• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT A. Jual Beli Alat Berat Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian - Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat BeratTerhadap Cacat Tersembunyi Produk (Studi pada : PT. United T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT A. Jual Beli Alat Berat Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian - Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat BeratTerhadap Cacat Tersembunyi Produk (Studi pada : PT. United T"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT

A. Jual Beli Alat Berat Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian

Perjanjian adalah terjemahan dari kata overeenkomst, yang jika ditinjau dari segi bahasa

dapat pula diterjemahkan dengan persetujuan. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan

bahwa: “Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Berdasarkan rumusan Pasal di atas disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan

empat syarat. Kedua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut

menyangkut subyek perjanjian, sedangkan kedua syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena

menyangkut obyek dari perjanjian. Terdapatnya cacat kehendak (yang disebabkan adanya

kekeliruan, paksaan ataupun penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan

mengakibatkan dapat dibatalkannya perjanjian. Jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat

ditentukan atau kausanya tidak halal maka perjanjian batal demi hukum.

Mengenai pengertian dari kata onvereenkomst ini, Sudikno Mertokusumo mengatakan

dalam kertas kerjanya yang disampaikan pada penataran hukum perikatan II, sebagai berikut :

“perlu kiranya dikemukakan juga tentang perkembangan defenisi atau arti perjanjian

(2)

yang berdasarkan kata sepakat bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Di dalam literatur

Indonesia dan belanda defenisi ini masih tetap dipertahankan, seperti yang diketahui suatu

perjanjian itu terjadi karena adanya kata sepakat atau persesuaian ( pernyataan) kehendak.

Pada hakekatnya yang terjadi adalah persesuain pernyataan kehendak, sebab kehendak

tidak akan sampai kepada pihak lain kalau tidak ada dua perbuatan yang masing-masing bersifat

satu sisi, yaitu adanya penawaran dan penerimaan antara kedua belah pihak, oleh karena itu

perjanjian merupakan hubungan hukum karena dilakukan oleh dua orang yang melakukan

perjanjian serta mengikatkan diri pada hukum perjanjian yang berlaku, dan dilindungi oleh

undang-undang. Undang-undang memberikan kebebasan untuk melakukan perjanjian hanya saja

itu dibuat beberapa syarat sebagai pedoman dan hal itu sangat menentukan bagi keabsahan dari

suatu perjanjian. Perihal perjanjian, diatur dalam Buku III KUHPerdata yang terdiri dari satu

bagian umum dan satu bagian yang khusus Titel I sampai dengan IV memuat peraturan tentang

perjanjian pada umumnya, sedangkan Titel V sampai dengan XIX KUHPerdata menurut

perjanjian yang banyak djumpai dalam masyarakat , misalnya : jual beli, sewa menyewa, dan

lain sebagainya. Ruang lingkup dari perjanjian, meliputi semua persetujuan, dalam hal ini

termasuk pula dalam kategori perjanjian yang dilakukan dalam bentuk kontrak maupun secara

diam-diam.

Dengan demikian telah membawa kewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi di satu

pihak dan menerima satu prestasi di pihak lain. Prestasi menurut Pasal 1324 KUHPerdata, dapat

berupa :

1. Memberi sesuatu

2. Berbuat sesuatu

(3)

Para pihak yang melakukan suatu perjanjian akan mempunyai hak dan kewajiban untuk

memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perjanjian memiliki pengertian,

suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi

kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak

lain untuk menunaikan prestasi, itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu

hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai dalam harta benda

kekeluargaan. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menimbulkan

hubungan hukum perjanjian, sehingga satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk

memperoleh prestasi. Sedangkan pihak lain menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk

menunaikan prestasi.

Berdasarkan hukum perjanjian di dalam undang-undang mengatur beberapa ketentuan

yang menjadi dasar perjanjian dapat berupa asas- asas perjanjian antara lain sebagai berikut 17 :

1. Asas Terbuka

Dimana asas ini sering disebut sebagai asas kebebasan berkontrak, terdapat dalam

Pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun isi perjanjian

tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan dan juga undang-undang. Jadi

apabila dirujuk kepada Pasal 1337 KUHPerdata, telah membatasi kebebasan yang

diberikan oleh Pasal 1338 KUHPerdata atau Pasal 1337 KUHPerdata merupakan salah

satu kendali dari terbuktinya Pasal 1338 KUHPerdata, yang memberi kebebasan untuk

melakukan persetujuan.

