Kuta, 29-30 Oktober 2015 | iii
UDAYANA UNIVERSITY PRESS
2015
SEMINAR NASIONAL
DAN TEKNOLOGI
Kuta, 29 - 30 Oktober 2015
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT
iv | Kuta, 29-30 Oktober 2015
Ni Made Ary Esta Dewi Wirastuti, S.T., MSc. PhD Prof. Dr. Drs. IB Putra Yadnya, M.A.
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., MHum., LLM.
Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P.
Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., Ph.D Prof. Dr. Ir. Nyoman Gde Antara, M.Eng
Dra. Ni Luh Watiniasih, MSc, Ph.D Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes. Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA.
Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D. Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP, Ph.D dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, SpMK, Ph.D
Dr. Agoes Ganesha Rahyuda, S.E., M.T. Putu Alit Suthanaya, S.T., M.Eng.Sc, Ph.D.
I Putu Sudiarta, SP., M.Si., Ph.D. Dr. Ir. Yohanes Setiyo, M.P. Dr. P. Andreas Noak, SH, M.Si I Wayan Gede Astawa Karang, SSi, MSi, PhD.
Dr. Drh. I Nyoman Suarta, M.Si
l
Udayana University Press, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana
2015, xli + 2191 hal, 21 x 29,7 SEMINAR NASIONAL SAINS
DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | xiii
KATA PENGANTAR ... vii
SAMBUTAN KETUA PANITIA ... ix
SAMBUTAN KETUA LPPM UNIVERSITAS UDAYANA ... xi
HUMANIORA
NILAI LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM
Fenty U. Puluhulawa, Nirwan Yunus ...3
KEBIJAKAN LOKAL DAN ETNISITAS MENUJU INTEGRASI KELOMPOK ETNIS
DI KABUPATEN POHUWATO
Wantu Sastro ...8
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI EKONOMI HIJAU DALAM RESTORASI DAN KONSERVASI TERUMBU KARANG DI PEMUTERAN BALI SEBAGAI DAYA TARIK EKOWISATA
I Ketut Surya Diarta, I Gede Setiawan Adi Putra ...13
KEMAMPUAN BAHASA BALI GENERASI MUDA BALI DI UBUD GIANYAR BALI
Ni Luh Nyoman Seri Malini, Luh Putu Laksminy, I Ketut Ngurah Sulibra ...21
INTENSITAS KAPITAL INDUSTRI DAN DINAMISME KEUNGGULAN KOMPARATIF PRODUK EKSPOR INDONESIA
Ni Putu Wiwin Setyari ...29
MODEL ESTIMASI KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR INTERNAL UKM DI KABUPATEN BANDUNG
Rivan Sutrisno,Mardha Tri Meilani ...38
KAMUS PRIMITIVA SEMANTIK BALI-INDONESIA-INGGRIS BIDANG ADAT DAN AGAMA Dr. I Made Netra, S.S., M.Hum, Drs. I Nyoman Udayana, M.Litt., Ph.D,
Dr. Drs. I wayan Suardiana, M.Hum, Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum.,
Dr. Drs. Frans I Made Brata, M.Hum ...46
MODEL KONFIGURASI MAKNA TEKS CERITA RAKYAT TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK BUDAYA RANAH AGAMA DAN ADAT
UNTUK MEMPERKOKOH JATI DIRI MASYARAKAT BALI
Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum, Dr. I Made Netra, S.S., M.Hum,
Dr. Frans I Made Brata, M.Hum, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U ... 54
xxii | Kuta, 29-30 Oktober 2015
KESIAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN BADUNG DALAM MENGHADAPI MEA 2015
Surya Dewi Rustariyuni ...769
PENGARUH DJI, INDEKS FTSE100, ASX INDEX, SSE COMPOSITE INDEX, NIKKEI 225 INDEX, DAN STI TERHADAP IHSG DI BEI
Luh Gede Sri Artini1), Nyoman Tri Aryati2), Putu Vivi Lestari3), Ni Putu Ayu Darmayanti4)
Gede Merta Sudiartha ...770
PEMERTAHANAN BAHASA IBU PADA KAWASAN WISATA UBUD Sang Ayu Isnu Maharani, S.S., M.Hum, Ni Made Ayu Widiastuti, S.S., M.Hum
Putu Weddha Savitri, S.S., M.Hum ...777
MODEL KESANTUNAN BERBAHASA
BAGI POLISI PARIWISATA DI KAWASAN PARIWISATA KUTA
Yohanes Kristianto1) dan Ni Gusti Ayu Dewi Paramita Arisandi ...778
KETAHANAN PANGAN
POTENSI STREPTOMYCES SP SEBAGAI BIOKONTROL PATOGEN RALSTONIA
SOLANACEARUM PENYEBAB LAYU BAKTERI PADA TANAMAN PISANG
(MUSA PARADISIACA L.)
