• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebar dari titik tersebut ke segala arah. Gempa bumi merupakan guncangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebar dari titik tersebut ke segala arah. Gempa bumi merupakan guncangan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil perhitungan Potensi Likuifaksi pada Proyek Ware House Belawan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah suatu gerakan tiba atau suatu rentetan gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas dan menyebar dari titik tersebut ke segala arah. Gempa bumi merupakan guncangan dan getaran yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, tanah longsor, maupun akibat patahan aktif aktifitas gunung api. Berdasarkan proses terjadinya, gempa bumi digolongkan menjadi tiga, antara lain:

a) Gempa Reruntuhan : gempa yang disebabkan antara lain oleh reruntuhan yang terjadi baik di atas maupun dibawah permukaan tanah. Contoh: tanah longsor, salju longsor, batu jatuhan.

b) Gempa Vulkanik : gempa yang disebabkan oleh kegiatan gunung berapi baik sebelum maupun pada saat meletusnya gunung berapi tersebut.

(2)

c) Gampa Tektonik : gempa yang disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi (lithosphere) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. Gempa tektonik merupakan gempa yang paling menimbulkan kerusakan yang paling luas. Maka dari itu gempa bumi tektonik yang ditinjau sebagai beban siklisnya.

Gempa Tektonik itu sebenarnya adalah adanya pergeseran lempengan di dalam bumi, akibat pergeseran lempengan tentu akan menyebabkan getaran ke permukaan bumi. Kapan terjadi pergeseran itu tidak bisa diketahui secara pasti. Tempat terjadinya pergeseran itu disebut juga hypocenter atau focus atau pun pusat gempa, sedangkan proyeksi garis tegak lurus hypocenter terhadap permukaan bumi disebut juga epicenter (dapat dilihat pada Gambar di bawah ini)

Gambar 2.1 Hypocenter dan Epicenter

Deformasi yang disebabkan oleh terjadinya interaksi antar lempeng dan mekanisme gempa adalah sebagai berikut:

(3)

Derformasi yang disebabkan oleh terjadinya interaksi antar lempeng dapat berupa:

a) Subduction: merupakan interaksi antar lempeng yang tebalnya hampir sama, dimana lempeng pertama tenggelam di bawah lempeng kedua. Biasanya terjadi di sepanjang busur pulau.

b) Transcursion: merupakan interaksi antar dua lempeng, dimana keduanya bergerak horizontal satu terhadap yang lainnya. Keduanya dapat berupa lempeng laut atau antara lempeng laut dengan lempeng benua.

c) Extrusion : merupakan interaksi antara dua lempeng tipis yang bergerak saling menjauh.

 Mekanisme gempa

Pergerakan dari patahan atau sesar dapat dibedakan berdasarkan 2 (dua) arah pergerakan yaitu strike dan dip.

a) Dip slip Movement

Pergerakan patahan mempunyai arah yang sejajar dengan kemiringan (slope) dip, atau tegak lurus dengan strike. Jenis patahan ini dibagi dua yaitu normal fault dan reverse fault.

b) Strike Slip Movement

Pergerakan patahan yang terjadi mempunyai arah sejajar dengan garis strike. Bidang patahan mendekati vertikal dan menyebabkan pergerakan besar.

Menurut ahli geologi asal Jerman, Alfred Weneger menjelaskan bahwa dahulu (dua ratus juta tahun yang lalu), bumi hanya satu benua dan sangat luas yang disebut Pangaea. Akibat adanya aktifitas magma dan perputaran bumi itu

(4)

sendiri, maka lapisan bumi bagian atas pecah menjadi lempeng-lempeng benua dan lempeng samudera. Pergerakan lempeng mangakibatkan daratan terpencar seperti kondisi saat ini.

Dan Kepulauan Indonesia merupakan tempat pertemuan 4 lempeng tektonik, antara lain:

a) Lempeng benua Eurasia (Eropa-Asia): pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan, terdapat di lempeng ini.

b) Lempeng Pasific: Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya terdapat pada lempeng ini.

c) Lempeng Samudra Hindia – Australia: terdapat di Samudra Hindia dan hanya terdapat pada pulau-pulau kecil.

d) Lempeng Philiphina dekat dengan kepulauan irian. Lempeng hindia – Australia bergerak ke arah utara. Lempeng pasific bergerak ke arah barat dan keduanya menghujam ke arah lempeng eurasia (subduction zone).

Gambar 2.2 : Pertemuan 4 Lempeng Tektonik di Wilayah Indonesia Sumber : Razali (2008).

