• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi.

Seorang perempuan dikatakan sudah memasuki masa menopause apabila ia tidak mengalami periode menstruasi selama 12 bulan tanpa disertai dengan penyebab biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita yang telah melewati masa subur yang ditandai dengan berhentinya haid secara menetap. Menopause berhubungan dengan menarche, dimana makin dini menarche terjadi makin lambat menopause timbul, makin lambat menarche terjadi makin cepat menopause timbul.

Menopause dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu menopause fisiologis dan artifisial menopause. Menopause fisiologis terjadi secara alami karena penurunan aktivitas ovarium yang diikuti dengan penurunan produksi hormon reproduksi. Artifisial menopause dapat terjadi karena proses pembedahan seperti oophorectomy bilateral, kondisi medis seperti kemoterapi karena menderita kanker dan konsumsi obat-obatan yang dapat menekan produksi hormon reproduksi (Nirmala, 2003).

Usia rata-rata menopause relatif tetap, sementara usia harapan hidup

wanita semakin meningkat, oleh sebab itu akan semakin banyak wanita yang

menjalani masa kehidupannya pada periode menopause. Wanita rata-rata akan

menjalani sepertiga masa hidupnya dalam fase menopause, terutama bagi wanita

(2)

yang hidup di negara-negara maju atau daerah perkotaan. Meningkatnya derajat kesejahteraan hidup menyebabkan umur harapan hidup menjadi meningkat, sehingga pada tahun 2000 usia harapan hidup wanita Indonesia sudah mencapai kurang lebih 65 tahun (Anwar, 2011).

Di Indonesia usia menopause bervariasi antara 44 sampai 45 tahun.

Menopause di negara maju umumnya terjadi pada usia 47 tahun ke atas karena taraf sosial ekonomi, pendidikan gizi, dan kesehatan di negara maju lebih baik dibandingkan negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 2000 diperkirakan wanita Indonesia telah memasuki usia menopause sebanyak 15,5 juta orang dan tahun 2020 diperkirakan jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause adalah 30,3 juta (Baziad, 2003b).

Penurunan produksi estrogen, progesteron dan testosteron akan terjadi pada masa menopause sebagai dampak dari penurunan fungsi ovarium. Hormon estrogen, progesteron dan testosteron berperan penting dalam memelihara dan menjaga integritas struktural vagina. Dinding vagina terdiri dari jaringan epitelium, fibromuskular, dan pembuluh darah yang bekerja secara bersinergi untuk lubrikasi, kontraksi dan pemanjangan dinding vagina saat hubungan seksual (Ginger dan Yang, 2011).

Pada vagina, estrogen mempertahankan ketebalan jaringan otot polos dan

epitelium skuamosa vagina, yang secara normal memiliki karakteristik rugae,

lembab, dan berwarna merah muda. Estrogen juga menstimulasi epitel vagina

untuk memproduksi glikogen yang akan dihidrolisis menjadi glukosa. Flora

(3)

normal pada vagina akan memetabolisme glukosa menjadi asam laktat yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman pH vagina (Goldstein et al., 2013).

Estrogen juga berperan untuk meningkatkan vasodilatasi dan menghambat respon pembuluh darah terhadap jejas. Struktur dan fungsi fisiologis vagina tidak hanya dipengaruhi oleh hormon estrogen, namun juga melibatkan peran hormon testosteron dan progesteron. Hormon testosteron berperan pada angiogenesis dan mempertahankan fungsi endotel pembuluh darah vagina dengan pelepasan nitric oxide (Lopes et al., 2012). Pelepasan NO menyebabkan vasorelaksasi disertai

dengan peningkatan aliran darah ke vagina sehingga lubrikasi yang adekuat dapat terjadi. Hormon progesteron berperan dalam mempertahankan integritas epitel, dimana pada hewan coba yang diovarektomi, pemberian progesteron dosis fisiologis menyebabkan stratifikasi pada jaringan epitelium (Pessina et al., 2006).

Hormon testosteron atau progesteron yang diberikan dengan estrogen akan mengurangi proliferasi yang diinduksi estrogen (Pessina et al., 2006). Pemberian progesteron antara lain bertujuan untuk mencegah kanker endometrium, sedangkan pemberian progesteron untuk pencegahan kanker payudara masih diperdebatkan, sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian progesteron tetap dilakukan meskipun uterusnya telah diangkat (Reid, 2014).

Pada wanita menopause, penurunan hormon estrogen, progesteron dan

testosteron akan menyebabkan atrofi vagina. Atrofi vagina ditandai dengan vagina

yang pucat, memendek dan menyempit yang diikuti dengan hilangnya lipatan-

lipatan (rugae) pada vagina, terlebih lagi terjadi penurunan lubrikasi dan

elastisitas vagina. Umumnya, wanita yang mengalami atrofi vagina akan

(4)

merasakan kering pada vagina, gatal, iritasi, rasa panas dan dispareunia. Mereka juga sering mengeluhkan gangguan urinaria seperti urgensi, peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, disuria, inkontinensia, dan infeksi traktus urinaria berulang (RUTI). Apabila gejala-gejala ini tidak diobati maka mereka akan mengalami penurunan kualitas hidup yang dipicu oleh ketidaknyamanan pada vagina, nyeri, dan disfungsi seksual (Goldstein et al., 2013).

