PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI
SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU
Studi Kasus Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Deska Widayanti
NIM : 07 1324 019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA
Sumber kekuatan dan andalnku
Tuhan Yesus Kristus
Keluarga kecilku tersayang...
Ayah ISWANTO, S.Pd
Ibu NGATIJEM, S.Pd, K
Dosen, karyawan dan sahabat tercinta Pendidikan Ekonomi 2007
Almamaterku tercinta UNIVERSITAS SANATA DHARMA
MOTTO
Tahu bahwa kita tahu apa yang kita
ketahui bahwa kita tidak tahu apa yang
tidak kita ketahui itulah pengetahuan
sejati….
ABSTRAK
PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI
SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU
Deska Widayanti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap dan menganalisis perbedaan yang terjadi dalam bidang sosial ekonomi sebelum dan sesudah adanya industri rambak dari kuit kerbau di wilayah Dusun Dekoro dalam hal tingkat pendapatan keluarga, jumlah pengangguran, jumlah keluarga miskin.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif. Populasi dari penelitiaan ini adalah kelapa keluarga masyarakat Dusun Dekoro yang berjumlah 30 kepala keluarga. Sampel diambil dengan tehnik sampel jenuh. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Paired Sample t-test .
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF SOCIAL AND ECONOMIC CONDITION OF DEKORO
VILLAGE BEFORE AND AFTER BEING THE INDUSTRIAL CENTER OF
CRUMBED BUFFALO LEATHER
Deska Widayanti Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The purpose of this study is to reveal and analyze the differences which occur in the social and economic condition before and after the existence of the industrial centers of crumbed buffalo leather in Dekoro village especially in terms of: total family income communities, the level of unemployment, and the numbers of poor families.
This research was conducted in March 2013 in Dekoro village RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang. The research method is explanative. The population of this research are 30 heads of family in Dekoro village. The samples were taken by a saturated sample technique. Data collection techniques in this study were questionnaires, interviews, and documentation. Data were analyzed by using Paired Sample t- test.
From the analysis of the data, it can be concluded as follows : After the industrial center
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
“PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO
SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT
KERBAU”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran, masukan
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menuntun setiap langkah perjalanan penulis, dan selalu
memberikan yang penulis butuhkan.
2. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang telah memberi ijin kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini.
4. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk
mengerjakan skripsi ini.
5. Bapak Dr Teguh Dalyono ,M.S selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan sabar
dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada penulis.
6. Bapak Y.M.V Mudayen, S.Pd ,M.Sc selaku dosen pembimbing dua yang telah dengan
sabar memberikan dorongan, saran, kritik dan kesediaan meluangkan waktu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAM PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... ..viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Batasan Masalah ... 3
C.Rumusan Masalah ... 3
D.Definisi Operasional ... 4
E. Tujuan Penelitan ... 4
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II Tinjauan Pustaka ... 7
A. Industri Kecil ... 7
1. Pengertian Industri Kecil ... 7
2. Klasifikasi Industri Kecil ... 8
3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil ... 9
4. Wilayah Sentra Industri ... 10
B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi ... 12
1. Pendapatan... 12
3. Tingkat Kemiskinan ... 16
C. Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu ... 24
D. Kerangka Teori ... 24
E. Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
C. Subjek dan Objek ... 30
E. Variabel Indikator dan Batasan Istilah ... 32
F. Data Penelitian ... 33
G. Teknik Pengumpulan Data ... 34
H. Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV GAMBARAN UMUM... 38
A. Sejarah Perkembangan Rambak Kulit Kerbau di Magelang... 38
B. Proses Produksi Rambak Kulit Kerbau di Magelang... 39
C. Sumber Daya Manusia. ... 41
D. Pemasaran Hasil Produksi ... 43
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Deskripsi Responden Penelitian ... 47
B. Deskripsi Data Penelitian ... 51
C. Analisis Data ... 58
D. Pembahasan ... 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
C. Keterbatasan Penelitian ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada dasawarsa terakhir ini sangat
pesat sehingga mempengaruhi perkembangan yang juga terjadi pada beberapa sektor.
Begitu juga pada mata pencaharian masyarakat Indonesia. Banyaknya muncul mata
pencaharian baru di Indonesia merupakan salah satu faktor yang timbul akibat dampak
dari perkembangan jaman. Tingkat pendapatan yang semakin sulit membuat masyarakat
Indonesia harus lebih berfikir kreatif agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Salah satunya adalah industri yang terdapat di sebuah desa tepatnya
di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini. Mayoritas
warganya bermata pencaharian sebagai pembuat rambak dari kulit kerbau. Mereka
sengaja memilih menekuni usaha ini karena jenis usaha ini masih jarang ditemui, selain
itu hasil yang didapatkan juga lumayan besar.
Karena hasil dari industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini mampu
mencukupi kebutuhan warga di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan
Magelang ini, sehingga mereka memilih untuk menekuni dan memperluas pemasaran
usaha mereka ini dari yang tadinya hanya disekitar tempat tinggal mereka kini bisa
merambah hingga ke beberapa daerah seperti di Solo dan Jogjakarta dan usaha ini biasa
hanya dipasarkan dari mulut kemulut sehingga belum begitu luas.
Industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini awalnya tidak berjalan dengan
lancar, karena adanya beberapa faktor kendala yang dihadapi para pembuat rambak ini, di
antaranya sulitnya mendapatkan kulit kerbau karena diketahui sekarang ini sudah sangat
jarang dijumpai orang – orang yang beternak kerbau, kemudian proses pembuatannya
mengolah kulit dari binatang yang biasanya digunakan untuk membajak sawah ini, musim
hujan juga mempengaruhi industri ini karena menghambat proses pengeringan, dan juga
masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui tentang rambak dari kulit kerbau
ini sehingga pemasarannyapun terhambat karena masyarakat pada umumnya hanya
mengetahui rambak yang terbuat dari kulit sapi, kemudian opini dari masyarakat pula
yang menganggap kerbau sebagai binatang kotor karena selalu terkena lumpur sehingga
mengurangi minat para konsumen untuk mengkonsumsi makanan ini padahal rasa yang
ditawarkan justru malah lebih enak. Hal – hal tersebut itulah yang kemudian menjadi
pertimbangan para warga pembuat rambak dari kulit kerbau untuk lebih memperhatikan
usahanya dan lebih memperbaiki serta meningkatkan kualitas rambak dari kulit
kerbaunya agar dapat dipasarkan lebih luas lagi.
