• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kepribadian Literasi Media pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Kepribadian Literasi Media pembelajaran "

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Literasi Media dan Pendidikan Multikultural Sebagai Upaya Dalam

Mewujudkan Pengembangan Kepribadian Bangsa

OLEH:

NISRINA FIRDAUS

DEPARTEMEN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

FAKULTAS PASCA SARJANA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah...1 I.2. Rumusan Masalah...4 I.3. Tujuan Penelitian... 4

BAB II KAJIAN TEORI

II.1. Literasi Media ...5 II.2. Multikulturalisme...7 II.3. Pengembangan Kepribadian...9

BAB III PEMBAHASAN

III.1. Budaya Multikulturalisme Pada Masyarakat Multikultural... 12 III.2. Mewujudkan Pengembangan Kepribadian Multikulturalisme

Melalui Pendidikan ...………. ………...14 III.3. Mewujudkan Pengembangan Kepribadian Multikulturalisme

Melalui Literasi Media ...………. ………...17

BAB IV PENUTUP

IV.1. Kesimpulan...21 IV.2. Saran...21

DAFTAR PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN

(3)

Budaya mengacu pada makna historis yang diwariskan oleh sekelompok tetuah di suatu kultur. Baik makna, aktivitas manusia, hubungan sosial, nilai, dan kehidupan manusia pada umumnya tidak bisa lepas dari kultur. Budaya selalu ada pada kepercayaan dan praktik tiap individu, dan itu sudah menjadi identitasnya. Masyarakat multikultural ditandai oleh sejumlah budaya. Terkadang, anggota suatu kultur mendefinisikan dan memproritaskan kulturnya secara berbeda. Beberapa nilai yang mereka percayai terkadang tumpang tindih. Berbeda dengan masyarakat yang homogen secara kultural, masyarakat multikultural tidak mempunyai substantif yang sama tentang kehidupan yang baik dan tidak setuju mengenai nilai yang harus diberikan pada aktivitas dan hubungan manusia yang berbeda. Perbedaan persepsi mengenai prinsip panduan hidup menciptakan ruang dan kebutuhan akan eksperimen moral dan budaya, dan melahirkan cara baru untuk memahami dan mengorganisir kehidupan manusia. Perubahan ekonomi, teknologi, demografi dan lainnya juga merupakan sumber keanekaragaman budaya. Karena individu dan kelompok yang berbeda dalam masyarakat memahami dan meresponsnya secara berbeda, dan karena perbedaan ini tidak dapat dengan mudah didamaikan dan diintegrasikan ke dalam keseluruhan budaya yang koheren, bentuk kehidupan baru terus berlanjut (Ramón, 2005).

Indonesia memiliki bermacam budaya yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Pada sensus tahun 2000, tercatat lebih dari 1000 grup etnik dan sub-etnik, yang masing-masing grup mengklaim mempunyai bahasa dan budaya sendiri (Lan, 2011). Dalam masyarakat multikultural, kita akan menjumpai perbedaan budaya, seperti ras, suku, bahasa, adat istiadat, agama, dan perbedaan lainnya di masing-masing komunitas. Pada keadaan masyarakat yang multikultural akan dijumpai adanya multikulturalisme di dalamnya. Multikulturalisme merupakan pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik Menurut Supardi Suparlan, acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002). Ulasan mengenai multikulturalisme membahas juga mengenai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti, prinsip-prinsip etika dan moral, serta tingkat dan mutu produktivitas.

(4)

pendidika supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dansiswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah. ide yang dimiliki bersama dari semua pemikiran dan merupakan dasar bagi pemahaman pendidikan multikultural. Sebagai bangsa yang majemuk dari sudut pandang budaya, Indonesia memiliki tantangan besar bagaimana menjaga kemajemukan tersebut agar menjadi potensi yang dapat menguntungkan bangsa Indonesia. Selain itu, bangsa Indonesia juga harus dapat menjaga agar kemajemukan tersebut tidak memicu terjadinya konflik. Disadari atau tidak benih-benih konflik akan dengan mudah tumbuh di tengah masyarakat yang memiliki tingkat kemajemukan tinggi (Murdiono, 2012).