Retno Kawuri ...787
PROTECTIVE DOSE 50 VAKSIN ND INAKTIF TUNGGAL DAN KOMBINASI ND-AI
PADA AYAM SPF PASCA TANTANGAN
Gusti Ayu Yuniati Kencana1, Nyoman Suartha2, Robertus Tamur , Arini Nur Handayani ...794
PEMBERIAN KOMBINASI KALIANDRA DAN GAMAL DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH
A. A. Ayu Sri Trisnadewi, N. N. Suryani, dan I W. Suarna ...800
NILAI CERNA, RETENSI ENERGI DAN PROTEIN KELIONCI LOKAL (LEPUS NIGRICOLLIS) YANG DIBERI RANSUM MENGGUNAKAN KULIT KOPI TERFERMENTASI DAN NON FERMENTASI DENGAN ARAS BERBEDA
I.M Nuriyasa, I.M. Mastika, G.A.M.K. Dewi ...806
PAPAYA RINGSPOT VIRUS (PRSV) PENYEBAB PENYAKIT BERCAK BERCINCIN
PADA PEPAYA: BIO-EKOLOGI DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA
I Gede Rai Maya Temaja1), I Putu Sudiarta, Ni Nengah Darmiati, Ni Made Puspawati ...813
PENGARUH SUHU DAN WAKTU BLANCHING TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK REBUNG BAMBU TABAH (GIGANTOCHLOA NIGROCILIATA (BUESE) KURZ) KERING
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | xxiii
PENGARUH PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS HIJAUAN PASTURA CAMPURAN PADA LAHAN KERING
DI DESA SEBUDI KARANGASEM.
I Wayan Suarna dan Ketut Mangku Budiasa ...829
SIFAT FUNGSIONAL CAMPURAN KEDELAI DAN RUMPUT LAUT DITINJAU DARI EFEK HIPOKOLESTEROLEMIK SECARA IN VIVO
I Ketut Suter1), Ni Made Yusa1) N.L. Ari Yusasrini ...833
POTENSI EKSTRAK JAMUR HIOKO UNTUK MENANGGULANGI PENYAKIT FLU BURUNG Ida Bagus Kade Suardana1), I Wayan Sudira ...841
UPAYA PERBAIKAN PRODUKTIVITAS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI NUSA LEMBONGAN, BALI
I.W. Arthanaa., D. B. Wiyantob, I.W.G. Astawa Karangb, N.M. Ernawatia dan S.A.Saraswati ...847
PENGEMBANGAN SISTIM LEISA PADA BUDIDAYA KENTANG UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS
Yohanes Setiyo1), Ketut Budi Susrusa2)I G.A. Lani Triani 3) , I D.G. Mayun Permana ...856
PREVALENSI CEMARAN MIKROBIOLOGIS DAN LOGAM BERAT (PB, CD)
PADA MINUMAN TRADISIONAL (LOLOH) DI DAERAH DENPASAR DAN BADUNG
IDP Kartika P(1), I Ketut Suter(1), Putu Arisandi W(1), AAI Sri Wiadnyani ...863
KAJIAN KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS PADA PROSES PENGILINGAN PADI UNTUK MENGHASILKAN BERAS SOSOH BERKUALITAS
Ketut Budi Susrusa1)Yohanes Setiyo2) Ni Luh Yulianti 3) , Putu Udiyani ...871
SIFAT FUNGSIONAL LEDOK YANG DIBUAT DARI BEBERAPA JENIS KACANG-KACANGAN DITINJAU DARI EFEK
HIPOKOLESTEROLEMIK SECARA IN VIVO
Ni Made Yusa1) dan I Ketut Suter ...878
TRANSFORMASI AKTIVITAS EKONOMI BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK KEBERLANJUTAN SISTEM SUBAK DI BALI
I Ketut Suamba1), Ni Wayan Sri Astiti2), Ni Nyoman Sulastra ...884
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI DARI RIZOSFER TANAMAN JAGUNG UNTUK MENGENDALIKAN ASPERGILLUS FLAVUS
SEBAGAI PENGHASIL AFLATOKSIN B1.