Keadaan perekonomian dari masyarakat didusun ini yang juga menjadi faktor
utama akan munculnya usaha ini dimana masyarakat di dusun Dekoro yang ingin lepas
dari kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui lebih
mendalam mengenai “Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun Dekoro RT
01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
rambak dari kulit kerbau”
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti sampaikan, maka dalam
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibatasi hanya dalam hal kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang meliputi aspek pendapatan, pengangguran, dan jumlah keluarga miskin
C. Rumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau?
2. Apakah ada perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?
3. Apakah ada perubahan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan variabel dalam penelitian maka
perlu dijelaskan identifikasi antara masing-masing variabel dalam penelitian yaitu :
1. Pendapatan, yaitu hasil yang diterima oleh kepala keluarga yang bekerja disektor
industri rambak dari kulit kerbau dalam bentuk nominal yang diterima dalam jangka
waktu per bulan. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah per bulan.
2. Penggangguran, yaitu jumlah orang yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Variabel ini dinyatakan dengan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan
dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada.
3. Jumlah keluarga miskin, yaitu jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan
kurang dari 1$ per hari, hal ini didasarkan pada acuan bank dunia.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat
Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit
kerbau.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun
Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan jumlah keluarga miskin di
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah
Dengan penelitian ini pemerintah kota Magelang mendapat berbagai informasi yang
dibutuhkan, sehingga mampu memberikan tanggapan yang baik bagi kemajuan mata
pencaharian masyarakatnya yang berbasis usaha ini. Dengan memberikan kebijakan
yang bertujuan untuk mengembangkan usaha dari kulit kerbau ini sehingga mampu
bersaing dengan usaha lain yang berkembang secara pesat.
2. Bagi penjual
Dengan penelitian ini dapat menjadi gambaran tentang perkembangan usaha rambak
dari kulit kerbau wilayah kota Magelang sehingga dapat memotivasi para penjual
untuk mengembangkan usahanya.
3. Bagi peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, karena peneliti secara langsung
mengikuti proses penelitian dari awal hingga akhir. Sehingga memperoleh
pengalaman dan pengetahuan serta mampu menerapkan berbagai ilmu dan teori-teori
yang telah dipelajari diperkuliahan yang berhubungan dengan Pengaruh Usaha
Rambak dari Kulit Kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan
Magelang terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Dekoro RT 01
RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sehingga dapat dikembangkan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan sekaligus
masukan bagi penelitian selanjutnya dan menjadi tambahan referensi bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri Kecil
1. Pengertian Industri Kecil
Industri kecil adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan, yang jumlah karyawan / tenaga kerjanya berjumlah antara 5-19
orang, industri genteng dan peternakan juga termasuk dalam industri kecil (UU No. 20
Pasal 1 Tahun 2008). Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk
jasa. Industri kecil menurut ensiklopedi Indonesia adalah bagian dari proses produksi yang
tidak secara langsung atau mendapatkan barangbarang atau bahan dasar secara kimiawi
sehingga menjadikan lebih berharga untuk dipakai manusia. Untuk memberikan batasan
yang jelas pada industri, selain dibedakan pengubahan dan pengolahan bahan, juga
diperhitungkan suatu kriteria lain; kompleksitas dari peralatan yang dipakai perusahaan
yang mengambil bahan dasar dari alam, kemudian langsung mengolahnya melalui
peralatan mekanis yang komplek disebut industri. Menurut (Abdurachmat dan Maryani,
1997:27), industri dipakai untuk menunjukkan semua kegiatan pengolahan dalam
memproduksi barang kebutuhan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri
adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan, misalnya mesin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996 :121). Menurut UU No.
20 ( Pasal 1 ) tahun 2008 tentang UMKM, pengertian usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini. Kriteria yang dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menetapkan
besar kecilnya seorang pengusaha atau suatu perusahaan tergantung dari sudut pandang
penilai. Dari berbagai literatur kriteria untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan
antara lain besarnya modal yang dimiliki, kapasitas produksi, banyaknya tenaga buruh
yang dipekerjakan, dan seberapa jauh dominasi perusahaan tersebut pada pasar untuk
produk sejenis dan sebagainya.
2. Klasifikasi Industri Kecil
Menurut UU UMKM No. 20 tahun 2008 usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, yang memiliki beberapa kriteria antara lain
:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil
Beberapa tujuan dari adanya pengembangan industri antara lain sebagai berikut :
a. Memperluas kesempatan kerja, dengan adanya pembangunan industri kecil semakin
bertambah pula jumlah industri kecil maka akan semakin banyak tenaga kerja yang
terserap oleh karena itu kesempatan kerja akan semakin bertambah.
b. Meratakan kesempatan berusaha, dengan adanya pembangunan industri kecil maka
semakin besar pula kesempatan bagi masyarakat untuk membuka usaha sesuai dengan
c. Menunjang pembangunan daerah, dengan adanya pembangunan industri kecil maka
dapat membantu pembangunan daerah. Angka pengangguran berkurang dan
pendapatan masyarakat menjadi meningkat yang menyebabkan PDB turut serta
meningkat dimana hal ini dapat menyebabkan dana untuk pembangunan daerah
bertambah.
d. Memanfaatkan SDA dan SDM yang ada, dengan adanya pembangunan industri kecil
maka SDA maupun SDM yang ada dapat lebih memiliki nilai guna, misalnya batu dari
letusan gunung berapi yang semula hanya untuk bahan bangunan setelah ada para
pengrajin batu, maka nilai batu menjadi semakin bertambah.
