BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebaruan Penelitian
Sudah banyak penelitian yang mengkaji mengenai perkuatan pada bangunan eksisting struktur baja dengan menggunakan beberapa konfigurasi bressing. Dan pada peneliti-peneliti sebelumnya juga ada yang membandingkan dari beberapa konfigurasi untuk menentukan tingkat efektif dari perkuatan tersebut. Dengan berbagai titik lokasi dan material bressing yang menggunakan konvensional maupun BRB. Keterbaruan dari penelitian ini yaitu evaluasi struktur gedung ini menggunakan kurva kerapuhan, dimana blum begitu banyak para peneliti menggunakan kurva kerapuhan seagai analisa probabilitas keruntuhan bangunan.
2.2 Tinjauan Pustaka
Analisis non linier static pushover sebagai metode yang akan digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis struktur yang dimodelkan dalam struktur dengan bantuan software Seismostruct berdasarkan Eurocode 8, dikarenakan objek yang diteliti terdiri hanya empat lantai, maka menggunakan prosedur nonlinier static sudah cukup akurat dalam merepresentasikan perilaku model terhadap seismik.
Shah Smeet and Patel Ritesh, 2008 telah meneliti yaitu dengan menganalisis kerja seismik struktur baja dengan tingkat akurasi tinggi menggunakan software Seismostruct dengan menggunakan Metode Analisis Statis Non-linier. Hasil yang diperoleh dari software Seismosstruct dengan menggunakan Metode Analisis Statis Non-linier mendapatkan hasil kurva kapasitas yaitu berupa geser dasar dan perpindahan dari letak struktur rangka baja tersebut.
Abou-Elfath et al., 2017 telah memodelkan frame struktur rangka baja menggunakan software Seismostruct dengan Metode Analisis Statis Pushover.
Hasil yang diperoleh dari pemodelan software Seismostruct Analisis Statis Pushover memberikan informasi tentang hubungan beban-perpindahan tingkat atap
dan geser dasar. Perpindahan rasio penyimpangan lantai dari tiga desain masing – masing sebesar 1,2%, 1,97%, dan 1,85% dimana rasio pergeseran lantai ini sesuai dengan kelas situs wilayah area peta gempa bumi.
Dalam penelitian ini juga menambahkan perkuatan dengan menggunakan X- bressing dengan type material BRB pada tepi bangunan arah-Y yang diletakkan pada pusat masa bangunan/As gedung yang diterapkan pada setiap lantai. Seperti yang dilakukan oleh Cristina et al., 2017 dengan menambahkan perkuatan Bracing BRB dapat meningkatkan kuat geser dimana sebelum adanya penambahan perkuatan bracing pada bangunan eksisting hanya mampu menahan bean lateral 1200 kN sedangkan setelah penambahan perkuatan bracing dapat mampu menahan beban lateral 1800 kN. Di dalam penelitian ini juga berpatner dengan teman satu kelas dimana menambahkan perkuatan bressing dengan konfigurasi inverted-V- bracing dengan metode phusover analisis menghasilkan peningkatan kuat geser sebesar 20% seperti yang ditulis dalam penelitianya Sumedi, Sangadji and Saifullah, 2022
Peneliti Hu and Wang, 2021 juga menyebutkan bahwa material BRB adalah sangat efektif digunakan dalam penggunaan bressing karena bersifat penahan tekuk.
Penggunaan rangka bressing BRB juga dapat meningkatkan daktalitas sesuai yang diinginkan dan dispasi energi stabil. Rangka bressing BRB juga dapat mengurangi resiko keruntuhan struktur dimana bisa menyelamatkan angka kematian pada suatu keruntuhan struktur.
Rahma et al.,2022 juga meneliti sebuah bangunan eksisting dengan struktur beton yang diberikan berikan perkuatan diagonal bracing. Perkuatan diagonal bracing menggunakan material BRB dimana satu tema penelitianny dengan yang rencana kami teliti. Pada hasil penelitian tersebut menjelaskan juga dengan adanya modifikasi penambahan perkuatan diagonal bracing dapa tmeningkatkan kuat geser sebesar 6% pada dari bangunan eksisting struktur beton bertingkat. Dengan beberapa refrensi kami mengadakan penelitian dengan perkuatan X-bressing pada bangunan eksisting struktur rangka baja dengan harapan juga dapat meningkatkan kuat geser dan daktalitas bangunan itu sendiri.
