• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Manual Dan Standar Operasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Memahami Manual Dan Standar Operasional"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Memahami Manual Dan Standar Operasional Bank Dunia dan Lembaga

Pembiayaan Asing (IFC

International Finance Corporation) Untuk

Warisan Budaya

1

Oleh Dr. Adi Prasetijo2

Pengantar

Paper ini berdasarkan pengalaman penulis melakukan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan assessment atau penilaian project dengan menggunakan standard international. Sebenarnya tujuan utama penggunaan standard operasional ini berkaitan dengan project pembangunan yang didanai atau akan dimintakan dana kepada lembaga pembiayaan asing. Memang di Indonesia banyak dikenali lembaga pembiayaan asing, namun penulis akan memfokuskan kepada model 2 pembiayaan asing yang mempunyai model yang berbeda focus pembiayaannya, yaitu project yang didanai oleh Word Bank atau Bank Dunia dan IFC (International Finance Corporation). Jika project yang didanai oleh Bank Dunia lebih difokuskan kepada proyek yang diajukan suatu negara atau pemerintah, maka IFC lebih focus kepada proyek pembiayaan asing yang difokuskan kepada swasta.

Pembiayaan asing untuk pembangunan beberapa dekade tahun ini sangat marak digunakan oleh perusahaan swasta asing dan dalam negeri, karena kebutuhan dana untuk investasi pengembangan usaha. Pembangunan infrastuktur yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi membutuhkan konsekuensi pendanaan yang tidak sedikit, sehingga diperlukan sumber pendanaan lain. Beberapa proyek pembangunan nasional yang digagas oleh BUMN harus sesuai dengan standard yang telah dibuat.

Kedua pembiayaan asing ini mempunyai standar yang harus dipenuhi oleh penerima donor. Bank Dunia mempunyai World Bank Operation Manual (WB-OM), dan IFC sendiri mempunyai IFC Performance Standard. Salah satu elemen penting yang dibahas dalam manual dikedua lembaga tersebut adalah bagaimana project pembangunan yang didanai oleh mereka tidak boleh memberikan dampak kepada budaya masyarakat setempat dan keberadaan warisan budaya yang ada. Didalam manual kedua lembaga tersebut disebutkan tentang bagaimana pengelolaan dan kewajiban penerima dana untuk melakukan kajian, pelaporan kepada pihak berwenang, dan pengelolaan warisan budaya jika ditemukan. Paper ini selain untuk mengenalkan manual dan standard lembaga pembiayaan asing tersebut (terutama IFC Performance Standard), juga bertujuan untuk menganalisa keberadaan standard internasional ketika di Indonesia dikaitkan dengan sistem perundangan warisan budaya yang ada di Indonesia. Maka paper ini akan lebih banyak berfokus kepada ‘gap analysis’ antara IFC Performance Standard, dan UU CB/201, serta bagaimana implementasinya di Indonesia.

1Paper disampaikan dalam DIA (Diskusi Ilmiah Arkeologi) 2016, “Isu-Isu Mutakhir Dalam Arkeologi”, diselenggarakan oleh IAAI (Ikatan Ahli Arkeolog Indonesia) Komda DIY-Jateng, pada 24 November 2016, di Benteng Vredeburg, Yogyakarta, DIY

2

(2)

Pengenalan Singkat IFC Performance Standard

IFC atau International Finance Corporation adalah lembaga pembiayaan yang dibentuk oleh Bank Dunia untuk pendanaan swasta. Jika Bank Dunia adalah lembaga pembiayaan ‘G to G’ atau antar pemerintah, maka IFC berfokus kepada pembiayaan swasta. IFC berdiri pada tahun 1956, beberapa tahun setelah berdirinya Bank Dunia pada tahun 1944. Pada waktu itu untuk mengatasi kemiskinan Bank Dunia mempunyai pemikiran bahwa pendekatannya harus dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan membentuk 5 lembaga komplementari yang mendukung program Bank Dunia. Kelima lembaga tersebut adalah

• International Bank for Reconstruction and Development (IBRD)

• International Development Association (IDA)

• International Finance Corporation (IFC)

• Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

• International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

IFC sendiri dibentuk untuk memperkuat sector bisnis atau swasta sebagai dasar untuk menumbuhkan perekonomian local dan negara yang bersangkutan. Meskipun bagian dari Bank Dunia, IFC adalah badan hukum yang terpisah dengan model perjanjian, modal saham, struktur keuangan, manajemen, dan staf yang tersendiri. Keanggotaan dalam IFC juga terbuka hanya untuk negara-negara anggota Bank Dunia.