(5)

Sejak terbukanya kebebasan informasi dan teknologi media, pertumbuhan media massa dan media baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Media komunikasi yang telah bermetamorfosis menjadi media digital itu perkembangannya semakin beragam dan lebih mudah direpresentasikam oleh pertumbuhan smarthpone dan sejenisnya. Pada saat yang sama media menanamkan nilai ideologi baru berupa gaya hidup, budaya konsumerime dan model peniruan sikap dan perilaku para artis/actor tertentu yang dipopulerkan media (Savitri, 2017). Media juga mampu mengkonstruksi realita yang ada di masyarakat. Persoalan ini menjadi penting untuk diteliti karena media ikut berperan dalam mengkonstruksi suatu budaya. Budaya juga sering dijadikan sebuah bahasan di media. Sehingga masyarakat mempunyai persepsi sendiri mengenai budaya yang ditampilkan di media yang bisa mengganti pendapat pribadi mereka sebelumnya mengenai budaya. Proses penyusunan konten media merupakan sebuah praktek representasi yang diamati dari pemilihan angle tertentu ataupun fakta suatu realitas yang akan ditampilkan pada beritanya. Cara inilah yang secara tidak langsung membuat media mendefinisikan suatu realitas menurut sudut pandangnya. Sehingga realitas yang hadir dihadapan masyarakat seringkali bukanlah realitas yang sebenarnya. Media merupakan arena pertarungan dari berbagai kepentingan dari kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Media bukanlah alat komunikasi yang netral. Karena dipandang sebagai instrument ideologi yang dapat mengkonstruksi suatu realitas menurut media itu sendiri (Prastyo, 2013).

Maka dari itu sudah waktunya penetrasi media yang semakin gencar dan bebas harus diimbangi dengan literasi media sebagai budaya tangkal atas dampak negatif media. Disamping itu literasi media juga bertujuan untuk melindungi konsumen yang rentan dan lemah terhadap dampak media penetrasi budaya media baru. Disinilah peneliti merasa pentingnya literasi media dan pendidikan multicultural terhadap perkembangan kepribadian individu.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Literasi Media dan Pendidikan Multikulturalisme Dalam Mewujudkan Pengembangan Kepribadian Bangsa ?

(6)

1. Mengetahui konsep literasi media

2. Mengetahui konsep multikulturalisme di Indonesia 3. Memahami konsep pengembangan kepribadian

4. Memberikan pemahaman akan pentingnya literasi media dan pendidikan multicultural terhadap perkembangan kepribadian individu

5. Menggali unsur dan sumber budaya bangsa dalam membangun SDM unggul yang kompetitif sebagai wujud pendidikan multikultural Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI

II.1 LITERASI MEDIA

(7)

dan ‘peristiwa’ atau kejadian yang disebut dengan sirkuit atau pusaran budaya. Sirkuit budaya menggambarkan hubungan-hubungan atau koneksi antara representasi dengan identitas, regulasi, konsumsi, dan produksi. Kesatuan ini semua berkaitan dengan bagaimana makna diproduksi melalui penggambaran identitas dan peristiwa/kejadian yang berhubungan dengan regulasi atau aturan, berhubungan dengan konsumsi, berhubungan dengan proses produksi makna, dan pada akhirnya berhubungan dengan representasi yang ada di media massa, demikian sebaliknya. Budaya menurut Hall adalah tentang ‘shared meanings’ atau makna-makna yang dibagi. Bahasa dalam konsep budaya menjadi penting, karena bahasa-lah yang membuat budaya menjadi bermakna (make sense of things), dan bahasa-lah yang pada akhirnya memproduksi makna dan mempertukarkan makna (budaya) dari satu agen kepada agen yang lain dan masyarakat. Bahasa mampu mengkonstruksi makna karena bahasa beroperasi dalam sistem representasional. Bahasa adalah media melalui mana pikiran, ide-ide, dan perasaan direpresentasikan dalam sebuha budaya. Representasi mellaui bahasa menjadi sentral bagi proses-proses ketika maknda diproduksi (Hall dalam Ida). Sistem representasi meliputi objek (object), orang (people), dan kejadian atau peristiwa (event) yang berhubungan dengan seperangkat konsep-konsep yang ada di pikiran kita.