2.3 Landasan Teori 2.3.1 Struktur Baja
Pengertian struktur baja yaitu struktur logam yang bahan utamanya dibuat dari komponen baja dan tersusun secara terstruktur antara satu sama lain dengan fungsi untuk menahan beban sehingga bisa lebih kuat dan kokoh.
Penggambaran bangunan struktur baja lebih sering terlihat pada konstruksi modern.
Struktur ini sangat cocok khususnya digunakan untuk bangunan yang bertingkat- tingkat, bangunan industri berat, menara, bangunan jembatan, tempat parkir, infrastruktur dan lainnya.
Bahan struktur baja sendiri sebenarnya berasal dari karbon dan besi. Selain itu dilengkapi dengan bahan pelengkap lainnya seperti zat-zat kimia, mangan dan logam campuran, mangan dan zat-zat kimia khusus. Tujuannya agar bisa menambah ketahanan dari baja itu sendiri serta menambah kekuatannya.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Struktur Baja 2.4.1 Kelebihan
Kekuatanya Besar
Mumpuni dalam Menangani Beban Tarik
Sifat Seragam
Daya Tahan Lama
Bersifat Liat (Taughness)
Mudah Dirangkai dan Disambung
Mudah Dibentuk
Penggunaan Bisa Berulang – ulang Kali
2.4.2 Kekurangan
Lemah Terhadap Gaya Tekan
Adanya Resiko Bisa Terjadi Keruntuhan Getas
Rentan Terhadap Perubahan Temperatur
Rentan Terhadap Tekuk (Buckling)
Biaya Pemeliharaan Relatif Tinggi 2.5 Ketentuan Umum
Dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan nongedung harus mengikuti ketentuan sebagai berikut :
2.5.1 Gempa Rencana
Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencaan dan evaluasi struktur banguna. Gempa rencana yang ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlampaui besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 %.
2.5.2 Faktor Keutamaan Gempa Dan Kategori Resiko Struktur Bangunan
Tabel 2. 1 Tingkatan resiko pada bangunan gedung dan non-gedung
Jenis Kegunaan Tingkatan Resiko
Bangunan gedung dan bukan gedung yang mempunyai tingkatan risiko rendah akan keselematan pada jiwa manusia saat mengalami kegagalan,diantaranya :
- Semua sarana yang berhubungan dengan SDA.
- Sarana yang bersifat sementara.
- Gudang untuk tempat penyimpanan..
- Rumah untuk jaga,serta struktur dengan ukuran kecil lainnya.
I
Semua bangunan gedung dan struktur lain yang bukan termasuk dalam tingkatan risiko I,III,IV , diantaranya : - Tempat tinggal.
- Toko serta kantor yang berbentuk rumah.
- Tempat perbelanjaan seperti pasar dan mall.
- Gedung untuk perkantoran.
II
- Gedung tempat tinggal seperti apartemen dan rumah susun.
- Bangunan tempat industri seperti pabrik.
- Saranan tempat manufaktur.
Bangunan gedung dan bukan gedung yang mempunyai tingkatan resiko tinggi akan keselamatan jiwa manusia saat mengalami kegagalan, diantaranya :
- Tempat nonton film seperti bioskop.
- Gedung untuk pertemuan.
- Tempat olahraga seperti stadiun.
- Sarana kesehatan yang tidak mempunyai tempat bedah dan UGD.
- Sarana tempat penitipan anak.
- Rutan atau lapas.
- Bangunan tempat asuhan orang jompo.
Bangunan gedung dan bukan gedung yang bukan termasuk dalam tingkatan risiko IV, serta mempuyai potensi untuk mendatangkan ekonomi yang cukup besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari- hari saat mengalami kegagalan, diantaranya :
- Sentral pembangkit listrik tipe biasa.
- Sarana tempat penanganan air.
- Sarana tempat penanganan limbah.
- Sentral telekomunikasi.
Gedung dan bukan gedung yang bukan termasuk dalam tingkatan risiko IV mempunyai kandungan bahan sangat beracun atau bahan mudah meledak dengan jumlah bahan di kandung bahannya melebihi batas yang diatur oleh instansi yang terkait sehingga cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat pada saat terjadi kebocoran.
III
Gedung dan bukan gedung yang mempunyai fungsi sangat penting, diantaranya :
- Bangunan-bangunan yang mempunyai sejarah.
- Sarana pendidikan seperti gedung sekolah
- Sarana kesehatan yang mempunyai tempat bedah serta UGD.
- Sarana untuk pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor untuk polisi.
- Tempat untuk melindungi korban bencana gempa bumi, dan melindungi korban darurat lainnya.
- Sarana untuk tanggap darurat.