A.S. Duniaji1), N.N.Puspa2) dan W.Wisaniyasa ...891
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN TERDEGRADASI PADA DAS UNDA KABUPATEN KARANGASEM, BALI
I Nyoman Merit, Ni Made Trigunasih, Wiyanti, I Wayan Narka ...898
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 847
UPAYA PERBAIKAN PRODUKTIVITAS USAHA BUDIDAYA RUMPUT
LAUT DI NUSA LEMBONGAN, BALI
I.W. Arthanaa., D. B. Wiyantob, I.W.G. Astawa Karangb, N.M. Ernawatia dan S.A.Saraswatia
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali 80361
Telp/Fax : (0361) 702802, E-mail : iwarthana60@yahoo.co.id
bProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali 80361
ABSTRAK
Kegiatan budidaya rumput laut di Bali sempat mengalami kemajuan baik ditinjau dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan produksi maupun peningkatan kesejahteraan bagi pelaku usaha seperti pembudidaya, pengolah dan pemasar. Belakangan kegiatan budidaya rumput laut tersebut sering muncul kendala berupa kegagalan panen dan penurunan kualitas hasil panen. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji coba teknologi budidaya rumput laut pada lokasi yang menjadi luaran hasil penelitian tahun sebelumnya, serta untuk memfasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani rumput laut di Pulau Nusa Lembongan. Penanaman dan pengukuran pertumbuhan rumput laut dilakukan selama 28 hari dengan interval waktu setiap 7 hari. Jenis rumput laut yang ditanam yaitu spesies Eucheuma cottonii dan Halymenia durvillaei. Kegiatan fasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani dilakukan dengan pendampingan menggunakan metode focus group discussion (FGD) dan kegiatan pelatihan pengolahan rumput laut. Pertumbuhan rumput laut Halymenia durvillaei di stasiun II memiliki pertumbuhan yang paling tinggi yaitu mencapai rata-rata berat sebesar 348,3 gram selama 28 hari masa tanam. Rumput laut jenis Eucheuma cottoni di stasiun IV memiliki rata-rata pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 271,4 gram selam 28 hari masa tanam. Rumput laut Eucheuma cottoni yang ditanam di stasiun II dan stasiun III tidak dapat dilakukan pengukuran karena di ganggu oleh hama ikan. Fasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani rumput laut di Pulau Nusa Lembongan dan Pulau Nusa Ceningan yaitu dengan kegiatan pelatihan pembuatan permen rumput laut.
Kata Kunci: Rumput Laut, Kelembagaan Petani Rumput Laut, E. cottoni, H. durvillaei.
PENDAHULUAN
Usaha budidaya rumput laut di Nusa Lembongan merupakan salah satu tulang punggung kegiatan ekonomi di daerah ini, disamping dari kegiatan menangkap ikan. Hal ini mengingat bahwa Nusa Lembongan tergolong kedalam pulau kecil yang bertumpu pada potensi wilayah pesisirnya. Usaha komoditas ini dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan antara lain ketersediaan lahan yang cukup luas, teknologi budidaya sederhana, ramah lingkungan, masa produksi relatif singkat, serapan tenaga kerja tinggi, biaya produksi relatif rendah, memiliki nilai jual tinggi karena merupakan komoditi ekspor.
Nusa Lembongan sendiri merupakan salah satu dari tiga pulau di Kecamatan Nusa Penida dan pulau terbesar kedua setelah Pulau Nusa Penida. Letak Nusa Lembongan berada di sebelah Tenggara dari daratan Pulau Bali. Posisi Nusa Lembongan bersebelahan dengan Nusa Ceningan di Selatannya dipisahkan oleh Selat Ceningan dan di sebelah Tenggaranya adalah Pulau Nusa Penida yang dipisahkan oleh Selat Toyapkeh. Sebelah Utara pulau ini adalah Selat Badung dan Samudra Hindia sebelah Barat Daya. Secara
geogra s, Nusa Lembongan terletak antara 08030'43'' LS -08041'43'' LS dan 115025'36'' BT - 115028'20''
BT. Suhu rata-rata di perairan Nusa Lembongan berkisar 25 - 330C (Arthana dkk, 2014).