2. Asas konsensualitas

      

17 Prof. DR. Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, hlm 66,

(4)

Dapat disimpulkan dari ketentuan yang diatur dari ketentuan umum maupun dalam

ketentuan khusus mengenai perjanjian-perjanjian tertentu, seperti jual beli, sewa

menyewa, dan perjanjian lainnya.

3. Asas bersifat pelengkap

Hukum perjanjian bersifat pelengkap, berarti ketentuan-ketentuan yang telah diatur

dalam undang-undang dapat disingkirkan apabila para pihak membuat perjanjian yang

mengkhendakinya.

4. Asas pacta sunt sevanda (ingkar janji)

Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata, dimana orang yang ingkar janji

(wanprestasi) dalam pandangan asas ini, diartikan sebagai pengingkaran terhadap

undang-undang, dan pelanggaran yang dilakukan atau adanya ingkar janji maka di

kenakan sanksi ganti rugi berupa denda yang diatur sesuai dengan undang-undang.

5. Asas kepastian hukum

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, sebagaimana yang menekankan kepastian

hukum dalam Pasal ini dijumpai pada kalimat “persetujuan itu tidak dapat ditarik

kembali”, kecuali kedua belah pihak sepakat dan diatur di dalam undang-undang

mengenai pembatalan perjanjian. Untuk melindungi serta memberikan kepastian hukum

kepada kedua belah pihak, yang termasuk dalam hal ganti rugi akibat cacat tersembunyi

pada produk.

6. Asas itikad baik

Jika melihat Pasal-pasal persetujuan, akan terlihat asas ini mendapat penekanan

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan persetujuan

(5)

7. Asas kepribadian

Sesuai dengan Pasal 1315 KUHPerdata, pada umumnya tidak seorangpun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau diminta ditetapkannya suatu janji melainkan

untuk dirinya sendiri, kecuali :

a. Janji untuk pihak ketiga;

b. Perjanjian garansi.

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, pembedaan tersebut adalah sebagai

berikut 18:

a. Perjanjian timbal balik adalah

Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya

perjanjian jual beli.

b. Perjanjian cuma-cuma (Pasal 1314 KUHPerdata).

Pasal 1314 KUHPerdata yang berbunyi : “Sesuatu persetujuan dibuat dengan

cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa

menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. persetujuan atas beban, adalah suatu

persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.”

c. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan

haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige)

pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).

Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

       18 

(6)

d. Perjanjian konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak telah

tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata

perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat ( Pasal 1338 KUHPerdata).

Subjek yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian disebut sebagai “subjek hukum” dan

subjek hukum ini secara hukum ada dua yaitu19 :

a. Orang pribadi

b. Badan hukum

Pihak- pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam KUHPerdata, yaitu Pasal

1315, 1317, 1318, dan 1340. Mengingat bahwa hukum harus dipelajari sebagai satu sistem.

Berdasarkan Pasal 1457 KUH perdata, jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Kewajiban utama penjual adalah menyerahkan

barangnya dan menanggungnya (Pasal 1474 KUHPerdata). Pengertian jual beli tersebut terlihat

memberikan dua kewajiban yaitu kewajiban bagi pembeli dan kewajiban untuk menyerahkan

barang bagi penjual. Bahwa jual beli adalah hubungan timbal balik antara kedua belah pihak

dimana pihak yang satu berjanji menyerahkan suatu barang yang menjadi objek perjanjian

sedangkan pihak yang lain berjanji membayar harga barang yang telah disepakati.

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual

dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu

perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan

barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang

berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka

      

(7)

mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun

harganya belum dibayar ”.20

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak

disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena

tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari

perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul

yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual

beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.21

Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu

barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang

tergantung kepada jenis bendanya yaitu :22

a. Benda Bergerak

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas

benda tersebut.

b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan

dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.

c. Benda tidak bergerak

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan

akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

       20 

Prof.R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 2. 

21 Dr. Ahmdi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007,

hlm. 127.

(8)

Objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik

menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan yang tidak diperkenankan

untuk diperjualbelikan adalah :23

a. Benda atau barang orang lain.

b. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang.

c. Bertentangan dengan ketertiban, dan

d. Kesusilaan yang baik

Berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memakai istilah zaak

untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Berdasarkan Pasal 499 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti

bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak

atas suatu barang yang bukan hak milik.

a. Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian Jual Beli

Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli

sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Sedangkan Kewajiban

Penjual adalah sebagai berikut :

b. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda

bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya

juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu :24

c. Penyerahan Benda Bergerak

      

23 Ibid. hlm. 50.

(9)

Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali

yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau

atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana

kebendaan itu berada.

d. Penyerahan Benda Tidak Bergerak

Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616-620 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak

bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT

sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris.

e. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh

Diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang

atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus

diberitahukan kepada dibitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap

piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap

piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan

endosemen.

Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap

cacat-cacat tersembunyi.

Berdasarkan Pasal 30 sampai dengan Pasal 52 United Nations Convention on Contract

for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pokok dari penjual yaitu sebagai

berikut :25

1. Menyerahkan barang

       25

(10)

2. Menyerah terimakan dokumen.

3. Memindahkan Hak Milik

Hak dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata

maupun secara yuridis. Di dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan

barang-barang Internasional (United Nations Convention on Contract for the International Sale

of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan pembeli.26 Pasal 53 sampai 60

United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang

kewajiban pembeli. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:27

a. Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual

b. Membayar harga barang sesuai dengan kontrak

c. Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak

Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil

langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau

oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran

di tempat yang disepakati kedua belah pihak. Kewajiban Pihak Pembeli adalah :

a. Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat

b. Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta

dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah

merupakan Hak bagi pihak Penjual dan sebaliknya Kewajiban dari Pihak Penjual adalah

merupakan hak bagi pihak Pembeli.

       26 

Ibid. 

27 

(11)

Di dalam hukum dikenal suatu ajaran yang dinamakan dengan Resicoleer. Resicoleer

adalah suatu ajaran, yaitu seseorang berkewajiban memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian

di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian.28

Sedangkan Risiko dalam Perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang diperjual belikan,

yaitu 29

1. Barang telah ditentukan

Mengenai risiko dalam jual beli terhadap barang tertentu diatur dalam Pasal 1460

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal pertama yang harus dipahami adalah

pengertian dari barang tertentu tersebut. Yang dimaksudkan dengan barang tertentu

adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh pembeli.30

Mengenai barang seperti itu Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menetapkan bahwa risiko terhadap barang tersebut ditanggung oleh pihak pembeli

meskipun barangnya belum diserahkan. Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut adalah

tidak adil dimana pembeli belum resmi sebagai pemilik dari barang tersebut akan tetapi

pihak konsumen sudah dibebankan untuk menanggung risiko terhadap barang tersebut.

Pihak konsumen dapat resmi sebagai pemilik apabila telah dilakukan penyerahan

terhadap pihak konsumen. Oleh sebab itu, harus menanggung segala risiko yang dapat

terjadi karena barang tersebut telah diserahkan kepadanya. Ketentuan Pasal 1460 ini

dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No

3 Tahun 1963. Menurut Prof. R. Subekti, Surat edaran Mahkamah Agung tersebut

merupakan suatu anjuran kepada semua hakim dan pengadilan untuk membuat

       28

 Op. Cit. Salim H.S.,hlm. 103. 

29

 Op. Cit. Dr. Ahmadi Miru, hlm. 103. 

30

(12)

yurisprudensi yang menyatakan Pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena

itu tidak boleh dipakai lagi.

2. Barang tumpukan

Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan

dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap

untuk diserahkan kepada pembeli.31 Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan

kepada pihak pembeli atau konsumen karena barang-barang tersebut telah terpisah.

3. Barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran atau jumlah.

Barang yang masih harus ditimbang terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya

dikirim (diserahkan) kepada pembeli (konsumen), boleh dikatakan baru dipisahkan dari

barang-barang milik penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau

pengukuran. Setelah dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka

segala risiko yang terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari

pembeli. Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan,

penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut

merupakan tanggungjawab dari pihak penjual. Hal ini diatur dalam Pasal 1461 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen, penyalur dan produsen dalam perjanjian

1. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen dan penyalur

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara

lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk

beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila

       31 

(13)

bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tidaklah

hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya

perjanjian tersebut. Misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta

notaris. Bentuk perjanjian jual beli ada dua yaitu :

a. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk

mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.

b. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan

akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan.

Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di

tempat dimana akta dibuatnya.32 Mengenai Akta Autentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi

dua, yaitu :

1) Akta Pejabat (acte amtelijke)

Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu

dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya.

Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu.

Contohnya Akta Kelahiran.

2) Akta Para Pihak (acte partij)

Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannya dari para pihak di hadapan

pejabat yang berwenang. Contohnya akta sewa menyewa.