- Sentral pembangkit tipe energi yang dibutuhkan saat keadaan darurat.
- Struktur tipe tambahan pada waktu keadaan darurat dibutuhkan untuk beroperasi seperti tempat untuk penyimpanan air pemadam kebakaran dan struktur tipe tambahan lainnya.
Gedung dan bukan gedung yang diperlukan untuk menjamin fungsi struktur bangunan lain yang termasuk dalam tingkatan risiko IV.
IV
Sumber : peraturan SNI 1726 :2019
Tabel 2. 2 Faktor Keamanan Gempa
Tingkatan Risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : Peraturan SNI 1726:2019
2.6 Bresing
Bresing merupakan elemen struktur penahan gaya lateral. Elemen ini berupa batang yang dipasang pada portal struktur. Kerakteristik dari elemen ini adalah dominasi aksial yang terjadi ketika gaya lateral terjadi. Pada saat gempa terjadi, gaya lateral yang diterima oleh struktur akan diteruskan pada elemen bresing ini sebagai gaya- gaya aksial Soemari et al., 2020.
2.6.1 Sejarah Perkembangan Bahan Pembentuk Bressing
Salah satu bangunan paling awal yang menerapkan bressing struktural adalah gedung Dewitt-Chesnut pada tahun 1965 di Chicago. Bangunan ini menggunakan sistem tabung bingkai yang dikembangkan oleh Fazlur R. Khan. Kemudian pada tahun 1970, Fazlur R. Khan mengembangkan sistem Braced Tube yang diperkuat untuk John Hancock Center, juga di Chicago. Mahasiswa Khan yang bernama Mikio Shaki menemukan dan mengusulkan desain pertama diagonally braces tower pada tahun 1964 dalam penulisan tesisnya. Pada tahun 1968, Robin Hodgkinson mengembangkan bressing yang menggunakan beton pada exterior bangunan untuk tujuan penggunaan alternatif. Konsep bressing exterior dengan beton diterapkan pada Ontario Center di Chicago pada tahun 1985. Ide-ide ini berkontribusi secara signifikan terhadap desain struktur bertingkat tinggi melawan kekuatan alami seperti beban angin, gempa bumi dan beban gravitasi
Konsep dasar Buckling Restrained Brace muncul dari tahun 1970-an, ketika keberhasilan yang dilaporkan oleh beberapa peneliti di Jepang dan India. BRB praktis pertmama dicapai oleh Saeki, Wada, dkk. Pada tahun 1988. Mereka
menggunakan tabung baja persegi panjang dengan mortar isi untuk restrainer, dan menentukan spesifikasi bahan debonding yang optimal untuk mendapatkan perilaku histeretik yang stabil dan simetris. Selain itu, teori dasar untuk merancang restrainer didirikan dan aplikasi proyek pertama segera menyusul. Pada tahun 1989, BRB ini (unboned braces) diaplikasikan dua gedung perkantoran rangka baja 10 dan 15 lantai, dalam proyek pertama yang menggunakan BRB. BRB semakin meningkat popularitasnya dan konfigurasi lainya segera menyusul, terutama dalam tabung baja dalam tabung. Pada tahun 1990-an, BRB digunakan disekitar 160 bangunan di Jepang. Pada Juli 1995, konsep “damage tolerant structure” di usulkan oleh Wada, Iwata, et al, yang menggunakan BRB sebagai elasto-plastic dampers penghilang energi dalam kerangka utama elastis. Rekomendasi desain AIJJ (Architectural Institut of Japan) termasuk pedoman desain BRB untuk pertama kalinya diterapkan pada tahun 1996.
Kolaborasi dengan para peneliti di AS segera mengarah ke aplikasi international pertama, dengan pembangunan seuah bangunan di UC Davis pada tahun 1998, diikuti oleh percobaan di UC Berkeley pada tahun 2000. Sejumlah bangunan lain dengan BRB segera dibangun diseluruh California, termasuk beberapa aplikasi retrofit seismik. Pada tahun 2002, pedoman desain untuk Buckling-Restrained Braced Frame (BRBF) dimasukan dalam Ketentuan Seismik untuk Bangunan Baja Struktural (ANSI/AISCH 341-05). Selama tahun-tahun awal transfer teknologi ke pasar international, serangkaian simposium tentang struktur yang dikendalikan secara pasif diadakan di Tokyo Tech, beragi pengembangan kode, desain BRB, dan aplikasi baru. Setelah dekade berikutnya, BRB meningkat popularitasnya dibanyak negara, dari Taiwan pada awal 2000-an hingga implementasi baru-baru ini di Selandia Baru sebagai bagian dari pembangunan kembali Christchurch. BRB sekarang dikenal luas di daerah seismik di seluruh dunia, dengan penelitian yang sedang berlangsung di negara-negara seperti jepang, Taiwan, Cina, AS, Kanada, Turki, Iran, Itali, Rumania, Selandia Baru. dan Chili. Adapun secara garis besar perkembangan bahan pembentuk bresing dirangkum pada Tabel 2.3. Di bawah ini:
Tabel 2. 3 Perkembangan Bahan Pembentuk Bresing
Bahan Pembentuk
Bressing
Deskripsi
Baja
Bressing baja merupakan bahan pembentuk bressing yang pertama kali diterapkan pada John Hancock
Center di Chicago pada tahun 1970. Penerapannya pada saat ini merupakan yang paling umum digunakan
pada saat ini.