848 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
masyarakat serta pemandangan bawah air di sekitar pulau telah banyak menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kegiatan budidaya rumput laut di Nusa Lembongan yang sempat mengalami kemajuan baik ditinjau dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan produksi maupun peningkatan kesejahteraan bagi pelaku usaha seperti pembudidaya, pengolah dan pemasar, belakangan sering muncul kendala seperti kegagalan panen maupun penurunan kualitas hasil panen. Kendala tersebut diduga karena kondisi lingkungan dan masa tanam yang tidak sesuai serta kurang optimal dikerjakan oleh petani rumput laut (Aslan, 2011).
Kendala lain adalah adanya hama dan gulma yang sering mengganggu aktivitas budidaya sehingga berdampak pada penurunan hasil dan kualitas rumput laut. Ancaman berikutnya bagi petani rumput laut adalah perkembangan pariwisata yang kadang tidak sinergis dalam pemanfaatan wilayah pesisir yang ada di Nusa Lembongan. Kegiatan pariwisata juga membuat para petani rumput laut beralih profesi menjadi pelaku usaha pariwisata, hal ini diduga lebih menguntungkan melakukan aktivitas pariwisata dari pada sebagai petani rumput laut (Arthana et al, 2015).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas budidaya rumput laut di perairan Nusa Lembongan serta memfasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani rumput laut yang ada di Nusa Lembongan. Hal ini agar kontinuitas produksi rumput laut terus meningkat menuju ketahanan budidaya rumput laut baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini, yaitu penerapan kombinasi teknologi budidaya rumput laut dengan melakukan uji coba beberapa metode yang lebih baik untuk budidaya rumput laut di Nusa Lembongan. Metode penanaman yang digunakan yaitu metode dasar yang sudah dilakukan oleh petani
rumput laut di Nusa Lembongan dengan beberapa modi kasi. Penanaman dan pengukuran pertumbuhan
rumput laut dari beberapa metode tersebut dilakukan selama 28 hari dengan interval pengukuran setiap 7 hari. Jenis rumput laut yang digunakan yaitu spesies Eucheuma cottonii dan Halymenia durvillaei. Lokasi penanaman rumput laut berada di empat stasiun penelitian sesuai yang tertera dalam Gambar 1. Di stasiun 1, dilakukan penanaman rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Halymenia durvillaei dengan metode horizontal. Di Stasiun 2, dilakukan penanaman dengan system vertikal yang mana jenis Halymenia
durvillaei berada di atas Eucheuma cottonii. Di Stasiun 3, dilakukan penanaman dengan system vertikal
tetapi jenis Eucheuma cottonii berada di atas Halymenia durvillaei. Sedangkan di stasiun 4, dilakukan penanaman dengan pola horizontal campuran antara Eucheuma cottonii dan Halymenia durvillaei yang disusun berselang-seling dalam satu barisan.
Kegiatan penguatan kelembagaan kelompok tani rumput laut di Nusa Lembongan, dilakukan dengan pendampingan kelompok tani dengan metode Focus Group Discusioan (FGD) dan pelatihan praktis pengolahan hasil rumput laut.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari hasil pengukuran di lapangan (insitu) yang
meliputi parameter sika, kimia, dan biologi yang berkaitan dengan syarat-syarat untuk pertumbuhan
rumput laut. Data pertumbuhan rumput laut, diukur dengan timbangan yang dilakukan setiap minggu. Data lain dikumpulkan melalui hasil wawancara langsung dengan petani rumput laut baik saat mereka melakukan aktivitas budidaya di pantai maupun ketika melakukan kegiatan secara berkelompok di daratan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis rumput laut Eucheuma cottoni yang sudah dibudidayakan di lokasi penelitian dan jenis Halymenia durvillaei. Sedangkan alat-alat yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan penelitian antara lain perahu, jarring, GPS dan alat-alat pengukur parameter
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 849
Gambar 1. Lokasi Penanaman Budidaya Rumput laut
Tabel 1. Tabel Alat-Alat yang Digunakan dalam Penelitian
Parameter Alat Keterangan
Fisika
Suhu (°C) Thermometer Hg Insitu
Kimia
Salinitas (ppt) pH
Refraktometer/pembaca skala pH meter
Insitu insitu
Biologi
Biota asosiasi (hama dan gulma) Visual sensus, dan alat skin dive Insitu
HASIL PENELITIAN
Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottoni
Pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma cottoni pada stasiun I mengalami laju pertambahan berat yang berbeda-beda selama masa tanam. Dengan berat awal tanam rata sebesar 100,1 gram dan rata-rata berat akhir yaitu sebesar 257,5 gram terjadi peningkatan biomasa sebesar 157,2 % atau rata-rata-rata-rata 39,3 % per minggu (Gambar 2).
