• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terorisme dan Politik di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Terorisme dan Politik di Indonesia"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PRESENTASI KELOMPOK

Terorisme dan Politik di Indonesia:

Kebijakan Kontra-Terorisme Indonesia Diantara Dua Tekanan

Tema Kuliah: Diskusi Isu-Isu Politik

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik (PIP)

(2)

Oleh:

Siti Meurah Dani

20130510002

Regina Maharani

20130510005

Ganendra Widigdya

(Ketua)

20130510007

Anakiowa Padmandaru

20130510015

Hasna Rasikha Putri

20130510017

Muhammad Fathur Reza

20130510041

Khairul Munzilin

20130510062

PENYAJI:

KELOMPOK II - KELAS REGULER A

SEMESTER I

(3)

DEFINISI & SEJARAH TERORISME

Siti Meurah Dani

(4)

DEFINISI TERORISME (1)

Terrorism dari bahasa Latin:

terrere

:

to frighten, to terrify, to scare away, or

to deter.

Definisi PBB (dalam Djelantik, 2010):

“T

is the act of destroying or injuring civilian lives or the act of

destroying or damaging civilian or government property wihotur the expressly

chartered permission of a specific government, this by individual or groups

acting

y”„

in the attempt to effect some political

.

UK Prevention of Terrorism Act / PTA Act (1974):

(5)

DEFINISI TERORISME (2)

US Department of Defense (Muhammad, 2012):

unlawful or threatened use of force or violence against individual or property to coerce and intimidate governments or societies, often to achieve political, religious

and ideological .

US State Department (Muhammad, 2012):

, politically motivated violence perpetrated against non-combatant targets by sub-national groups or clandestine agents, usually intended to influence

an .

Organisasi Konferensi Islam (Muhammad, 2012):

is an act carried out to achieve an inhuman and corrupt objective, and involving threat to security of any kind, and violation of rights acknowledged by

(6)

DEFINISI TERORISME DI INDONESIA

UU No. 15 Tahun 2003 (Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme):

“ y

y

violence to create a widespread atmosphere of terror or fear

in general population or to create mass casualties, by

forcibly taking the freedom, life or property of others or

causing damage or destruction to vital strategic

installations or the environment or public facilities or

(7)

SEJARAH TERORISME & ISTILAH TERORISME

Kegiatan terorisme yang tercatat pertama kali terjadi pada tahun 996 Masehi ketika lahir kelompok kaum Yahudi yang bernama Zealot (dikenal oleh pasukan Romawi sebagai sicarii / pasukan belati) yang membunuh para pasukan dan pejabat Romawi agar mereka meninggalkan Kota Suci Yerusalem.

Istilah Terorisme muncul dalam buku karangan ahli politik Perancis, Robespierre dengan judul Reign of Terror” yang menceritakan bagaimana pemerintahan di bawah kuasa kelompok Jacobin setelah Revolusi Perancis tahun 1789 menggunakan teror untuk melestarikan kekuasaan dengan menghabisi bangsawan dan kerabatnya.

Konsep awal ini justru memperlihatkan bagaimana awalnya definisi terorisme justru muncul dari perbuatan NEGARA terhadap MASYARAKAT.

(8)

PERDEBATAN SUBJEK TERORISME

Regina Maharani

(9)

NEGARA SEBAGAI PELAKU TERORISME

Namun banyak yang berargumen bahwa penggunaan KEKERASAN atau pemaksanaan oleh pemerintah itu bukanlah teror melainkan sebuah hak dasar pemerintah.

Konsep “ a ” oleh Weberian (Max Weber): “a set of organization invested with the authority to make binding decision for the people and organization juridically located in a particular territory an d implement these decision using, if necessary force” (Muhammad, 2012).

(10)

TERORISME SEBAGAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN

Pada tahun 1937 lahir Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Terorisme

(Convention for The Prevention and Suppression of Terrorism)

, dimana

Konvensi ini mengartikan terorisme sebagai

Crimes against State

. Melalui

European Convention on The Supression of Terrorism (ECST) tahun 1977 di

Eropa, makna Terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan

paradigma, yaitu sebagai suatu perbuatan yang semula dikategorikan sebagai

Crimes against State

(termasuk pembunuhan dan percobaan pembunuhan

Kepala Negara atau anggota keluarganya), menjadi

Crimes against Humanity

,

dimana yang menjadi korban adalah masyarakat sipil

[

.