Selain itu UU No. 20 (Pasal 4) Tahun 2008 menjelaskan prinsip dan pemberdayaan
usaha kecil sebagai berikut :
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro, kecil, dan
menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri
b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan
kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;dan
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
Selain itu dalam UU No. 20 tahun 2008 juga dijelaskan tentang tujuan pemberdayaan
UMKM adalah sebagai berikut :
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan
berkeadilan
b. Mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri
c. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan
lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan
4. Wilayah Sentra Industri
Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No:
32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Sentra UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di
kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana
yang sama,menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk
dikembangkan menjadi klaster.
Dalam bukunya Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil (Sjaifudin, 1995)
memaparkan beberapa kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh industri kecil seperti
rambak dari kulit kerbau ini antara lain :
Tabel 2.1 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Faktor Kekuatan Kelemahan Sumber Daya
Ekonomi - Mengandalkan sumber-sumber keuangan informal yang mudah diperoleh
konsumsi dan produksi belum terpisah
- Lembaga kekerabatan bisa berfungsi sebagai sarana konsultasi sekaligus control terhadap implementasi program dan intervensi
- Kemampuan koordinasi berdasarkan pembagian kerja masih terbatas
Program dan intervensi
Permodalan - Membantu kelancaran pengembangan usaha
Pemasaran - Pola keterkaitan membuka peluang pasar
- Pengelompokan (aglomerasi) dalam batas - batas tertentu memberikan keuntungan melalui penekanan ongkos produksi, meningkatkan akses kesumber daya
- Posisi tawar yang rendah cenderung menyudutkan
Padat Karya - Jaringan pengaman masalah kelangkaan kesempatan kerja
terhadap tenaga kerja untuk mengejar tingkat penghasilan
Nilai Tambah Rendah
- Efisiensi dalam penggunaan bahan baku
B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi
1. Pendapatan
Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor
produksi atas pengorbannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi
seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan
memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam
bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas
jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 1995).
Menurut Sunuharyo dalam Mulyanto Sumardi dan Han Dieter-Evers (1982), dilihat
dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau
gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain
tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income).
Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan
bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output
tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenan itu
dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada
lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau
gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai
pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk
yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi
(Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam
pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill yang dimilikinya.
a. Usaha sendiri (wiraswasta) misalnya berdagang, mengerjakan sawah, atau
menjalankan perusahaan sendiri.
b. Bekerja pada orang lain misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai
pegawai atau karyawan baik swasta maupun pemerintah.
c. Hasil dari milik misalnya mempunyai sawah yang disewakan, mempunyai rumah
disewakan, dan meminjamkan uang dengan bunga tertentu
Gilarso juga mengungkapkan bahwa penghasilan keluarga adalah sebagai bentuk
balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atau sumbagan seseorang
terhadap proses produksi. Penghasilan keluarga juga dapat diterima dalam bentuk barang,
misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah ddan pekarangan atau fasilitas seperti rumah
dinas dan pengobatan gratis.
2. Tingkat Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakat modern. Jika
tingkat pengangguran tinggi, sumber daya terbuang percuma dan tingkat pendapatan
masyarakat merosot. Menurut pemerintah orang-orang yang punya pekerjaan adalah
tergolong bekerja sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan akan tetapi
sedang dalam usaha mencari pekerjaan tergolong pengangguran, orang-orang yang tidak
mempunyai pekerjaan tetapi tidak bermaksud untuk mecari pekerjaan tidak dimasukkan
dalam kelompok angkatan kerja. Tingkat pengangguran dihitung dari jumlah orang yang
menganggur dibagi dengan seluruh angkatan kerja. Para ahli ekonomi telah membagi tiga
jenis pengangguran, yaitu: siklis, struktural, dan friksioner.
a. Pengangguran siklis adalah pengangguran yang terjadi akibat perekonomian yang
mengalami resesi sehingga output berada dibawah level full employment. Full
merupakan output yang optimal yang dapat diproduksi, yang berarti seluruh faktor
produksi diberdayakan.
b. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi akibat ketidak sesuaian jenis
pekerjaan dengan kapabilitas tenaga kerja.
Contoh; masa revolusi industri dimana kebutuhan tenaga kerja beralih ke tenaga kerja
yang membutuhkan skill untuk menjalankan mesin. Akibatnya tenaga kerja yang tidak
mampu menjalankan mesin menganggur.
c. Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang pasti ada, meskipun dalam kondisi
full employment. Pengangguran ini terjadi akibat proses rekrutmen tenaga kerja yang
membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan. Bisa juga sebagai pekerja yang
keluar dari tempat kerjanya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan
keinginannya.
Tingkat penganguran adalah perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah
angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen dengan rumus (Irawan:1992) :
Jumlah pengangguran X 100% Tingkat pengangguran =
Jumlah penduduk usia kerja
3. Tingkat Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara
kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
(poverty line) merupakan masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali
Indonesia. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan
kecil dan rumah tangga, khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak
lagi.
John Friedman menginterprestasikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang
atau sekelompok untuk mengakumulasikan “basis kekuasaan sosial”. Basis kekuasaan
sosial adalah kemampuan untuk menguasai peluang strategi yang bisa mempengaruhi
kehidupan sosial, ekonomi, politik seseorang. Menurut Friedman (Bayo, 1991:89) ada 6
peluang strategis atau basis kekuasaan yang dapat dikategorikan kedalam kedua kelompok
yaitu primer dan sekunder , dengan penjelasan sebagi berikut :
1) Basis kekuasaan sosial primer
a) Pengetahuan dan keterampilan
b) Organisasi sosial dan politik
c) Harta produksi
2) Basis kekuasaan sosial sekunder
a) Sumber-sumber keuangan
b) Jaringan sosial
c) Informasi sosial
Sedangkan dalam Soedarno (1988:149) kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu
kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak diartikan sebagai
ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
bahkan kebutuhan fisik minimumnya untuk makanan, perumahan, bahan bakar, air,
pakaian, pendidikan, dan kesehatan dianggap miskin dalam arti absolut. Sedangkan
kemiskinan relatif adalah ketidaksamaan kesempatan dan ketidaksamaan di antara
berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang dan jasa dalam menikmati
kehidupan yang makmur.
Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain :
1) Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
(basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu:
a) Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b) Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2) Kemiskinan Relatif
Semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin
besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi
aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain :
a) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 12 % dari
GNP, maka dapat disebut kepincangan mencolok.
b) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 17 %
dari GNP, maka dapat disebut kepincangan sedang.
c) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17 %
dari GNP, maka dapat disebut kepincangan normal
Berdasarkan acuan bank dunia, digolongkan dalam keluarga miskin apabila
pendapatan kepala keluarga dalam satu hari kurang dari 1$.
Sedangkan tolok ukur untuk kriteria rumah tangga miskin di Indonesia yang
bersumber pada BPS hasil susenas adalah sebagi berikut :
Tabel 2.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kabupaten
Tahun Jumlah Penduduk Miskin Sumber : BPS Kabupaten Magelang
Menurut Kuncoro (2007:107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:
1) Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk
miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas
sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada
gilirannya upah juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya
pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.
3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan
ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya
keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan
produktivitas rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima.
Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang
berakibat pada keterbelakangan, begitu dan seterusnya berputar pada
Gambar 2.1
Gambar Lingkaran Setan Kemiskinan ( The Vicious Circle Of Poverty)
Sumber : Sumodiningrat (1998)
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi keluarga
Berencana Nasional (1996:11) ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga masuk
dalam kategori prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang tergolong miskin, antara lain :
1) Faktor internal
a) Kesakitan
b) Kebodohan
c) Ketidaktahuan
d) Ketidakterampilan
f) Ketidakpunyaan modal
2) Faktor eksternal
a) Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan
meningkatkan pendapatan
b) Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya penimgkatan
kualitas keluarga
c) Kurangnya aksses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan.
Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteraannya telah
dikembangkan indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan
dasar keluarga, kebutuhan sosial-psikologis dan kebutuhan pengembangan. Tahap
Keluarga menurut tingkat kesejahteraannya adalah sebagai berikut.
1) Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic-needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan,
dan kesehatan.
2) Keluarga Sejahtera 1, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis,
seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan
lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3) Keluarga Sejahtera 2, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial- psikologisnya, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya, seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
4) Keluarga Sejahtera 3, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
memberi sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan
berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
5) Keluarga Sejahtera 3 Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembanganya serta telah dapat memberikan
sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan .
Menurut konsep BKKBN sebuah keluarga disebut miskin atau kurang sejahtera
apabila masuk kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera 1. Adapun indikator – indikator yang
dipakai untuk mengukurnya adalah sebagai berikut:
1) Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:
a) Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;
b) Makan minimal 2 kali per hari;
c) Pakaian lebih dari satu pasang;
d) Sebagian besar lantai rumahnya tidak dari tanah; dan
e) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan;
2) Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan
psikologis seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan
lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tampak tidak
mampu memenuhi salah satu dari indikator sebagai berikut:
a) Menjalankan ibadah secara teratur;
b) Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan;
c) Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun;
e) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;
f) Semua anak berusia 5 s.d 15 tahun bersekolah;
g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap; dan
h) Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik.
C. Penelitian Terdahulu
Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang meneliiti mengenai dampak sosial
ekonomi mengenai suatu perkembangan dari sebuah kegiatan adalah Dampak sosial
ekonomi pembangunan Objek Wisata Ketep Pass bagi masyarakat sekitar yang diteliti
oleh Martinus Irka Puji Setyawan (2006). Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode ex post facto. Hasil dari penelitian ini bahwa pembangunan Objek Wisata
Ketep Pass memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data yang diperoleh yaitu:
1. Curahan kerja, masyarakat di bidang non pertanian lebih berfungsi setelah
pembangunan objek wisata ketep pass
2. Dalam hal jenis pekerjaan, sebagian masyarakat beralih dari pertanian ke non
pertanian
3. Dalam hal jumlah pendapatan, masyarakat mengalami peningkatan pendapatan setelah
adanya pembangunan objek wisata ketep pass
4. Dalam hal jumlah keluarga miskin, masyarakat mengalami penurunan tingkat jumlah
D. Kerangka Teori
Setiap Negara dalam pelaksanaan pembangunan pasti ingin mencapai sebuah
perkembangan dimana perkembangan tersebut dapat mensejahterakan masyarakatnya.
Begitu pula dengan sebuah daerah, dengan adanya peningkatan pendapatan misalnya maka
akan menyumbangkan banyak peningkatan dalam hal sosial ekonomi. Oleh karena itu,
setiap pronvinsi berlomba-lomba untuk meningkatkan daerah mereka agar semakin maju.
Salah satu cara untuk meningkatkan daerahnya khususnya dalam hal sosial ekonomi
adalah dengan memperhatikan industri-industri yang ada di daerah tersebut, tidak
terkecuali industri kecil yang ada di dalamnya. Industri kecil atau sering dikenal dengan
UMKM. Pasalnya industri kecil menegah ini mampu juga untuk menyediakan lapangan
pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat dipastikan
pengangguran akan semakin berkurang apabila industri-industri ini terperhatikan.
Salah satu cara untuk mengembangkan usaha industri kecil ini adalah dengan
membuat sebuah sentra/klaster industri. Memang tidak semua industri dapat dibuat
menjadi sentra/klaster industri karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menjadi
sentra industri antara lain :
1. Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus memiliki satu usaha
sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurang - kurangnya terdapat 50 unit usaha kecil
yang melakukan kegiatan sejenis
2. Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit Rp 500
juta/bulan.
3. Telah terjadi sentuhan teknologi yang memungkinkan tercapainya peningkatan
produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang pertanian adalah
produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3% produktivitas usaha besar disektor
4. Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar, ketersediaan
lembaga keuangan dan lain-lain merupakan syarat tambahan yang menyediakan daya
tarik klaster/sentra bersangkutan melalui jaringan informasi.
