• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA MENGHASILKAN MINYAK NILAM YANG BERMUTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHA MENGHASILKAN MINYAK NILAM YANG BERMUTU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

USAHA MENGHASILKAN MINYAK NILAM YANG BERMUTU

Daswir, Indra Kusuma dan Irwandi

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK

Dalam usaha pengelolaan tanaman nilam penting diperhatikan sekali terutama jenis/varietas nilam yang dibudidayakan. Petani maupun tenaga penyuluh lapangan sulit mem- bedakan tanaman nilam yang bermutu baik.

Hasil produksi minyak berpengaruh terhadap harga produk. Dilain pihak faktor lingkungan dan teknik budidaya yang baik juga dapat mempengaruhi hasil rendemen dan mutu minyak nilam.

PENDAHULUAN

Minyak Nilam adalah salah satu jenis minyak atsiri, yang cukup pen- ting. Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder tanaman yang mempunyai aroma, mudah menguap, larut dalam alkohol dan biasanya tersusun dari senyawa terpen atau sesquiterpen. Oleh karena sifatnya yang demikian, minyak atsiri dinamakan juga dengan minyak terbang (Volatile oil), minyak eteris atau minyak atrisi. Dalam perdagangan dunia minyak atsiri disebut dengan

“essential oil”.

Dari beberapa jenis minyak atsiri yang diekspor Indonesia (seperti mi- nyak sereh wangi, akar wangi, nilam, kayu putih, pala dan kenanga) minyak nilam memiliki peran yang cukup besar. Karena 80% dari kebutuhan dunia dipenuhi oleh Indonesia setiap tahunnya. Rata-rata kebutuhan dunia akan minyak nilam per tahun adalah

2.000 – 2.500 ton. Dalam perdagangan dunia (pasar internasional) minyak nilam dikenal dengan nama “Patchouli oil” (Anon, 1991).

Minyak nilam diperoleh dari ha- sil penyulingan daun, batang dan ca- bang tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Kadar minyak tertinggi terdapat di daun (tiga pasang daun termuda) dengan kandungan utamanya adalah “Patchauoly alkohol” yang ber- kisar antara 30 - 50%. Aromanya segar dan khas, disamping itu minyak nilam mempunyai daya fiksasi yang kuat, yang sulit digantikan oleh bahan sin- tetis. Sehingga minyak nilam banyak digunakan dalam industri kosmetika, sabun serta untuk pewangi selendang, karpet dan barang-barang tenunan lain- nya. Negara-negara pengimpor utama adalah Amerika Serikat, Perancis, Ing- gris, Jerman, Belanda, Jepang dan Australia (Dirjenbun, 2003).

Namun demikian harga minyak

nilam Indonesia dipasaran dunia sangat

berfluktuasi. Hal ini adalah karena pro-

duksi minyak nilam Indonesia tidak

stabil dan mutunya tidak tetap serta

beragam. Tidak stabilnya produksi dan

mutu minyak nilam Indonesia ini ada-

lah karena sistim budidayanya yang

masih tradisional (ladang berpindah)

serta teknologi pengolahannya yang

masih sederhana. Untuk itu usaha-

usaha untuk meningkatkan dan mensta-

(2)

bilkan produksi serta mutu ini harus tetap dilakukan, sehingga pendapatan petani nilam bisa lebih baik dan stabil pula.

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam peningkatan produksi serta mutu yang baik sangat diperlukan dukungan teknologi budidaya dan pasca panen tanaman nilam

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TANAMAN NILAM DAN DUKUNGAN

TEKNOLOGI

Perkembangan teknologi teruta- ma dalam hal pembudidayaan terutama bahan tanaman nilam yang telah diper- oleh saat ini sudah tersedia, dan telah dilepas sebagai varietas yaitu empat klon/varitas yang kadar minyaknya lebih tinggi dari varietas lokal yang ditanam petani.

Peningkatan produksi serta mutu minyak nilam tak lepas dari dukungan teknologi baik dalam hal budidaya maupun pasca panen terutama kebu- tuhan alat prosesing yang optimal serta effisien terutama didaerah sentra pro- duksi, untuk itu dukungan/bantuan alat penyuling nilam akan sangat memban- tu usaha peningkatan produksi nilam di Indonesia.