Crimes against

Humanity

masuk kategori

Gross Violation of Human Rights

(Pelanggaran

HAM Berat) yang dilakukan sebagai bagian yang meluas/sistematik yang

(11)

KESULITAN DALAM PERUMUSAN DEFINISI

Menurut Salmon & Imber (2008), penyebab kesulitan dalam perumusan

definisi yang sama terkait terorisme adalah:

1.

Setiap negara memiliki kecenderungan tantangan kekerasan yang

spesifik sehingga menghasilkan beragam variasi (terlebih dengan

membesarnya keanggotaan PBB dari awal 51 negara pendiri menjadi

192 negara anggota);

2.

Istilah terorisme adalah istilah yang

pejorative

(berkonotasi negatif)

sehingga definisi yang akan berakibat pada

labeling

sebuah kelompok

akan menjadi sebuah isu yang besar dalam sistem pergaulan

internasional;

(12)

BENTUK AKSI TERORISME

Anakiowa Padmandaru

(13)

TUJUAN TERORISME

Kegiatan Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang

lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat

menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa.

Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan

lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya.

Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk

menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan

ketidak

percayaan

masyarakat

terhadap

kemampuan

pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu

(14)

TERORISME DAN KRIMINAL LAINNYA

Membedakan terorisme dan tindakan kriminal lainnya menurut Viotti dan Kauppi (2007):

“T , as politically motivated violence, aims at achieving a demoralizing effect on publics and . Senantiasa mempunyai muatan politik.

Apabila digabungkan antara pemahaman Ganor (2005) dan Robertson (2007), mereka melihat ada empat ciri utama terorisme yaitu:

1. Menggunakan perjuangan melalui jalur kekerasan (essence of the action-the form of violent struggle);

2. Memaksimalkan orang-orang yang tidak bersalah sebagai target baik secara

langsung maupun tidak (the target of the damage is civilian) membedakannya dengan penggulingan populer dan gerilya;

3. The goal of underlying terrorism is always political (menggantikan rezim,

menggantikan pemimpin, merubah bentuk pemerintahan, penggantian kebijakan sosial-ekonomi, menguasai atau membinasakan ideologi), apabila tidak ada maka dapat disimpulkan sebagai kriminal biasa atau tindakan onar biasa;

(15)

TAKTIK TERORISME

(unlawful/ public by innocent)

Pembajakan (terutama pesawat marak di tahun 1960-an);

Menyandera dan menculik;

Peledakan Bom;

Pembunuhan tokoh-tokoh politik;

Mengancam (threat) dan menyebarkan ancaman kosong (hoaxed);

Serangan bom bunuh diri;

Serangan militer pada fasilitas publik;

Sabotase;

Merampok bank;

Propaganda.

(16)

TIPOLOGI TERORISME

Muhammad Fathur Reza

(17)

TIPOLOGI TERORISME (Salmon, et al 2008)

Nationalist/ Separatist

Tujuan: Upaya untuk menentukan pendapat sendiri / disintegrasi

Contoh: Provisional Irish Republican Army (PIRA) di Irlandia, Euskadi ta Astakansuna (ETA) di Spanyol, Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Indonesia.

Left Wing and Right Wing

Tujuan: Upaya radikal untuk melakukan penataan ulang pada struktur nasional atau struktur internasional.

Contoh: The Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC), di Kolombia Shining Path di Peru, Anders Behring Breivik di Norwegia.

Religious

Tujuan: Upaya untuk mengatasi kekuatan yang dikategorikan jahat dengan kekuatan yang dikategorikan lebih benar.

(18)

TIPOLOGI TERORISME (Griffiths, et al 2008)

Transnational Organized Crime

Tujuan: Melakukan kegiatan terorisme untuk melindungi aset dan kepentingan serta untuk menjaga pegaruh.

Contoh: Italia Mafioso, Mexican Drug Cartel

State-Sponsored Terrorism

Tujuan: Mendukung dan aktif membina kelompok-kelompok yang dianggap dapat membantu mendukung tujuan negara dengan melakukan instabilitas di lokasi lain. Contoh: Afghanistan, Irak dan Libya.