Sebenarnya pembentukan sebuah sentra industri/klaster bukanlah sebuah hal yang
baru bagi pemerintahan Indonesia. Pada tahun 2001 BPSKPKM menetapkan
pengembangan sumberdaya UMKM melalui pendekatan sentra industri/klaster. Strategi
ini dipilih karena dinilai fokus, efisien dan mempunyai fungsi akselerasi perubahan yang
diharapkan mampu memenuhi harapan. Melalui strategi ini, sentra UMKM dijadikan titik
masuk kedalam upaya pemberdayaan UMKM. Pendekatan ini didasarkan pemikiran untuk
memberikan layanan kepada UMKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena
dengan sumber daya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UMKM yang lebih
luas. Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya dan
unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan permasalahan
yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lainlain.
Disamping itu, sentra-sentra UMKM akan menjadi pusat pertumbuhan (growth pool)
di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan penyerapan tenaga kerja,
nilai tambah dan ekspor. Hal ini tertera dalam struktur Kementerian Koperasi dan UMKM
RI Keppres Nomor 103/2001. Dari penyataan tersebut, maka dibentuklah sentra-sentra
industri guna memperkuat daya saing industri kecil yang ada. Termasuk di wilayah Kota
Magelang guna mendorong pembangunan sosial ekonomi daerah sehingga akan tercapai
masyarakat yang sejahtera dan makmur. Sejalan dengan pembentukan sentra-sentra
industri tersebut, sentra industri di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan
Magelang menjadi sentra industri rambak dari kulit kerbau juga diharapkan mampu
1. Dengan adanya pembentukan sentra industri maka akan meningkatkan produktivitas
sehingga pendapatan juga meningkat
2. Pembentukan sentra industri akan mempermudah para pelaku industri untuk
memperoleh informasi secara cepat dan tepat misalnya seperti informasi bahan baku
yang berkualitas bagus dan harga-harga bahan baku sehingga akan meningkatkan
efisiensi kerja.
3. Ketika sentra industri sudah maju pesat diharapkan mampu menyerap tenaga kerja ,
membuka lapangan pekerjaan dan dapat menjadi sumber pendapatan yang dapat
diandalkan.
4. Selain itu, diharapkan sentra industri dapat menjadi pendorong perekonomian
pemerintah daerah guna pembangunan dan kemajuan daerah.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti kemudian beranggapan bahwa
perkembangan Sentra Industri Rambak dari Kulit Kerbau di Dusun Dekoro RT 01
RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang memberi pengaruh positif terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat setempat, sehubungan dengan hal tersebut hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan
sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau.
2. Ada perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah
menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.
3. Ada perbedaan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk menerangkan, menguji hipotesis dari
variabel-variabel penelitian. Fokus penelitian ini adalah analisis hubungan-hubungan
antara variabel (Sugiyono, 2005). Penelitian eksplanatif memerlukan perencanaan.
Perencanaan sangat diperlukan agar uraian tersebut benar-benar sudah mencakup seluruh
persoalan dalam setiap fasenya. Perumusan persoalan yang tepat akan menunjukkan
informasi macam apa yang sebenarnya diperlukan. Dengan metode eksplanatif,
penelitian digunakan dengan jenis penelitian sensus. Penelitian sensus merupakan
penelitian yang mengambil satu kelompok populasi sebagai sampel secara keseluruhan
dan menggunakan kuesioner yang terstruktur sebagai alat pengumpulan data yang pokok
untuk mendapatkan infromasi yang spesifik (Usman & Akbar, 2008). Berdasarkan
informasi tersebut, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan metode survei
dengan bantuan kuesioner, dimana respondennya adalah Masyarakat Dusun Dekoro RT
01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi
Bandongan Magelang dengan alasan karena belum ada yang meneliti tentang
pengaruh perkembangan industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro ini.
2. Waktu Penelitian
C. Subjek dan Objek
1. Subjek
Subjek penelitian ini adalah masyarakat Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi
Bandongan Magelang yang diwakili oleh para produsen rambak kulit kerbau di Dusun
Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang karena telah memproduksi
rambak dari kulit kerbau. Pemilihan pada lokasi ini lebih dikarenakan oleh beberapa hal
yang menjadikan peneliti untuk melakukan penelitian di tempat ini. Beberapa hal tersebut
antara lain adalah : Dusun Dekoro merupakan desa yang terletak dikawasan pedalaman
di Magelang, dimana di desa ini terhampar banyak area untuk pertanian maupun
perkebunan, namun pada kenyataannya banyak masyarakat dari Dusun Dekoro RT 01 RW
3 Banyuwangi Bandongan Magelang lebih memilih usaha rambak dari kulit kerbau
sebagai mata pencaharian dibandingkan dengan memilih bercocok tanam atau bertani.
Kondisi demikian, penulis tertarik untuk menjadikan lokasi ini sebagai subjek penelitian.
2. Objek
Objek dalam penelitian ini adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro.
Seperti jumlah pendapatan keluarga, tingkat pengangguran dan jumlah keluarga miskin
masyarakat di Dusun Dekoro. Penelitian ini di fokuskan pada kondisi sosial
ekonomi masyarakat Dusun Dekoro, dengan alasan bahwa apakah mereka lebih memilih
menjadikan usaha/industri rambak dari kulit kerbau dibandingkan dengan bertani ini lebih
baik jika dilihat dari tingkat sosial ekonominya, antara lain : jumlah pendapatan keluarga,
tingkat pengangguran dan jumlah keluarga miskin. Kemudian jika dilihat bahan bakunya
industri rambak dari kulit kerbau lebih sulit dilakukan, karena harus mendatangkan dari
penurunan, namun para pengusaha rambak dari kulit kerbau sampai saaat masih eksis dan
berproduksi sampai saat penelitian ini dilakukan.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan gabungan seluruh elemen yang memiliki serangkaian
karakteristik serupa untuk kepentingan riset (Malhotra, 2005) serta sekumpulan unsur atau
elemen yang menjadi obyek penelitian, dapat berupa lembaga, individu, kelompok,
dokumen, atau konsep. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang
menjalankan industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi
Bandongan Magelang yang berjumlah 30 kepala keluarga.
2. Sampel
Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total (total
sampling) atau sensus. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil
(mudah dijangkau). Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi relatif kecil dan relatif
mudah dijangkau, maka penulis menggunakan metode total sampling. Dengan metode
pengambilan sampel ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai
sesungguhnya dan diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya
kesalahan/penyimpangan terhadap nilai populasi (Usman & Akbar, 2008).