(5)

Wilayah Sumatera Utara sebelah barat merupakan lintasan pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng Samudra Hindia - Australia. Dimana pergerakan Lempeng Samudra Hindia – Australia lebih aktif dibandingkan dengan Lempeng Eurasia. Kecepatan pergerakan lempeng itu terhadap bagian pulau sumatera adalah 5,2 cm/tahun, sedangkan terhadap bagian selatan pulau sumatera adalah 6 cm/tahun. Akibat pergerakan tersebut, pulau sumatera terbelah menjadi dua lokasi secara memanjang pulau. Patahan-patahan (fault) yang terdapat di daerah pantai barat Sumatera Utara, seperti yang terlihat ( Gambar 2.2 ) adalah patahan Renun, Toru, Angkola, Barumun. Dari data-data pencatatan gempa dan fakta keberadaan berapa patahan yang beraktifitas dapat disimpulkan, bahwa wilayah Sumatera Utara terutama daerah Pantai Baratnya merupakan daerah dengan potensi gempa yang tinggi (Razali, 2008).

(6)

Gambar 2.3 Peta tektonik dan sesar aktif di Indonesia (Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010).

(7)

2.2. Defenisi Likuifaksi

Likuifaksi adalah hilangnya kekuatan tanah akibat kenaikan tegangan air pori yang timbul akibat beban siklis (Masyhur, 2006).

Menurut Robert (2002), Likuifaksi merupakan proses pertambahan tekanan air pori akibat adanya getaran dan desakan air yang mengubah sifat pasir menjadi kondisi cair. Dalam keadaan ini, tegangan efektif adalah nol akibat pertambahan tekanan air pori yang mendekati atau sama dengan tegangan vertikal atau tegangan total.

Berdasarkan Seed et al. (1975), Likuifaksi adalah suatu proses perubahan kondisi tanah pasir yang jenuh air menjadi cair ( quick condition), akibat meningkatnya tegangan air pori yang harganya sama dengan tengangan total tanah disebabkan terjadinya beban dinamik akibat gempa bumi tektonik, sehingga tegangan efektif tanah menjadi nol (dalam Halim, Seed et al., 2007).

Likuifaksi biasanya terjadi pada jenis pasir lepas atau loose sand dan berada dekat dengan muka air tanah. Akibat adanya getaran yang sangat cepat, maka air akan mulai mendesak partikel tanah dan menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan tegangan total sepenuhnya adalah tekanan air pori.

Ketika likuifaksi terjadi, maka tanah akan berada pada kondisi cair dan kehilangan kekuatan untuk mendukung beban struktur dan struktur akan amblas kedalam tanah dan struktur yang ditanam di tanah akan mengapung dan muncul di permukaan tanah.

(8)

2.2.1. Syarat Terjadinya Likuifaksi

Likuifaksi dapat terjadi jika memenuhi beberapa syarat tertentu. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium dan lapangan dari para ahli, maka diketahui syarat-syarat terjadinya likuifaksi adalah sebagai berikut :

1) Adanya getaran adalah syarat utama terjadinya likuifaksi. Parameter dari getaran seperti percepatan dan lamanya getaran menentukan proses terjadinya likuifaksi. Umumnya getaran yang menyebabkan terjadinya likuifaksi adalah gempa bumi. Potensi likuifaksi akan meningkat seiring dengan peningkatan intensitas gempa dan durasi dari gempa tersebut.

Tabel 2.1 Hubungan Korelasi antara Local Magnitude, Peak Ground

Acceleration, duration of shaking dan Modified Mercalli Intensity. Local Magnitude (ML) Percepatan Gempa max a Waktu gempa detik Modified mercalli Intensity <2 - - I-II 3 - - III 4 - - IV-V 5 0.09g 2 VI-VII 6 0.22g 12 VII-VIII 7 0.37g 24 IX-X >8 >0.50g >34 XI-XII

Sumber: Yeats et al. (1997), Gere dan Shah (1984), dan Housner (1970).

Dari data yang dikumpulkan oleh ahli-ahli, potensi terjadinya likuifaksi dapat terjadi pada percepatan gempa 0.1g atau dengan magnitude lokal adalah 5 atau lebih besar (National research council, 1985b; Ishihara, 1985). Umumnya gempa dengan percepatan gempa lebih rendah dari 0.1g atau dengan magnitudo lokal kurang dari 5M tidak memerlukan analisis potensi likuifaksi.

(9)

Disamping gempa, kondisi lain yang dapat menyebabkan likuifaksi adalah ledakan, pemancangan, dan getaran akibat lintasan kereta api.

2) Letak dari muka air tanah.

Kondisi yang paling berpotensi terjadinya likuifaksi adalah di bawah muka air tanah. Lapisan tanah tidak jenuh air yang berada diatas muka air tanah tidak akan terlikuifaksi. Hal ini dapat dibuktikan pada lapisan tanah diatas muka air tanah tidak dapat menjadi jenuh air sehingga tidak membutuhkan analisis potensi likuifaksi.

Likuifaksi juga dapat terjadi pada massa pasir dan lanau yang kering dan lepas dan dibebani dengan sangat cepat sehingga udara yang keluar dari rongga tanah sangat terbatas (Poulos, 1985).