Meskipun begitu project yang didanai oleh IFC tidaklah lepas sama sekali dari tujuan pembangunan dan mendukung program pembangunan yang digagas oleh pemerintah setempat dan Bank Dunia sendiri. Oleh karena itu banyak project yang didanai oleh IFC merupakan program pembangunan yang menjadi completer terhadap program yang digagas oleh Bank Dunia dan program pembangunan yang menjadi prioritas negara setempat. Seperti misalnya di Indonesia sendiri, dimana pemerintah Presiden Jokowi menitikberatkan kepada pembangunan infrastruktur dan pengembangan energy 35.000 watt, maka program IFC akan banyak memprioritaskannya.

IFC percaya bahwa mereka membutuhkan Sustainability Framework atau Kerangka Kerja Keberlanjutan yang dapat mengartikulasikan komitmen strategi IFC untuk pembangunan berkelanjutan dan merupakan bagian integral dari pendekatan kami terhadap manajemen risiko.

Kerangka Keberlanjutan atau The Sustainability Framework ini dibuat untuk membantu klien melakukan bisnis secara berkelanjutan. Hal ini untuk membantu mempromosikan praktek-praktek lingkungan dan social secara benar, mendorong transparansi dan akuntabilitas, dan memberikan kontribusi untuk dampak perkembangan yang positif bagi masyarakat terdampat. Standar Kinerja IFC atau IFC Performance Standar sebenarnya merupakan bagian dari Sustainability Framework yang dibuat oleh IFC. Kemudian berkembang menjadi global dan diakui sebagai dasar atau panduan untuk manajemen risiko, baik untuk lingkungan dan sosial di sektor swasta.

(3)

IFC Kerangka Kerja Performance Standard

Pada dasarnya Kerangka Kerja IFC membagi dalam 8 Performance Standard3 atau kinerja perusahaan,

yang terdiri dari:

1. PS 1 - Social and Environmental Assessment and Management System (Sistem Management dan Penilaian Lingkungan dan Sosial)

Berkaitan dengan bagaimana proyek melakukan identifikasi dan assessment, serta bagaimana mengelola semua dampak social, budaya dan lingkungan yang akan ditimbulkan oleh aktivitas proyek. Dalam PS 1 ini proyek berusaha untuk menghindari, meminimalkan, atau melakukan mitigasi terhadap dampak. Hal ini juga untuk menyiapkan aturan, kebijakan, rencana implementasi, alat monitoring & evaluasi, hingga membuat grievance mechanism atau mekanisme komplain. Ada beberapa tujuan dari PS 1 ini, yaitu:

a. Untuk mengadopsi hirarki mitigasi agar dapat mengantisipasi dan menghindari, atau melakukan penghindaran jika tidak mungkin dilakukan, serta meminimalkan resiko, dan, di mana dampak residual tetap, kompensasi untuk risiko dan dampak untuk pekerja, dan terutama kepada lingkungan dan masyarakat yang terkena dampak.

b. Untuk mempromosikan kinerja lingkungan dan sosial yang lebih baik melalui sistem manajemen yang efektif. Untuk memastikan bahwa keluhan dari Komunitas Terkena dan komunikasi eksternal dari pihak lain menanggapi dan dikelola dengan tepat

c. Untuk mempromosikan dan memberikan sarana bagi keterlibatan Komunitas yang Terpengaruh sepanjang siklus proyek pada isu-isu yang berpotensi mempengaruhi mereka dan untuk memastikan bahwa informasi lingkungan dan sosial yang relevan diungkapkan dan disebarluaskan dengan benar.

2. PS 2 –Labor and Working Condition (Kondisi Pekerja dan Pekerjaan)

Berkaitan dengan kondisi kerja dalam perusahaan, dan bagaimana pihak manajemen melindungi hak-hak tenaga kerja perusahaan. Juga bagaimana memastikan semua kontraktor dan supplier mendukung prosedur tersebut.

3. PS 3 –Resource Efficiency and Pollution Prevention (Pencegahan Polusi)

Berkaitan dengan bagaimana pencegahan polusi dan penanganan limbah.