      

32

(14)

Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat untuk tujuan pembuktian namun tidak

dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.33 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan

pembuktian berdasarkan pengakuan dari para pihak yang membuatnya. Hal ini bermakna

kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dapat dipersamakan dengan akta autentik sepanjang

para pembuat akta dibawah tangan mengakui dan membenarkan apa yang telah

ditandatanganinya. Dengan kata lain akta di bawah tangan merupakan akta perjanjian yang baru

memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menandatanganinya

sehingga agar akta perjanjian tersebut tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian

oleh notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta autentik.

Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta otentik adalah karena jika

pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang

tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta otentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti

kepalsuannya.34 Maksudnya adalah bahwa jika suatu akta di bawah tangan disangkal oleh pihak

lain, pemegang akta di bawah tangan harus dapat membuktikan keaslian dari akta di bawah

tangan tersebut, Sedangkan apabila akta otentik disangkal oleh pihak lain, pemegang akta otentik

tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang menyangkali yang harus

membuktikan bahwa akta otentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di

bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta otentik adalah

pembuktian kepalsuan.

2 . Bentuk perjanjian antara konsumen dan penyalur

       33 

Ibid.  

34 

(15)

Bentuk perjanjian antara produsen dan penyalur dapat berupa perjanjian campuran

(contractus sui generis). Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai

unsur perjanjian, Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham yaitu :

1. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus

diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada

(contractus sui generis)

2. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan yang dipakai adalah

ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi)

3. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang

diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang

berlaku untuk itu (teori kombinasi).

Perjanjian obligatoir juga digunakan dalam perjanjian jual beli alat berat, perjanjian

obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan

penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Berdasarkan

KUHPerdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual

kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain,

yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena

membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan

(levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.35 Produsen memiliki

perjanjian dalam jual beli menurut hukum yang berlaku di Indonesia, mengenai barang apabila

terdapat barang yang cacat atau tidak sempurna pada alat berat tersebut maka pihak produsen

akan bertanggung jawab terhadap barang tersebut setelah dilakukan pengecekan terlebih dahulu

      

35 

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung :Alumni, 1994), hlm. 20

(16)

oleh teknisi dari pihak penyalur, jika cacat atas produk diakibatkan dari saat pembuatan atau

pabrikan maka pihak produsen akan mengirimkan tenaga ahli mereka ke lokasi konsumen dan

memberikan ganti kerugian melalui penyalur, ganti rugi berupa penggantian suku cadang yang

cacat.

3. Bentuk perjanjian kerjasama antara produsen, penyalur dan konsumen

Bentuk perjanjian yang dilakukan produsen, penyalur, dan konsumen berupa kesepakatan

sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, dimana para pihak mengikatkan diri dalam perjanjian tertulis,

agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan di kemudian hari. Jika terdapat cacat tersembunyi

pada produk alat berat maka pihak konsumen akan mengklaim pihak penyalur sebagai penyedia

barang tersebut, kemudian pihak penyalur mengecek serta melihat tingkat kerusakan pada suku

cadang ataupun alat berat tersebut, jika cacat disebabkan atas kelalaian konsumen dalam

pemakaian alat berat atau kerusakan yang disebabkan oleh konsumen dan apabila pada saat

penyerahan barang terjadi kebakaran dan hal-hal lain yang berada diluar kendali penjual, maka

pihak penjual tidak bertanggung jawab atas hal tersebut.

F. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen dalam jual beli alat berat

Umumnya produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap kegiatan

perdagangan yang panjang mulai dari produsen pembuat (pabrik), distributor, hingga ke

konsumen.36 Masing-masing pihak merupakan unit-unit perdagangan dengan peranan tersendiri

pula. Ada dua golongan konsumen jika dibedakan dari segi cara memperoleh produk, yaitu :

1. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli dari produsen yang berarti

konsumen yang terikat hubungan kontraktual ( perjanjian, kontrak ) dengan produsen.

       36

(17)

2. Konsumen yang tidak membeli, tetapi memperolehnya dengan cara lain, yang berarti

konsumen yang sama sekali tidak terikat dalam hubungan kontraktual (perjanjian,

kontrak ) dengan produsen.

Pembedaan ini penting diperhatikan untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum para

pihak sekaligus untuk menentukan pertanggungjawaban, sebab dalam hukum

pertanggungjawaban lahir dari hubungan hukum terhadap konsumen yang mempunyai hubungan

kontraktual dengan penyalur (pelaku usaha) dapat dilindungi kepentingannya berdasarkan isi

kontrak/perjanjian, tetapi tidak demikian halnya dengan konsumen yang tidak terikat secara

kontraktual dengan penyalur.