Beton
Bressing beton dikembangkan pertama kali pada tahun 1968 oleh Robin Hodgkinson, yang kemudian diterapkan pertama kali pada Ontario Center di Chicago pada tahun 1985. Pada tahun 2018 dikembangkan metode bressing beton baru yaitu precast prestressed concrete bracing system oleh Fariborz Nateghi Alahi.
Steel Tube Penerapan Steel Tube, Steel Composite, dan Filled Steel Tube pada saat ini cenderung hanya pada pada pemodelan untuk penelitian-penelitian mengenai
bressing (Bungale, 2004) Steel
Composite Filled Steel
Tube
Buckling Restrained
Brace
Konsep dasar Buckling Restrained Brace muncul dari tahun 1970-an yang kemudian pada tahun1989
diterapkan pertama kali pada 2 bangunan kantor 10 dan 15 lantai di Jepang. Pada tahun 1990-an, BRB digunakan di sekitar 160 bangunan di Jepang. BRB sekarang dikenal luas di daerah seismik di seluruh dunia, dengan penelitian yang sedang berlangsung di negara-negara seperti Jepang, Taiwan, Cina, AS, Kanada, Turki, Iran, Italia, Rumania, Selandia Baru,
dan Chili.
2.6.2 Buckling Restrained Brace
Dalam struktur bangunan baja sering digunakan pengaku (bressing) untuk mengatasi gaya lateral yang terjadi. Tujuan dari penggunaan rangka bressing adalah kemampuan struktur untuk mempertahankan stabilitas akibat beban lateral dan stabilitas struktur secara keseluruhan. Sistem rangka bressing konsentrik ini merupakan sistem struktur yang elemen bressing diagonalnya bertemu satu titik.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 Propertis Material.
(a) (b)
Gambar 2. 1 Propertis Material
Pada gambar diatas menjelaskan bahwa material yang dipakai pada penelitian ini.
Dimana pada Gambar 2.1a merupakan perilaku material Buckling Restrained Brace (BRB) yang diinput pada program seismostruct dan pada Gambar 2.1b merupakann detail propertis material Buckling Restrained Brace (BRB) yang dipakai pada penelitian ini dari program seismostruct. Buckling Restrained Brace (BRB) adalah salah satu pengaku (bressing) yang memiliki beberapa kelebihan dibanding pengaku – pengaku lainnya. Kelebihan yang paling utama adalah Buckling Restrained Brace mempunyai kemampuan menahan tekan maupun tarik
yang sama. Kegagalan Buckling Restrained Brace adalah leleh pada tekan maupun tarik artinya tidak terjadi tekuk (buckling) pada Buckling Restrained Brace.
Buckling Restrained Brace merupakan sistem kombinasi dari kekakuan yang tinggi / high stiffness dan daktilitas yang tinggi/high ductility sehingga mengakibatkan kemampuan Buckling Restrained Brace untuk menahan tekan dan tarik hampir sama
2.6.2.1 Komponen Buckling Restrained Brace
Menurut Bertero (2004) komponen Buckling Restrained Braces terdiri dari 5 komponen yaitu :
1. Segmen terkekang-leleh
Segmen ini berupa baja berbentuk persegi atau salib, dengan satu pelat baja atau lebih di sekelilingnya yang disebut casing seperti terlihat pada Gambar 2.1. Karena segmen ini dirancang leleh saat dibebani siklik, maka material yang memiliki daktilitas yang tinggi dapat digunakan seperti baja ringan (A36 atau baja kekuatan rendah) ataupun baja kekuatan tinggi (A572 Gr50). Hal ini penting untuk merancang kinerja BRB yang dapat diandalkan.