Dukungan teknologi yang ada dan telah dikembangkan untuk proses peningkatan hasil dan mutu minyak nilam dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Teknologi budidaya

Dalam usaha budidaya tanaman nilam untuk mencapai hasil rendemen

dan mutu minyak nilam yang baik banyak teknologi budidaya yang dapat dijadikan sebagai pedoman seperti : faktor pengolahan, faktor bahan tanam- an, lingkungan tumbuh, kandungan un- sur hara di dalam tanah, panen serta penanganan setelah panen.

Bahan tanaman

Di Indonesia terdapat tiga spesies tanaman nilam, yaitu Pogostemon cab- lin Benth yang disebut juga dengan Nilam Aceh, Pogostemon hortensis Becker (Nilam sabun) dan Pogostemon heyneanus Benth (Nilam Jawa atau nilam kembang). Dari ketiga spesies tanaman nilam ini yang bernilai eko- nomis atau yang minyaknya laku dijual hanyalah Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth). Pembeli-pembeli sering menanyakan tentang kemurnian bahan tanaman ini dengan istilah mereka

“pure cablin”, artinya mereka hanya akan membeli minyak nilam yang berasal dari tanaman nilam spesies cablin. Oleh karena itu kemurnian bahan tanaman nilam yang dikembangkan masyarakat atau petani dalam suatu areal hanyalah spesies cablin adalah faktor pertama yang harus diperhatikan. Bila kebun petani tercampur dengan nilam sabun atau nilam kembang tentunya mutu minyak yang akan dihasilkan menjadi rendah.

Selama ini di Indonesia masih banyak petani yang belum menguasai perbedaan ketiga spesies ini. Ciri-ciri dari ketiga spesies ini adalah sebagai berikut :

- Nilam Aceh : Bentuk daun agak

membulat, warna daun hijau,ujung

(3)

daun runcing, permukaan daun berbulu lebat dan tidak berbunga.

- Nilam Sabun : Bentuk daun agak runcing, warna daun hijau keunguan, ujung daun meruncing, permukaan daun berbulu jarang, tidak berbunga.

- Nilam Jawa : Adalah nilam yang berbunga di Indonesia sehingga disebut juga dengan nilam kembang, bentuk daun hampir sama dengan nilam sabun tetapi tidak berbulu.

Dalam hal pembudidayaan terutama bahan tanaman nilam yang telah diperoleh saat ini ada empat klon harapan yang kadar minyaknya lebih tinggi dari varietas lokal yang ditanam petani, ke empat klon tersebut kini telah dilepas sebagai varietas unggul. Hasil pengujian di Sukamulya produktivitas dari keempat klon tersebut adalah125 - 446 gram terna kering tiap tanaman, setara dengan 2,31 - 6,69 ton terra kering/ha tiap panen (Tabel 1).

Dimana klon-klon baru sudah mulai dikembangkan untuk dapat meningkatkan kadar dan mutu minyak, serta ketahanannya terhadap nematoda dan terhadap cekaman air lebih tinggi dilihat dari klon terdahulu (Hobir, et al., 2001).

Lingkungan tumbuh

Tanaman Nilam bisa tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, tetapi rendemen dan mutu minyak akan lebih baik bila ditanam di dataran rendah. Semakin tinggi tempat tum- buhnya dari permukaan laut, semakin turun rendemen minyaknya, tetapi kandungan patchouly alkoholnya semakin tinggi. Tanaman yang tumbuh ditempat terbuka, pertumbuhannya agak kerdil daun agak kecil tetapi rendemen minyaknya tinggi, sedang- kan tanaman nilam yang ternaungi pertumbuhannya besar, daun lebar dan tebal tetapi rendemen minyaknya rendah.

Kandungan hara di dalam tanah Tanah yang terbaik untuk per- tanaman nilam adalah tanah jenis Latosol, tetapi bisa juga ditanam pada tanah Andosol, Alluvial dan Podzolik merah kuning. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi, selain Unsur Nitrogen (N) dan Posphor (P), maka unsur Kalium (K) adalah unsur yang sangat menentukan tinggi rendah- nya rendemen minyak nilam yang akan diperoleh. Semakin rendah unsur K di dalam tanah, semakin rendah pula ren- demen minyak yang akan di hasilkan.

