalahan
Analisis Kesalahan atau Anakes merupakan suatu sarana terbatas bagi
penyelidikan pemerolehan bahasa kedua (PB2). Anakes hanya dapat
menyediakan suatu gambaran parsial, karena terpusat pada sebagian bahasa
yang dihasilkan oleh para pembelajar B2, yaitu bentuk-bentuk idiosinkratik
(idiosincratic forms). Selain itu Anakes juga meneliti bahasa bagi pembelajar bahasa dalam waktu tertentu itu tidak dapat memberi harapan
bagi jalan perkembangan yang ditempuh oleh para pembelajar.
b. Telaah-telaah lintas-sektoral (misalnya: telaah morfem);
Telaah morfem yang dilakukan oleh Dulay & Burt merupakan suatu
upaya yang sangat berguna untuk menanggulangi keterbatasan prinsip riset
lintas sektoral-ketidaksanggupannya mengemukakan urutan PB2. Akan
tetapi, barangkali mempunyai kelebihan dari setiap bidang riset PB2
lainnya, telaah ini bersifat kontrofersial. Tidak ada teori yang menyatakan
ketepatan yang dapat digunakan oleh para pembelajar untuk memakai
morfem-morfem yang berkorespondensi dengan susunan yang mereka
peroleh.
c. Telaah-telaah kasus longitudinal
Salah satu masalah utama dalam hal ini adalah bahasa telaah yang
tidak membuktikan kemungkinan untuk membangun suatu tampang atau
profil pengembangan bagi para pembelajar B2 dengan cara yang sama
rata-rata sebagai suatu indeks perkembangan terpercaya. Menurut
Larsen-Freeman (1978), panjang ucapan rata-rata tidak dapat dipakai dalam PB2
karena banyak ucapan para pembelajar B2 terdahulu yang terdiri dari
gumpalan-gumpalan hafalan luar kepala yang justru kekurangan struktur
internal. Hal ini disebabkan oleh kesulitan membuat komparasi terpercaya
antara pembelajar, metode yang digunakan serta studi dalam analisis data.
2.3.2. Masalah Teoritis
Masalah teoritis Antarbahasa menyangkut tigal hal pokok, yaitu:
a. Titik pangkal kontinum antarbahasa
Asal-usul antarbahasa menjadi pokok persoalan utama tatkala PB2
dilihat sebagai salah sesuatu yang lebih cenderung sebagai kontinum
rekreasi daripada kontinum yang distrukturkan kembali. Menurut Corder
(1981) terdapat dua kemungkinan asal usul antarbahasa;
Pembelajar memulai dari goresan atau garutan yang sama seperti yang
dilakukan oleh sang bayi dalam memperoleh bahasa ibunya.
Pembelajar mulai dari “beberapa tata bahasa dasar sederhana”.
Sedangkan menurut Ellis (1982) menyatakan pembelajar mengingat
tahap-tahap pemerolehan awal (berupa kosa kata). Ini dipakai dalam
ucapan non-gramatikal dan penyampaian makna pembelajar dengan
bantuan yang diberikan penyimak dengan konteks situasi.
b. Pengabaian Faktor-faktor Eksternal
Kaum behavioris mencoba mengurangi dan mengecilkan peranan
atau sumbangan lingkungan dengan jalan memberi penekanan pada
kecenderungan bawaan sejak lahir bagi bahasa. Masukan hanya
dimanfaatkan sebagai pencetus bagi timbulnya gerakan
mekanisme-mekanisme proses internal. Konsep strategi perlu dipahami, bukan hanya
sebagai proses mental yang tersembunyi tetapi juga sebagai sarana untuk
menghubungkan masukan dengan pengetahuan yang ada pada satu pihak
dan untuk menghubungkan pengetahuan yang ada dengan keluaran pada
pihak lain. Hal ini dapat dicapai kalau penelitian itu menjadi
interaksi-interaksi yang melibatkan sang pembelajar dan teman bicaranya.
c. Masalah Variabilitas
Salah satu prinsip utama teori Antarbahasa ialah bahwa
pembelajar-bahasa sistematis. Pada setiap tahap perkembangannya sang pembelajar
beroperasi sesuai dengan sistem kaidah yang ada. Akan tetapi
performansi selalu bervariasi. Hal itu terjadi karena pada setiap
perkembangan tidak ditandai dengan sistem kaidah-kaidah kategorik
tetapi kaidah-kaidah alternatif yang menjadikan urutan alamiah itu
kabur dan tidak jelas (tumpang tindih) (Hatch 1974).