Penatalaksanaan atrofi vaginal tergantung dari keluhan spesifik yang dialami oleh pasien. Saat wanita mengalami gejala atrofi vagina, pilihan penatalaksanaan terdiri dari perubahan gaya hidup, terapi non hormonal (lubrikan atau pelembab vagina), dan terapi hormonal baik lokal maupun sistemik. Terapi hormonal yang sudah umum diberikan yaitu terapi sulih hormon estrogen berupa vaginal estrogen seperti krim estrogen, intravaginal estradiol ring, atau tablet estrogen dosis rendah (Johnston, 2004).

Terapi sulih hormon yang sudah diteliti memiliki efek signifikan untuk memperbaiki integritas struktural jaringan vagina adalah kombinasi estrogen dan progesteron serta kombinasi estrogen dan testosteron. Pessina et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian kombinasi estrogen dan testosteron lebih meningkatkan ketebalan jaringan epitelium dan jaringan otot polos vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus yang diovarektomi.

Pada penelitian ini, peneliti akan memberikan perlakuan terapi sulih

hormon kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron dibandingkan dengan

kombinasi hormon estrogen dan progesteron. Alasan peneliti untuk

(5)

mengkombinasikan estrogen, progesteron dan testosteron adalah untuk mengetahui efeknya pada integritas struktural vagina serta memelihara integritas endometrium pada hewan coba. Testosteron juga sangat berperan dalam fungsi seksual wanita. Penelitian yang dilakukan oleh Kovalevsky (2004) dan Goldstein et al. (2005) menunjukkan bahwa testosteron berkaitan erat dengan dorongan

seksual.

Penelitian pendahuluan telah peneliti lakukan dengan membandingkan integritas struktural vagina yaitu ketebalan epitel, luas area jaringan otot polos dan jumlah pembuluh darah. Peneliti menggunakan lima kelompok tikus percobaan yang diberi perlakuan hormon estrogen, progesteron, dan testosteron dengan dosis yang berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu luas area jaringan otot polos dan jumlah pembuluh darah vagina paling tinggi pada kelompok yang diberikan kombinasi hormon estrogen 11 μg + progesteron 180 μg + testosteron 720 μg, yaitu ketebalan epitel 31,35 μm ± 0,11, luas area jaringan otot polos 38,1882% ± 7,16, dan jumlah pembuluh darah 6 ± 1,41. Pada kelompok yang diberikan kombinasi hormon estrogen 11 μg + progesteron 180 μg terjadi penebalan jaringan epitel yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu 42,97 μm ± 0,63, sedangkan untuk luas area jaringan otot polosnya yaitu 16,1483% ± 1,72 dan jumlah vaskular 4 ± 0,70 (Irmayanti, 2016) (Lampiran 8).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui

tentang apakah pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih

meningkatkan ketebalan epitelium, luas area jaringan otot polos dan jumlah

(6)

pembuluh darah vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih Rattus norvegicus betina dewasa yang diovarektomi.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apakah pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan ketebalan epitelium vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih (Rattus norvegicus) betina dewasa yang diovarektomi?

1.3.2 Apakah pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan luas area jaringan otot polos vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih betina dewasa yang diovarektomi?

1.3.3 Apakah pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan jumlah pembuluh darah dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih betina dewasa yang diovarektomi?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk membuktikan pemberian kombinasi estrogen progesteron dan

testosteron lebih meningkatkan integritas struktural vagina dibandingkan dengan

kombinasi estrogen progesteron pada tikus putih Rattus norvegicus betina dewasa

yang diovarektomi.

(7)

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Untuk membuktikan pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan ketebalan epitelium vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih (Rattus norvegicus) betina dewasa yang diovarektomi.

1.4.2.2 Untuk membuktikan pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan luas area jaringan otot polos vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih betina dewasa yang diovarektomi.

1.4.2.3 Untuk membuktikan pemberian kombinasi estrogen, progesteron dan testosteron lebih meningkatkan jumlah pembuluh darah vagina dibandingkan dengan kombinasi estrogen dan progesteron pada tikus putih betina dewasa yang diovarektomi.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Akademik

Manfaat akademik yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia

kedokteran reproduksi mengenai pengaruh pemberian kombinasi estrogen,

progesteron, testosteron dan kombinasi estrogen, progesteron dalam

meningkatkan integritas struktural vagina hewan coba yang diovarektomi.

(8)

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi

awal bagi peneliti selanjutnya mengenai efek pemberian terapi sulih hormon pada

vagina hewan coba post ovarektomi.

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan strategi dimulai dengan penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis bagi agribisnis teh Indonesia. Faktor kekuatan strategis

Hak yang melekat pada kepala desa dan perangkat desa tersebut bukanlah hak milik, melainkan hak pakai seperti yang tertuang dalam ketentuan konversi UUPA Pasal VI

Serat sabut kelapa ( coconut fibre ) merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan

The leader of the kīrtart party, nearest the center of the circle, has begun to sing the type of lyric called Gaurachandrikā— a hymn to the great fifteenth- century Vaishnava

Penjelasan Pasal menyatakan bahwa Perlindungan hukum dalam ketentuan ini adalah perlindungan terhadap pelapor, pengadu, saksi, atau korban dari segala ancaman yakni segala

Melalui penjelasan guru, siswa mampu menyebutkan pengertian sumber daya alam dan lingkungan dengan benar.. Berdasarkan penejelasan guru, siswa mampu menyebutkan 3

Biaya Kerja sama dengan sistem StartUpKit Happy Bear.. PERHITUNGAN BIAYA OPERSIONAL

Hasil yang diperoleh file uji 2.png yang terdapat pada folder TestDatabase ternyata cocok dengan file 3.png yang terdapat pada folder TrainDatabase, hasil