4. PS 4 –Community Health, Safety, and Security (Kesehatan Masyarakat dan Keamanan)

Performance Standard 4 berkaitan dengan aspek kesehatan masyarakat dan kepedulian serta persyaratan keselamatan dan personel keamanan.

5. PS 5 – Land Acquisition and Involuntary Resettlement (Pengadaan Tanah dan Perpindahan Penduduk)

Performance Standard 5 mempunyai focus kepada proses pengalihan lahan dan pemindahan penduduk dimana proses pelaksanaannya haruslah sesuai dengan prosedur dan standar nasional maupun internasiona. Yang menjadi fokus PS 5 ini adalah bagaimana proyek memberikan perhatian dan penanganan kepada masyarakat terdampak, atau punya potensi terdampak.

6. PS 6 – Biodiversity Conservation and Sustainable Management of Living Natural Resources

(Konservasi Keragaman Hayati dan Manajemen Sumber Daya Alam Yang Berkelanjutan)

(4)

PS 6 mempunya aturan yang ketat bagaimana proyek tidak boleh memberikan dampak terhadap keanekaragaman hayati. Tujuan dari persyaratan IFC PS 6 adalah memastikan keanekaragaman hayati yang dilindungi dan dilestarikan, dan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam digunakan dimanapun layak di seluruh siklus hidup proyek, sehingga kebutuhan konservasi dan prioritas pembangunan yang terintegrasi.

7. PS 7 –Indigenous Peoples (Masyarakat Adat)

Di bawah Standar Kinerja 7, ketika sebuah inisiatif proyek mempengaruhi Masyarakat Adat (IP), klien harus bekerja untuk membangun hubungan yang baik dengan IP. Proyek dengan dampak yang merugikan memerlukan proses Bebas, Diutamakan, dan Diinformasikan (FPIC atau Free Prior Informes & Consent) bersama IP yang terkena dampak untuk memfasilitasi partisipasi informasi dan memberikan persetujuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kehidupan mereka secara langsung. Proses keterlibatan IP harus sesuai dengan budaya dan sepadan dengan risiko dan dampak potensial terhadap IP. Definisi IP, masyarakat adat berdasarkan beberapa kriteria:

• (Self-identification) Identifikasi diri sebagai anggota kelompok budaya asli yang berbeda dan adanya pengakuan identitas ini oleh orang lain;

• (Ancestral territory) keterikatan bersama terhadap habitat geografis yang berbeda atau wilayah leluhur di wilayah proyek dan sumber daya alam di dalam habitat dan wilayah yang sama;

• Lembaga kebudayaan, ekonomi, sosial, atau politik yang terpisah dari orang-orang dari masyarakat arus utama atau budaya; atau

• Adanya sebuha identifikasi diri bahwa mempunyai ciri yang berbeda dengan kelompok lain. Misalnya dengan pengakuan bahasa yang berbeda atau dialek, sering berbeda dari bahasa resmi atau bahasa negara atau wilayah di mana mereka tinggal.

8. PS 8 –Cultural Heritage (Warisan Budaya)

IFC PS 8 membutuhkan proyek untuk melakukan upaya untuk melindungi warisan budaya dari setiap dampak merugikan dari kegiatan proyek, dan untuk mendukung pelestarian warisan budaya. Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko dan dampak lingkungan dan sosial dari proyek. Ada beberapa tujuan dari PS 8 ini, antara lain adalah:

• Untuk melindungi warisan budaya dari dampak merugikan dari kegiatan proyek dan mendukung pelestariannya.

(5)

Dari sisi manajemen, PS 1 atau Social and Environmental Assessment and Management System

memberikan dasar pijakan pengelolaan bagi performance standard atau kinerja perusahaan dalam pengelolaan dampak. Seperti dalam gambar dibawah ini:

Sumber: IFC Performance Stamdard (2012)

Jika kita melihat gambar diatas dapat digambarkan bahwa semua dampak harus dapat diperkirakan dari 8 komponen yang ada kemudian disatukan dalam suatu sistem manajemen pengelolaan yang terintegratif dan dapat dipantau perkembangaannya.