Gambar 2. 2 Komponen buckling restrained braces
(Sumber : Wada, et al., 1998)
Concrete fill De‐bonding agent &
Expantion material
Steel Core Steel Tube
2. Segmen terkekang-tidak leleh
Segmen ini diselimuti oleh casing dan mortar, biasanya merupakan perpanjangan dari segmen terkekang-leleh dengan area yang diperbesar berfungsi untuk memungkinkan respon elastis. Peningkatan area ini dengan adanya pengaku yang dilas.
3. Segmen tidak terkekang-tidak leleh
Segmen ini biasanya merupakan perpanjangan dari segmen terkekang-tidak leleh, disebut juga proyeksi inti baja. Segmen ini dirancang dengan sambungan baut untuk memudahkan proses ereksi di lapangan dan mencegah terjadinya tekuk lokal.
Namun demikian, dimungkinkan untuk dirancang dengan sambungan lain seperti pin atau las.
4. Casing dan pengisi pencegah tekuk
Inersia material yang efektif dapat meminimalkan atau menghilangkan transfer gaya geser antara segmen baja tahanan. Adapun material yang sering digunakan yaitu karet, polietilen dan silikon grease. Segmen ini menghasilkan tekuk yang kecil karena mekanisme penahanan. Gap ini harus cukup besar sehingga dimungkinkan perluasan dari inti baja menghasilkan tekan. Dalam merancang gap, rasio Poisson bernilai 0,3 (elastis) dan 0,5 (leleh).
5. Mekanisme tekuk-terkekang
Mekanisme ini biasanya berisi mortar dan casing baja. Mekanisme tekuk terkekang dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g) (h)
Gambar 2. 3 Penampang berbagai macam buckling restrained braces
(Sumber: Chen, C. C., Chen S. Y. & Liaw, J. J., 2001)
Dari berbagai jenis penampang bressing pada penelitian ini menggunakan penampang type H yang seperti tampak pada Gambar 2.3 untuk lebih detailnya pada pemodelan software seismostruct bisa dilihat pada Gambar 2.4.
(a) Tampak Perkuatan BRB (b) Dimensi
Gambar 2. 4 Tampak perkuatan dan dimensi
2.6.2.2 Keuntungan Buckling Restrained Brace
Buckling restrained braces memiliki keuntungan sebagai berikut:
1. Dibandingkan dengan rangka penahan momen (MRF), Buckling restrained braces menunjukkan kekakuan lateral elastis tinggi pada beban gempa kuat, sehingga mudah untuk memenuhi persyaratan peraturan.
2. Buckling Restrained Brace menghilangkan tekuk yang tidak diinginkan dari CBFs konvensional akibat leleh pada tarik dan tekannya, sehingga memberikan disipasi energi yang lebih besar dan stabil pada beban gempa kuat.
3. Bressing bertindak sebagai elemen struktural yang dapat diganti, yang meminimalkan kerusakan pada elemen lain mengganti bressing yang rusak setelah peristiwa gempa besar.
4. Buckling Restrained Brace menawarkan fleksibilitas desain karena baik kekuatan dan kekakuan dari bressing dapat dengan mudah distel. Selain itu, analisis inelastis lebih mudah untuk model perilaku siklik dari Buckling Restrained Braces.
2.6.2.3 Konfigurasi Bressing
Ada berbagai macam konfigurasi pemasangan bressing, diantaranya adalah Single Diagonal Braced, X - Bracing, V - Bracing, dan Inverted V – Bracing Engelheard, 2007
Gambar 2. 5 Konfigurasi bressing [Engelheardt, 2007]
Perbedaan fundamental perilaku sistem struktur dengan dan tanpa perkuatan yaitu bresing efektif digunakan dalam menahan deformasi yang mungkin terjadi. Dengan penambahan bresing maka tingkat kekakuan dan kapasitas strukturnya dapat berubah menjadi lebih baik jika dibandingkan tanpa adanya bresing. Penggunaan bresing sebagai perkuatan struktur perlu diatur sedemikian rupa sehingga dapat efektif dan tidak mengganggu dari segi arsitektural. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan elemen pengaku (bracing) gaya-gaya yang diterima struktur akan disebarkan ke seluruh elemen termasuk ke elemen pengaku, gaya- gaya yang diterima masing-masing elemen akan berkurang sehingga simpangan yang dihasilkan semakin kecil. Dalam penelitian ini di desain struktur dengan bressing tipe X dengan harapan dapat meningkatkan kapasitas struktur dalam menerima
Inverted V‐
Braced CBF
V‐Braced CBF
X‐Braced CBF Diagonal
braced CBF
beban gempa. Penambahan bresing tipe X juga dapat mengurangi lateral displacements yang terjadi pada struktur.