Gambar 2. Perkembangan pertumbuhan Eucheuma
cottonii di stasiun 1
Gambar 3. Perkembangan pertumbuhan
850 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
Pada stasiun IV, pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma cottoni mengalami laju pertumbuhan yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan yang di stasiun I, terutama pada pengamatan minggu ke tiga dan keempat. Rata-rata pertumbuhan pada stasiun IV dengan berat awal tanam rata-rata sebesar 101,2 gram dan rata-rata berat akhir yaitu sebesar 271,4 gram terjadi penambahan biomasa sebesar 168,2 % atau rata-rata 42,0 % per minggu (Gambar 3). Pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma cottoni yang ditanam di stasiun II dan III, tidak bisa dihitung karena beratnya menyusut akibat banyak dimakan ikan.
Pertumbuhan Rumput Laut Halymenia durvillaei
Pertumbuhan rumput laut Halymenia durvillaei pada keempat stasiun pengamatan sangat baik dan tidak terganggu oleh hama ikan. Dari keempat stasiun pengamatan, stasiun II cenderung merupakan stasiun dengan pertumbuhan yang paling baik (Gambar 4). Berat biomas akhir rumput laut Halymenia durvillaei di stasiun II, rata-rata mencapai berat 348,3 gram selama 28 hari masa tanam. Pada stasiun I, pertumbuhan rumput laut Halymenia durvillaei mencapai rata-rata berat 282,4 gram. Pada stasiun III, pertumbuhan rumput laut mencapai rata berat sebesar 300,3 gram, sedangkan pada stasiun IV, pertumbuhan rata-rata berat sebesar 239 gram, juga selama 28 hari masa tanam.
Laju pertumbuhan tertinggi pada rumput laut jenis Halymenia durvillaei terjadi di staiun II. Pada stasiun II laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada minggu keempat yaitu rata-rata pertambahan berat sebesar 18,6 gram per hari dan di minggu kedua yang mencapat 17,2 gram per hari (Gambar 5). Laju pertumbuhan perminggu pada rumput laut jenis Halymenia durvillaei di stasiun lain bervariasi antara 2,4 – 14,0 gram per hari.
Gambar 4.Perbandingan pertumbuhan Halymenia
durvillaei antar stasiun
Gambar 5. Perkembangan pertumbuhan
Halymenia durvillaei di stasiun 2
Kondisi Kualitas Perairan Antar Stasiun
Suhu perairan tempat penanaman rumput laut berkisar antara 21,1 – 30,5 oC (Tabel 2). Suhu
tertinggi dijumpai di stasiun I pada pengukuran minggu kedua dan terendah di stasiun III pada pengukuran minggu ketiga. Kondisi suhu perairan di stasiun II dan III cenderung lebih rendah dibandingkan dengan stasiun yang lain karena di stasiun II dan III, kondisi perairannya lebih dalam dan lebih dekat ke celah saluran utama antara Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Kondisi salinitas berkisar antara 30-36 permil (Tabel 2). Dalam hal ini cenderung tidak ada perbedaan antara stasiun I hingga stasiun IV dalam hal salinitas. Salinitas di lokasi penelitian cukup tinggi karena perairan antara Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan ini tidak ada muara sungai dan posisinya berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia.