Tabel 1. Produktivitas klon-klon harapan nilam di Sukamulya

Klon Terna kering/panen Rendemen Produksi minyak gr/tan ton/ha Minyak (%) (kg/ha/panen) Cisaroni

Lhokseumawe-2 Sidikalang Tapak Tuan

154 170 286 446

2,31 2,55 4,29 6,69

2,97 3,48 2,57 2,92

68,61

88,74

110,25

195,34

(4)

Disamping itu keasaman tanah (pH) sangat berpengaruh terhadap mutu minyak nilam. Tanaman nilam yang ditanam pada daerah yang keasamannya tinggi, maka bilangan asam (yang merupakan salah satu syarat mutu) dari minyak yang akan diperoleh akan menjadi besar.

Pemupukan

Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanah pod- solik merah kecoklatan dengan pH 6, pemupukan dengan dosis 120 kg N + 80 kg P

2

0

5

+ 100 kg K

2

0 dapat menghasilkan 4,06 ton/ha/panen terna kering, meningkat 276% dari kontrol/

tanpa pupuk (Adiwiganda et al., 1973).

Pada tanah podsolik kuning yang miskin unsur hara, pemupukan dengan 120 kg N + 60 kg P

2

0

5

tiap ha menghasilkan terna kering 1,95 ton/ha/panen. Pada tanah latosol coklat, pemberian pupuk 250 kg urea + 70 kg.

TSP + 140 kg KCl/ha dapat menghasilkan 21,04 ton terna basah (meningkat 63% dari kontrol) dengan hasil minyak 105 kg/ha (meningkat 77% dari kontrol).

Bila dosis tersebut ditambah mulsa, produk terna meningkat 291%

dan produk minyak 290% dari kontrol/tanpa perlakuan (Tasma dan Wahid, 1988). Dari penelitian tersebut terlihat penggunaan mulsa sangat besar peranannya terhadap peningkatan produksi.

Pengendalian penyakit

Penyakit utama yang meng- ganggu tanaman nilam adalah penyakit layu, budog (Sitepu dan Asman, 1991) serta nematoda (Djiwanti dan Momota, 1991; Mustika dan Nuryani, 1992).

Penyakit layu dan budog belum ditemukan cara pengendaliannya.

Penyakit nematoda dapat dikendalikan antara lain dengan pemupukan yang berimbang, penggunaan kapur dan bahan organik (Asman, 1998). Hasil penelitian Mustika et al., (2002), menunjukkan bahwa dengan peng- gunaan kapur pertanian + P. penetrans, pestisida nabati (bubuk mimba) dapat menekan populasi nematoda dan dapat meningkatkan produksi daun segar 41 - 74% (Tabel 2).

Teknologi Panen

Tanaman nilam sudah dapat di- panen pertama kali umur 6 – 8 bulan setelah tanam. Selanjutnya dapat dipa- nen 3 – 4 bulan sekali sampai tanaman berumur 2 tahun. Setelah berumur 2 tahun, tanaman nilam sebaiknya di- bongkar, diganti dengan tanaman lain seperti palawija atau dibiarkan bera selama 3 bulan, kemudian dapat di- tanam kembali dengan tanaman nilam.

Hal ini adalah untuk menghindari

serangan cacing akar bila tanaman

nilam dibiarkan tumbuh terus menerus

pada satu lahan tanpa terputus.

(5)

Panen sebaiknya dilakukan pagi hari atau menjelang malam, agar daun tetap mengandung minyak yang tinggi.

Panen dilakukan dengan jalan memangkas batang tanaman nilam setinggi 15 cm diatas permukaan tanah dan membiarkan satu batang (cabang) tetap tumbuh untuk merangsang ke- cepatan pertumbuhan selanjutnya.

Sistim panen seperti inilah yang banyak dilakukan oleh petani nilam. Padahal sebetulnya panen dapat dilakukan setiap 1,5 bulan dengan sistim petik teh. Bila tanaman telah memiliki 5 pasang daun, maka dipetik 3 pasang daun termudanya. Sehingga dalam 6 bulan dapat dipetik 3 – 4 kali. Produksi daun basah per hektar per tahun biasanya berkisar antara 20.000 – 25.000 kg atau 4.000 – 5.000 kg daun kering. Dengan rendemen 2,5 – 4%, maka akan diperoleh minyak sekitar 100 – 125 kg minyak per hektar per tahun.

Daun yang telah dipanen dijemur dengan sinar matahari langsung diatas lantai jemuran atau tikar (jangan diatas tanah) setebal + 2 cm selama 5 jam.