Beberapa Alasan Perusahaan Melakukan Penilaian IFC PS

Dari pengalaman penulis melakukan penilaian dan pekerjaan berkaitan dengan penilaian IFC ada beberapa alasan perusahaan membuat studi untuk penilaian perusahaan berdasarkan IFC Performance standard, antara lain adalah:

1. Kewajiban, karena merupakan prasarana wajib bagi perusahaan yang mengajukan pinjaman kepada IFC dan lembaga pembiayaan keuangannya lainnya. Beberapa kelompok bank internasional juga mempunyai standard yang mirip dengan disebut sebagai ‘equator principle’ dimana standard yang digunakan mempunyai elemen yang sama, yaitu keinginan untuk tidak memberikan dampak negative terhadap lingkungan dan masyarakat.

2. Permintaan investor atau lembaga investment, untuk melihat kinerja perusahaan – tidak hanya dari aspek keuangan dan manajemen, tetapi juga bagaimana perusahaan menghormati dan melakukan semua prosedur dan standard yang ada, untuk melihat apakah perusahaan mempunyai permasalahan social dan konflik dengan stakeholder lain. 3. Permintaan perusahaan sendiri untuk menilai kinerja mereka berdasarkan IFC

Performance Standard, dengan tujuan antara lain untuk kemudian nantinya akan menawarkan proyek pengembangan yang akan dilakukan kepada perusahaan investor atau lembaga pembiayaan asing, atau untuk meningkatkan standard kinerja secara internasional karena standard IFC dianggap mempunyai reputasi internasional sehingga reputasi perusahaan meningkat secara internasional.

(6)

penilaian kelayakan proyek yang didanai karena dianggap mempunyai standard kinerja yang cukup baik.

Dari pengalaman penulis, banyak perusahaan swasta yang kemudian menggunakan IFC Performance Standard ini sebagai bahan publikasi secara internasional bahwa perusahaan mereka mempunyai kinerja yang baik. Bahkan beberapa perusahaan swasta asing sudah mempunyai protocol secara khusus untuk Masyarakat Adat dan Warisan Budaya, yang menjadi acuan bagi pembangunan proyek atau pengembangan yang dilakukan diseluruh dunia.

Tata Kerja Penilaian Performance Standard

Tata kerja dan metode penilaian sebenarnya tidak ada metode tertentu yang diharuskan untuk dikerjakan. Dalam konteks ini maka kemampuan dan keahlian konsultan atau peneliti sangat dibutuhkan untuk menganalisa dokumen – karena IFC PS sangat tergantung dari evidence atau bukti dokumen, melakukan penilaian secara cepat dan tepat, baik bisa dipertanggungjawabkan secara ‘ilmiah’ dan sesuai dengan aturan nasional dan internasional. Kemampuan untuk melakukan penggalian data dan informasi, juga kemampuan untuk melakukan konsultasi baik dengan instansi terkait maupun dengan public juga sangat dibutuhkan. Bahkan beberapa klien meminta untuk dilakukan proses assessment secara rahasia atau incognito untuk menjaga kerahasian tujuan perusahaan atau investor melakukan penilaian berdasarkan IFC.

Untuk melakukan penilaian memang sangat tergantung dari tujuan melakukan penilaian tersebut, seperti dijelaskan diatas. Karena ini akan mempengaruhi proses kerja yang akan dilakukan. Misalnya bagi proyek baru yang akan didanai oleh lembaga pendanaan donor, maka proses penilaian dengan mencari dan mengidentifikasi potensi dampak yang akan timbul, dan kemudian mengkonfirmasikannya. Sedangkan jika melakukan penilaian bagi perusahaan atau proyek sudah berlangsung maka proses yang dilakukan mencari apakah perusahaan telah mengidentifikasikan potensi dampak yang akan muncul sejak awal, dan bagaimana penanganannya. Hal ini juga menyangkut bagaimana perusahaan memperlakukan jika didaerahnya ditemukan potensi dampak berkaitan dengan warisan budaya.