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 851
Tabel 2. Kondisi Kualitas Air di Lokasi Penelitian
Stasiun Parameter Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Rerata
1 29,3 26,0 30,5 25,5 27,7 27,8
2 29,1 26,5 29,3 21,5 25,5 26,4
3 29,5 25,5 30,2 21,1 27,8 26,8
4 30,0 26,5 29,5 25,3 27,2 27,7
1 Salinitas (‰) 34 35 33 33 35 34
2 Salinitas (‰) 31 32 30 35 36 33
3 Salinitas (‰) 30 35 30 35 35 33
4 Salinitas (‰) 30 34 31 34 35 33
1 pH 8,38 8,06 8,67 8,35 8,61 8,41
2 pH 8,39 8,22 8,25 7,82 8,20 8,18
3 pH 8,51 7,67 8,65 7,75 8,54 8,22
4 pH 8,60 8,13 8,35 8,26 8,61 8,39
Catatan koordinat stasiun
Stasiun I S : 08⁰41.742' E : 115⁰26.431' Stasiun II S : 08⁰41.910' E : 115⁰26. 534'
Stasiun III S : 08⁰41.910' E : 115⁰26.431' Stasiun IV S : 08'41.742' E : 115⁰26.432'
Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Rumput Laut
852 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
Tabel 3. Kelembagaan Petani Rumput Laut di Lembongan dan Ceningan
Kelompok Segara Ratih dari Ceningan Gili Putri dari Lembongan
Berdiri September 2011 2014
Anggota 40 orang 25 orang
Pengurus
Ketua : Ni Ketut Rahayu Wakil : Ni Made Asih Adnyani Sekretaris : Ni Putu Lestari
Bendahara : Ni Luh Ketut Kencani Wati
Ketua : Ibu Warni Sekretaris : Ibu Sukajani
Bendahara : Ibu Suwilia
Produk Nuget dan minuman Eslilin, Eskrim, Minuman dalam kemasan
botol
Sudah pernah mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kelungkung berupa dana sebesar Rp. 50.000.000,- dan sarana produksi
Permasalahan Belum punya ijin produksi
Belum punya ijin produksi
Pemasaran : biaya produksi mahal menyebabkan harga produk yang dihasilkan juga mahal sehingga sulit memasarkan.
Belum memiliki koperasi simpan-pinjam bagi anggota kelompok
Belum ada petermuan rutin yang terstukrur.
Sumber : Data Primer
PEMBAHASAN
Hasil perhitungan laju pertumbuhan dari rumput laut Eucheuma cottoni yang ada di Gambar 2 dan 3 selama masa tanam, adalah sebesar 6,11 g/hr di stasiun IV dan 5,62 g/hr di stasiun I (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhannya di stasiun IV relatif tinggi yang hampir dua kalinya dari yang dilakukan di Pantai Kutuh Bali yang hanya mencapai 3,76 g/hr (Wiyanto, 2014). Dilihat dari tiga parameter
kualitas airnya yaitu suhu, salinitas dan pH, di Nusa Lembongan, kisaran suhunya 21,1 – 30,5oC, salinitas
berkisar 30-36 permil dan pH 7,67 - 8,65 sedangkan di Pantai Kutuh kisaran suhunya 28,3 – 30,8oC, salinitas
berkisar 34,3-35,4 permil dan pH 8,5 - 9,1 (Wiyanto, 2014). Tingginya hasil pertumbuhan rumput laut jenis
Eucheuma cottoni di stasiun IV ini, kemungkinan ada hubungannya dengan pola budidaya campuran yang
dicobakan. Rumput laut diselang seling antara Eucheuma cottonii dan Halymenia durvillaei, sehingga ikan dan gulma pengganggu lain menjadi sulit masuk karena tidak menyukai Halymenia durvillaei. Akibatnya rumput laut jenis Eucheuma cottonii tumbuh dengan nyaman.
Sediati dan Widiastuti (2010) yang melakukan penelitian di perairan Banggai, Sulawesi Tengah, mendapatkan laju pertumbuhan Eucheuma cottoni yang ditanam pada kedalaman 30 cm, 45 cm dan 60 cm masing-masing adalah 5,32 g/hr, 4,44 g/hr dan 4,27 g/hr. Adapun kondisi perairannya adalah suhunya
28,0 – 30,0oC, salinitas berkisar 30,0-32,0 permil dan pH 8,0 - 8,5. Soenardjo (2011) yang melakukan
penelitian di Perairan Bantarpanjang, Pulau Nusa Kambangan mendapatkan laju pertumbuhan Eucheuma
cottoni rata-rata antara 5,39 - 5,74 g/hr. Dalam hal ini kondisi perairannya adalah suhunya 29,0 – 30,0oC,
salinitas berkisar 30,0-33,0 permil dan pH 7,5 - 8,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
Eucheuma cottoni yang dibudidayakan di stasiun IV tetap lebih tinggi.