Kemudian dikering anginkan di dalam gudang dengan lapisan setebal + 50 cm, dan setiap hari daun nilam tersebut dibolak-balik 2 – 3 kali. Setelah 3 – 4 hari daun nilam tersebut sudah cukup kering dengan kadar air maksimum 10 - 15%, ciri visual adalah batang nilam tersebut mudah dipatahkan. Daun, batang dan cabang yang kering ini sudah bisa dsimpan atau langsung disuling. Bila ingin disimpan, sebaik- nya daun, batang dan cabang nilam yang sudah kering ini dimasukkan terlebih kedalam kantong plastik yang tertutup rapat. Penyimpanan dengan cara seperti itu dapat dilakukan sampai beberapa tahun tanpa menurunkan ren- demen minyak, tetapi akan menjadikan mutu minyak lebih baik. Bila daun batang dan cabang tersebut belum sempurna keringnya, penyimpanan ini Tabel 2. Pengaruh penggunaan berbagai cara pengendalian nematode terhadap

penekanan populasi nematoda dan peningkatan produksi daun basah nilam

Perlakuan Produksi

(kg/plot*)

Peningkatan**

(%)

Populasi nematoda

(ekor/g)

Penurunan**

(%) 1. Kaptan +P. Penetrans

2. Pestisida nabati (mimba) 3. Bungki1jarak

4. Mulsa 5. Furadan 6. 1 + 2 7. 1 + 3 8. 1 + 4 9. Kontrol

25,3 24,0 29,6 22,23 21,67 24,33 23,00 18,67 17,00

49,00 41,18 74,47 31,35 27,47 43,12 35,29 9,82

-

10,75 29,33 35,55 40,70 30,25 12,65 19,00 30,70 65,75

83,51 55,84 45,51 37,38 53,63 80,76 70,88 52,95

- Keterangan : *) Tiap 15 m2

**) dibandingkan kontrol

(6)

akan menyebabkan tumbuhnya cenda- wan, sehingga bilangan asam dan bilangan ester minyak akan meningkat.

Bila daun, batang dan cabang yang telah kering tersebut ingin langsung disuling, maka sebelum disuling daun, batang dan cabang itu dicincang atau dipotong-potong ter- lebih dahulu. Panjang potongan berkisar antara 10 – 15 cm. Petani sering memotong daun, batang dan cabang ketika masih basah atau sebelum dijemur, padahal tindakan ini akan menyebabkan sebahagian minyak akan menguap diwaktu melakukan penjemuran. Sehingga rendemen minyak yang diperoleh petani tentunya menjadi rendah, apalagi bila dipotong pendek-pendek dan dijemur dengan sinar matahari langsung lebih dari 4 jam. Sebetulnya bila penyulingan dengan alat suling kapasitas besar, seperti volume ketel diatas 2.500 liter, maka daun, batang dan cabang yang telah kering tersebut tidak perlu dipotong-potong.

Teknologi Pasca Panen Pengolahan minyak

Pengolahan nilam dilakukan dengan proses penyulingan (destilasi).

Proses destilasi ini adalah suatu proses perobahan minyak yang terikat didalam jaringan Parenchym cortex daun, batang dan cabang tanaman nilam menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berobah kembali menjadi zat cair, yaitu minyak nilam. Sistim penyulingan nilam ini bisa dengan sistim kukus ataupun dengan sistim uap langsung. Sedangkan pipa pendingin-

nya (cooller) bisa model belalai gajah atau model bak diam. Pemilihan sistim pipa pendingin ini akan sangat tergantung di lokasi mana alat akan ditempatkan. Pada daerah-daerah yang airnya susah atau permukan air tanah- nya rendah, maka model bak diam adalah yang terbaik. Ketel alat suling yang banyak digunakan petani adalah dari drum bekas dan pipa pendinginnya dari besi yang dimasukan kedalam bak atau saluran air. Akibatnya minyak yang dihasilkan petani mengandung besi (Fe) yang tinggi dan warna minyak menjadi gelap.

Apalagi petani tidak pernah membersihkan alat sulingnya dan tem- pat penampung atau pemisah minyak (separator). Untuk mendapatkan mutu minyak yang baik sesuai dengan stan- dar SNI seperti terdapat pada Tabel 3, maka alat suling tersebut harus terbuat dari plat baja putih (steinless steel), paling tidak pipa pendinginnya.