(8)

untuk mengirim dan menerima pesan. Melek media dilihat sebagai ketrampilan yang dapat dikembangkan dan berada dalam sebuah rangkaian dimana kita tidak melek media dalam semua situasi, setiap waktu dan terhadap semua media. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa literasi media merupakan suatu upaya yang dilakukan individu supaya mereka sadar terhadap berbagai bentuk pesan yang disampaikan oleh media, serta berguna dalam proses menganalisa dari berbagai sudut pandang kebenaran, memahami, mengevaluasi dan juga menggunakan media. Pemahaman lain tentang mengkritisi media sebenarnya juga diulas oleh Dauglas Kellner (2010), di mana masyarakat dapat menolak pengaruh pesan yang dominan dalam media dan penciptanya serta pemanfaat individu. Media dapat difilter dengan menggunakan budaya yang dimiliki oleh masyarakat sebagai sumber pemberdayaan diri dan menciptakan makna identitas dan bentuk kehidupan mereka, sehingga dapat diartikan bahwa masyarakat khususnya remaja dalam hal memanfaatkan juga dapat menolak isi pesan yang disampaikan oleh media, oleh sebab itu dibutuhkan sikap kritis dan juga melakukan filter terhadap isi pesan yang disampaikan oleh media (Muttaqin, 2016).

(9)

Salah satu cara untuk meningkatkan awareness media literasi adalah melalui komunikasi keluarga, karena keluarga merupakan unit terkecil tempat bersosialisasi. Peran ini terutama akan banyak diambil oleh Ibu Rumah Tangga. Mendidik ibu rumah tangga pedesaan untuk “melek” media penting untuk dilakukan untuk membuka wawasan mereka tentang hak masyarakat terhadap media, bentuk-bentuk literasi, dan fungsi media bagi kehidupan sosial. Namun, untuk mencapai hal tersebut ibu rumah tangga perlu didampingi dalam meliterasi tayangan TV karena perlu peningkatan pemahaman tentang hak masyarakat terhadap tayangan TV (Savitri, 2017).

II.2 MULTIKULTURALISME

Bangsa Indonesia secara historis memiliki nenek moyang sama (monokultural), yaitu bangsa Melayu Austronesia. Kemudian datangnya ras luar, agama-agama luar, kolonialisme dan globalisme akhirnya menjadi masyarakat multikultur. Multikulturalisme Indonesia ditandai dengan hasil budaya dengan ciri khas budayanya masing-masing sangat mudah dibedakan. Multikulturalisme dapat dimaknai sebagai “pandangan dunia atau world view of politics recognition”, terhadap ideologi, realitas pluralis, dan kebhinekaan dalam kehidupan masyarakat. (Putranto, dalam Pageh 2016)

Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana, melanikan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideology yang berdiri sendiri terpisah dari ideology-ideologi lainnya. Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan guna memahami dan mengembangkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan keberadaan dan fungsi multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Konsep-konsep tersebut antara lain: demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dan perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lain yang relevan (Suparlan, 2002).

(10)

kegiatan, yaitu hubungan antarmanusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia. Negeri kita kaya raya akan sumber-sumber daya alam dan kaya akan sumber-sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi, pada masa kini kita, bangsa Indonesia, tergolong sebagai bangsa yang paling miskin di dunia dan sebagai bangsa yang negaranya paling korup. Salah satu sebab utamanya ialah karena kita tidak mempunyai pedoman etika dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki. Pedoman etika yang menjamin proses-proses manajemen tersebut akan menjamin mutu yang dihasilkan. Kajian-kajian seperti itu bukan hanya menyingkap dan mengungkapkan ada tidaknya, atau corak nilai-nilai budaya yang berlaku, dan etika yang digunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan manajemen sesuatu kegiatan, organisasi, lembaga, atau pranata, melainkan juga akan mampu memberikan pemecahan terbaik mengenai pedoman etika yang seharusnya digunakan menurut dan sesuai dengan konteks-konteks kegiatan dan organisasi.

Parekh (1997, dalam Azra, 2007) menyebutkan terdapat lima macam multikulturalisme, yaitu :

1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.

(11)

hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.

4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.

5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

II.3 PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Kepribadian menurut pengertian sehari-hari, menunjuk kepada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Kepribadian pada dasarnya tidak bisa dinilai ‘baik’ atau ‘buruk’nya (netral). Menurut George Kelly, kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Menurut Gordon Allport, kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa ‘jiwa’ dan ‘raga’ manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta di antara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku (Koeswara, 1991).

(12)

berupa gambaran manusia sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak kearah pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan (Koeswara, 1991).

Pengertian kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan berperilaku yang baku, atau berpola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral. Kepribadian menurut Psikologi adalah untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.

(13)

seringkali gagal karena terbelenggu oleh prasangka gagal, cacat, atau perasaan negatif.