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 853
memperoleh hasil yang sama yang mana pertumbuhannya cenderung menurun karena banyak diganggu oleh algae yang menempel dan oleh ikan. Di perairan Nusa Lembongan, tanaman rumput laut juga banyak yang dingganggu oleh algae Chaetomorpha crassa yang berupa rambut (Arthana et al, 2015).
Tabel 4. Perbandingan laju pertumbuhan rata-rata rumput laut
Spesies Lokasi
E. spinosum Kutuh 40 100,0 236,13 3,40 Wiyanto, 2014
E. cottonii Kutuh 40 100,0 250,20 3,76 Wiyanto, 2014
E. cottonii Stasiun 1 28 100,1 257,50 5,62 Penelitian ini
E. cottonii Stasiun 4 28 100,2 271,40 6,11 Penelitian ini
Rumput laut jenis Halymenia durvillaei di stasiun 2 menunjukkan berat biomas pada saat panen tertinggi (Gambar 4) yaitu rata-rata 348,3 g (Gambar 5). Di stasiun II ini kondisi perairannya agak dalam. Disamping itu rumput laut Halymenia durvillaei ini tidak disukai oleh ikan, sehingga tidak ada yang dimangsa ikan. Demikian juga, tidak mau diganggu oleh algae Chaetomorpha crassa. Hal ini menguntungkan bagi petani rumput laut karena tidak perlu banyak upaya dalam membersihkan tanaman rumput lautnya dari gulma. Hanya saja, jenis rumput laut jenis Halymenia durvillaei ini, masih mengalami kendala dalam pemasaran.
Laju pertumbuhan rumput laut Halymenia durvillaei antara minggu pertama hingga minggu keempat di stasiun II agak berbeda. Laju pertumbuhan perhari antara minggu 1, 2, 3 dan 4 adalah masing-masing 2,4 g/hr, 17,2 g/hr, 6,5 g/hr dan 18,6 g/hr yang memperlihatkan bahwa pada minggu awal, lajunya sangat lambat, meningkat pesat di minggu kedua dan lebih pesat lagi di minggu keempat. Laju pertumbuhan yang dianggap menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat perhari (Effendi, 1997). Dalam hal ini jarak antar tanaman Halymenia durvillaei dalam satu baris di stasiun II adalah 20 cm. Jarak tanam yang diikat pada tali ini mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Winarno, 1996). Abdan dkk (2013) yang melakukan penelitian di Kecamatan Moramo, Sulawesi Tenggara mendapatkan bahwa jarak tanam yang lebih tinggi cenderung menghasilkan pertumbuhan mutlak yang lebih tinggi pula tetapi pada jarak tanam di atas 30 cm memperlihatkan pertumbuhan mutlak yang cenderung menurun. Dalam hal ini jarak tanam yang dicobakan adalah 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 40 cm.
Pertumbuhan tertinggi rumput laut jenis Halymenia durvillaei yang di stasiun II, didukung oleh kualitas perairan yang berada pada kisaran pertumbuhan rumput laut pada umumnya. Pada stasiun I, III dan IV, kualitas perairannya juga masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan rumput laut. Kualitas perairan pada keempat stasiun masih memenuhi syarat untuk pertumbuhan rumput laut. Suhu perairannya mendukung yang mana selama pengukuran memiliki rata-rata sebesar 27,8 0C. Peranan suhu dalam
pertumbuhan rumput laut sangat berpengaruh, hal ini berhubungan dengan kenaikan suhu yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut yang menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat. Salinitasnya selama penanaman rumput laut cukup tinggi yaitu mencapai 34 ‰ karena masuk musim kemarau, dimana tidak ada masukan air tawar kedalam perairan laut di Nusa Lembongan. Terkait salinitas, masing-masing rumput laut dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas tertentu tergantung pada toleransi dan adaptasinya terhadap lingkungan (Trono, 1988). Kisaran pertumbuhan rumput laut dapat tumbuh subur pada daerah tropis yang memiliki salinitas perairan 32-34 ppt (Kadi, 2006).