Untuk mendapatkan rendemen

minyak yang tinggi, maka bahan yang

dimasukan kedalam ketel tidak boleh

terlalu padat, kepadatan bahan dalam

ketel adalah 90 - 125 g/l. Lama

penyulingan 4 – 8 jam, dengan tekanan

uap sebesar 1 atmosphir dan kecepatan

alir uap 1 l/menit. Bila alat suling yang

digunakan sistim uap, maka besarnya

tekanan uap dan kecepatan alir uap ini

diatur pada mesin uap (boiler), tetapi

bila sistim kukus diatur dengan besar-

kecilnya api dalam tungku. Rendemen

standar yang sering didapatkan dalam

proses penyulingan komersil (tidak

skala laboratorium) berkisar antara 2 –

2,5%.

(7)

Penanganan Minyak

Setelah selesai penyulingan minyak diambil dari tempat penam- pungan atau pemisah. Tetapi sebaiknya ditunggu dingin terlebih dahulu, karena bila masih panas, partikel-partikel air yang masih melayang di dalam minyak akan ikut terbawa. Akibatnya minyak yang masih tercampur dengan air ini tidak bisa disimpan lama. Disamping itu harga jual minyak akan menjadi rendah, inilah yang sering dialami petani ketika menjual dengan istilah

“potong air”. Minyak nilam yang sudah murni atau betul-betul tidak tercampur dengan air dapat disimpan sampai bertahun-tahun tanpa terjadi perubahan.

Malahan, bila tempat penyimpanan juga sesuai dengan persyaratan, maka semakin lama minyak disimpan, mutu- nya justru akan menjadi lebih baik.

Tempat penyimpanan minyak nilam yang terbaik adalah botol kaca yang bewarna gelap. Bila botol kaca yang tembus cahaya, mutu minyak akan menjadi jelek karena beberapa syarat mutu akan berobah bila dikenai cahaya. Pengunaan wadah-wadah yang terbuat dari plastik yang sering di- gunakan petani untuk menyimpan mi- nyaknya juga tidak dibolehkan. Karena minyak nilam dapat bereaksi dengan wadah plastik tersebut, apalagi bila plastiknya tipis. Minyak yang disimpan dengan wadah plastik tersebut akan cepat kental dan mutunya menjadi jelek.

DUKUNGAN PENELITIAN Untuk lebih berhasil dalam pengembangan produksi minyak nilam sebaiknya di sosialisasikan hasil-hasil teknologi yang telah ada terutama pada Tabel 3.Standar Mutu minyak nilam Indonesia (SNI)

Karakteristik Syarat

Warna Kuning muda sampai coklat tua

Bobot jenis 25 0C/25 0C 0,943 – 0,983

Indeks bias 25 0C 1.506 – 1.516

Kelarutan dalam etanol 90 % pada suhu 25 0C + 3 0C

Larutan jernih atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1 s/d 10 bagian Bilangan asam, maksimum 5,0

Bilangan ester, maksimum 10,0

Minyak kruing Negatif

Zat-zat asing : a. Alkohol tambahan b. lemak

c. minyak pelican

Negatif

Rekomendasi : - Bau

- Putaran optik

- Kandungan Patchouly alcohol, minimum

Segar, khas minyak nilam (-47 0) – (-66 0)

30 %

(8)

Dinas-dinas Pemda propinsi maupun Kabupaten yang berperan langsung untuk petani dalam hal pengawalan teknologi di daerah sentra/pengem- bangan baru, baik untuk skala usaha tani maupun effisiensi alat pasca panen.

Kelayakan Usaha penyulingan nilam Usaha perkebunan dan penyu- lingan nilam sebetulnya cukup bagus dan dapat menambah pendapatan petani. Tetapi skala usaha optimum harus dipertimbangkan dengan benar dalam pengembangan tanaman ini.

Luasan usaha tani yang optimum untuk seorang petani adalah satu hektar kebun monokultur nilam. Kelayakan usaha penyulingan adalah menggunakan alat suling yang mampu menampung terna daun yang optimal, alat tersebut berkapasitas 500 kg bahan baku untuk sekali penyulingan dengan penguapan tidak langsung/boiler.