BAB III PEMBAHASAN

III.1 BUDAYA MULTIKULTURALISME DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

(14)

1. Segmentasi, yaitu masyarakat terbentuk dari bermacam-macam suku, ras, agama dan

3. Konsensus yang rendah. Konsensus yang dimaksudkan disini adalah keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama. Karena terdapat berbagai macam perbedaan dalam lingkungan masyarakat multikultural, maka sulit untuk tercapainya suatu kesepakatan yang disetujui seluruh kelompok, oleh karena itu sulit untuk membuat keputusan sehingga konsensus yang terbentuk rendah.

4. Integrasi Sosial biasanya dipaksakan. Integrasi adalah sebuah sistem pembauran sehingga mencapai suatu kesatuan yang utuh. Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, karena banyak keanekaragaman yang ada, masyarakat multikultural sulit untuk mencapai suatu kesepakatan. Oleh karena itu sifat dari integrasi sosial dapat dipaksakan demi mencapai keselarasan dan kedamaian.

5. Memiliki struktur dalam lembaga yang non komplementer. Dalam masyarakat multikultural, persatuan lembaga sosial akan terpisah oleh segmen-segmen tertentu.

Adapula faktor-faktor timbulnya masyarakat multikultural, yaitu : Faktor Geografis, Kondisi Iklim dan Cuaca, Pengaruh Budaya Asing, Keanekaragaman Suku Bangsa, Keanekaragaman Agama, dan Keanekaragaman Ras. Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat berdasarkan ideologi multikulturalisme, atau bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada, dalam nilai-nilai budaya dan etos, etika, serta pembenahan dalam hukum dan penegakan hukum bagi keadilan (Suparlan, 2002).

(15)

alasan terjadinya konflik. Kesadaran akan adanya keragaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Namun tentu tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. Pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme. Multikulturalisme bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi (Wardhani, 2014).

Sebagaimana diungkapkan Gutman (1993), multikulturalisme memiliki tantangan mampu mengakomodasi perbedaan kebangsaan dan etnis secara stabil serta dapat dipertahankan secara moral. Dengan demikian multikulturalisme mengenal dua hal yaitu diversity yang dipahami sebagai penerimaan dari perbedaan dan yang kedua adalah bicultural, yaitu orang yang tumbuh dan berkembang dengan lebih dari satu identitas kultural (misal bahasa sebagai penanda identitas). Manfaat dari multikulturalisme adalah menerapkan sistem yang lebih adil dan member kesempatan pada setiap orang untuk mengekspresikan diri dalam suatu kelompok, lebih toleran dan adaptif terhadap isu-isu sosial (Kymlicka, 2002).

Dijelaskan dalam www.ilmudasar.com bab sosiologi, bahwa muncul dampak-dampak yang disebabkan terbentuknya masyarakat multikultural. Dampak positifnya adalah keanekaragaman akan membuat masyarakat lebih terbuka dalam menjalin hubungan sosial, mermberikan ikatan yang lebih kuat dengan menerima kekurangan masing masing kelompok, dan saling berbagi pengetahuan dan menghargai antar budaya, menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah pembatas dalam menjalin suatu hubungan. Sedangkan, dampak negatifnya adalah munculnya sikap fanatik dan ekstrim dalam mendukung suatu kelompok, danya politik aliran yang mementingkan kemajuan suatu kelompok tertentu dalam bidang politik, munculnya Sikap primordialisme, memegang teguh hal yang dibawa sejak lahir, baik mengenai tradisi, kepercayaan ataupun hal lainnya, memicu Konflik, sangat wajar apabila konflik muncul dalam lingkungan masyarakat multikultural karena keanegaraman yang ada, serta munculnya sikap etnosentrisme, pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan yang dianutnya (merendahkan kelompok lain).

(16)

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan multikultural adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah yang mempelajari tentang berbagai macam status sosial, ras, suku, agama agar tercipta kepribadian yang cerdas dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman budaya. Dalam upaya ini harus dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada setempat pada tingkat local, atau pada tingkat nasional serta berbagai corak dinamikanya. Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika dan pembakuannya sebagai acuan bertindak, sesuai dengan adab dan moral dalam berbagai interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan dan manajemen. Pedoman etika ini akan membantu upaya-upaya pemberantasan KKN secara hukum.

Anak-anak pada dasarnya masih dalam tahap perkembangan. Jika pendidikan yang ia jalani tepat sasaran dan berdampak positif, maka ia bisa mengembangkan diri dengan baik. Piaget mengemukakan aspek-aspek perkembangan intelektual anak sebagai berikut:

1. Aspek Struktur

Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan-tindakan menuju perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skema atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat tinggi.