E. Variabel Indikator dan Batasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan variabel dalam penelitian maka perlu
1. Pendapatan keluarga, yaitu pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga dalam
bentuk pendapatan real uang baik diterima dalam jangka waktu per hari, per minggu
ataupun per bulan. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah per bulan.
2. Tingkat penggangguran, yaitu jumlah orang yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan. Variabel ini dinyatakan dengan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki
pekerjaan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada.
3. Jumlah keluarga miskin, yaitu jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan
kurang dari 1$ per hari, hal ini didasarkan pada acuan bank dunia.
F. Data Penelitian
1. Data Primer
Dalam penelitian ini data primer yang dicari meliputi data dari responden mengenai :
a. Jumlah pendapatan keluarga sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
b. Jumlah Curahan kerja masyarakat sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
c. Jumlah keluarga miskin sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
2. Data Sekunder
Data sekunder diperlukan bagi peneliti sebagai pendukung kelengkapan teori terhadap
hasil penelitian. Sumber data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah
dipublikasikan misalnya berupa data monograf Dusun Dekoro. Data sekunder ini meliputi:
a. Jumlah penduduk sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
b. Tingkat pengangguran di masyarakat sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
c. Letak geografis Dusun Dekoro
G. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Kuesioner
Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara
langsung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner.
Kuesioner berisikan instrumen untuk masing-masing variabel penelitian disusun untuk
menggali informasi lebih lanjut dari setiap variabel. Pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada seluruh kepala keluarga yang menjalankan
industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi
Bandongan Magelang dilakukan secara langsung. Selain itu data juga didapatkan dari data
sekunder yaitu dengan melakukan studi perpustakaan melalui literatur, surat kabar, jurnal,
serta situs internet yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan masalah
penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan cara observasi yang bersifat langsung. Wawancara biasanya
bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan pada kondisi setempat serta individual. Ditujukan
untuk mencari tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, dan jumlah keluarga miskin di
Dusun Dekoro. Bila responden tidak jelas dengan pertanyaan yang diajukan oleh
pewawancara maka dapat diganti dengan kata-kata yang lebih sederhana.
3. Dokumentasi
Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan informasi dalam
penelitian ini. Dokumen tersebut meliputi laporan dan atau berbagai artikel dari majalah,
koran atau jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Dokumen- dokumen tersebut
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mencoba membandingkan keadaan sebelum dan sesudah menjadi
daerah sentra industri. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisis sebelum dan
sesudah (before -after) yaitu studi perbandingan (comparative study). Dalam hal ini untuk
membandingkan keadaan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi sentra industri
digunakan analisis uji beda paired sample test. Pengertian dasar analisis paired sample
t-test merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel
dalam satu group atau digunakan untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang
berhubungan atau dua sampel berpasangan. Berikut rumus paired sample t-test :
t =
SD = Standar deviasi selisih pengukuran 1 & 2
N = Jumlah sampel
Pada analisis data ini digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam
penelitian. Langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengujian normalitas
Uji normalitas adalah analisis untuk mengetahui dalam suatu regresi, variabel
dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal. Model regresi
yang baik adalah apabila distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas
memiliki distribusi normal (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini menggunakan Uji
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, dimana pengambilan keputusan adalah dengan melihat
angka probabilitas signifikansinya. Apabila lebih besar dari signifikansi 0,05, maka data
berdistribusi normal.
2. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis ini diawali dengan melihat normalitas datanya yaitu
menggunakan kolmogrov-smirnov. Apabila data normal menggunakan metode uji
parametrik paired sample t test, sedangkan data yang tidak normal menggunakan metode
uji non parametrik Wilcoxon Signed Ranks t test.
Langkah-langkah pengujian hipotesis :
a. Membuat formulasi uji hipotesis
Hipotesis = Terdapat perbedaan antara dua sampel yang berhubungan atau antara
dua sampel berpasangan.
b. Menentukan besarnya α untuk mengetahui tingkat signifikasi hasil pengolahan data.
Nilai α ditetapkan 5 % atau tingkat keyakinan 95 %.
c. Kriteria pengujian hipotesis :
- Jika nilai signifikan ≤ , makahipotesis diterima atau terdapat perbedaan antara dua
sampel yang berhubungan atau antara dua sampel berpasangan
- Jika nilai signifikan> , makahipotesis ditolak atau tidak terdapat perbedaan antara
dua sampel yang berhubungan atau antara dua sampel berpasangan
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Perkembangan Rambak Kulit Kerbau di Magelang
Rambak adalah salah satu jenis makanan ringan atau biasa kita sebut dengan
camilan. Bagi masyarakat Jawa,khususnya yang bertempat tinggal didaerah pedesaan,
rambak ini menjadi makanan keseharian mereka. Rambak biasanya digunakan sebagai
makanan pendamping nasi dengan sayur.
Rambak ini terdiri dari bermacam – macam jenisnya, diantaranya ada rambak dari
nasi yang biasanya dihaluskan dan dicampur bumbu untuk kemudian diolah menjadi
rambak, ada juga rambak dari kulit sapi, dan rambak dari kulit kerbau. Akan tetapi masih
banyak lagi macam - macam rambak didaerah lain yang berbahan dari beraneka ragam
mulai dari daging hingga ikan laut.
Rambak yang diproduksi di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan
Magelang ini sudah ada sejak tahun 1990 akan tetapi baru dicatat dan ditetapkan oleh
Dinas Perindustrian Kabupaten Magelang sejak tanggal 22 Mei 2004, sehingga akan lebih
memudahkan para produsen untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah akan
produk rambak mereka yang telah dipatenkan.
B. Proses Produksi Rambak Kulit Kerbau di Magelang
1. Bahan Baku dan Cara Memperoleh Bahan Baku
Bahan dasar rambak ini adalah kulit kerbau. Bahan dasar berupa kulit kerbau
ini didapatkan para produsen dari beberapa tempat, salah satunya berasal dari para
pengepul kulit kerbau kering yang masih ada bulunya di Yogyakarta dan kulit kerbau
Para produsen membeli kulit kerbau ini hingga di kota Yogyakarta dikarenakan di
Magelang sendiri tidak terdapat pasokan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
mereka akan permintaan kulit kerbau ini karena banyaknya pengusaha rambak yang
sama diberbagai tempat.