Ada beberapa proses penilaian yang dilakukan, antara lain adalah:

1. Konsultan melakukan studi dokumen untuk melihat kelengkapan dokumen, berkaitan dengan kebijakan, struktur kelembagaan, SOP, kinerja, laporan penelitian, standard yang digunakan, kemudian bagaimana perusahaan bekerja sesuai dengan aturan hukum secara nasional maupun internasional. Juga melakukan penyisiran terhadap standard lain yang diacu dan bagaimana penerapannya dalam konteks IFC. Misalnya AMDAL, RKL-UPL, perusahaan sawit, mereka mempunyai beberapa standard seperti ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil), dan lain sebagainya. 2. Selain itu konsultan juga harus melakukan pencarian rekam jejak perusahaan dimedia nasional, internasional, maupun local tentang adakah isu-isu tertentu yang dihadapi oleh perusahaan atau proyek yang bersangkutan. Penelusuran ini juga berkaitan dengan pengaduan pihak tertentu kepada perusahaan dan bagaimana perusahaan meresponnya. 3. Melakukan konfirmasi dan verifikasi terhadap potensi terdampak, baik secara lingkungan,

(7)

4. Melakukan analisa dan penulisan laporan berdasarkan temuan yang ada, dimana kemudian temuan akan dikonfirmasi kembali kepada perusahaan. Jika perusahaan sudah melakukan apa buktinya, dan jika belum melakukan kinerja yang dimaksudkan apa buktinya. Dan nantinya report akan diserahkan kepada pihak yang memintanya. Jika proses penilaian IFC untuk suatu proyek baru yang dilakukan maka proses selanjutnya adalah melengkapi beberapa dokumen atau membuat perencanaan yang dmaksud.

IFC Performance Standard Berkaitan dengan Warisan Budaya

Jika kita melihat dari Performance Standard nomer 8 atau PS 8 tentang warisan budaya memang sangat berkaitan langsung dengan warisan budaya. Namun jika kita melihat ada beberapa performance standard yang berkaitan dengan warisan budaya, yaitu PS 7 berkaitan dengan identifikasi Masyarakat Adat atau Indigenous People, karena ada unsur yang harus terpenuhi dalam identifikasi masyarakat adat yaitu adanya ancestral territory atau tanah leluhur, atau tanah yang dikaitkan dengan hak komunal dalam pengelolaannya. Dalam ini sangat kuat kaitannya dengan definisi Kawasan Budaya atau lansekap budaya.

Kemudian yang juga berhubungan dengan PS 1 yang berkaitan dengan - Social and Environmental Assessment and Management System (Sistem Management dan Penilaian Lingkungan dan Sosial). Hal ini berkaitan dengan bagaimana kebijakan perusahaan terhadap pengelolaan warisan budaya, juga bagaimana tingkat kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang ada termasuk mengidentifikasi dan menjaga warisan budaya.

Untuk PS 8 sendiri, pekerjaan mulai dari identifikasi potensi dampak – apakah ada atau tidak, kemudian jika ada bagaimana cara penanganannya dan pengelolaannya, hingga menyiapka prosedur berkaitan dengan warisan budaya bagi perusahaan atau proyek yang terdampak. Ada beberapa lingkup yang menjadi bagian dari PS 8 yaitu adalah:

• Memastikan bahwa perusahaan yang bersangkutan mempunyai protokol untuk Warisan Budaya berdasarkan proses identifikasi dampak, dan memasukannya dalam sistem manajemen untuk dampak sosial & lingkungan, atau disebut sebagai Environmental and Social Management System (ESMS)- PS1

• Jika terdapat risiko dampak terhadap warisan budaya, maka perusahaan akan mencari tenaga profesional yang kompeten untuk membantu dalam identifikasi dan perlindungan warisan budaya.

• Ada beberapa prosedur yang disiapkan, antara lain adalah:

Legally comply, atau bagaimana perusahaan sesuai dengan aturan yang ada berkaitan dengan UU CB No.11/2010, atau standard lain.

Chance Find Procedures, atau membuat prosedur atau protokol penemuan, jika dalam aktivitas kegiatan perusahaan ditemukan cagar budaya.

Community consultation dan Informed Consultation and Participation (ICP), atau memastikan masyarakat yang mempunyai warisan budaya memhami betul konsekuen dari dampak pembangunan terhadap warisan budaya yang dimiliki, dan mereka mempunyai keputusan untuk menerima atau menolak.

Community access, yaitu dengan memastikan masyarakat terdampak tetap mempunyai akses terhadap situs warisan budaya dan bisa melaksanakan ritual budaya tanpa terhalangi.

(8)

mengacu kepada aturan nasional yang berlaku, dan konsultasi dengan lembaga yang terkait pemberi otoritas.