3) Jenis tanah

Menurut Ishihara (1985), kemungkinan terjadinya likuifaksi selama adanya gempa dapat diketahui pada tanah yang terdiri dari butiran pasir kecil hingga sedang dan juga pada pasir dengan butiran debu yang memiliki plastisitas rendah. Namun ada juga kasus dimana likuifaksi terjadi pada tanah berkerikil. Jadi, jenis tanah yang berpotensi besar terjadinya likuifaksi adalah tanah nonplastis (nonkohesif). Jika diurutkan jenis tanah mulai dari yang paling kecil hingga terbesar daya tahannya terhadap likuifaksi adalah :

a) Pasir bersih

b) Pasir berlanau nonplastis c) Lanau nonplastis

(10)

Berdasarkan tes laboratorium dan analisa lapangan, mayoritas dari tanah kohesif tidak akan terlikuifaksi selama gempa (Seed et al., 1983). Berdasarkan beberapa jenis kajian, tanah kohesif dapat terlikuifaksi apabila memenuhi 2 kriteria:

a. Tanah harus memiliki batas cair (LL) kurang dari 35 (LL<35) b. Kadar air w dari tanah harus lebih besar dari 90% dari batas cair

(w> 0.9 LL)

Jika salah satu dari kondisi diatas tidak terpenuhi, maka tanah tidak memiliki potensi terjadinya likuifaksi. Tetapi tanah masih memiliki potensi penurunan kekuatan geser tanah apabila terjadi getaran.

4) Rapat relatif tanah (Dr)

Berdasarkan hasil studi lapangan, tanah nonkohesif yang memiliki rapat relatif rendah memiliki potensi likuifaksi yang besar. Jenis tanah lepas nonplastis akan menyusut selama getaran yang akan menyebabkan penambahan tekanan air pori. Poulos (1985), mengatakan bahwa jika pada lapisan tanah bersifat dilatif, maka tanah tidak perlu dianalisis berkaitan dengan likuifaksi. Tanah yang bersifat dilatif tidak memiliki potensi likuifaksi karena tegangan geser undrained lebih besar daripada tegangan geser drained.

5) Gradasi ukuran butiran

Tanah nonplastis dengan butiran seragam cenderung membentuk tanah yang tidak stabildibandingkan dengan tanah yang bergradasi baik. Tanah bergradasi baik juga memiliki butiran yang lebih kecil yang dapat mengisi rongga udara antar butiran yang lebih besar sehingga mengurangi rongga yang dapat diisi air apabila terjadi getaran sehingga dapat mengurangi penambahan tekanan air pori.

(11)

Potensi likuifaksi yang besar terjadi pada tanah yang memiliki gradasi yang buruk (Kramer, 1996).

6) Letak geologis tanah

Tanah yang terletak didalam atau dibawah air lebih cenderung terlikuifaksi karena bersifat lepas atau tidak mengikat. Lapisan tanah yang terdapat di sungai, danau atau di laut membentuk struktur tanah yang tidak terikat.

Jenis tanah yang memiliki butiran yang cenderung lepas adalah lacustrine, alluvial dan tanah yang terbentuk dari penurunan air laut.

7) Kondisi pengaliran

Jika tekanan air pori dapat terdisipasi dengan cepat, tanah tidak akan terlikuifaksi. Maka dari itu, pembuatan drainase dapat mengurangi potensi likuifaksi agar air dapat segera dialirkan keluar dari dalam tanah.

8) Tekanan selimut (confining pressure)

Semakin besar confining pressure, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya likuifaksi pada tanah tersebut. Kondisi yang dapat menciptakan confining

pressure yang lebih tinggi adalah muka air tanah yang lebih dalam. Kajian di

lapangan menunjukan bahwa zona potensi likuifaksi biasanya berada pada kedalaman kira-kira 50 ft (15 m) saja. Lapisan tanah yang lebih dalam umumnya tidak mengalami likuifaksi karena confining pressure yang lebih tinggi.

Ini tidak berarti bahwa analisis likuifaksi tidak dilakukan pada tanah dikedalaman lebih dari 50 ft (15 m). Dalam beberapa kasus, analisis likuifaksi juga dilakukan pada lapisan tanah yang lebih dalam dari 50 ft (15 m). Seperti pada tanah yang memiliki rongga air dan juga tanah timbunan yang belum terkonsolidasi.

(12)

9) Bentuk partikel

Bentuk partikel tanah dapat juga mempengaruhi potensi likuifaksi. Sebagai contoh, tanah yang memiliki partikel bulat lebih banyak memiliki rongga atau pori sehingga kemungkinan terjadinya likuifaksi sangat besar daripada tanah yang memiliki partikel bersudut.