2.7 Evaluasi Kinerja Seismik 2.7.1 Pembebanan
a. Beban Mati (Dead Load)
Dalam analisa struktur, umumnya, didefinisikan sebagai beban mati yang dimodelkan secara fisik pada software Seismostruct, misalkan : balok, kolom, pelat atau dinding geser. Dengan kata lain, perencana tidak menghitung secara manual, cukup memodelkan dengan benar pada software sesuai dimensi, jenis material dan berat jenis.
b. Super Imposed Dead Load (SIDL)
Jenis beban ini pada dasarnya sama dengan beban mati yang dijelaskan pada poin (a). Super imposed dead load (SIDL) umumnya digunakan sebagai beban mati yang tidak dimodelkan secara fisik seperti :
Beban tembok
Beban partisi
Beban keramik
Beban elektrikal
Beban plafond + penggantung
Beban pipa air bersi dan kotor
Dan beban lainya
c. Beban Hidup (Live Load )
Jenis beban ini tergantung pada fungsi dari gedung yang ditinjau. Pada penelitian ini sebagai gedung parkir dengan mengacu SNI 1727-2013; Pasal 4.7; Hal-20, beban hidup yang bekerja dapat direduksi sesuai dengan ketentuan yang diatur.
d. Beban Gempa (Earthquake)
Dalam perencanaan struktur tahan gempa dengan metode beban statik ekivalen.
Prosedur pembebanan statik ekivalen diatur secara lengkap si SNI 1726 – 2019;
pasal 7.8; Hal – 69.
2.7.2 Pushover Analysis (PO)
Menurut SNI 1726 : 2019 salah satu cara dalam menganalisis sebuah kinerja struktur yang tahan gempa dengan menggunakan pushover analysis. Metode dengan pushover analysis merupakan sebagai alat bantu untuk merencanakan struktur tahan gempa yang nantinya menghasilkan sebuah kurva kapasitas hubungan antara base shear dengan roof displacement. Salah satu metode untuk mengetahui kinerja sebuah struktur yaitu dengan metode spektrum kapasitas yang didapatkan dari mengubah kurva kapasitas menjadi spektrum kapasitas dalam format ADRS (accelaration displacement response spectrum).
Shehata, 2007 pushover analysis adalah prosedur analisis statik langkah demi langkah yang dilakukan dengan menerapkan distribusi beban lateral yang ditentukan dalam kode seismik untuk memeriksa pola deformasi dan kerusakan struktur. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik terkontrol perpindahan hingga struktur mencapai tingkat deformasi lateral yang telah ditentukan sebelumnya.
2.7.3 Sendi Plastis
Tegangan akan terjadi pada suatu elemen struktur sederhadana yang dikenai sebuah gaya atau banyak gaya. Jika gaya-gaya yang dikenai ditingkatkan, maka tegangan- tegangan yang terjadi pada tampang juga akan meningkat. Pada suatu saat, gaya- gaya yang didukung sudah tidak dapat ditingkatkan lagi jika pada seluruh tampang telah tercapai tegangan lelehnya. Pada keadaan demikian, tampaang akan terdefleksi atau berotasi terus (plastic flow) pada gaya konstan. Daerah dimana tampang sudah tidak mampu lagi menahan kenaikan gaya yang lebih besar disebut dengan sendi plastis (plastic hinges).
Sendi plastis dapat terjadi pada suatu struktur portal berderajat kebebasan banyak MDOF (Multi Degree of Freedom). Ketika suatu gedung dilanda gempa yang cukup besar, maka akan timbul momen-momen pada balok atau kolom. Apabila
besar dari momen-momen tersebut melampaui besar momen kapasitas balok atau kolom portal, maka terjadi sendi plastis pada balok ataupun kolom yang ditandai dengan melelehnya tulangan baja. Sendi plasttis terjadi secara bertahap sampai bangunan tersebut runtuh.
Gambar 2. 6 Kemungkinan pola terentuknya sendi plastis
Dari Gambar 2.6 dapat dilahat bahwa ada dua kemungkinan pola terbentuknya sendi plastis, yaitu.
1. Sendi plastis terjadi pada ujung-ujung balok dan didasar kolom atau dinding bawah (beam sway), seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.a. pola ini tidak begitu bahaya karena tidak ada efek P-Δ ataupun terdapat efek P-Δ yang sangat kecil, sehingga diperlukan banyak sendi plastis untuk mencapai taraf keruntuhan bangunan.
