334
POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA
Imam Fajri D.1, Mohamad Sakur1, Wahyu Wilopo2
1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Email:
imamfajrii@yahoo.com
2Dosen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah MadaJl. Grafika No.2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281
Diterima Tanggal : 15 November 2013
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk dan konversi penggunaan lahan untuk pemukiman di Daerah Kecamatan Ngemplak dan sekitarnya, Kabupaten Sleman terus mengalami peningkatan. Kondisi tersebut memberi tekanan pada sumber daya lahan terutama air karena kebutuhan masyarakat akan air bersih selalu meningkat setiap tahunnya. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa air bersih semakin sulit didapatkan. Selain bersih, air juga harus tetap memiliki ketersediaan yang cukup meskipun di musim kemarau.
Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk mengetahui potensi air tanah dangkal yang mencakup kondisi akuifer, ketersedian air tanah, kualitas air tanah dan potensi pencemaran pada daerah tersebut. Adapun metode yang digunakan berupa survei lapangan meliputi pengukuran kedalaman muka air tanah dangkal, pemanfaatan air, dan jarak relatif terhadap septic tank lalu dilanjutkan dengan pencarian data curah hujan serta data sumur bor dari instansi terkait.
Berdasarkan korelasi data log bor, litologi akuifer berupa pasir berukuran kasar sampai halus yang mengandung fragmen breksi dengan kedalaman akuifer sekitar 100 m dari permukaan tanah.
Ketersediaan air tanah berdasarkan debit sumur bor sekitar 1555,2 m3/hari pada bagian utara daerah Sukoharjo dan 2587 m3/hari pada bagian selatan daerah Purwomartani. Fluktuasi muka air tanah sebagian besar termasuk kelas F1 dan F2 dan sebagian kecil kelas F3 yang terletak di bagian utara.
Berdasarkan PP No.20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air, kualitas air tanah pada umumnya termasuk golongan B, dengan kadar pH dan kandungan E.coli masih berada di bawah ambang batas. Kecuali di daerah Dukuh Sari yang mangalami pencemaran E.coli. Selain itu terdapat beberapa lokasi pembuatan septingtank, kandang ternak, dan sumur gali yang saling berdekatan yaitu kurang dari 10 m.
Manifestasi sumur galian yang paling berpotensi terletak di Desa Wedomartani. Potensi tersebut dikontrol oleh kedalaman air tanah yang dangkal, fluktuasi yang rendah dan potensi pencemaran yang kecil. Sedangkan sumber potensi pencemaran berada di Desa Sukoharjo yang berasal dari pembuangan kotoran hewan.
Kata kunci : air tanah, akuifer, kualitas, pencemaran
335 PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir ini D.I. Yogyakartamenjadi primadona bagi masyarakat untuk membangun pemukiman baru maupun pusat kegiatan. Sebagian besar daerah yang dicari adalah bagian kaki Gunung Merapi seperti kecamatan Kalasan, Ngemplak dan sekitarnya. Semakin pesat perkembangan suatu daerah yang ditandai dengan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk menjadi faktor utama dalam peningkatan penggunaan air baik untuk rumah tangga, kantor, industri, dan lain-lain Oleh karena itu, kebutuhan air di daerah Kalasan dan Ngemplak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan.
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa air bersih semakin sulit didapatkan. Selain bersih, air juga harus tetap memiliki ketersediaan yang cukup meskipun di musim kemarau. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk mengetahui potensi air tanah di daerah Kecamatan Ngemplak dan Kalasan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
LOKASI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi daerah penelitian berada pada koordinat 435562,5 – 439562,5 dan 9149125 - 9144125 dengan luas 4 km x 5 km. Secara administrasi terletak di sebagian besar kecamatan Ngemplak dan sebagian kecil kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, D.I.
Yogyakarta.
Gambar A. Lokasi Penelitian
336
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan metode survei yang didukung dengan data sekunder. Dalam perolehan kelengkapan data ditempuh dengan survei lapangan dan survei instansional. Survei lapangan dilakukan dengan cara pengukuran ketinggian muka air tanah (m.a.t.), kedalaman sumur gali, debit sungai, pengamatan jarak relatif antara lokasi sumur terhadap lokasi pembuangan kotoran, dan wawancara penduduk.Survei instansional dilakukan untuk memperoleh data curah hujan, suhu, evapotranspirasi, dan sumur bor.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif, deskriptif, dan spasial. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengolah data hasil pengukuran lapangan. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik litologi daerah pemetaan dan data sumur bor.Sedangkan analisis spasial digunakan untuk melakukan klasifikasi daerah pemetaan. Analisis potensi air tanah dangkal dilakukan dengan cara overlay peta kedalaman muka air tanah, fluktuasi air tanah dan potensi pencemaran.