2. Peralatan yang Digunakan
Ada beberapa alat yang digunakan, alat-alat tersebut antara lain:
a. Tungku
Alat ini berupa kompor tradisional masyarakat pedesaan pada umumnya yang
terbuat dari tanah liat. Masyarakat lebih memilih menggunakan tunggu karerna
lebih awet sebab proses pembakaran yang dibutuhkan dapat mencapai berjam –
jam.
b. Kayu
Sebagai alat pembakaran didalam tungku.
c. Wajan besar
Alat ini terbuat dari baja yang digunakan untuk menggoreng rambak dalam jumlah
besar.
d. Drum besar
Alat ini digunakan untuk merendam kulit sebelum digoreng.
e. Bambu
Alat ini digunakan untuk menjemur kulit kerbau yang akan diolah lebih lanjut
menjadi rambak.
3. Proses Pembuatan
Proses awal pembuatan rambak kulit kerbau ini adalah dengan merendam kulit
kerbau dahulu dengan air tawar selama satu malam agar tidak keras dan tidak
kaku,setelah satu malam perendaman dimulai dengan membersihkan bulu- bulu yang
masih menempel pada kulit hingga bersih, setelah bersih rebus hingga matang,
muda hanya membutuhkan waktu kurang dari satu hari, sedangkan kulit kerbau yang
tua sekitar satu hari.
Setelah perebusan selesai, maka tiriskan kulit dah bersihkan sisa – sisa daging
yang masih menempel pada kulit kerbau kemudian potong – potong kulit sesuai
ukuran. Kebanyakan produsen akan memotong kulit dengan lebar 1 cm dan panjang 7
cm sesuai dengan ukuran yang biasanya dijual dipasaran kemudian dijemur kembali
hingga kering dari air rebusan tadi. Proses ini masih belum selesai karena setelah
kering, rambak – rambak ini masih harus direndam dengan minyak panas kurang lebih
selama 2 hari diatas tungku yang masih menyala tetapi dengan api kecil akan
menjaga suhu minyak yang tetap panas. Setelah 2 hari penjemuran, rambak – rambak
tersebut siap digoreng kemudian dibungkus rapat dan siap untuk dipasar pada
konsumen. Keawetan rambak ini terjamin lama karena tidak menggunakan bumbu
atau pengawet dan selama plastik pembungkus tertutup rapat.
C. Sumber Daya Manusia
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di industri rambak kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01
RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini diambil dari warga sekitarnya yang juga
memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Karena
sebagai buruh tani menunggu hasil panenan tiba cukup lama maka sebagian besar
waktu mereka hanya menganggur sehingga para pengusaha rambak kulit kerbau
memperkerjakan mereka untuk menambah penghasilan. Tenaga pembuat rambak
tidak melulu dikerjakan di tempat industri, tetapi ada yang dikerjakan di rumah
mereka masing-masing karena keterbatasan tempat, disesuaikan dengan kesibukan
disesuaikan dengan besar kecilnya industri. Jika industri sudah berjalan pesat dan
tergolong industri menengah, maka tenaga kerja bisa mencapai 55 orang. Jika industri
masih tergolong kecil, tenaga kerja berjumlah antara 4 hingga 10 orang. Tetapi ada
pula industri yang hanya dikerjakan sendiri.
1. Jam Kerja
Karena industri rambak kulit kerbau di Magelang masih tergolong industri
kecil dan dengan sistem manajemen yang masih sederhana, maka disini tidak
diterapkan adanya jam kerja. Apabila saat panen tiba maka sebagian besar pekerja
tidak bekerja di industri rambak untuk beberapa hari agar bisa bekerja sebagai buruh
di sawah, sehingga para pemilik industri tidak bisa mematok adanya jam kerja. Dan
untuk menjaga sistem kekerabatan antar warga sekitar maka pemilik industri
mengijinkan mereka untuk tidak bekerja dan tetap akan mengijinkan bekerja kembali
di industrinya jika pekerjaan sebagai buruh petani sudah selesai. Apabila mereka tidak
bekerja sebagai petani, maka para pekerja bisa bekerja sebagai buruh pembuat rambak
dari pagi hingga malam hari di rumah mereka masing-masing atau di tempat industri
pembuatan rambak ini.
2. Sistem Upah
Upah bagi pekerja merupakan hak yang harus diperoleh karena nilai
sumbangsihnya dalam proses produksi menciptakan nilai tambah. Besarnya upah
yang diterima seseorang harus mencerminkan rasa keadilan. Peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi,
khususnya bagi tenaga kerja penerima upah dan gaji rendah merupakan sasaran bagi
Berikut ini adalah sistem pengupahan pegawai :
Sistem Upah Harian : Upah yang diberikan berkisar antara Rp.25.000 s/d Rp.40.000 per hari tergantung keahlian dan pekerjaan yang dilakukan.
Sistem Upah Mingguan : Upah yang diberikan berkisar antara Rp.175.000 s/d Rp.250.000. Sistem upah mingguan ini disesuaikan dengan jumlah hari kerja dan
tergantung dari keahlian dan pekerjaan yang dilakukan.
1. Pemasaran Hasil Produksi 1. Jangkauan Pemasaran
Produksi rambak dari kulit kerbau ini bisa dikatakan lumayan cukup luas
daerah pemasarannya selain dijual pada pasar – pasar di daerah Magelang juga
dipasarkan di beberapa daerah lainnya seperti Wonosobo, Temanggung, Yogyakarta
dan Solo akan tetapi jumlah yang dipasarkan diluar wilayah Magelang belum terlalu
banyak karena hal ini disebabkan permintaan di daerah Magelang sendiri yang sangat
tinggi sehingga tidak jarang para produsen kewalahan memenuhi permintaan pasar.