10) Proses penuaan dan pengikatan (aging and cementation)

Endapan tanah yang masih baru lebih mudah terlikuifaksi daripada endapan tanah yang sudah lama. Itu terjadi akibat semakin lama tanah endapan, maka semakin besarnya tekanan selimut (confining pressure) pada tanah tersebut semakin tinggi ketahanan tanah terhadap likuifaksi (Ohsaki, 1969; Seed, 1979a; Yoshimi et al., 1989). Hal ini terjadi akibat proses konsolidasi pada tanah endapan. Semakin lama tanah mengalami konsolidasi, maka tanah akan memiliki ikatan antar partikel yang semakin kuat. Potensi likuifaksi pada jenis-jenis tanah endapan berdasarkan lamanya usia endapan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

11) Sejarah tanah

Sejarah tanah dapat memiliki pengaruh pada potensi likuifaksi pada tanah tersebut. Sebagai contoh, endapan tanah yang pernah mengalami pembebanan (overconsolidation) lebih memiliki ketahanan terhadap likuifaksi jika dibandingkan dengan endapan tanah yang baru terbentuk dan tidak pernah mengalami pembebanan karena tanah yang pernah mengalami pembebanan memiliki kepadatan yang lebih baik (Seed and Peacock, 1971; Ishihara et al., 1975).

(13)

Tabel 2.2. Potensi terjadinya likuifaksi pada endapan tanah saat terjadi gempa berdasarkan umur endapan.

Tipe tanah

Penyebaran endapan-endapan Cohesionless

didalam tanah

Potensi terjadinya likuifaksi berdasarkan usia endapan <500 thn holocene pleistocene Pre-pleistocene Tanah Benua

Tanah alluvial Tersebar luas Sedang Rendah Rendah Sangat

rendah

Tanah delta Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah

Bukit pasir Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah Tanah bekas

lautan Tersebar luas - Rendah

Sangat rendah

Sangat rendah

Lereng Tersebar luas Rendah Rendah Sangat

rendah

Sangat rendah

Thepra Tersebar luas Tinggi Tinggi - -

Tanah colovium Tidak merata Tinggi Sedang Sangat

rendah

Sangat rendah

Sungai es Tidak merata Rendah Rendah Rendah Sangat

rendah Lakustrin dan

playa Tidak merata Tinggi Sedang

Sangat rendah

Sangat rendah

Pasir lepas Tidak merata Tinggi Tinggi Tinggi -

Dataran banjir Tidak merata local Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah Kanal sungai Tidak merata local Sangat

tinggi Tinggi Rendah

Sangat rendah

Sebka Tidak merata local Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah

Tanah residu Jarang Rendah Rendah Sangat

rendah

Sangat rendah

Tuff Jarang Rendah Rendah Sangat

rendah

Sangat rendah Tanah pantai

Pantai berombak

besar Tersebar luas Sedang Rendah

Sangat rendah

Sangat rendah Pantai berombak

kecil Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah

Sangat rendah

Delta Tersebar luas Sangat

Tinggi Tinggi Rendah

Sangat rendah

Estuarine Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah Pantai diantara

laut Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah

Sangat rendah

Lagoonal Tersebar luas Tinggi Sedang Rendah Sangat

rendah Tanah buatan

Sudah dipadatkan Tidak merata Rendah - - -

Belum dipadatkan Tidak merata Sangat

tinggi - - -

(14)

12) Beban bangunan

Konstruksi dari bangunan yang besar diatas lapisan tanah pasir dapat menurunkan ketahanan tanah terhadap likuifaksi. Sebagai contoh, pelat rata pada permukaan tanah memikul bangunan yang berat. Tanah yang berada pada bagian bawah pelat akan memberikan tegangan geser akibat beban bangunan. Tegangan geser tambahan dari beban bangunan kepada tanah akan menyebabkan kemungkinan terjadinya likuifaksi sangat besar. Alasannya karena penambahan sedikit saja dari tegangan geser akibat gempa dapat mengakibatkan kontraksi dan juga likuifaksi pada tanah.

Kesimpulannya adalah bahwa potensi terjadinya likuifaksi sangat besar apabila tanah yang memiliki gradasi yang seragam dengan partikel bulat, kohesi antar partikel yang kecil serta keadaan tanah yang mendekati jenuh atau jenuh dan tidak pernah mengalami pembebanan sebelumnya. Serta letak lapisan tanah berada dekat dengan muka air tanah yang dekat dengan permukaan tanah, serta dekat dengan lokasi sumber getaran dari gempa.

2.2.2. Mekanisme Terjadinya Likuifaksi

Untuk mengetahui proses terjadinya likuifaksi, maka lebih dahulu kita harus mengetahui bahwa tanah terdiri dari beberapa unsur yang menyusunnya. Unsur-unsur tersebut adalah udara, air dan juga partikel padat. Udara dianggap tidak memiliki pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Partikel padat atau butiran-butiran tanah yang memiliki kontak satu dengan yang lainnya. Dan diantara butiran-butiran tersebut terdapat rongga yang dapat berisi udara ataupun air. Dengan adanya kontak antar partikel tersebut, maka tanah memiliki kekuatan untuk

(15)

tanah yang memikul beban juga mempunyai air yang menempati rongga-rongga antar partikel. Pada kondisi ini, tekanan air pori relatif rendah.