Gap Analysis Dengan Peraturan Indonesia Tentang Warisan Budaya

Seperti dipahami bersama, di Indonesia untuk perlindungan warisan budaya berlaku Undang-Undanga Cagar Budaya No.11, 2010. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Kemudian ada proses penetapan sebelumnya ketika suatu situs atau benda Cagar Budaya dinyatakan penting oleh negara.

Ada beberapa definisi tentang cagar budaya dalam UU CB No.11/2010, antara lain adalah:

1. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

2. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak

berdinding, dan beratap.

3. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

4. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

5. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Dari pemahaman diatas tersebut, ada 4 (empat) hal penting yang harus menjadi titik penekanan pada warisan budaya yang dianggap sebagai penting yaitu: 1) adalah bersifat penting, 2) perlu dilestarikan, 3) memiliki nilai yang signifikan, dan 4) proses pengaturan. Sedangkan definisi kawasan budaya oleh CB UU 11/2010 Pasal 1 butir 6 sebagai unit ruang geografis yang memiliki dua Budaya Warisan Budaya Properti atau lebih berdekatan dan / atau menunjukkan ciri spasial yang khas.

(9)

Sedangkan secara internasional, warisan budaya dilindungi secara hukum di hampir setiap negara. UNESCO Konvensi untuk Perlindungan Budaya Dunia dan Warisan Alam 1972 telah menjadi dasar bagi dunia internasional untuk mengadopsi kebijakan umum berkaitan dengan warisan budaya, termasuk didalamnya adalah lembaga internasional. Konsep Warisan Dunia telah menciptakan sebuah tanggung jawab bersama secara internasional untuk identifikasi, konservasi dan pengelolaan warisan global. Salah satu cara untuk mengatasi tanggung jawab ini adalah dengan menyebarkan standar di berbagai dokumen, termasuk internasional dan regional konvensi, rekomendasi, charter dan kebijakan. Lembaga yang memberikan pinjaman bantuan, seperti World Bank, ADB (Asian Development Bank), juga IFC, melihat konvensi ini dengan tujuan untuk memahami warisan budaya dalam persepsi yang sama.

Standar untuk perlindungan dan pengelolaan warisan budaya secara umum telah dikeluarkan oleh berbagai lembaga; terutama di antara ini adalah United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO); Dewan Internasional mengenai Monumen dan Situs (ICOMOS); Dewan Eropa (COE); dan pemerintah nasional. Sebagian besar standar ini berkaitan dengan budaya material, sering disebut warisan budaya 'tangible'; Namun, ada peningkatan perhatian juga untuk warisan 'intangible', termasuk produk dan proses ekspresi artistik dan kreatif.

Warisan budaya materi dibagi menjadi tiga kelompok: monumen, kelompok bangunan, dan situs. Ini harus memiliki 'nilai yang luar biasa, dan monumen dan kelompok bangunan harus memiliki nilai universal yang luar biasa (Cernea 2001: 2). Tahun 1986 kebijakan operasional Bank Dunia, atau World Bank Operation Manual 11.03 mewajibkan bahwa pembangunan "tidak boleh membahayakan warisan budaya", sehingga proyek yang diperlukan untuk menghindari, meminimalkan, atau mengurangi dampak buruk pada benda budaya.

ADB sendiri misalnya menentukan Warisan Budaya adalah catatan hubungan manusia dengan dunia, prestasi masa lalu, dan penemua, termasuk didalamnya warisan budaya, kekayaan budaya, warisan budaya atau sumber daya budaya, dapat didefinisikan sebagai manifestasi sekarang dari masa lalu manusia. Hal ini mengacu pada situs, struktur, dan tetap mempertahankan nilai arkeologi, sejarah, agama, budaya, atau estetika. Dalam melestarikan warisan ini kita melestarikan unsur-unsur dari masa lalu kita yang memiliki potensi untuk memberikan kontribusi untuk pemahaman kita tentang sejarah manusia.

UNESCO sendiri telah mengkonfirmasi bahwa 'warisan budaya' dapat didefinisikan sebagai seluruh tanda-tanda korpus baik yang bersifat artistik atau symbolic yang dibuat oleh masa lalu untuk setiap budaya. Sebagai bagian konstituen dari penegasan dan pengayaan indentitas budaya, sebagai warisan milik seluruh umat manusia, warisan budaya memberikan setiap tempat tertentu fitur dikenali sebagai etalase dari pengalaman manusia. Oleh karena itu presentasi dan pelestarian warisan budaya adalah penanda bagi kebijakan budaya apapun.

Untuk mendapatkan pemahaman menarik, berikut disampaikan tentang komparasi definisi warisan budaya di lembaga pembiayaan internasional, yaitu IFC, ADB, dan World Bank.

IFC ADB WORLD BANK

1. Tangible forms of cultural heritage, such as tangible

1. ADB define Cultural Heritage is

(10)

cultural, artistic, and religious values;

2. Unique natural features or tangible objects that embody cultural values, such as sacred groves, rocks, lakes, and waterfalls; and

3. Certain instances of intangible forms of culture that are

can be defined as the present manifestation of the human past. It refers to sites, structures, and remains of archaeological, historical, religious, cultural, or aesthetic value. In conserving this heritage, we are conserving those elements of our past that have the potential to contribute elements) which may or may not be an integral part of the cultural heritage of the local inhabitants; and

3) Cultural landscapes which consist of landforms and biotic as well as non-biotic features of the land resulting from cultural heritage of a people, a nation, of humanity.

architectural, religious, aesthetic, or other cultural significance.

Physical cultural resources may be located in urban or rural settings, and may be above or below ground, or under water.

Their cultural interest may be at the local, provincial or national level, or within the international community.

Physical cultural resources are important as sources of valuable scientific and historical information, as assets for economic and social development, and as integral parts o

f a people’s cultural identity and

practices.

Sumber: Operational Policy Note 11.03, “Managing Cultural Property in World Bank-Financed Projects”, IFC Perfomance Standard (2012) dan Environmental Assessment Sourcebook (World Bank 1994)

Jika kita melihat 3 gap analysis diatas, semua tiga definisi warisan budaya yang sama dan tidak bertentangan satu sama lain, itu akan aman untuk digunakan sebagai referensi pedoman dan menjaga kebijakan yang warisan juga disebut sebagai sifat budaya, warisan budaya atau sumber daya budaya yang dapat didefinisikan sebagai presentasi manifest manusia masa lalu.

No ISU UU CB No 11/2010 IFC PS 8

1 Definisi warisan budaya Warisan Budaya perlu penetapan 3 Struktur Cagar budaya Struktur Cagar Budaya atau

feature alam yang punya nilai 4 Warisan Budaya Otoritas negara Penekanan kepada kebebasan

(11)

5 Warisan Budaya Otoritas negara Memastikan masyarakat pemilik tetap mempunyai akses dan bebas melakukan aktivitas budaya

6 Proses Konsultasi Konsultasi dengan pemerintah untuk penetapan dan definisi CB yang ada UU CB

Warisan budaya protocol untuk definisi CB yang ada UU CB

Menuntut keaktifan

Penutup: Refleksi Strategis dan Peran Arkeolog

Dari pengalaman penulis ada beberapa refleksi yang selama ini dapat formulasikan;

1. Ada gap yang memang berbeda antara UU CB dan standard internasional yang menjadi dasar bagi lembaga pembiayaian asing yaitu warisan budaya yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat, dimana ini tidak banyak diperhatikan dalam undang-undang. Aspek perlindungan situs ini sangatlah lemah, namun sangat diperhatikan oleh lembaga pembiayaan asing karena focus terhadap ‘affected people’ dan bagaimana proses kompensasi dan recovery’nya. Sangat berbeda dengan UU CB yang berfokus kepada cagar budaya punya nilai strategis nasional atau regional.

2. Banyak studi yang dilakukan oleh bukan ahli budaya (arkeolog atau antropolog) namun dilakukan oleh ahli social, atau ekologi/kehutanan social sehingga mempunyai cara pandang yang salah dalam menerjemahkan apa itu warisan budaya dan masyarakat adat misalnya, sehingga mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan. Misalnya dalam AMDAL atau kajian RSPO untuk perkebunan sawit, atau SIA (Social Impact Asssesment). Ada beberapa temuan misalnya, yang bisa diidentifikasi sebagai warisan budaya namun tidak dikenali.