Untuk mendukung operasional alat suling ini secara effisien, dibutuh- kan kebun nilam seluas 5 - 10 hektar yang terawat dengan baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa skala usaha optimum pengembangan tanam- an nilm untuk satu unit penyulingan kapasitas 0,5 ton bahan baku 5 - 10 hektar kebun. Disamping itu untuk menghindari biaya transpor bahan baku yang tinggi, maka kebun seluas 5 - 10 hektar tersebut harus terkonsentrasi dalam satu tempat/kawasan yang tidak terlalu jauh dari tempat penyulingan.

Bila pekebun nilam memanen hanya 100 kg/ha sehari, maka dengan luas kebun 5 ha yang berkelompok dapat menghasilkan daun setiap hari, petani akan menghasilkan 500 kg daun

nilam. Dengan harga jual daun nilam sebesar Rp 1.500,-/kg, maka setiap hari petani mendapatkan tambahan penda- patan sebesar Rp. 750.000,-. Untuk mendapatkan tambahan penghasilan sebesar ini, petani hanya membutuhkan waktu kerja untuk panen nilam sendiri 3 jam (pukul 7ºº - 10ºº pagi). Artinya pekerjaan rutin lainnya seperti ke sawah, ladang dan pemeliharaan ternak masih dapat dilakukan petani nilam, studi hasil bantuan alat penyulingan nilam di Kabupaten Pasaman Barat yang dilakukan Disbun Prop Sumatra Barat tahun 2004 .

Prospek usaha penyulingan ni-

lam juga cukup bagus. Biaya produksi

untuk membeli dan mengolah 500 kg

bahan baku hanya Rp. 750.000,-/kali

suling. Rendemen minyak setelah di

suling 1,9 - 2,5% atau diperoleh

minyak/dihasilkan 10 - 12 kg/suling

minyak nilam. Pada tingkat harga jual

minyak Rp. 230.000,-(harga FOB ≈ $

25/kg). Dengan harga lokal/dilokasi

pada tingkat harga Rp. 175.000,-/kg,

penyuling sudah mendapat untung

sebesar 20%.(Tabel 4). Oleh karena itu,

apabila alat suling kapasitas 0,5 ton

bahan baku yang berada di areal

pengembangan seluas 5 - 10 hektar

kebun nilam seperti yang terdapat pada

(Gambar 1), yang dimiliki oleh kelom-

pok petani itu sendiri, maka keuntung-

an yang diperoleh dari usaha penyu-

lingan dapat menjadi tambahan pen-

dapatan petani pula.

(9)

Gambar 1. Alat suling sistem boiler Analisis ekonomi dari pengemba- ngan alat suling skala komersial

Keuntungan dari alat suling sistem uap tidak langsung (boiler) dibanding dengan alat penyuling langsung/kukus adalah dari segi waktu suling lebih cepat, dan biaya bahan bakar dapat lebih hemat (Effisiensi biaya 20%) dari alat biasa, yang dapat dinikmati petani penyuling.

Pertama adalah biaya pembuatan alat suling kapasitas 0,5 ton dengan sistem boiler 1 set Rp. 75 juta. Dengan assumsi effisiensi alat 70%, dengan waktu hari suling/tahun serta pengu- rangan biaya over haull diprediksi biaya per kali suling Rp. 75.000,-.

Kebutuhan biaya operasional alat/kali suling sbb :

Biaya bahan baku nilam 500 kg x Rp. 1500/kg =

Rp. 750.000,- Biaya tenaga operasional

alat/hari 2 HOK =Rp. 80.000,- Biaya penyusutan alat/overhaul = Rp. 75.000,- Totalbiaya = Rp 905.000,- Minyak yang dihasilkan per kali suling 10 kg pada harga lokal Rp. 170.000,-/kg, maka pendapatan yang diterimaRp. 1.700.000,- dikurangi modal kerja Rp. 905.000,- pendapatan bersih petani/penyuling Rp. 790.000,- (± Rp. 0,8 juta/hari). Apabila keuntung- an tersebut dibagi rata antara petani nilam dengan penyuling minyak, maka petani yang menghasilkan daun nilam akan dapat penambahan nilai daun nilam dari harga Rp. 1.500,-/kg serta tambahan dari keuntungan usaha pe- nyulingan sebanyak Rp. 400,-/kg daun/

terna, maka harga jual yang layak diterima petani produsen daun nilam menjadi Rp. 1.900,-/kg. Dengan demi- kian petani produsen akan menjadi lebih bergairah dalam usaha mening- katkan produksi melalui usaha budi- daya yang baik, serta akan berupaya mencari klon/varietas nilam yang lebih tinggi produksi maupun mutu minyak.