2. Aspek Isi

Isi maksudnya adalah pola perilaku anak khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya

3. Aspek Fungsi

Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.

(17)

sebagai pelajaran ekstra kurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah bekas konflik berdarah antar suku bangsa, seperti di Poso, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan berbagai tempat lainnya). Dalam sebuah diskusi dengan tokoh-tokoh Madura, Dayak, dan Melayu di Singkawang baru-baru ini, mereka semua menyetujui dan mendukung ide diselenggarakannya pelajaran multikulturalisme di sekolah-sekolah guna mencegah terulangnya kembali konflik berdarah antarsukubangsa yang pernah mereka alami (Suparlan, 2002).

Pendidikan multikultural bisa dikatakan menjadi salah satu cara untuk mengembangkan kepribadian individu. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan dapat menanamkan sikap tanggung jawab, simpati, peduli, apresiasi, empati, dan dapat mengendalikan keegoisan pribadi. Terutama terhadap penganut agama, budaya, dan etnis yang berbeda. Untuk dapat mengembangkan pendidikan multikultural di sekolah, seorang guru harus mampu mengelola dan merencanakan strategi pembelajaran yang tepat agar tujuan pendidikan multikultural dapat tercapai. Salah satu strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran adalah melalui pemanfaatan budaya lokal sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran pendidikan multikultural. Pemanfaatan budaya lokal dalam pembelajaran pendidikan multikultural sangat berguna bagi pemaknaan proses dan hasil belajar, karena dengan cara ini peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang kontekstual. Selain itu, melalui pengintegrasian budaya lokal dalam pembelajaran pendidikan multikultural dapat mengembangkan dan mengukuhkan budaya nasional yang merupakan puncak-puncak budaya lokal dan budaya etnis yang berkembang. Pendidikan multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua peserta didik tanpa memandang karakteristik budayanya, seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada di antara mereka merupakan suatu keniscayaan, dan perbedaan itu harus diterima secara wajar bukan untuk membedakan. Pendidikan multikultural sebagai gerakan pembaharuan pendidikan muncul dalam berbagai bentuk, seperti: muncul sebagai bidang studi (mata kuliah) yang berdiri sendiri, program, dan dapat juga berupa praktek yang direncanakan oleh lembaga pendidikan untuk merespon tuntutan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Pendidikan multikultural dipandang sebagai suatu proses yang terus menerus, bukan sesuatu yang langsung dapat tercapai.

(18)

adalah : memberi konsep diri yang jelas, membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau darisejarahnya, membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang adapada setiap masyarakat, membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making) dan partisipasi sosial dan ketrampilan kewarganegaraan (citizenship skills), serta mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa. Tujuan pendidikan multikultural secara mendalam disampaikan oleh Sutarno (2007) dalam bukunya Pendidikan Multikultural, antara lain : pengembangan literasi etnis dan budaya, perkembangan pribadi, klarifikasi nilai dan sikap, kompetensi multikultural, kemampuan keterampilan dasar, persamaan dan keunggulan pendidikan, memperkuat pribadi dan reformasi sosial, memiliki wawasan kebangsaan yang kokoh, memiliki wawasan yang lintas budaya dan bangsa, terakhir adalah bisa hidup berdampingan secara damai.

Sutanto (2007) menelaskan bahwa kepribadian merupakan hal yang unik untuk tiap masyarakat dan individu yang ada di masyarakat. Kepribadian yang ada dalam suatu masyarakat tidak akan mungkin betul betul sama dengan kepribadian masyarakat yang lainnya. Macam macam kepribadian dasar yang terbentuk dan berkembang akan selalu sesuai dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Aspek kebudayaan yang berpengaruh pada perkembangan kepribadian adalah norma kebudayaan. Berfokus pada perkembangan pada pribadi atau diri sendiri, dasar psikologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif (menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnya. Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuanpenelitian yang berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara konsep diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.

(19)

yang lain dapat memperbaiki penyimpangan ini. Pendidikan Multikultural juga membantu mencapai tujuan memaksimalkan potensi kemanusiaan, dengan memenuhi kebutuhan individu, dan mengajar siswa seutuhnya dengan mempertinggi rasa penghargaan pribadi, kepercayaan dan kompetensi dirinya. Pendidikan Multikultural menciptakan kondisi kesiapan psikososial dalamdiri individu dan lingkungan belajar yang memiliki efek positif pada upaya dan penguasaan tugas akademis (Sutarno, 2007).