Pada saat menerima tekanan akibat adanya getaran secara tiba - tiba, air akan terdesak sehingga akan menekan untuk keluar. Tetapi akibat gempa, air tidak memiliki cukup waktu untuk terdisipasi keluar sehingga air akan menekan partikel tanah sehingga ikatan antar partikel akan lepas dan kehilangan kekuatannya dalam memikul beban diatasnya. Ini menyebabkan tekanan air pori hampir seluruhnya menjadi tegangan total (' 0

) dan menyebabkan bangunan yang dipikul oleh tanah dapat amblas kedalam tanah. Bahkan dalam kondisi yang lebih ekstrim, tekanan air pori dapat melebihi tegangan total sehingga air dapat menyembur ke permukaan tanah dengan membawa material pasir yang disebut sebagai Sand-Boil.

2.3. Analisa Likuifaksi

Langkah pertama dalam analisis likuifaksi adalah menentukan apakah tanah mempunyai kemampuan untuk terlikuifaksi selama gempa. Jenis analisis yang paling sering dipakai dalam menentukan potensi likuifaksi adalah dengan menggunakan

Standard Penetration Test (SPT). Analisis itu berdasarkan Metode Simplified yang

dikembangkan oleh Seed dan Idriss (1971). Langkah-langkah prosedurnya adalah sebagai berikut :

1) Penentuan jenis tanah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, langkah pertama untuk menentukan jenis tanah yang memiliki potensi likuifaksi saat terjadi gempa adalah dengan memenuhi syarat - syarat seperti pada sub bab sebelumnya.

(16)

2) Muka air tanah

Tanah harus berada dibawah muka air tanah. Analisis likuifaksi dapat juga dilakukan pada lapisan tanah yang mungkin dapat berada dibawah muka air tanah apabila ada kemungkinan terjadinya kenaikan muka air tanah pada masa yang akan datang.

3) CSR (Cyclic Stress Ratio) akibat gempa

Apabila setelah diprediksi bahwa tanah memiliki potensi terjadinya likuifaksi, maka metode simplified dapat dipergunakan. Langkah pertama dalam metode ini adalah menentukan Cyclic Stress Ratio (CSR) yang disebabkan oleh gempa. Variabel utama dalam perhitungan CSR yang disebabkan oleh gempa adalah Percepatan tanah maksimum (PGHA) am axyang akan digunakan dalam analisis.

Percepatan gempa ini akan dibahas lebih lanjut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, analisis likuifaksi tidak diperlukan pada tempat yang memiliki percepatan gempa yang kurang dari 0.1 g atau mempunyai magnitude lokal kurang dari 5.

4) CRR (Cyclic Resistance Ratio) dari data SPT

Dengan menggunakan Standard Penetration Test (SPT), CRR pada lapisan tanah akan dapat dihitung. Nilai CRR adalah nilai SPT lapangan yang telah dikoreksi. Analisa Likuifaksi dilakukan dengan menggunakan Grafik Seed et al. 5) Analisa Likuifaksi dengan menggunakan Grafik Seed et al.

Dengan menghubungkan nilai CSR dan CRR pada Grafik Seed et al., maka akan diketahui lapisan lapisan tanah mana yang akan terlikuifaksi. Apabila titik hubungan antara CSR dan CRR pada suatu lapisan tanah berada di bawah kurva,

(17)

maka lapisan tersebut aman terhadap likuifaksi. Namun sebaliknya, apabila titik tersebut berada di atas kurva, maka lapisan tanah tersebut akan terlikuifaksi Grafik Seed et al., (Gambar 2.4) tersedia dalam magnitudo 7.5 M. Oleh karena itu, jika magnitudo gempa yang mengakibatkan PGA terbesar tidak bernilai 7.5 M maka untuk menggunakan Grafik ini, nilai CSR harus dikalikan dengan nilai koreksi. Nilai koreksi dapat dihitung dengan menggunakan nilai faktor koreksi (Tabel 2.3). Dari Grafik tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin kecil jumlah finer pada tanah, maka potensi likuifaksinya semakin besar.

Tabel 2.3 Tabel faktor koreksi magnitude untuk pendekatan tegangan siklis Magnitude Gempa CSRM /CSRM7.5 5.25 1.5 6 1.32 6.75 1.13 7.5 1.00 8.5 0.89

(18)

Gambar 2.4 Grafik Hubungan antar Cyclic Stress Ratio ( v cyc '   ) dengan (

N

1)60

Untuk magnitude gempa 7,5 (Seed et al., 1985). Sumber: Seet et al., (1985), reproduksi dari Robert (2002).