2. Sendi plastis terjadi pada kolom (column sway), seperti yang terlihat pada Gambar 2.6b. bila pola ini terjadi maka keadaan akan menjadi bahaya karena terdapat efek P-Δ dan akan memicu terjadinya keruntuhan pada bangunan.
Syarat terjadinya sendi plastis setidaknya ada tiga kondisi :
1. Balok tidak boleh mengalami kegagalan geser di daerah tumpuan. Selain momen lentur yang besar, gaya geser di daerah tumpuan balok juga sangat besar.
2. Joint (sambungan balok-kolom) tidak boleh mengalami kegagalan sewaktu mentransfer gaya-gaya yang cukup besar dari balok ke kolom.
3. Kolom harus lebih kuat dari pada kapasitas balok, sehingga memenuhi syarat SCWB (Strong Colomn Weak Beam).
2.7.4 Kriteria Kerusakan
Dalam penelitian Vamvatsikos dan Cornell 2002 menggunakan kriteria batasan kinerja immediate occupancy (IO), collapse prevention (CP) dan global instability (GI) yang diterapkan untuk bangunan gedung. Kriteria batasan kerusakan struktur tersebut dipakai dalam menentukan performa struktur. Kriteria yang sesuai dengan batasan kinerja yang digunakan pada struktur bangunan sesuai dengan ketentuan Hazus. Menentukan batas kinerja struktur merupakan langkah penting dalam melakukan penilian atau evaluasi terhadap performa struktur saat menerima beban gempa. Pada tabel 2.3 menampilkan deskripsi kriteria kerusakan menurut Hazus.
Tabel 2. 4 Diskripsi Kriteria Kerusakan Struktur
Kriteria Kerusakan Diskripsi Kerusakan Yang Terjadi
Slight Damage
Retakan kecil dan terdapat pecahan pada plester atau papan gypsum ditiap sudut pintu, jendela, dan dinding langit-langit.
Moderate Damage
Plester atau gipsum papan retak lumayan besar di sudut pintu, jendela, dan terjadi retak kecil arah diagonal melintasi panel dinding geser yang ditunjukan oleh retakan kecil di semen, gypsum, dinding panel, retakan besar di cerobong asap batu bata, dan menggulingkan jalur cerobong asap yang menjulang tinggi.
Extensive Damage
Retak diagonal besar di panel dinding geser atau retak besar di sendi bangunan; pergerakan lateral permanen terhadap lantai dan atap; menggulingkan cerobong asap batu bata; pondasi mulai retak; membelah pelat ambang dan/atau terjadi slip pada struktur pondasi.
Complete Damage
Struktur memiliki perpindahan lateral yang besar dan permanen, berada di bahaya kehancuran akibat kegagalan dinding atau kegagalan sistem menahan beban lateral; beberapa struktur mungkin tergulir dari
pondasi; dan retakan besar di pondasi.
(Sumber: Hazus Manual Guide)
Menetukan batas kriteria kerusakan sebuah bangunan selain dari kriteria Hazus ada juga menurut ATC-40 yang mempunyai batasan deformasi setiap tingkatan terlihat pada tabel 2.4 dimana batasan kriteria terdiri 4 tingkatan yaitu :
1. Immediate Occupancy (IO)
Dimana sturkur mampu menahan terjadinya gempa serta tidak mengalami kerusakan baik secara struktural ataupun non struktural sehingga masih bisa digunakan.
2. Damage Control (DC)
Dimana struktur mampu menahan terjadinya gempa pada bagian kerusakan struktural masih bisa diperbaiki.
3. Life Safety (LS)
Dimana sturkur mampu menahan terjadinya gempa serta tmengalami sedikit kerusakan secara struktural sehingga manusia yang berada dibangunan masih bisa terselamatkan.
4. Structural Stability (SS)
Dimana sturkur pada saat terjadinya gempa tmengalami kerusakan secara struktural sangat berat tetapi tidak terjadi keruntuhan.
Tabel 2. 5 Batasan Drift Ratio Untuk Setiap Level Perfomence ( ATC-40)
Batasan simpangan antar tingkat
Level kinerja struktur Immediate
Occupancy
Damage Control
Life Savety
Structural Stability Maximum total drift 0,01 0,01-0,02 0,02 0,33 Vi/Pi Maximum inelastic drift 0,005 0,005-0,01 - - Sumber : ATC-40 (1996)
Dimana
Vi : total gaya geser lateral yang bekerja pada lantai ke-i Pi : total beban gravitasi struktur pada lantai ke-i
Dengan Vi adalah gaya geser total pada lantai i dan Pi adalah gaya gravitasi total pada lantai i.