3. Perusahaan atau proyek tidak awas atau paham bahwa didaerahnya ada potensi temuan warisan budaya. Kebanyakan mengira banyak temuan warisan budaya bersifat monumental, bangunan, atau struktur bangunan yang jelas terlihat – berbeda dengan definisi warisan budaya yang dianjurkan lembaga pembiayaan asing, mereka juga mengenali warisan budaya yang milik masyarakat dan dinggap tidak punya nilai penting secara nasional atau arkeologis.

4. Perusahaan atau proyek tidak paham, jika ada temuan, atau bagaimana cara membuat aturan atau protocol jika berhubungan warisan budaya. Sangat jarang perusahaan atau proyek yang mengenali keberadaan lembaga kearkeologian, misalnya BPCB sendiri sebagai lembaga pemegang otoritas untuk pemeliharaan.

(12)

menghubungkan dengan internasional standard yang lain, yang berkaitan dengan operasional perusahaan sangatlah penting.

Meskipun begitu, penulis melihat banyak peran arkeolog atau kajian budaya untuk dapat memberikan kontribusinya lebih baik:

1. Dapat memastikan semua proses sesuai dengan aturan nasional dan internasional, baik secara ilmiah dan procedural. Gap untuk warisan budaya yang tidak tertangani oleh pemerintah dapat ditangani dan diperhatikan oleh pihak perusahaan dan warga secara aktif.

2. Memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga warisan budaya dan prosedurnya bagi dunia swasta. Nampaknya pemahaman tentang pentingnya warisan budaya sangatlah minim didunia swasta, bahkan untuk BUMN sekalipun. Peran arkeolog dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penanganan warisan budaya.

3. Menjadi fasilitator antar stakeholder – swasta, pemerintah, akademik, dan masyarakat, dimana selama ini banyak kendala ditemui berkaitan dengan data. Banyak data warisan budaya yang belum terdata secara tuntas, sehingga keberadaannya tidak diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

4. Meyakinkan lembaga pembiayaan asing, dan stakeholder bahwa tidak ada dampak pembangunan yang tertinggal, sehingga proses pembangunan atau proyek yang direncanakan untuk dapat dilaksanakan dengan baik.

5. Kemudian mau tidak mau akan menuntut arkeolog untuk dapat memahami perkembangan isu mutakhir yang berkaitan dengan pembangunan, arah pembangunan internasional, kemudian perkembangan dunia lain. Karena banyak standard lain, seperti yang saya jelaskan seperti misalnya RSPO, SIA, ADB Operation Manual untuk rettlement – memasukan item bagaimana memindahkan warisan budaya/makam, atau bahkan dalam PROPER (untuk penilaian peringkat lingkungan perusahaan) telah memasukan elemen social dan budaya dalam penilaiannya.

Referensi:

IFC, Environmental and Social Management System Tool, IFC, Washington, US, November (2015)

IFC, FC Perfomance Standard (2012)

IFC Sustainability Framework, Policy and Performance Standards on Environmental and Social Sustainability Access to Information Policy (2012)

World Bank, Operational Policy Note 11.03, “Managing Cultural Property in World Bank-Financed Projects” (1994)

Referensi

Dokumen terkait

Sewa adalah pemanfaatan aset tetap oleh mitra dalam jangka waktu tertentu. dan menerima imbalan

Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, yang selanjutnya disebut Retribusi Perpanjangan IMTA, adalah pembayaran atas pemberian Perpanjangan IMTA oleh

Kriteria Inklusi Ekslusi Population / Problem Jurnalnasional dan international yang berhubunganden gantopikpenelitiy akniregulasi emosi dan intensitas nyeri haid Selain

Persoalan cabai merah sebagai komoditas sayuran yang mudah rusak, dicirikan oleh produksinya yang fluktuatif, sementara konsumsinya relatif stabil. Kondisi ini menyebabkan

Hasil yang diperoleh dari proses identifikasi tipe eror pada stasiun kerja berdasarkan teknik prediksi ini sama dengan hasil yang diperoleh dari proses identifikasi

Dari hasil keseluruhan pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa FMIPv6 memiliki performansi jaringan yang lebih baik dibanding dengan MIPv6 karena dari data yang

Pembelajaran berbasis masalah menggunakan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk

Skripsi yang berjudul “Studi Mortalitas Massal Tukik Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Turtle Conservation and Education Center, Serangan” disusun berdasarkan hasil