(19)

2.4. Parameter-Parameter Yang Diperlukan Dalam Perhitungan Analisa Potensi Likuifaksi

2.4.1. Tegangan Vertikal

Tegangan vertikal merupakan tegangan yang yang terjadi akibat dari berat tanah dari setiap kedalaman lapisan tanah dengan berat tanah yang konstan. Semakin jauh kedalaman tanah, maka tegangan vertikal akan semakin besar. Tegangan vertikal dapat dihitung dengan rumus :

(2.1) dimana :

v

 = Tegangan Vertikal (KN/m2)  = Berat isi lapisan tanah (KN/m3) Z = Kedalaman Lapisan tanah (m)

Jika tanah tidak seragam dan memiliki berat isi tanah yang bereda setiap lapisan, maka tegangan vertikal dapat dihitung dengan rumus ;

z

v

(2.2)

Tegangan vertikal yang telah dibahas sebelumnya, merupakan tegangan yang diakibatkan oleh beban tanah tanpa memperhitungkan tegangan air pori. Tegangan air pori adalah tegangan yang berasal dari air yang berada dalam lapisan tanah. Tegangan ini tidak dapat memikul beban, sehingga tegangan vertikal yang dapat memikul beban adalah tegangan vertikal yang dihasilkan oleh butiran tanah. Tegangan ini disebut sebagai tegangan vertikal efektif. Besarnya tegangan vertikal efektif dapat dihitung dengan rumus :

γ.Ζ)

(

v

(20)

'

v

v

(2.3)

Dimana : 'v = Tegangan Vertikal efektif (KN/m2) v = Tegangan Vertikal Total (KN/m2)  = Tegangan air Pori (KN/m2) = WZ

W = Berat isi air (KN/m3)

Z = kedalaman lapisan tanah (m)

2.4.2. Percepatan Gempa (amax)

2.4.2.1. Percepatan Gempa di Batuan Dasar

Percepatan gempa di batuan dasar dapat dihitung dengan mempergunakan fungsi atenuase. Fungsi atenuase adalah suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas gerakan tanah setempat (a), magnitude gempa (M) serta jarak suatu titik dari daerah sumber gempa (r). Dalam pemilihan fungsi atenuase sangat bergantung dari kondisi alam di tempat yang akan di uji. Tidak tersedianya data untuk menurunkan fungsi atenuase di wilayah Indonesia, menyebabkan pemakaian fungsi atenuase yang diturunkan dari wilayah lain tidak dapat dihindari. Untuk itu dipilih fungsi yang memiliki kemiripan kondisi seismotectonic dari wilayah dimana fungsi atenuase itu dibuat.

Dalam menghitung analisis potensi likuifaksi pada kasus ini, penulis menggunakan Fungsi Atenuasse Joyner & Boore, dan Fungsi Atenuase Crouse

Rumus Fungsi Atenuase Joyner & Boore adalah :

r

r

w

M

(21)

Dimana :

a = percepatan yang dinyatakan dalam g

Mw = momen magnitudo gempa (M)

ro = jarak terdekat dari lokasi pengamat ke titik gempa yang diproyeksikan secara vertikal ke permukaan tanah (epicenter) dinyatakan dalam kilometer r2 = ro2 + 82

Rumus Fungsi Atenuase Crouse adalah :

            R e M h PGA 6.36 1.76 2.73ln 1.58 0.608 0.00916 ln (2.5) Dimana :

PGA = percepatan yang dinyatakan dalam g

M = momen magnitudo gempa (M)

R = Jarak Hipocenter (Km) = r02 + h2

H = Kedalaman Fokus Gempa (Km)

2.4.2.2. Percepatan Gempa di Permukaan Tanah

Perhitungan percepatan gempa di permukaan tanah memiliki perbedaan dengan perhitungan percepatan gempa di batuan dasar. Dalam perhitungan analisis percepatan gempa di permukaan tanah harus menganalisa lapisan tanah pada lokasi tersebut.

(22)

Perubahan percepatan gempa dipermukaan tanah di Indonesia dari tahun 1983, 2002, 2007, dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 2.5. Peta Zonasi Gempa dipermukaan Tanah Tahun 1983

(23)

Gambar 2.7. Peta Zonasi Gempa dan Percepatan Gempa dipermukaan Tanah Tahun 2007

Pada studi ini, penulis akan menggunakan Program Edushake untuk menghitung percepatan di permukaan untuk lokasi yang akan ditinjau.

Edushake adalah sebuah program yang diperuntukkan membantu mahasiswa

agar mengetahui mekanika dari pergerakan seismik pada tanah. Analisis pada lapisan tanah dilakukan dengan 3 langkah yaitu :

1. Input manager

Dalam input manager, kita memasukkan data yang akan diolah seperti data profil tanah dan data karakteristik gempa.

2. Solution manager

(24)

3. Output manager

Pada output manager, hasil dari analisis akan ditampilkan sesuai dengan yang pengguna inginkan. Output manager memberikan hasil analisis dalam beberapa bentuk seperti time history, response spectra, variasi beberapa parameter dan juga animasi dari horizontal displacement pada lapisan tanah.

2.4.3. Nilai N-SPT ( Standard Penetration Test )

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya

dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam satu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 450 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 450 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan Standard Penetration Test (SPT) adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap – tiap lapisan kedalaman tanah, dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Siapkan peralatan SPT yang digunakan seperti: mesin bor, batang bor, split

spoon sampler, hummer, dan lain-lain;

(25)

3) Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor; 4) Berikanlah tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

5) Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor tersebut dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh bebas 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (n

value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

6) Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Dan digambarkan contoh jenis – jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau ke dalam plastic, lalu ke core box;

7) Gambarkanlah Grafik hasil percobaan;

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4 x interval.