Gambar B. Diagram alir penelitian
337 Hidrogeologi
Daerah Ngemplak dan sekitarnya merupakan dataran landai dengan elevasi antara 181 m sampai 291 m dpl dan kemiringan antara 1,67% sampai 3,3%.Berdasarkan kemiringan lereng dan ketinggian topografi, daerah penelitian termasuk dalam Satuan Lereng Bawah Gunung Merapi dan Satuan Kaki Gunung Merapi. Satuan Lereng Bawah memiliki ketinggian antara 241 m – 291 m dengan kemiringan lereng 2% - 3,3%.
Sedangkan Satuan Kaki Gunung Merapi memiliki ketinggian 181 m – 241 m dengan kemiringan lereng 1,67% sampai 2%. Daerah inidilewati sungai-sungai dengan pola paralel dan berstadia muda. Terdapat 2 sungai utama pada daerah ini, yaitu Kali Kuning dan Kali Sembung. Sungai tersebut memiliki aliran yang permanen namun masih dipengaruhi adanya fluktuasi musiman.
Menurut Mac Donal, 1984, kondisi geologi daerah ini sangat dipengaruhi oleh hasil proses Gunung Merapi sehingga pada umumnya tersusun atas endapan vulkanik Merapi Muda yang terbentuk selama zaman kuarter. Litologi yang terdapat di daerah penelitian umumnya berupa material berukuran pasir sampai kerakal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dan pengukuran sumur gali (air dangkal)yang dilakukan pada bulan Maret (musim hujan) meliputi lokasi sumur gali, ketinggian muka air tanah dan kedalaman muka air tanah.Pengukuran dilakukan sebanyak 65 titik sumur gali seperti pada Gambar 3.
Hasil pengukuran ketinggian muka air tanah menunjukkan bahwa muka air tanah paling dangkal berada pada ketinggian 196 m dpl dan muka air tanah paling tinggi yang berada pada 308 m dpl. Sehingga ada perbedaan tinggi sebesar 150 m.
Data klimatologi BMKG, 2013, menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan 7 tahun terakhir sebesar 1793,214mm/tahun seperti pada Tabel 1.Nilai rata-rata kelembaban udara 7 tahun terakhir sebesar 81,51 %/tahun seperti pada Tabel 2. Nilai rata-rata suhu udara 7 tahun terakhir sebesar 26,15
oC seperti pada Tabel 3. Sedangkan rata-rata evapotranspirasi 5 tahun terakhir sebersar 86,13 mm/tahun seperti pada Tabel 4.
Berdasarkan korelasi data sumur bor, satuan akuifer daerah penelitian termasuk
akuifer bebas yang tersusun oleh material berupa pasir dan kerakal yang bersifat andesitis
dengan ketebalan akuifer sekitar 100 m. Sedangkan di beberapa tempat terdapat lapisan
impermeabel berupa lapisan lempung. Kedalaman lapisan lempung ini berkisar antara 90
m sampai 100 m. Ketersediaan air tanah berdasarkan debit sumur bor sekitar 1555,2
m
3/hari pada bagian utara dan 2587 m
3/hari pada bagian selatan.
338
Kedalaman muka air tanah daerah penelitian memiliki kisaran antara 0,48 m sampai 6,05 m seperti pada Gambar 4. Pada peta kedalaman muka air tanah, keseluruhan daerah penelitian termasuk dalam kelas K
1(dangkal) dengan kedalaman muka air tanah <
7 meter.
Fluktuasi muka air tanah daerah penelitian sebagian besar termasuk dalam kelas F
1(kecil) dengan fluktuasi < 2 meter yang terletak di bagian tengah, kelas F
2dengan fluktuasi antara 2 – 4 meter yang terletak di bagian selatan dan utara dan sebagian kecil kelas F
3seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Fluktuasi kelas F1 umumnya terletak di bagian tengah daerah penelitian, fluktuasi kelas F2 terletak di bagian selatan dan utara, dan kelas F
3terletak dibagian ujung utara.