Gambar 2. 7 Simpangan pada atap dan rasio simpangan pada atap (ATC-40, 1996)
2.7.5 Kurva Kerapuhan (Fragility Curve)
Penilaian kinerja seismik dapat didefinisikan sebagai estimasi potensi kerusakan dan kerugian akibat beban gempa. Keutamaan dari penilaian ini membuat kita dapat memprediksi seberapa besar kerusakan atau kerugian yang akan kita alami ketika sebuah struktur bangunan menerima beban gempa. Dengan mengetahui potensi yang ada perencana dapat mendesain bangunan agar lebih kuat menahan beban gempa.
Kurva kerapuhan merupakan kurva yang menampilkan kemungkinan peluang kerusakan pada sebuah struktur akibat saat menerima beban gempa dengan tingkatan tertentu seperti pada Gambar 2.8. Kurva Kerapuhan memiliki fungsi yang sangat berguna ketika kita melakukan penilaian atau evaluasi kinerja seismik sebuah struktur. Karena menampilkan tingkat kerapuhan seismik sebagai kemungkinan kerusakan berdasarkan beban gempa yang melebihi beban rencana pada performa atau tingkat kinerja (limit state) struktur tertentu. Seingga kita dapat
memprediksi seberapa besar kerusakan atau kerugian yang akan kita alami ketika sebuah struktur bangunan menerima beban gempa.
Gambar 2. 8 Kurva kerapuhan pada tingkat kerusakan menurut hazus [HAZUZ-MH 2.1]
Berdasarkan ATC-40 dalam mengkonversi kurva kapasitas menjadi hubungan antara spectral acceleration dan spectral displacement dengan persamaan berikut:
/ ……… (2.1)
∆
.∅ ……… (2.2)
dimana
: Spectral acceleration : Spectral displacement : Base shear force
: Berat struktur
1 : modal mass coefficient untuk modal pertama (1st mode)
∆ : roof displacement
1 : modal participation untuk moda pertama (1st mode)
Sedangkan 1 dan 1 dapat evaluasi dengan persamaan berdasarkan FEMA, HAZUZ MH-MR5 dibawah ini :
1 :
∑∑ .∅ /
.∅ /
……….... (2.21)
1
:
∑ ∑ .∅ // ∑ .∅ / ………... (2.22) Dimana,
∅ : amplitudo pertaman untuk setiap lantai ke-i (1st amplitude) / : massa pada lantai ke-i
Dalam formulasi fragility curve, standar deviasi lognormal, , dinyatakan dengan keacakan dan komponen ketidakpastian variabilitas yang.
Kurva Kerapuhan ini menunjukkan probabilitas kondisi yang terjadi dihubungan dengan Spectral displacement (Sd) berdasarkan damage state dari beberapa metode, diformulasikan sebagai berikut :
P ds|S ɸ ln
, ………... (2.3)
Dimana :
, adalah nilai median spectral displacement yang dicapai oleh bangunan berdasarkan damage state.
adalah standar deviasi dari logaritma alami spectral displacement untuk damage state.
ɸ adalah fungsi standar normal distribusi komulatif
Kurva kerapuhan ditunjukkan seperti pada gambar dibawah ini, dengan penjelasan salah satu metode penentuan damage state.
Dengan ketidakpastian pada setiap kondisi kerusakan maka bisa dihitung menggunakan rumus simpangan baku atau standar deviasi bisa dilihat pada persamaan 2.31. Dimana maksud ( ) adalah total simpangan baku untuk ketidakjelasan pada setiap kondisi kerusakan.
β = CONV β , β β ……....………...(2.31)
Sumber : Hazus-MH MR5, 2010 dengan :
βc = Simpangan baku dari ketidakpastian kemampuan struktur,
βd = Simpangan baku dari ketidakpastian spektrum demand (nilai untuk periode pendek sebesar 0,45, dan nilai untuk periode panjang sebesar 0,5),
β = Simpangan baku dari ketidaktpastian batas kondisi kerusakan dengan nilai 0,4.
Diamana untuk mengetahui nilai simpangan baku yang menunjukan ketidapastian kemampuan struktur (βc ) dapat dicari menggunakan rumus persamaan 2.32.
= ln 1 ……… (2.32)
Sumber : Papailia A., 2011 dengan :
m = Rerata dari kemampuan percepatan pada spektra struktur yang dikontrol, s = simpangan baku dari kemampuan percepatan pada spektra struktur yang
dikontrol.