Rata – rata perhari tiap industri rambak dapat mengolah 1 hingga 2 kwintal rambak
yang nantinya habis dipasaran, dan biasanya jumlah permintaan akan rambak ini
meningkat pada saat musim hajatan,lebaran dan hari – hari besar lainnya sehingga
tidak jarang para pengusaha akan memasang strategi tertentu pada saat mendekati
musim hajatan dan hari – hari besar tersebut dengan meningkatkan jumlah produksi
mereka agar mampu memenuhi permintaan pasar dan menaikkan harga untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih dari hari- hari biasa lainnya.
Akan tetapi tidak selamanya produsen rambak ini akan mendapat untung
besar, adakalanya mereka hanya mendapatkan sedikit penghasilan misalnya disaat
musim hujan karena sedikit panas matari sehingga akan memperlama proses
kerbau ini, kemudian adanya saingan dari wilayah lain seperti produsen dari
Yogyakarta, lalu dari bahan dasar itu sendiri dimana kulit kerbau yang tua akan
membutuhkan banyak sekali minyak sehingga produsen mau tidak mau harus
menambah lagi pasokan minyak dan juga jika mendapatkan kulit kerbau betina karena
kulit kerbau betina ini kualitasnya tidak sebagus kulit kerbau jantan, sebab jika kulit
kerbau jantan strukturnya bening dan tebal sedangkan kulit kerbau betina lebih tipis
dan tidak melar jika digoreng. Kemudian faktor lain yang dapat membuat pengusaha
merugi adalah disaat terjadinya bencana alam seperti meletusnya gunung Merapi
beberapa tahun yang lalu memberikan dampak yang sangat besar bagi mereka karena
jika biasanya dalam dalam 1 bulan dapat memproduksi hingga 4 kali gorengan
rambak tapi ini hanya dapat memproduksi 2 kali saja.
2. Jalur Pemasaran
Jalur pemasaran industri rambak dari kulit kerbau melalui mouth to mouth,
pameran produk industri, pedagang.
a. Mouth to mouth
Pemasaran ini dari mulut ke mulut, maksudnya dikenalkan dari satu orang ke
orang lain, biasanya berasal dari warga setempat dan keluarga dari masyarakat
yang memproduksi rambak ini sehingga dapat meluas ke beberapa daerah.
b. Pameran
Aktivitas pameran daerah cukup membantu dalam pemasaran rambak kulit
kerbau sehingga dapat dikenal oleh masyarakat luas. Para pengusaha sedikitnya
telah mengikuti 2 kali pameran produk yang diadakan di kota Magelang. Informasi
akan diadakannya pameran mereka dapatkan dari Bapeda. Para pengusaha yang
dimana Bapeda yang selalu memantau perkembangan rambak kulit kerbau dengan
memberikan pinjaman uang untuk dipergunakan para pengusaha mengembangkan
industri ini, maka setiap akan diadakannya pameran, sebulan sebelumnya mereka
akan diminta mempersiapkan produk-produk rambak kulit kerbau yang akan
dipamerkan. Biaya transportasi, konsumsi, dan akomodasi ditanggung oleh
pemerintah daerah. Dengan mengikuti pameran produk industri tersebut, maka
sangat mudah untuk membangun suatu relasi bisnis dengan para pengusaha lain
sehingga jangkauan pemasarannya bisa lebih luas lagi.
c. Pedagang
Produk rambak kulit kerbau juga dipasarkan lewat pedagang dipasar yang
mengambil produk rambak kulit dari para pengusaha untuk dipasarkan kepada
konsumen. Dengan adanya pedagang, penjualan produk dapat sampai ke pasaran
dengan mudah dan cepat.
3. Harga Produk
Harga rambak dari kulit kerbau yang dipatok untuk setiap rambak
berbeda-beda tergantung pada jenisnya, ada rambak untuk sayur dan rambak untuk lalapan.
Keduanya ditentukan dalam besaran kiloan.
Tabel IV.1 Daftar Harga Produk Rambak Dari Kulit Kerbau
Jenis rambak Besaran (kg)
Harga
Rambak sayur kering tanpa minyak 1 kg Rp 80.000,00
Rambak sayur kering dengan minyak 1 kg Rp 30.000,00
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian mengenai ada tidaknya perbedaan kondisi
sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang
sebelum dan sesudah menjadi sentra industri rambak dari kulit kerbau. Perbedaan kondisi
sosial ekonomi masyarakat ini meliputi : tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengangguran
masyarakat, dan jumlah keluarga miskin. Pengambilan data dimulai dengan menyebar angket
yang dilakukan kepada seluruh kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari kulit
kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang yang berjumlah 30
kepala keluarga. Berikut uraian hasil penelitian yang telah dilakukan :
A. Deskripsi Responden Penelitian
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran data penelitian, berikut
deskripsi data penelitian terhadap kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari
kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.
1.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data
tentang umur responden penelitian. Karakteristik responden berdasarkan umur dapat di
lihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Jumlah Persentase
27 1 3,3 %
31 1 3,3 %
33 1 3,3 %
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi
sampel penelitian yaitu kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari kulit
kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang dalam
kategori umur antara 27 tahun sampai dengan 78 tahun dengan mayoritas responden
berumur 63 tahun yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 10,0%. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa usaha industri rambak dari kulit kerbau dapat dilakukan oleh
masih terdapat beberapa pemilik usia yang umurnya sudah diatas 60 tahun, dalam hal
ini terdapat 8 orang sebagai pengusaha rambak dari kulit kerbau di Dusun
Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.
2.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data
tentang tingkat pengangguran masyarakat responden penelitian. Karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin dapat di lihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 25 83,3 %
Perempuan 5 16,7 %
Jumlah 30 100,0 %
Sumber : Olah Data Primer, 2013.
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi
sampel penelitian mayoritas kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari
kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang adalah
laki-laki yaitu sebanyak 25 orang atau sebesar 83,3%. Walaupun pada
kenyataan juga terdapat 5 orang (16,7%) perempuan sebagai kepala keluarga
dikarenakan tidak ada suaminya, sehingga para ibu tersebut harus menanggung beban
keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya.
3.Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data
tentang jumlah anggota keluarga responden penelitian. Karakteristik responden