Nationalistic

Tujuan: Melakukan upaya untuk berpisah dari negara induk

Ideologistic (tidak saja agama, Cth: Abortion Law)

(19)

NEGARA & KONTRA-TERORISME

Khairul Munzilin

(20)

NEGARA DAN KEBIJAKAN KONTRA-TERORISME

Menurut Muhammad (2012) negara adalah institusi yang bidirectional valve”. Negara adalah institusi yang berusaha menyeimbangkan antara pemenuhan target kepentingan domestik dan target kepentingan internasional.

Menurut Kegley, et al (2004) keadaan negara yang menjadi “mediasi” antara tekanan domestik dan tekanan internasional ini disebut dengan “intermestic politcs”.

Dalam kondisi ini, negara akan melakukan respon kepada tekanan yang lebih besar. Terkadang negara akan “melepaskan” tekanan domestik ke internasonal dan terkadang negara akan “melepaskan” tekanan internasional pada domestik.

(21)

KONTRA-TERORISME (1)

SOFT OPTIONS

Melakukan upaya langsung dan tidak langsung melalui negosiasi untuk mengatasi sumber permasalahan yaitu pertentangan politik (biasanya karena kemiskinan ataupun tekanan politik).

Kemiskinan biasanya terkait dengan ketidakadilan kesejahteraan sosial serta rendahnya standar hidup. Sehingga perlu kesinambungan pembangunan daerah maupun pembangunan internasional.

Namun kemiskinan tidak satu-satunya masalah, karena banyak para pelaku terorisme berasal dari kelompok ekonomi menaengah dan cukup berpendidikan.

(22)

KONTRA-TERORISME (2)

MILITARY COUNTER-TERORRISM

Konsep ini pada masa saat ini identik dengan Bush Doctrine pada masa “Wa on ”. Tindakannya dilakukan melalui cara-cara:

1. Prevention (mencegah kegagalan negara yang akan memicu lahirnya terorisme);

2. Deterrence (membangun kewibawaan aparatur keamanan dan ketertiban agar tidak

diambil alih oleh kelompok teroris);

3. Coercion (melakukan tindakan untuk memutus jalur-jalur pendukung dari kegiatan

terorisme tersebut);

4. Disruption (melakukan tindakan untuk merusak sumber-sumber teroris seperti

sarana latihan);

5. Destruction (upaya untuk melakukan tindakan pembinasaan menyeluruh terhadap

kekuatan teroris).

Metoda ini berdasakan pada 9/11 dan 2005 Pemboman London mengusung slogan:

(23)

TUJUAN KONTRA-TERORISME

Menurut Ganor (2005) kebijakan Kontra-Terorisme perlu dilakukan dengan

tujuan:

1.

Membinasakan terorisme yang dapat dilakukan dengan pemberantasan

langsung serta diiringi dengan upaya untuk mencegah adanya insentif

untuk para pelaku terorisme untuk dapat melakukan teror lagi

(pemutusan kesempatan, motivasi dan kapasitas), serta melakukan upaya

untuk menjawab persoalan politik dalam arena politik;

2.

Meminimalisir kemungkinan dari terjadinya, dampak buruk apabila

terjadinya terorisme;

3.

Mencegah untuk ekskalasi terorisme meningkat melalui: (1) Mencegah

konflik untuk menyebar, (2) Mencegah kemungkinan pihak yang dikelola

(24)

KEBIJAKAN KONTRA-TERORISME INDONESIA

Hasna Rasikha Putri

(25)

LANDASAN HUKUM

PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA

Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi

Undang-Undang;

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan

International Convention for The Suppression of The Financing of

Terrorism, 1999 (Konvensi Nasional Pemberantasan Pendanaan

Terorisme, 1999);

(26)

INDONESIA:

SEJARAH SALAH ARAH PADA PENANGANAN TERORISME

Masa ORDE LAMA & BARU: Pendekatan militeristik dan intelijen dengan dasar UU Anti-Makar terhadap Darul Islam yang beraktifitas pada sekitar tahun 1948-1962 terbukti tidak benar-benar tuntas memberantas teroris yang ada banyak cabang-cabang Darus Ilsam yang berada di pengasingan di Malaysia dan malah kemudian memperkuat diri dengan membangun jejajring pelatihan dengan pejuang di Afghanistan dan Filiphina, contoh: Al-Jamaah Al-Islamiyah;