Tabel 4. Perbandingan alat dengan sistem penguapan Sistem penguapan

alat Bahan serai Volume kayu

bakar Penyulingan Uap tidak langsung

(boiler)

506 kg 0,50 kubik kayu 3- 4 jam Uap langsung (kukus)* 500 kg 1,50 kubik kayu 4 - 5 jam

Sumber : Zainal, dkk., 2005

(10)

KESIMPULAN

Rendemen yang tinggi dan mutu yang baik dalam pengolahan minyak nilam, tidak hanya ditentukan oleh proses panen, penanganan bahan baku dan pengolahan saja, tetapi sejak dari kemurnian bahan tanaman yang diusahakan petani, lingkungan tumbuh serta kandungan unsur hara di dalam tanah juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi usahatani nilam.

Langkah terobosan Pemerintah pusat/

daerah dalam upaya bantuan modal untuk peningkatan hasil/mutu minyak nilam sangat besar peranannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, Y.T., 0. Hutagalung dan P. Wibowo, 1973. Percobaan pemupukan tanaman nilam pada tanah podsolik coklat kemerahan.

Buletin BPP Medan 4 (3) : 107 - 116.

Anonymous, 1991. Perkembangan dan permasalahan usahatani nilam di D.I. Aceh. Prosiding Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera, Bukit Tinggi, 31-8-1991.

Asman, A., 1998. Pengendalian penyakit nilam. Laporan Teknis Balittro.

Ditjenbun, 2003. Statistik perkebunan Indonesia, Nilam.

Djiwanti, S.R., and Y. Momota, 1991.

Parasitic nematodes associated with patchouly diseases in Java. Didust Crops res. Java. 3 (2) : 31 - 34.

Hobir, Y. Nuryani, I. Mustika, M.

Djazuli dan Emmyzar, 2001.

Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas teknik budidaya.

Laporan Penelitian

Mustika, I., dan Y. Nuryani, 1992.

Screening for Resistence of four patchouly cultivars to Radopholus simillis. RISMC. 1 (2) : 11 - 17.

Sitepu, D. dan A. Asman, 1989.

Laporan observasi penyakit nilam di Sumatera Barat, Balittro.

Tasma, I M., dan P. Wahid, 1988.

Pengaruh mulsa dan pemupuk- an terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Pember. Littri XVI (3) : 31-34

Zainal, M. daswir, Indra K, Masri R,

Herwita I. david. A. Laporan

hasil kerjasama Pengembangan

tanman atsiri berwawasan kon-

servasi di Kota SawahLunto

(Unpublish).

Referensi

Dokumen terkait

10 Pemeriksaan MRI pada pasien ini ditemukan lokasi tumor pada daerah retroorbita dengan perluasan ke ruang masticator dan ruang parapharyngeal kanan serta

Antara idea strategik China adalah merealisasikan impian China; mementingkan faktor keamanan melalui misi diplomatik; memperluaskan kerjasama persahabatan dengan

Menurut peneliti PT PLN (persero) Area Yogyakarta telah melakukan hubungan baik dengan rekan media itu telihat dari aktivitas yang dijalankan PLN dengan media,

 Saling tukar informasi tentang materi isi buku imajinsii dengan tanggapi aktif oleh peserta didik dari kelom[ok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, latihan Shuttle Run lebih baik pengaruhnya daripada latihan Lari Zig-Zag terhadap peningkatan kelincahan pada siswa SSB Pesat

Achmadi, 2010, Dekonstruksi Pendidikan Islam Sebagai Subsistem Pendidikan Nasional, dalam Guru Besar Bicara : Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, Semarang:

Pengaruh pemberian ekstrak daun kosambi terhadap ekspresi caspase3 pada sel epitel mukosa usus halus tikus model fibrosis hepar Caspase-3 merupakan protein yang berperan dalam

Hasil penilaian sensoris para panelis disimpulkan sebagai berikut : (a) Penambahan 10% tepung komposit pada adonan menghasilkan warna remah, aroma, citarasa yang