Berdasarkan dari data Standard Penetration Test, Seed et al. (1985), menyimpulkan klasifikasi potensi likuifaksi sebagai berikut:

(26)

Tabel.2.4. Potensi Likuifaksi Berdasarkan N-SPT (Seed et al., 1985) (N1)60 Potensi Likuifaksi 0-20 Besar 20-30 Sedang >30 Tidak signifikan 2.4.4. Faktor Reduksi (rd)

Faktor reduksi adalah koefisien reduksi tegangan dan tidak mempunyai dimensi. Dan faktor reduksi akan berkurang apabila kedalaman bertambah. Faktor reduksi ini bergantung pada magnitude gempa (Idriss, 1999). Untuk kebutuhan praktis di lapangan, nilai rd biasanya diambil dari kurva average values by Seed & Idriss (1971) pada Gambar 2.8.

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengasumsikan hubungan linear antara rd dan kedalaman dengan menggunakan persamaan :

)

)(

012

,

0

(

1

z

d

r

(2.6)

(27)

Dengan z adalah kedalaman tanah yang digunakan untuk analisis likuifaksi (dan juga digunakan dalam perhitungan tegangan).

Gambar 2.8. Faktor Reduksi rd Terhadap Kedalaman

2.4.5. Cyclic Stress Ratio (CSR)

CSR adalah nilai perbandingan antara tegangan geser rata-rata yang diakibatkan oleh gempa dengan tegangan vertikal efektif di setiap lapisan tanah. CSR juga biasa disebut Seismic Stress Ratio (SSR).

Untuk mengembangkan persamaan CSR, diasumsikan bahwa tanah seperti kolom 2 dimensi, dan kolom tersebut akan bergerak secara horizontal secara kaku

(28)

akibat adanya percepatan gempa di permukaan. Gambar 2.7 menunjukkan diagram kondisi asumsi. Pada Gambar 2.7 terdapat gaya horizontal yang bekerja pada tanah yag sama dengan tegangan geser maksimum pada dasar element tanah. Sejak elemen tanah tersebut diasumsikan sebagai unit dua dimensi, maka tegangan geser maksimum sama dengan gaya geser.

z

Gambar 2.9. Kondisi asumsi keadaan tanah untuk menetukan persamaan CSR

Persamaan gaya horizontal pada kolom tanah adalah :

) / max ( max ) / ( ) / (W g tz g a v a g ma F      (2.7) ) / max ( max Fv a g    (2.8)

Kemudian persamaan (2.7) dibagi dengan tegangan vertikal efektif :

) / max )( ' / ( ' / max  vvv a g   (2.9) F max 

(29)

Sejak kolom tanah tidak berperilaku sebagai elemen kaku pada saat terjadi gempa bumi (tanah dapat berdeformasi), Seed dan Idriss (1971), memasukkan faktor reduksi kedalaman ke dalam persamaan diatas menjadi :

) / max )( ' / ( ' / max  v rdvv a g   (2.10)

Dalam metode ini, Seed et al. (1975), mengubah tegangan geser maksimum menjadi bentuk persamaan tegangan siklis :

max 65 .

0 

cyc  (2.11)

Kemudian persamaan (2.10) disubtitusikan ke dalam persamaan (2.9), sehingga Persamaan CSR adalah : ) / max )( ' / ( 65 , 0 ' / v v a g d r v cyc CSR     (2.12) Dimana :

 CSR = Cyclic Stress Ratio (tidak berdimensi)

amax = percepatan maksimum di permukaan tanah

 g = percepatan gravitasi

 'v = tegangan vertikal efektif

 v = tegangan vertikal total

(30)

2.4.6. Cyclic Resistant Ratio (CRR)

Nilai Cyclic Resistance Ratio (CRR) merupakan nilai ketahanan suatu lapisan tanah terhadap tegangan siklis. Nilai CRR dapat diperoleh dengan berdasarkan hasil pengujian lapangan yaitu hasil pengujian Standard Penetration Test (SPT).

Pada pengujian SPT, penggunaan tipe palu dan sistem penjatuhan palu dapat mengalami perbedaan sehingga menghasilkan nilai N-SPT yang berbeda-beda untuk setiap pelaksanaannya. Oleh karena itu nilai N-SPT harus dinormalisasikan terhadap standar energy sebesar 60 % (Seed et al., 1985). Untuk menghitung nilai CRR, maka nilai N-SPT dikoreksi terlebih dahulu untuk prosedur pengujian lapangan dengan rumus : r C m E b C N N 1,67 60 ) (  (2.13) Dimana :

 (N)60 = Nilai N SPT yang dikoreksi terhadap prosedur pengujian lapangan

 Em = efisiensi hammer, Em = 0,6 untuk hammer yang baik dan 0,45 untuk doughnut hammer

 Cb = korelasi diameter borelog

 Cb = 1 untuk diameter borehole 65 mm-115 mm  Cb = 1,05 untuk diameter borehole 150 mm  Cb = 1,15 untuk diameter borehole 200 mm