Kelengahan aparat keamanan Indonesia menanggapi beberapa serangan teroris sekitar tahun 1999-2001 yang dianggap sebagai serangan dari Gerakan Separatis Aceh Merdeka dan Simpatisan Presiden Soeharto;

Indonesia mendapatkan tekanan dari negara kawasan (terutama Singapura dan Malaysia) atas kelambatannya merespon penanganan terorisme di Indonesia pasca serangan 9/11/2001;

(27)

INDONESIA:

MASA MEGAWATI SEBAGAI MASA HARD APPROACH (PENEGAKAN HUKUM)

Bom Bali I (2002), Bom Hotel J.W. Marriot (2003) dan Bom Kedutaan Australia (2004);

Langkah pemerintahan Megawati: Membentuk UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan melakukan reorganisasi pada lembaga Kepolisian.

Perpu No. 1/2002 dan Perpu No. 2/2002 tentang pemberlakukan Perpu No. 1 untuk kasus Bom Bali.

Dianggap lemah karena motif politik Kelompok Megawati yang ingin mengikuti PEMILU 2004 sehingga membutuhkan dukungan Kelompok Muslim.

Badan Intelijen Negara (Keppres No. 6 Tahun 2003)

Pendekatan Penegakan Hukum (Law Enforcement Approach)

Karakteristik terorisme Indonesia: “I ” dan - w ” yang mayoritas berkebangsaaan Indonesia. (Mbai, 2009).

2002: Satgas Anti Terror, 2003: Direktorat VI (Direktorat Anti-Terror), 2004: Detasemen Khusus (Densus) 88.

Inpres No.4/2002: Desk Koordinasi Anto-Teror di Menpolhukam.

Inpres No. 5/2002: Fungsi koordinator Intelijen oleh Badan Inteliken Negara (BIN)

(28)

INDONESIA:

MASA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DENGAN PENAMBAHAN SOFT APPROACH

Bom Bali II (2005) dan Bom Marriot-Ritz Carlton Hotel (2009)

Melanjutkan kebijakan kontra terorisme yang telah diinisiasi pada zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri;

Menambahkan dengan soft approach (ideological approach) yang tujuan utamanya adalah untuk mengikis faktor ideologis dari pada pelaku terorisme terutama dari kelompok

terorisme yang berasal dai kelompok ekstrimis religius;

Melibatkan MUI, Muhammadiayah dan Nadhlatul Ulama (para Ulama dan Fatwa) untuk membantu mengkampanyekan Islam sebagai agama yang cinta perdamaian;

Langkah pencegahan radikalisme: (1) Melarang publikasi buku-buku yang menyebarkan rasa saling membenci dan mempengaruhi massa untuk melakukan pengajaran yang bseifat

radikal, (2) Mendukung dakwah dan publikasi yang mendorong menurunnya tindakan

radikan, (3) Mendukung lahirnya kelompok studi tentang radikalisme agama; (4) Bersama

media menyebarkan informasi tentang terorisme, melibatkan tokoh mantan pelaku

terorisme dan membingkai bahwa terorisme adalah musuh bersama.

(29)

KETERBATASAN NEGARA &

MASA DEPAN TERORISME

Ganendra Widigdya

(30)

TEKANAN PUBLIK DALAM NEGERI

Demokrasi pasca Orde Baru yang melahirkan kembali banyak

kelompok sosial Islam (Majelis Mujahidin Indonesia, Hizbut Tahrir

Indonesia, Front Pembela Islam, Forum Komunikasi Ahlusunnah wal

Jamaah) serta partai politik yang bernafaskan Islam seperti: PKS, PBB,

PKB dan PPP.

Skeptis dengan Kebijakan Kontra-Terorisme di Indonesia karena: (1)

Kampanye Global War on Terror seolah menjadi War Against Islam,

(2) Teori konspirasi tentnag upaya-upaya mencegah kembalinya

kekuatan Islam di Indonesia dan dunia.

Tekanan dari kelompok-kelompok HAM: Komisi Untuk Orang Hilang

dan Korban Kekerasan (KONTRAS), Imparsial, Tim Pengacara

Muslim.