III.3 MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MULTIKULTURAL MELALUI LITERASI MEDIA

Saat Orde Baru, media massa dikekang oleh pemerintah sehingga konten yang ada pun tidak terlepas dari propaganda pemerintah. Isu-isu yang mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sangat tabu dibicarakan pada era Orde Baru dengan tujuan demi menjaga stabilitas nasional. Konflik-konflik yang mulai muncul ke permukaan saat tahun 1998, membuat media massa di Indonesia berbondong-bondong menyoroti masalah multikulturalisme. Seberapa sering pun media massa mengangkat multikulturalisme, pembicaraan mengenai multikulturalisme tidak akan pernah selesai, karena keadaan Indonesia sendiri pun negara yang memiliki beragam budaya. Masyarakat perlu mengenal multikulturalisme, mengingat pentingnya multikulturalisme dalam kehidupan masyarakat yang multikultural. Pengenalan akan multikulturalisme memerlukan media yang dapat membantu menyampaikan pesan multikulturalisme pada masyarakat. Salah satunya yaitu media massa. Sifat media massa yang mampu memberikan informasi secara luas, dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat, menjadikan media massa sarana yang ampuh untuk menyebarkan paham multikulturalisme. Pasca Reformasi 1998, media massa di Indonesia mulai berani menyuguhkan isu-isu mengenai multikulturalisme. Keberanian media massa Indonesia mengemas isu multikulturalisme muncul ketika kebebasan pers mulai merajalela di Indonesia.

(20)

media massa bisa menjadi jembatan dalam bentuk interpretasi dari dan kepada masyarakat mengenai multikulturalisme yang ada di Indonesia. Sekarang ini, masyarakat Indonesia mayoritas dapat mengakses media sebanyak yang ia mau untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah pengguna media yang semakin meningkat nyatanya menimbulkan permasalahan baru. Konten di televisi misalnya, tidak sedikit konten yang cenderung menstereotipekan kelompok atau budaya tertentu. Dalam media online juga sempat adanya pemblokiran situs agama yang dinilai menyebarkan ajaran yang radikal. Dapat dilihat bahwa media menghadirkan efek yang cukup menganggu keberlangsungan multikulturalisme di Indonesia

Vibriza Juliswara seorang staff pengajar di Program Studi Sosiologi STISIP Kartika Bangsa Yogyakarta menyebutkan bahwa menurut Laporan ‘National Leadership Conference on Media Education’ (Aufderheide, 1992) menyatakan pentingnya literasi media sebagai kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam pelbagai bentuknya. Sementara itu dalam konteks di Indonesia, terdapat regulasi yang juga membahas tentang literasi media yakni di dalam Undangundang No.32 Tahun 2003 tentang Penyiaran, khususnya dimual di dalam Pasal 52 yang memaknai literasi media sebagai “kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat” (Iriantara, 2009 dalam Juliswara, 2017). Di sisi lain, aspek pendidikan dalam literasi media merupakan bentuk pemberdayaan khalayak media. Hal ini sesungguhnya terkait dengan tujuan pendidikan literasi media yang tidak lagi bertujuan untuk semata-mata melindungi khalayak media sebagai konsumen produk yang dihasilkan industri media, tetapi juga mempersiapkan khalayak sebagai konsumen media untuk hidup di dunia yang dunia sosialnya sangat bergantung pada media massa. Oleh karena itu, salah satu prinsip dalam pendidikan literasi media adalah memberdayakan khalayak. Disebut memberdayakan karena model literasi media menjadi kompas baru dalam mengarungi dunia media yang luas, sehingga orang tidak akan menjadi korban media (Brow, dalam Iriantara, 2009, dalam Juliswara, 2017) kompetensi melek media untuk bisa mengambil manfaat dari kehadiran media massa.

(21)

dari satu sumber ke banyak pemirsa (seperti buku, radio, dan televisi), dan pola ‘one-to- one audience’ dari satu sumber ke satu pemirsa atau (seperti telepon dan surat), maka pola komunikasi masyarakat siber menggunakan kombinasi pola ‘many- to-many’ dan pola ‘few-to-few’ (Juliswara, 2017).