 Cr = panjang rod

(31)

 Cr = 0,85 untuk panjang rod sampai 4-6 m  Cr = 0,95 untuk panjang rod sampai 6-10 m  Cr = 1,0 untuk panjang rod lebih dari 10 m

 N = hasil test SPT

Selanjutnya Nilai (N)60-SPT dikoreksi untuk Overburden Pressure dengan persamaaan : 60 50 , 0 ) ' / 100 ( 60 60 ) 1 (NN Cn   v N (2.14) 2.4.7. Relatif Density (Dr)

Relatif density atau kerapatan relatif umumnya dipakai untuk menunjukkan

tingkat kerapatan dari tanah berbutir. Kerapatan relatif juga diperlukan untuk mengevaluasi likuifaksi pada lapisan tanah.

Tabel 2.5 Penjelasan secara kualitatif mengenai deposit tanah berbutir

Kerapatan Relatif (%) Penjelasan mengenai deposit tanah 0-15 15-50 50-70 70-85 85-100 Sangat lepas Lepas Menengah Padat Sangat padat

Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Dr yang bernilai diatas 70 %, maka lapisan tanah tersebut tidak terlikuifaksi.

(32)

) 10 ' 42 , 1 ( 70 , 1   v r N D  (2.15) Dimana :  Dr = Relative density  N = Nilai N-SPT

 'v = tegangan vertikal efektif

2.5. Usaha-Usaha Yang Dilakukan Untuk Menurunkan Potensi Likuifaksi

Usaha-usaha untuk menurunkan potensi likuifaksi merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk menjaga agar suatu fungsi struktur pada tanah yang memiliki potensi likuifaksi dapat terjaga. Usaha yang dilakukan untuk menurunkan potensi likuifaksi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

1. Pemadatan Tanah

Pemadatan pada tanah dilakukan dengan penggilasan berlapis atau penggetaran lahan tanah. Dengan semakin padatnya tanah, maka pori pada tanah semakin berkurang sehingga rongga pori yang akan diisi oleh air semakin berkurang.

2. Disipasi air pori

Disipasi air pori dilakukan agar air yang ada pada pori tanah dapat teralirkan dan tidak tergenang, sebab air dalam pori tanah ini sangat berbahaya dalam meningkatkan potensi likuifaksi pada saat terjadinya gempa.

(33)

Cara yang dapat dilakukan untuk mendisipasi air pori adalah dengan vertikal

drain.

3. Pengurangan beban bangunan

Mengurangi beban bangunan dapat dilakukan dengan cara mengganti bahan bangunan yang berat dengan bahan yang ringan. Saat ini sudah banyak diproduksi bahan bangunan ringan. Bata ringan, baja ringan, sampai dengan genteng ringan sangat baik digunakan untuk mengurangi potensi likuifaksi.

4. Preloading

Preloading sangat baik digunakan untuk menurunkan potensi likuifaksi. Preloading dapat mempercepat proses konsolidasi pada lapisan tanah.

5. Sementasi

Sementasi dilakukan dengan memberikan material yang dapat mengikat partikel tanah, seperti campuran semen.

Gambar

Gambar 2.1 Hypocenter dan Epicenter
Gambar 2.2 : Pertemuan 4 Lempeng Tektonik di Wilayah Indonesia
Gambar 2.3 Peta tektonik dan sesar aktif di Indonesia
Tabel  2.1  Hubungan  Korelasi  antara  Local  Magnitude,  Peak  Ground  Acceleration, duration of shaking dan Modified Mercalli Intensity
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memotret situasi dan memperoleh gambaran secara menyeluruh, luas, dan mendalam tentang pola internalisasi nilai keimanan

Kelengkapan materiil yang dimaksud ialah apabila berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dilimpahkan ke pengadilan, antara lain seperti adanya alat

Dua segitiga akan kongruen jika dua sudut pada segitiga pertama sama besar dengan dua sudut yang bersesuaian pada segitiga kedua, dan sisi yang merupakan kaki persekutuan kedua sudut

secara kuantitatif untuk mengetahui pengaruh edukasi, dengan modul ”Pocket Activity” dalam modifikasi gaya hidup pada faktor risiko kardiovaskular penderita pria

renewable energy) seperti energi dari air, biomas, angin, matahari, angin dan geothermal. Hasil penilaian mununjukkan jumlah energy yang dibutuhkan untuk semua tahapan rantai

Perancangan Buku Sejarah Bergambar &#34;Kerahaan Kutai&#34; untuk Anak Usia 3+ Tahun Disetujui Perancangan Promosi Rumah Makan &#34;Warung Laos&#34; di Daerah DKI Jakarta

Resolusi yang rendah pada penggunaan ADC disebabkan salah satunya adalah tidak tercapainya rentang skala penuh baik pada masukan (input) dan keluaran (output).. Rentang

22 Membahas tentang Otonomi Daerah yang merupakan satu satu cita-cita Amien Rais, mengenai hal ini Amien Rais menyatakan:“...Kita telah menerapkan Otonomi Daerah