Kondisi keasaman (pH) perairannya juga mendukung yang selama penanaman rumput laut yaitu memiliki rata-rata sebesar 8,14. Kondisi pH tersebut masih dalam batas toleransi pertumbuhan rumput laut. Nilai pH air yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut yaitu antara pH 7,0 – 8,5 (Aslan, 1998).
854 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
yang tinggi dari setiap anggota kelompok yang ditunjukkan oleh peran aktif peserta dalam pelatihan proses pembuatan permen. Harapan lebih lanjut, dengan cara yang sederhana ini baik bentuk dan rasanya, nanti akan berkembang dalam mengolah produk dengan berbagai rasa, berbagai bentuk dan berbagai kemasan. Adanya variasi produk olahan rumput laut nantinya dapat menjadi kekuatan dan ciri khas dari usaha kecil menengah (UKM) budidaya rumput laut di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan sehingga dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan para pembudidaya. Di Nusa Penida rumput laut telah diolah menjadi kerupuk. Peluang lain adalah mengolah rumput laut untuk digunakan dalam berbagai industri yaitu pangan, kosmetik, obat-obatan, pupuk, tekstil, kulit dan industri lainnya (Indriani dan Sumiarsih,1991).
SIMPULAN
Pertumbuhan rumput laut Halymenia durvillaei di stasiun II dengan sistem vertikal memiliki pertumbuhan yang paling tinggi yaitu mencapai rata-rata berat sebesar 348,3 gram selam 28 hari masa tanam. Sedangkan untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma cottoni tertinggi di stasiun IV dengan sistem campuran horizontal yang mana memiliki rata-rata pertumbuhan seberat 271,4 gram selama 28 hari masa tanam. Dalam hal ini pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottoni yang dibudidayakan di stasiun II dan stasiun III tidak dapat dilakukan karena di ganggu oleh hama ikan. Fasilitasi penguatan kelembagaan kelompok tani rumput laut di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan yaitu dengan kegiatan pelatihan pembuatan permen rumput laut telah berjalan dengan baik yang mendapatkan antusiasme yang positif dari anggota kelompok petani rumput laut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada Departemen Ristek Dikti atas dukungan dananya. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada kelompok tani rumput laut di Nusa Lembongan atas kerjasamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdan., A. Rahman dan Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut (Euchioma spinosum) Menggunakan Metode Long Line. Jurnal Mina Laut Indonesia 3 (12) : 113-123.
Arthana, I.W., D.B. Wiyanto and I.W.G.A. Karang. 2015. Socio-cultural and Ecological Condition of Seaweed Culture in Lembongan Island, Bali Province. The 1st International Conference on Applied
Marine Science and Fisheries Technology (MSFT) 2015, August 18-21 2015 Langgur, Kei Island, Indonesia
Arthana, I.W., D.B. Wiyanto dan I.W.G.A. Karang. 2014. Kajian Komprehensif Produktivitas Usaha Budidaya Rumput Laut Di Bali. Paper dipresentasikan pada Konferensi Nasional IX, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil Surabaya, Jawa Timur, 19-23 November 2014 Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Aslan, L.M. 2011. Strategi Pengembangan Rumput Laut di Indonesia. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang Budidaya Perairan. Universitas Haluoleo, tanggal 22 Januari 2011.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor
Indriani, H dan Sumiarsih, E. 1997. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.
Kadi, A., 2006. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia. LIPI. Lampung. Neksidin., U.K. Pangerang dan Ermiyarti. 2013. Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezzi) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia 3 (12) : 147-155.
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 855
Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse) Dengan Metode
Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. Buletin Oseanogra Marina 1: 36-44.
Trono, J.R., 1988, Eucheuma Farming in The Philipines U.P Natural Science Research Centre, Quezon City.
Winarno, 1996. Teknik Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Wiyanto, DB. 2014. Study on Growth Rate and Seaweed Eucheuma spinosum and Euchema cottoni in
Waters of Kutuh Village, South Kuta Sub-District, District of Badung-Bali. Journal of Environment.