Literasi media di masyarakat menjadi hal yang penting. Mengingat bahwa apa yang disampaikan dalam media tidak semuanya benar dan mengandung hal positif. Masyarakat (khalayak) dituntut untuk pintar dan kritis dalam mengkonsumsi pesan-pesan yang disajikan oleh media. Jika masyarakat pintar dan kritis dalam mengkonsumsi media, mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh isu, hoax, dan propaganda yang dijalankan sekelompok orang yang mempunyai kepentingan. Hal ini juga dapat meminimalkan konflik yang mungkin bisa terjadi di masyarakat. Dengan adanya literasi media di masyarakat, dapat membangun pengetahuan yang baik dalam memahami multikulturalisme di masyarakat melalui pesan yang disampaikan oleh media. Media massa saat ini terasa tidak berkontribusi terhadap perubahan nilai-nilai budaya, sistem politik, ekonomi, agama, kependudukan, dan lingkungan. Budaya yang terus-menerus disajikan televisi cenderung propogandais dan hegemoni terhadap modernitas. Sebagai media yang dikonsumsi oleh mayoritas orang, televisi dan media massa harus mencerminkan realitas yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Tentunya dengan meminimalisir stereotip kelompok masyarakat dan menghindari isu sensitif yang memunculkan konflik-konflik sipil yang berorientasi menuju kepada pemahaman keberagaman (multikultural) masyarakat Indonesia. Pengukuhan nilai-nilai moralitas agama dan budaya seharusnya ditegakkan. Jika faktanya terus-menerus setiap media televisi dengan tayangan sinetron, berita, iklan yang disajikan saat ini lebih menawarkan konten yang bemuatan ejek-mengejek, keberpihakan pada hajat kelompok politik kekuasaan tertentu dan dijadikan alat propoganda, memainkan isu sensitif SARA. Sehingga, sangat mungkin akan terjadi pecahnya konflik-konflik dimasyarakat.

(22)

pesan informasi bisa disampaikan. Masih ingat pada kasus pemblokiran situs Islam yang dinilai mengandung ajaran radikal, pemberitaan media yang tidak berimbang kasus pada kasus-kasus tertentu, perdebatan-perdebatan digrup-grup media sosial, menghujat dan menghina seenaknya jauh dari moralitas menghargai manusia. Sama halnya tentang Multikulturalisme, harusnya menjadi salah satu prinsip bagi seluruh bangsa Indonesia. Dengan multikulturalisme, segala bentuk konflik perbedaan karena antar suku, agama, pandangan ideologi, status sosial, dapat dinetralisir. Di Indonesia, multikulturalisme berkembang sekitar 1998 setelah terjadi penyerangan terhadap etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei serta konflik etnis dan agama di sejumlah daerah.

Adanya literasi media, masyarakat diharapkan dapat memilih media yang memberikan informasi positif, bersifat kritis dalam menyikapi kasus yang di beritakan oleh media, tidak hanya membuat persepsi dari apa yang diberitakan media secara mentah-mentah, belajar untuk mengeksplorasi masalah lebih dalam. Pemikiran masyarakat harus dibekali dengan pertanyaan-pertanyaan seperti : media apa yang mengeluarkan suatu berita atau informasi, tujuannya apa, siapa yang mendapatkan keuntungan, siapa yang dirugikan, dan siapa yang memutuskan adanya berita tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi pengembangan kepribadian seseorang. Dengan berpikiran kritis seperti di atas, maka isu, hoax, dan propaganda tidak akan mudah untuk diserap begitu saja oleh masyarakat. Individu dapat tumbuh dan berkembang dengan pikiran yang positif dan menghargai keberagaman di Indonesia.

BAB IV PENUTUP

(23)

Pendidikan multikultural menjadi bagian penting dalam masyarakat yang majemuk. Pemahaman akan keberagaman melalui pendidikan multikultural dapat meningkatkan kesadaran bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan, dan perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Perbedaan perlu diterima sebagai suatu kewajaran dan perlu mengembangkan sikap toleransi agar dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Strategi yang dapat dikembangkan adalah dengan memanfaatkan budaya lokal sebagai bagian penting dalam pengembangan pendidikan multikultural. Melalui pemanfaatan budaya lokal sebagai dasar pengembangan pendidikan multikultural, akan semakin meningkatkan pemahaman akan pentingnya upaya untuk terus menjaga atau melestarikan budaya lokal.