(31)

DAMPAK TEKANAN PUBLIK DALAM NEGERI

1.

Keragu-rzguan pemerintah dalam mensikapi upaya peradilan

pada Abubakar

Ba’a y

;

2.

Kegagalan untuk menjadikan Al-Jamaah Al-Islamiyah sebagai

organisasi sosial yang ilegal;

3.

Keragu-reguan

pemerintah

dalam

memperluas

program

Ideological Approach: (pesantren, dakwah radikal dan

buku-buku radikal);

4.

Kegagalan untuk upaya mengadopsi UU Anti-Terorisme yang

lebih keras.

(32)

TEKANAN LUAR NEGERI

Kampanye

Global War on Terrorism

oleh Amerika

Serikat (

Bush Doctrine

Neo Imperial Strategy

);

Anggapan Amerika Serikat bahwa Asia Tenggara

adalah

A Breeding Ground of Terrorism

;

Tekanan pada Indonesia terutama pasca terjadinya

Bom Bali I dan ditemukannya jaringan Al-Jamaah

(33)

DAMPAK TEKANAN LUAR NEGERI

Adopsi Indonesia pada standar luar negeri: UU

Anti-Terorisme.

Penangkapan Pemimpin Spiritual Al-Jamaah, Al-Islamiyah.

Langkah Diplomasi Intensif dari Perwakilan Asing (terutama

Amerika Serikat) di Indonesia bahkan dari misi dagang

sekalipun ataupun dalam skema

y

D a

;

Dukungan terhadap upaya Anti-Terorisme;

Dukungan dana terhadap peningkatan kapasitas

pertahanan-kemanan dan penguatan kapasitas ekonomi-sosial

(34)

HAMBATAN NATURAL PEMERINTAH

MEMBERANTAS TERORISME

Djelantik (2010) menyatakan bahwa dalam pemberantasan terorisme,

secara natural pemerintah suatu negara memiliki keterbatasan yaitu:

1.

Kekuatan militer pemerintah terkadang hanya memberikan

harapan

palsu

kepada masyarakat sehingga merasa tidak perlu

melakukan kerjasama internasional, namun terorisme yang

dihadapi umumnya adalah gerakan yang memiliki aliansi dan

jaringan internasional yang solid;

2.

Tidak ada kesepakatan secara internasional tentang definisi dan

pengelompokan

teroris

secara

konsensus

sehingga

upaya

menghadapi terorisme menjadi hal yang tidak optimal;

3.

Rentang waktu pemerintahan yang pada sistem liberal-demokrasi

menggunakan sistem pemilu sedangkan terorisme tidak, sehingga

(35)

POTENSI TERORISME MASA DEPAN

Kecemasaan penguasaan WMD (Weapons of Mass

Destruction) bagi para kelompok teroris.

Uranium

Iran dan Korea Utara, lalu juga senjata kimia dan

biologi. IAEA (International Atomic Energy Agency)

Postmodern

Terrorism

:

menggunakan

teknologi

informasi,

komputerisasi,

media

digital,

alat

(36)

Muhammad Ali di Indonesia, Tahun 1996,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai Pemanfaatan Tumbuhan yang digunakan dalam berbagai ritual adat serta keperluan sehari-hari dan digunakan pula sebagai

Course work includes basic apparel construction, pattern drafting, draping, textiles, historic and current fashion trends, hand and computer illustration, and

Buku ini yang merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burungyang mencerminkan prinsip dasar

Pada teori dinyatakan bahwa ketika Total Assets Turnover (TATO) dan Fixed Assets Turnover (FATO) naik, maka Net Profit Margin (NPM) akan mengalami kenaikan dan begitu pula

Periode ini dapat juga dinamakan dengan periode tidak menampakkan diri, bagaimana sebenarnya hati mereka (orientalis) terhadap Islam. Mereka meneliti agama Islam

data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. Maka dalam display data, peneliti disarankan untuk tidak gegabah dalam.

She smiled sarcastically and plans something to avenge Stefan’s betrayal. When the day of blessing comes, Maleficent also attend to the castle which makes

Variabel yang digunakan adalah kinerja ekspor suatu komoditas terhadap total ekspor di wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk di