BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara atau selanjutnya disingkat dengan BUMN,
memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang
optimal pemanfaatannya, bahkan terdapat beberapa aset tetap BUMN yang sama
sekali tidak termanfaatkan atau tidak produktif/idle (tidak optimal). Hal tersebut
dapat dilihat dari Return on Aset (ROA) sebagian BUMN yang masih rendah.
Aset tetap yang kurang atau tidak optimal pemanfaatannya tersebut, akan
menanggung beban biaya berupa, biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), biaya
pemeliharaan dan pengamanan, serta biaya-biaya lain. Apabila hasil yang diterima
oleh perusahaan dari aset tetap tersebut tidak dapat menutupi biaya yang
dikeluarkan oleh aset tetap tersebut maka akan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan. Perusahaan perlu melakukan pendayagunaan aset tetap untuk
mengoptimalkan pemanfaatannya dan sekaligus sebagai salah satu upaya guna
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Dalam rangka pendayagunaan aset
tetap tersebut, setiap BUMN wajib melakukan pemetaan terhadap aset tetap yang
dimilikinya sehingga setiap BUMN akan memiliki daftar aset tetap yang kurang
atau tidak optimal.
Direksi wajib menyusun rencana pendayagunaan sehingga ke depan BUMN
tidak lagi memiliki aset tetap yang kurang atau tidak optimal. Pelaksanaan
pendayagunaan aset tetap tersebut harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
Untuk itu, perlu adanya pedoman mengenai pendayagunaan aset tetap BUMN.
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-06/MBU/2011 tentang Pedoman
Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara telah mengatur tata cara
pelaksanaan pendayagunaan aset tetap Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut perlu
disesuaikan untuk lebih memperjelas dan memperlancar proses, mengoptimalkan
hasil pelaksanaan pendayagunaan aset tetap dan sekaligus melakukan penyesuaian
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), maka ditetapkan
Peraturan Menteri Negara BUMN tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap
BUMN No.PER-13/MBU/09/2014
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendayagunaan
aset tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN
No.PER-13/MBU/09/2014 adalah sebagai berikut.
1. Pendayagunaan aset tetap dilakukan dengan memperhatikan asas
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran.
2. Pendayagunaan aset tetap dilakukan dengan memperhatikan asas
kemanfaatan.
3. Pendayagunaan aset tetap harus sesuai dengan peruntukannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pendayagunaan aset tetap dilakukan untuk jangka waktu tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian dan tidak diperkenankan melakukan
Pendayagunaan aset tetap tanpa batas waktu.
6. Pendayagunaan aset tetap mengutamakan sinergi antar BUMN dan/atau Anak
Perusahaan BUMN dan/atau Perusahaan Terafiliasi BUMN dan peningkatan
peran serta usaha nasional.
7. Aset tetap yang dikerjasamakan dilarang untuk diagunkan oleh Mitra, kecuali
diatur lain dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor
PER-13/MBU/2014 tanggal 10 September 2014.
8. Selain Organ Persero atau Organ Perum, pihak manapun dilarang ikut
campur dalam proses dan pengambilan keputusan mengenai pendayagunaan
aset tetap dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
9. Direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan pendayagunaan aset tetap untuk
kepentingan perusahaan, serta menjamin bebas dari tekanan, paksaan, dan
campur tangan dari pihak lain.
10. Direksi wajib mengevaluasi perjanjian pendayagunaan aset tetap yang belum
dilaksanakan, apabila Direksi berpendapat bahwa perjanjian yang sudah
ditandatangani merugikan BUMN atau belum memberikan keuntungan yang
optimal, dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Adapun kerjasama pemanfaatan aset tetap antara pihak BUMN dengan pihak
swasta atau pihak lainnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Barang Milik Negara dengan tidak mengubah status kepemilikan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1. Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer) yang selanjutnya disebut
BGS adalah kerjasama BUMN dengan pihak lain untuk melakukan
Pendayagunaan Aset Tetap berupa tanah dan/atau bangunan milik atau
dikuasai BUMN. Dengan cara mendirikan bangunan, sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka
waktu tertentu yang disepakati. Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya diserahkan kepada BUMN setelah berakhirya
jangka waktu.
2. Bangun Serah Guna (Build Transfer and Operate) yang selanjutnya disebut
BSG adalah kerjasama BUMN dengan pihak lain untuk melakukan
Pendayagunaan Aset Tetap berupa tanah dan/atau bangunan milik atau
dikuasai BUMN. Dengan cara mendirikan atau meningkatkan kualitas
dan/atau kuantitas bangunan, sarana berikut fasilitasnya. Kemudian setelah
selesai pembangunan, bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya menjadi
milik BUMN untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang disepakati.
3. Kerjasama operasi yang selanjutnya disingkat KSO, adalah kerjasama dengan
prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara BUMN dengan mitra
4. Kerjasama usaha yang selanjutnya disingkat KSU, adalah kerjasama dengan
prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara BUMN dengan mitra
kerjasama di mana BUMN tidak ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan.
5. Pinjam pakai adalah pemanfaatan aset tetap oleh mitra untuk jangka waktu
tertentu dengan memberikan kompensasi.
6. Sewa adalah pemanfaatan aset tetap oleh mitra dalam jangka waktu tertentu
dan menerima imbalan uang tunai.
Pemilihan cara pendayagunaan aset tetap dilakukan berdasarkan karakteristik
penggunaan/pemanfaatan aset tetap oleh mitra. Dalam hal karakteristik
penggunaan/pemanfaatan aset tetap membutuhkan waktu yang panjang (jangka
panjang), pendayagunaan aset tetap dilakukan dengan cara Bangun Guna Serah
(BGS), Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Operasi (KSO), atau Kerjasama
Usaha (KSU), kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-13/MBU/09/2014 tentant Pedoman
Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara, dapat dilakukan dengan
cara sewa jangka panjang. Pendayagunaan aset tetap dengan cara selain di atas,
prosedur, tata cara, persetujuannya tetap mengacu pada Peraturan Menteri Negara
BUMN No. PER-13/MBU/09/2014 sesuai dengan karakteristik kerjasama yang
dimaksud.
Aset tetap berupa tanah di Tanjung Batu Balikpapan, dengan luas tanah
kurang lebih 102 ha telah digunakan oleh Pihak Penyewa sejak tahun 2001 untuk
kegiatan operasional Offshore Supply Base (OSB) melalui Perjanjian Sewa
berakhir pada tanggal 1 Februari 2016. Pada perjalanannya pihak penyewa telah
melakukan pembangunan berupa dermaga, gudang, kantor, serta sarana, dan
prasarana berupa jalan, jaringan listrik serta fasilitas penunjang lainnya diatas
tanah yang disewa dari pihak BUMN tersebut untuk mendukung kegiatan
operasional Offshore Supply Base (OSB).
Sesuai pasal 6 ayat 13 perjanjian sewa menyewa tersebut, penyewa
berkewajiban menyerahkan kembali aset tersebut dalam keadaan baik setelah
perjanjian tersebut berakhir, termasuk bangunan yang dibangun oleh penyewa
dengan izin dari pemilik aset. Penyewa berencana untuk melakukan perpanjangan
perjanjian sewa menyewa atas lahan tersebut. Sehubungan dengan hal itu, maka
pemilik aset bermaksud melakukan evaluasi terhadap indikasi nilai sewa pasar
berdasarkan nilai properti dan nilai bisnis yang terdapat pada aset tersebut.
Menurut Nahdi (2009) praktik terbaik untuk menentukan tarif sewa adalah
dengan menggunakan pendekatan data pasar. Salah satu kesalahan yang paling
umum dalam melakukan survei lapangan adalah dengan mendapatkan jumlah data
pembanding kurang dari 5 Finkel (2009, dalam Nahdi, 2009). Atau dengan kata
lain, jumlah data pembanding dalam melakukan survei lapangan minimal 5.
Semakin banyak jumlah data pembanding untuk penilaian tarif sewa maka
semakin bagus juga untuk Penilai (Nahdi, 2009). Situasi dan kondisi pasar sewa di
Indonesia tidak seterbuka pasar di negara-negara yang sudah maju sehingga
sangat dimungkinkan terjadi kondisi data pembanding pasar sewa tidak ada.
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka peneliti berinisiatif untuk
Pendekatan Pendapatan Dalam Rangka Pendayagunaan Aset Tetap BUMN Negara (Studi Kasus Offshore Supply Base Tanjung Batu Balikpapan)
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian terkait dengan sewa tanah, bangunan dermaga dan pergudangan
dengan kondisi tidak ada data pasar sewa menurut pengetahuan peneliti, sejauh ini
belum pernah dilakukan, tetapi penelitian lainnya dalam batas sewa tanah dan
bangunan pernah dilakukan sebagai berikut.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti Tahun Alat Analisis Hasil Penelitian
Rianto dan
Jaya
2000 Pertama pendekatan perbandingan
penjualan, yang digunakan untuk menghitung nilai tanah kosong, kedua pendekatan biaya, yang
digunakan untuk menghitung
pembangunan bangunan baru,
ketiga pendekatan pendapatan,
untuk menghitung dan
memproyeksi semua pendapatan.
Estimasi nilai tanah dan nilai sewa telah menerapkan tingkat sewa sesuai dengan
harga pasar yang berlaku. Bila
menginginkan peningkatan terhadap
sewa, disarankan untuk menghitung ulang, karena harga selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Wilmath 2003 Metode perbandingan penjualan,
pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan.
Hasilnya dari tiga pendekatan penilaian tersebut yang paling sesuai untuk fasilitas olah raga (aset khusus) adalah pendekatan biaya (cost approach), karena tersedia data dan tindakan partisipan pasar.
Sakeh 2005 Pendekatan perbandingan penjualan
(sales comparison approach
Method), pendekatan biaya (cost approach), estimasi nilai sewa aset, metoda statistik deskriptif.
Berdasarkan estimasi nilai sewa diperoleh nilai sewa pasar rumah di Jl. Cendana, Jl. W.C.H.Oetmatan, Jl. Bil Nope dan
Jl.W.Z.Johanes, Jl.Sudirman dan
Jl.M.Hatta, Jl. Merpati yang berbeda-beda dan dengan tingkat kapitalisasi yang berbeda juga. Besarnya kontribusi sewa rumah dinas terhadap PAD sebesar 0,62 persen.
Harto 2006 Pendekatan perbandingan data
pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa, dan statistik deskriptif.
Berdasarkan analisis menggunakan
tingkat kapitalisasi langsung, maka
estimasi nilai sewa tahunan atas aset daerah tersebut sebesar Rp588.179.982. Estimasi tersebut sesuai dengan nilai pasar wajar dan kondisi setempat pada saat penelitian. Besarnya kontribusi nilai sewa aset milik pemerintah daerah Ketapang terhadap total PAD sebesar 5,51 persen..
Tabel 1.1 Lanjutan Nama
Peneliti Tahun Alat Analisis Hasil Penelitian
Hidayanti 2007 Pendekatan pasar, dan statistik
deskriptif.
Hasil analisis menunjukkan perhitungan harga sewa berdasarkan biaya OP dan
nilai TKD didapatkan sebesar
Rp218.550,00 per unit per bulan.
Berdasarkan beberapa variabel penentuan harga sewa, harga sewa ditetapkan dalam interval Rp125.000,00 – Rp150.000,00 untuk unit hunian (sarusun) dan untuk unit usaha pada lantai dasar ditetapkan sebesar Rp200.000,00 per bulan.
Murhandjanto 2012 Pendekatan perbandingan data
pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa.
Penetapan harga sewa berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan, dengan pendekatan metoda perbandingan data pasar, berdasarkan ATP dan WTP kelompok sasaran penghuni rusunawa Panggungharjo sehingga harga sewa
rusunawa Panggungharjo ditetapkan
dalam interval Rp200.000,00 –
Rp500.000,00 per bulan untuk unit hunian.
Srimaya 2012 Pendekatan biaya dengan metode
konvensional dan metode pracetak.