Persepsi masyarakat juga perlu dibangun dengan cara pandang multikultural, media massa sebagai faktor penting dalam penerimaan arus informasi telah menjadi hal yang sulit dibendung. Sehingga, literasi media menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap masyarakat atau khalayak media. Harapannya, masyarakat dapat memilih dan menganalisis dengan cerdas tentang pesan media yang propogandais dan berpotensi menyebabkan konflik-konflik. Semakin tinggi tingkat literasi media di masyarakat, maka persepsi negatif dari efek media dapat diminimalisir dengan cara pandang multikultural. Hal ini dapat mempengaruhi pengembangan kepribadian seseorang. Dengan berpikiran kritis seperti di atas, maka isu, hoax, dan propaganda tidak akan mudah untuk diserap begitu saja oleh masyarakat. Individu dapat tumbuh dan berkembang dengan pikiran yang positif dan menghargai keberagaman di Indonesia. Pendidikan multikultural pun bisa diterapkan dalam kehidupan sejak duduk di bangku sekolah.

IV.2 SARAN

Masyarakat di Indonesia harusnya dapat menjadi masyarakat yang multikultural. Bisa hidup berdampingan meskipun dengan pendapat yang beragam. Adanya literasi media dan pendidikan multikultural diharapkan dapat menjadi faktor dalam pengembangan kepribadian di masyarakat.

(24)

BUKU :

Azra, Azyumardi. 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia.Yogyakarta: Kanisius. Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hal.75. Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: Kencana Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT. ERESCO

Kymlicka, Will. 2002. Kewargaan Multikultural. Jakarta : LP3ES.

Sutarno. 2007. Pendidikan Multikultural. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

JURNAL :

Juliswara, Vibriza. 2017. Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 2 , Agustus 2017.

Lan, Thung Ju. 2011. Heterogeneity, politics of ethnicity, and multiculturalism. What is a viable framework for Indonesia?. Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya: Multiculturalism Vol. 13 No. 2 Edisi Oktober 2011 Hal 279-292.

Murdiono, Mukhamad. 2012. Strategi Pembelajaran Pendidikan Multikultural Berbasis Budaya Lokal. PKn Progresif Vol. 7 No. 1 Juni 2012.

Muttaqin, Misbah Zaenal. 2016. Kemampuan Literasi Media (Media Literacy) Di Kalangan Remaja Rural Di Kabupaten Lamongan. Universitas Airlangga.

Pageh, I Made. 2016. Multikulturalisme dan Tantangannya di Indonesia: Jejak Kesetaraan Ernis dan Kultur. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 3 (2), 2016, 115-125.

Savitri, Galuh A. 2017. Pentingnya Literasi Media diMasyarakat. Binus Malang.

Suparlan, Pasurdi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multikultural. Jurnal Antropologi Indonesia tahun XXVI, No 69, UI dan Yayasan Obor Indonesia.

Wardhani, Andy Corry. 2014. Kontribusi Jurnalisme Multikultural Dalam Konflik Dan Untuk Perdamaian. Universitas Lampung.

KARYA ILMIAH :

Prastyo, Vickie Agnes. 2013. Wacana Politisi Perempuan dalam Surat Kabar. Universitas Airlangga.

INTERNET :

(25)

https://personalitydevelopmentandetiquette.wordpress.com/tag/personality/ diakses pada 23/10/2017 pukul 09.38 WIB

https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/03/13/cultural-representation-re-presentasi-budaya/ diakses pada 12/12/17 pukul 01.03 WIB

http://www.ilmudasar.com/2017/05/Pengertian-Ciri-Faktor-Jenis-dan-Bentuk-Masyarakat-Multikultural-adalah.html diakses pada 12/12/17 pukul 01.57 WIB

http://www.kopibernalar.com/blog/literasi-media-dan-multikulturalisme/ diakses pada 12/12/17 pukul 03.22 WIB

LAIN-LAIN :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi turnover agen sebagai akibat perubahan kebijakan yang terjadi di kantor agen CommSpirit Commonwealth Life. Metode yang

“Dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (ayat 14) Anak saya tidak dapat belajar dengan baik

Ilmu linguistik juga mempunyai beberapa bidang kajian yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, salah satunya yaitu bidang kajian makna (semantik / 意味論 imiron) yang

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian

Secara umum manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan ilmu pangan terutama dalam bidang mikrobiologi pangan, dan secara khusus penelitian ini dilaksanakan

Reply Yudho Setyo January 6, 2014 at 3:07 PM Halo Fasdheva, You’re welcome.. Semoga bermanfaat. Monggo gan, langsung aja  Reply 19. 

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

pada gambar (a), kendaraan membelok ke arah kanan dari lajur luar (di USA, peraturan mengemudi menggunakan lajur kanan), memutar kearah kiri, berhenti dan menungu