Tahapan- tahapan transaksi antara produsen dan konsumen dapat dibedakan dalam tiga

tahap, yaitu:

a) Tahap pratransaksi

Tahap pratransaksi yaitu tahap sebelum adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu

keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan

untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan oleh produsen. Pada tahap ini,

sesuai dengan haknya konsumen mencoba mencari informasi mengenai produk.

Informasi ini dapat langsung diperoleh dari penyalur penjual produk tersebut. Meskipun

belum memasuki tahap transaksi yang sesunguhnya, tahap pratransaksi ini penting sekali

karena dapat mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya, termasuk

keabsahan dari hak dan kewajiban.

b) Tahap transaksi ( yang sesungguhnya )

Setelah calon konsumen (pembeli) memperoleh informasi yang cukup mengenai

(18)

konsumen (pembeli) mempergunakan salah satu haknya, yaitu hak untuk memilih

(menentukan pilihan). Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat

itu lahirlah perjanjian.37 Menurut hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya

penawaran (offer) dengan penerimaan (acceptance), sebab kedua-duanya adalah

sama-sama pernyataan kehendak.

c) Tahap purnatransaksi

Transaksi (perjanjian/kontrak) yang sudah dibuat antara produsen-penjual dan

konsumen/pembeli tentunya masih harus direalisasikan, di ikuti dengan pemenuhan hak

dan kewajiban di antara mereka sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat itu. Artinya,

tahap pengikatan perjanjian sebenarnya hanyalah bagian awal yang masih harus diikuti

dengan perbuatan pelaksanaan. Menurut sifatnya perjanjian jual beli adalah perjanjian

obligatoir. Sehubungan dengan transaksi antara produsen/penjual dan

konsumen/pembeli, beberapa hal yang potensial melahirkan konflik adalah kualitas

dengan kegunaan produk (antara informasi dan faktanya), harga dan hak-hak

konsumen/pembeli setelah perjanjian (yang disebut dengan layanan purajurnal, seperti

garansi dan sebagainya.

Kualitas dan kegunaan produk yang berbeda antara informasi yang diperoleh sebelumnya

dan kenyataannya setelah dipakai dapat berupa:

(1) Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang diharapkan konsumen dan

pembeli.

(2) Adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak produsen, dalam arti produsen

tidak jujur (berbohong) dalam member keterangannya.

       37

(19)

(3) Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan.

Bahwa antara harga dan kualitas produk tidak ada kesesuaian (tidak sebanding), produk

terlalu mahal. Dalam hal ini terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain, maka secara

garis besar pihak-pihak yang terlibat dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu:38

Pada kelompok pertama, kelompok penyedia barang atau penyelenggara jasa, pada

umumnya pihak ini berlaku sebagai:

(a) Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa (investor);

(b) Penghasil atau pembuat barang/jasa (produsen);

(c) Penyalur barang atau jasa;

Sedangkan dalam kelompok kedua terdapat

(a) Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan tujuan memproduksi

(membuat) barang atau jasa lain; atau mendapatkan barang atau jasa itu untuk dijual

kembali (tujuan komersial); dan

(b) Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri, keluarga atau rumah tangganya (untuk tujuan nonkomersial).

Sesuai literatur ekonomi kelompok pertama disebut pengusaha (dalam hukum

perlindungan konsumen umumnya disebut produsen, penyalur atau pelaku usaha), sedang

kelompok kedua disebut sebagai konsumen

1. Hubungan Langsung

Hubungan langsung yang dimaksudkan pada bagian ini adalah hubungan antara

produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian. Tanpa

mengabaikan jenis-jenis perjanjian lainnya, pengalihan barang dari produsen kepada

       38

(20)

konsumen pada umumnya dilakukan dengan perjanjian jual-beli, baik yang dilakukan

secara tertulis maupun secara lisan. Salah satu bentuk perjanjian tertulis yaitu perjanjian

baku dimana perjanjian ini dipergunakan jika salah satu pihak sering berhadapan dengan

pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki kepentingan yang sama.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 ayat (1) B.W., yaitu

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Sedangkan pengertian sah telah memenuhi syarat sahnya perjanjian

berrdasarkan pasal 1320 B.W., sebagai berikut.

a. Kata sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan;

c. Mengenai suatu objek tertentu; dan

d. Mengenai causa yang dibolehkan.