Variabilitas tidak muncul kalau ”fosilisasi” (ketidaksebangunan) itu
telah terjadi. Teori Antarbahasa tidak dapat menanggulangi variabilitas
pembelajar secara mudah tetapi menjelaskan mengapa dan bilamana
variabilitas itu terjadi. Teori Antarbahasa telah berupaya
mempertanggungjawabkan variabilitas kontekstual. Jalur alamiah juga
mengabaikan tipe variabilitas dari perbedaan individual pembelajar.
Pustaka studi-kasus mengemukakan bahwa memang terdapat
perbedaan-perbedaan besar dalam cara pembelajar beroreintasi kepada tugas
Analisis Kesalahan
Telaah Lintas Sektoral
MASALAH ANTAR BAHASA
Asal-Usul Antarbahasa
Pengabaian Faktor Eksternal
Telaah
Longitudinal VariabilitasMasalah
Metodologis Teoritis
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dalam rangkaian sistem-sistem linguistik yang ditempuh oleh pembelajar bahasa terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk menguasai bahasa
sasaran. Oleh karena itu terdapat berbagai istilah yang terkait dalam sisitem-sistem linguistik tersebut diantaranya adalah:
1. Dialek Idiosinkratik (Corder, 1971) 2. Sistem Approksimatif (Nemser, 1971)
3. Antarbahasa atau interlanguages (Selinker, 1969)
Sedangkan beberapa istilah Antarbahasa yang digunakan oleh Selinker adalah:
1. Mengacu kepada seperangkat sistem yang saling berpautan satu sama lain yang memberi ciri kepada pemerolehan;
2. Mengacu kepada sisitem yang (dapat) diobservasi pada satu tahap tunggal perkembangan (yaitu ”suatu bahasa”); dan
Mengacu kepada gabungan atau kombinasi bahasa ibu/bahasa sasaran Inggris lawan bahasa ibu Jerman/bahasa sasaran Inggris) (Ellis, 1987
Menurut Selinker terdapat fenomena-fenomenayang menarik dalam performansi Antarbahasa adalah butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang dapat difosilisasikan dengan bantuan lima proses Antarbahasa, diantaranya adalah:
1. Transfer bahasa (language transfer) 2. Transfer latihan (transfer of training)
3. Siasat pembelajaran bahasa kedua (strategies of second language learning) 4. Siasat komunikasi bahasa kedua (strategies of second language
communication)
5. Penyamarataan yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran (overgeneralization of target language linguistik material)
Adapun bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan Antarbahasa antaralain :
Ucapan ejaan (spelling pronunciations)
Belajar holofrase (holofrase learning
Hiperkoreksi (hypercorrection);
Adapun Masalah Antarbahasa yang timbul adalah sebagai berikut:
1. Masalah Metodologis. Ada tiga tipe riset empiris pada tahun 1970-an, yaitu: a. Analisis Kesalahan
b. Telaah-telaah lintas-sektoral (misalnya: telaah morfem); c. Telaah-telaah kasus longitudinal
2. Masalah Teoritis Antarbahasa menyangkut tigal hal pokok, yaitu: a. Titik pangkal kontinum antarbahasa
b. Pengabaian Faktor-faktor Eksternal c. Masalah Variabilitas
3.2. Kritik dan Saran
Anakes merupakan hal yang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
kebenaran dan kesahihan dalam berbahasa. Hal ini perlu ditekankan agar
menjadi tolak ukur bagi kemajuan dunia kebahasan yang telah teruji dengan
beragam hipotesis-hipotesis sehingga memperoleh data yang valid.
Semoga hasil pembahasan ini dapat meningkatkan wacana keilmuan serta
pemahaman secara detail mengenai hal-hal yang terkait dengan tingkat
kesalahan dalam berbahasa serta dapat dijadikan referensi pengetahuan yang
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.1988.”Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa”. Bandung : Angkasa
Broto, S.A.1978.”Pengajaran Bahasa Indonesia”.Jakarta : Bulan Bintang. http : // www. Metodologi Analisis Kesalahan Berbahasa. Sekilas Analisis Kesalahan