Berdasarkan peta aliran air tanah seperti pada Gambar 6, daerah utara merupakan catchment area yang menjadi daerah penangkapan atau pengisian air tanah. Sedangkan daerah selatan merupakan daerah storage area dimana disini terjadi penyimpanan air tanah. Kemudian sungai yang berada pada daerah utara cenderung bersifat influent (sungai masuk ke dalam air tanah) dan pada daerah selatan sungainya cenderung bersifat effluent (air tanah masuk ke dalam sungai).
Pada pengamatan jarak relatif antara lokasi sumur gali dengan lokasi septic tank maupun pembuangan kotoran hewan menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi yang berpotensi mengalami pencemaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Pada bagian utara sebagian besar warganya memiliki hewan ternak dibandingkan dengan warga pada bagian selatan. Sedangkan untuk lokasi pembuangan kotoran hewan dan septitank terhadap lokasi sumur gali, pada bagian selatan memiliki penataan lokasi lebih teratur atau selisih jaraknya lebih dari 10 m dibandingkan dengan bagian utara yang lokasinya saling berdekatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada bagian utara memiliki potensi pencemaran yang tinggi apalagi pada bagian utara memiliki pola aliran discharge sehingga bisa mencemari kualitas airtanah yang ada di sebelah selatan.
Berdasarkan PP No.20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air,data kualitas air sumurgali pada 3 titik yaitu di daerah Dusun Dukuh Sari, Tegalrejo, dan Sidorejo menunjukkan bahwa di daerah Dukuh Sari telah mengalami pencemaran E.coli dengan kandungan >1898 MPN/100 ml seperti pada Tabel 5.Sedangkan di daerah Tegalrejo dan Sidorejo masih dibawah ambang batas.
Potensi air tanah dangkal di daerah penelitian terdiri dari 4 kelas yaitu kelas baik,
sedang, rendah dan sangat rendah seperti pada Gambar 8. Potensi kelas tinggi berada di
bagian tengah atau daerh Wedomartani, kelas sedang berada di bagian utara di daerah
339
Sukoharjo selatan. Kelas rendah terletak di bagian selatan di daerah Purwomartani, sedangkan potensi kelas sangat rendah terletak di bagian paling utara di daerah Sukoharjo Utara.
KESIMPULAN
Manifestasi sumur galian yang paling berpotensi terletak di Desa Wedomartani.
Potensi tersebut dikontrol oleh kedalaman muka air tanah pada kelas rendah, fluktuasi pada kelas rendah dan potensi pencemaran pada kelas rendah pula. Sedangkan potensi paling rendah berada di Desa Sukoharjo utara. Kondisi tersebut disebabkan karena lokasi pembuangan kotoran dan sumur gali saling berdekatan sehingga bisa mencemari kualitas air tanah yang ada di daerah sebelah selatan.
Daftar Pustaka
A. Yudistira, “Kajian Potensial dan Arahan Penggunaan Air Tanah Untuk Kebutuahn Domestik di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman”. Forum Geografi Vol. 21, No 2.
Yogyakarta, hlm. 104-112, 2012.
Suharyadi, Evaluasi Potensial Air Tanah di Zona Akuifer Merapi, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian, Yogyakarta, 2001.
D.K. Todd and L.W. Mays, Groundwater Hydrology 3
rdEd. John Wiley & Sons, Inc. New York. 2005.
W. Wilopo.Perencanaan Konservasi Air Bawah Tanah di Cekungan Yogyakarta. Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1999.
340 Lampiran
341
342
343
344
Tabel 1. Data Suhu Udara
Tabel 2. Data Kelembaban Udara
Tahun
rata-rata (%)
2007 78,93636
2008 79,28182
2009 79,27273
2010 82,50909
2011 78,05455
2012 85,225
2013 87,31111
rata-rata total 81,51295
Tahun Rata-rata (oC)
2007 25,84545
2008 25,58333
2009 25,85833
2010 26,35833
2011 26,8
2012 26,35
2013 26,27778
Rata-rata total 26,15332
345
Tabel 3. Data Evapotranspirasi Udara
Tahun
rata-rata (mm)
2009 85,24167
2010 83,66667
2011 88,76667
2012 89,19167
2013 83,7875
Rata-rata total 86,13083
Tabel 4. Data Curah Hujan
Tahun
Lokasi
Rata-rata Pos Hujan
Kalasan
Pos Hujan
Dolo
2006 786 2153 1469,5
2007 1270 2577 1923,5
2008 1075 2153 1614
2009 857 1361 1109
2010 1627 3455 2541
2011 1621 2582 2101,5
2012 1362 2226 1794
Rata-rata total 1793,214
346