Harga sewa minimum Rumah Susun
Sewa Rempoa Jakarta yang
direkomendasikan sebesar(berdasarkan
investasi awal dan biaya pengelolaan) adalah sebesar Rp1.578.655,45 untuk tipe 24 dan Rp2.367.983,17 untuk tipe 36. Sumber: Data diolah, 2015
1.3 Rumusan Masalah
Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman
Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara menetapkan bahwa tarif
uang sewa ditetapkan oleh Direksi dengan memperhatikan rencana penggunaan
oleh Mitra, nilai pasar setempat, estimasi kenaikan nilai Aset Tetap, dan faktor
lain yang relevan. Sebagai perbandingan dalam menetapkan besaran tarif sewa
untuk Barang Milik Negara (BMN) telah diatur melalui Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan No. 33/PMK. 06/2012
besaran faktor variabel untuk sewa tanah sebesar 3,33 persen, dan faktor variabel
untuk sewa bangunan dan sarana bangunan sebesar 6,64 persen. Dalam hal sewa
barang milik negara dilakukan atas tanah dan/atau bangunan, maka nilai tanah
dan/atau bangunan yang akan digunakan dalam perhitungan sewa tersebut
didasarkan pada hasil penilaian dengan estimasi terendah menggunakan nilai jual
obyek pajak. Dengan ketentuan tersebut, maka dalam hal hasil penilaian tanah
tersebut memiliki nilai lebih rendah dari nilai jual obyek pajak, maka nilai tanah
yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan sewa barang milik negara
tersebut adalah nilai jual obyek pajak. Faktor variabel yang telah ditetapkan tidak
mencerminkan kondisi pasar sesungguhnya. Karena faktor variabel yang sama
tidak dapat diterapkan untuk situasi, kondisi dan daerah yang berbeda beda.
Penetapan tarif sewa BMN yang tidak sesuai dengan tarif yang berlaku di pasar
akan menimbulkan potensi kerugian negara. Potensi kerugian Negara dikarenakan
hal sebagai berikut:
1. Apabila besaran tarif sewa yang ditetapkan untuk ditawarkan lebih tinggi
dari nilai pasar sewa maka Negara berpotensi kehilangan penerimaan
negara (bukan pajak) yang disebabkan oleh tarif sewa yang tidak dapat
bersaing dengan property lain dengan tarif sewa yang lebih rendah. Salah
satu indikasi dari penetapan tarif sewa yang terlalu tinggi adalah jangka
waktu properti tersebut ditawarkan di pasar. Semakin lama properti
tersebut ditawarkan di pasar maka dapat diduga properti tersebut
2. Jika besaran sewa terlalu kecil maka Negara berpotensi kehilangan
penerimaan negara (bukan pajak) yang disebabkan oleh terlalu rendahnya
penetapan tarif sewa.
Oleh karena itu, diperlukan metode alternatif untuk menetapkan besaran nilai
sewa yang mencerminkan kondisi pasar dan perjanjian sewa.
1.4 Tujuan Penelitian
Pelaksanaan Analisis Nilai Sewa Pasar Dengan Pendekatan Pendapatan
Dalam Rangka Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara (Studi
Kasus Offshore Supply Base Tanjung Batu Balikpapan) dimaksudkan untuk
memberikan masukan opini Indikasi Nilai Sewa Pasar (Market Rental Value
Indication) dengan tujuan sebagai berikut.
1. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap indikasi nilai pasar properti berupa
tanah bangunan Offshore Supply Base di Tanjung Batu.
2. Melakukan kajian dan analisis terhadap indikasi nilai sewa pasar yang akan
dikenakan pada lahan dan bangunan Offshore Supply Base yang terletak di
Tanjung Batu Balikpapan Barat dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan kondisi terkini.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil kajian tersebut diharapkan bisa digunakan sebagai dasar dan acuan oleh
2. Bagi calon investor atau pengamat properti, hasil penelitian ini diharapkan
bisa dijadikan sebagai wacana serta tambahan informasi terkait dengan pasar
sewa khususnya sewa tanah dan bangunan dengan data sewa yang terbatas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi
BUMN lainnya dalam rangka pemanfaatan aset dalam bentuk sewa untuk
mengetahui tingkat manfaat dan keuntungannya secara finansial.
4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian serupa atau penelitian selanjutnya.
1.6 Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I
merupakan Pendahuluan, mencakup uraian tentang latar belakang, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan. Bab
II menguraikan Tinjauan Pustaka yang memuat teori, kajian terhadap penelitian
terdahulu dan kerangka penelitian. Bab III menguraikan tentang desain penelitian
yang akan dilakukan, memaparkan secara runtut dan sistemastis tentang proses
pengumpulan data, mengurai tentang metoda analisis data. Bab IV menguraikan
deskripsi data dan pembahasan secara teoritik tentang data dan konsekuensinya
terhadap rumusan penelitian. Bab V berisikan Kesimpulan dan Saran serta