Ketentuan yang dimaksud yaitu kesempurnaan kata sepakat, karena apabila kata sepakat

diberikan dengan adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka perjanjian tersebut tidak

sempurna sehingga masih ada kemungkinan dibatalkan.39

2. Hubungan Tidak Langsung

Hubungan tidak langsung pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan

konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak di

antara pihak konsumen dengan produsen. Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk

perjanjian antara pihak produsen dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak

konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kerugian kepada produsen

      

(21)

dengan siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan

tidak hanya perjanjian yang melahirkan perikatan.40

Maka bagi konsumen yang dirugikan karena suatu produk tertentu, tidak perlu harus

terikat perjanjian untuk dapat menuntut ganti kerugian, akan tetapi dapat juga menuntut dengan

alasan bahwa penyalur melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dasar tanggung gugat

produsen adalah tanggung gugat yang didasarkan pada adanya kesalahan produsen.

Kecenderungan konsumen untuk mempergunakan suatu produk sangat terkait dengan informasi

yang diperoleh konsumen mengenai suatu produk tertentu melalui iklan yang pada umumnya

dibuat oleh produsen yang tidak terikat perjanjian dengan konsumen.

Walaupun iklan dapat merugikan konsumen, namun banyak produsen di Indonesia, iklan

seolah-olah dianggap sebagai suatu alat promosi yang tidak memiliki akibat hukum. Iklan yang

dapat merugikan konsumen dapat berupa:

1. Bait advertising

Suatu iklan yang menarik, namun penawaran yang disampaikan tidak jujur untuk

menjual produk karena pengiklanan tidak bermaksud menjual barang yang diiklankan.

Tujuannya agar konsumen mengganti membeli barang yang diiklankan dengan barang

lainnya yang lebih menguntungkan pengiklan.41

2. Blind advertising

Suatu iklan yang cenderung membujuk konsumen untuk berhubungan dengan

pengiklan, namun tidak menyatakan tujuan utama iklan tersebut untuk menjual barang

atau jasa, dan tidak menyatakan identitas pengiklan.42

      

40 Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. PrinsipPrinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia  41

 Stanley Morganster, Legal Protection for the Consumer Second Edition, (Dobbs Ferry‐New York: Oceana  Publications, Inc, 1978), hlm. 22. 

42 

(22)

3. False advertising

Untuk membujuk pembelian barang yang di iklankan, dan bujukan pembelian

tersebut merugikan pembeli, serta dibuat atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan.43

Secara umum, informasi yang disampaikan kepada konsumen dilakukan dengan cara

merepsentasikan suatu produk dengan berbagai cara dengan berbagai media, namun dalam

pelaksanaannya kadang terjadi pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu pihak untuk

membujuk pihak lain masuk dalam suatu perjanjian.44

G. Hak dan kewajiban produsen, penyalur dan konsumen dalam jual beli alat berat.

Penyalur dan konsumen disebut juga sebagai pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban,

berikut hak dan kewajiban pelaku usaha dalam jual beli. Hak pelaku usaha adalah :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah45 :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha;

       43 

Milton Handler, Bussines Tort, Case and Materials, (New York: Foundation Press, 1972), hlm. 475. 

44

 G.C. Cheshire and Fifoot, C.H.S. The Law of Contract, Fourth Australian Edition, by Higgins, P.F.P., et al.,  (Sidney: Butterworths, 1981), hlm. 253. 

45 

(23)

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat

dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Hak dan kewajiban konsumen

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

(24)

6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau pengantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;

7. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamana dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.46

      

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melakukan studi evaluasi ini maka diperlukan suatu standar klinik bagi para mahasiswa yang- akan bekerja di Klinik Kerja Mahasiswa.Pengelolaan Klinik. Kerja Mahasiswa akan

Hasil penelitian didapatkan seperangkat soal matematika model PISA Konteks Kain Cual Bangka Belitung yang valid, praktis, dan memiliki efek potensial terhadap kemampuan

4 Kabupaten Manokwari Selatan GURU MATEMATIKA PERTAMA 3034-2-059170 AWAN ANGGITA HART 5 Kabupaten Manokwari Selatan GURU MATEMATIKA PERTAMA 3034-2-058269 SENY KARTIKASARI 6

 Dalam hal ini, sumber lisan telah memainkan peranan penting kepada para pengkaji sejarah dalam melakukan kajian sejarah ke atas pelbagai tema sejarah terutamanya sejarah

(2) Dinas Pendapatan Daerah menerbitkan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya daftar

Pada tahapan sebelumnya, telah dihitung total dari jarak yang telah ditempuh oleh rute pendistribusian baru dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode