• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi sentra industri rambak kulit kerbau : studi kasus Dusun Dekoro Rt:01 Rw 03 Banyuwangi Bandongan Magelang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi sentra industri rambak kulit kerbau : studi kasus Dusun Dekoro Rt:01 Rw 03 Banyuwangi Bandongan Magelang."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI

SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU

Studi Kasus Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Deska Widayanti

NIM : 07 1324 019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI KEPADA

Sumber kekuatan dan andalnku

Tuhan Yesus Kristus

Keluarga kecilku tersayang...

Ayah ISWANTO, S.Pd

Ibu NGATIJEM, S.Pd, K

Dosen, karyawan dan sahabat tercinta Pendidikan Ekonomi 2007

Almamaterku tercinta UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

MOTTO

Tahu bahwa kita tahu apa yang kita

ketahui bahwa kita tidak tahu apa yang

tidak kita ketahui itulah pengetahuan

sejati….

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI

SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT KERBAU

Deska Widayanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap dan menganalisis perbedaan yang terjadi dalam bidang sosial ekonomi sebelum dan sesudah adanya industri rambak dari kuit kerbau di wilayah Dusun Dekoro dalam hal tingkat pendapatan keluarga, jumlah pengangguran, jumlah keluarga miskin.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif. Populasi dari penelitiaan ini adalah kelapa keluarga masyarakat Dusun Dekoro yang berjumlah 30 kepala keluarga. Sampel diambil dengan tehnik sampel jenuh. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Paired Sample t-test .

(9)

ABSTRACT

THE DIFFERENCE OF SOCIAL AND ECONOMIC CONDITION OF DEKORO

VILLAGE BEFORE AND AFTER BEING THE INDUSTRIAL CENTER OF

CRUMBED BUFFALO LEATHER

Deska Widayanti Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

The purpose of this study is to reveal and analyze the differences which occur in the social and economic condition before and after the existence of the industrial centers of crumbed buffalo leather in Dekoro village especially in terms of: total family income communities, the level of unemployment, and the numbers of poor families.

This research was conducted in March 2013 in Dekoro village RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang. The research method is explanative. The population of this research are 30 heads of family in Dekoro village. The samples were taken by a saturated sample technique. Data collection techniques in this study were questionnaires, interviews, and documentation. Data were analyzed by using Paired Sample t- test.

From the analysis of the data, it can be concluded as follows : After the industrial center

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

“PERBEDAAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DUSUN DEKORO

SEBELUM DAN SESUDAH MENJADI SENTRA INDUSTRI RAMBAK KULIT

KERBAU”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran, masukan

dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan

rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menuntun setiap langkah perjalanan penulis, dan selalu

memberikan yang penulis butuhkan.

2. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang telah memberi ijin kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini.

4. Bapak Indra Darmawan S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi,

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk

mengerjakan skripsi ini.

5. Bapak Dr Teguh Dalyono ,M.S selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan sabar

dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada penulis.

6. Bapak Y.M.V Mudayen, S.Pd ,M.Sc selaku dosen pembimbing dua yang telah dengan

sabar memberikan dorongan, saran, kritik dan kesediaan meluangkan waktu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAM PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... ..viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan Masalah ... 3

C.Rumusan Masalah ... 3

D.Definisi Operasional ... 4

E. Tujuan Penelitan ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II Tinjauan Pustaka ... 7

A. Industri Kecil ... 7

1. Pengertian Industri Kecil ... 7

2. Klasifikasi Industri Kecil ... 8

3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil ... 9

4. Wilayah Sentra Industri ... 10

B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi ... 12

1. Pendapatan... 12

(13)

3. Tingkat Kemiskinan ... 16

C. Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu ... 24

D. Kerangka Teori ... 24

E. Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

C. Subjek dan Objek ... 30

E. Variabel Indikator dan Batasan Istilah ... 32

F. Data Penelitian ... 33

G. Teknik Pengumpulan Data ... 34

H. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV GAMBARAN UMUM... 38

A. Sejarah Perkembangan Rambak Kulit Kerbau di Magelang... 38

B. Proses Produksi Rambak Kulit Kerbau di Magelang... 39

C. Sumber Daya Manusia. ... 41

D. Pemasaran Hasil Produksi ... 43

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Deskripsi Responden Penelitian ... 47

B. Deskripsi Data Penelitian ... 51

C. Analisis Data ... 58

D. Pembahasan ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada dasawarsa terakhir ini sangat

pesat sehingga mempengaruhi perkembangan yang juga terjadi pada beberapa sektor.

Begitu juga pada mata pencaharian masyarakat Indonesia. Banyaknya muncul mata

pencaharian baru di Indonesia merupakan salah satu faktor yang timbul akibat dampak

dari perkembangan jaman. Tingkat pendapatan yang semakin sulit membuat masyarakat

Indonesia harus lebih berfikir kreatif agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Salah satunya adalah industri yang terdapat di sebuah desa tepatnya

di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini. Mayoritas

warganya bermata pencaharian sebagai pembuat rambak dari kulit kerbau. Mereka

sengaja memilih menekuni usaha ini karena jenis usaha ini masih jarang ditemui, selain

itu hasil yang didapatkan juga lumayan besar.

Karena hasil dari industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini mampu

mencukupi kebutuhan warga di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan

Magelang ini, sehingga mereka memilih untuk menekuni dan memperluas pemasaran

usaha mereka ini dari yang tadinya hanya disekitar tempat tinggal mereka kini bisa

merambah hingga ke beberapa daerah seperti di Solo dan Jogjakarta dan usaha ini biasa

hanya dipasarkan dari mulut kemulut sehingga belum begitu luas.

Industri pembuatan rambak dari kulit kerbau ini awalnya tidak berjalan dengan

lancar, karena adanya beberapa faktor kendala yang dihadapi para pembuat rambak ini, di

antaranya sulitnya mendapatkan kulit kerbau karena diketahui sekarang ini sudah sangat

jarang dijumpai orang – orang yang beternak kerbau, kemudian proses pembuatannya

(15)

mengolah kulit dari binatang yang biasanya digunakan untuk membajak sawah ini, musim

hujan juga mempengaruhi industri ini karena menghambat proses pengeringan, dan juga

masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui tentang rambak dari kulit kerbau

ini sehingga pemasarannyapun terhambat karena masyarakat pada umumnya hanya

mengetahui rambak yang terbuat dari kulit sapi, kemudian opini dari masyarakat pula

yang menganggap kerbau sebagai binatang kotor karena selalu terkena lumpur sehingga

mengurangi minat para konsumen untuk mengkonsumsi makanan ini padahal rasa yang

ditawarkan justru malah lebih enak. Hal – hal tersebut itulah yang kemudian menjadi

pertimbangan para warga pembuat rambak dari kulit kerbau untuk lebih memperhatikan

usahanya dan lebih memperbaiki serta meningkatkan kualitas rambak dari kulit

kerbaunya agar dapat dipasarkan lebih luas lagi.

Keadaan perekonomian dari masyarakat didusun ini yang juga menjadi faktor

utama akan munculnya usaha ini dimana masyarakat di dusun Dekoro yang ingin lepas

dari kondisi ekonomi yang pas-pasan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui lebih

mendalam mengenai “Perbedaan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun Dekoro RT

01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

rambak dari kulit kerbau”

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti sampaikan, maka dalam

penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibatasi hanya dalam hal kondisi sosial ekonomi

masyarakat yang meliputi aspek pendapatan, pengangguran, dan jumlah keluarga miskin

(16)

C. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau?

2. Apakah ada perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?

3. Apakah ada perubahan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau?

D. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan variabel dalam penelitian maka

perlu dijelaskan identifikasi antara masing-masing variabel dalam penelitian yaitu :

1. Pendapatan, yaitu hasil yang diterima oleh kepala keluarga yang bekerja disektor

industri rambak dari kulit kerbau dalam bentuk nominal yang diterima dalam jangka

waktu per bulan. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah per bulan.

2. Penggangguran, yaitu jumlah orang yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Variabel ini dinyatakan dengan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan

dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada.

3. Jumlah keluarga miskin, yaitu jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan

kurang dari 1$ per hari, hal ini didasarkan pada acuan bank dunia.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat

Dusun Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit

kerbau.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun

Dekoro sebelum dan sesudah menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan jumlah keluarga miskin di

(17)

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah

Dengan penelitian ini pemerintah kota Magelang mendapat berbagai informasi yang

dibutuhkan, sehingga mampu memberikan tanggapan yang baik bagi kemajuan mata

pencaharian masyarakatnya yang berbasis usaha ini. Dengan memberikan kebijakan

yang bertujuan untuk mengembangkan usaha dari kulit kerbau ini sehingga mampu

bersaing dengan usaha lain yang berkembang secara pesat.

2. Bagi penjual

Dengan penelitian ini dapat menjadi gambaran tentang perkembangan usaha rambak

dari kulit kerbau wilayah kota Magelang sehingga dapat memotivasi para penjual

untuk mengembangkan usahanya.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, karena peneliti secara langsung

mengikuti proses penelitian dari awal hingga akhir. Sehingga memperoleh

pengalaman dan pengetahuan serta mampu menerapkan berbagai ilmu dan teori-teori

yang telah dipelajari diperkuliahan yang berhubungan dengan Pengaruh Usaha

Rambak dari Kulit Kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan

Magelang terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Dekoro RT 01

RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang sehingga dapat dikembangkan dan

memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan sekaligus

masukan bagi penelitian selanjutnya dan menjadi tambahan referensi bagi

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Kecil

1. Pengertian Industri Kecil

Industri kecil adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

mendapatkan keuntungan, yang jumlah karyawan / tenaga kerjanya berjumlah antara 5-19

orang, industri genteng dan peternakan juga termasuk dalam industri kecil (UU No. 20

Pasal 1 Tahun 2008). Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk

jasa. Industri kecil menurut ensiklopedi Indonesia adalah bagian dari proses produksi yang

tidak secara langsung atau mendapatkan barangbarang atau bahan dasar secara kimiawi

sehingga menjadikan lebih berharga untuk dipakai manusia. Untuk memberikan batasan

yang jelas pada industri, selain dibedakan pengubahan dan pengolahan bahan, juga

diperhitungkan suatu kriteria lain; kompleksitas dari peralatan yang dipakai perusahaan

yang mengambil bahan dasar dari alam, kemudian langsung mengolahnya melalui

peralatan mekanis yang komplek disebut industri. Menurut (Abdurachmat dan Maryani,

1997:27), industri dipakai untuk menunjukkan semua kegiatan pengolahan dalam

memproduksi barang kebutuhan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri

adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan

peralatan, misalnya mesin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996 :121). Menurut UU No.

20 ( Pasal 1 ) tahun 2008 tentang UMKM, pengertian usaha kecil adalah usaha ekonomi

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

(19)

atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini. Kriteria yang dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menetapkan

besar kecilnya seorang pengusaha atau suatu perusahaan tergantung dari sudut pandang

penilai. Dari berbagai literatur kriteria untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan

antara lain besarnya modal yang dimiliki, kapasitas produksi, banyaknya tenaga buruh

yang dipekerjakan, dan seberapa jauh dominasi perusahaan tersebut pada pasar untuk

produk sejenis dan sebagainya.

2. Klasifikasi Industri Kecil

Menurut UU UMKM No. 20 tahun 2008 usaha mikro adalah usaha produktif milik

orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, yang memiliki beberapa kriteria antara lain

:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

3. Tujuan Pengembangan Industri Kecil

Beberapa tujuan dari adanya pengembangan industri antara lain sebagai berikut :

a. Memperluas kesempatan kerja, dengan adanya pembangunan industri kecil semakin

bertambah pula jumlah industri kecil maka akan semakin banyak tenaga kerja yang

terserap oleh karena itu kesempatan kerja akan semakin bertambah.

b. Meratakan kesempatan berusaha, dengan adanya pembangunan industri kecil maka

semakin besar pula kesempatan bagi masyarakat untuk membuka usaha sesuai dengan

(20)

c. Menunjang pembangunan daerah, dengan adanya pembangunan industri kecil maka

dapat membantu pembangunan daerah. Angka pengangguran berkurang dan

pendapatan masyarakat menjadi meningkat yang menyebabkan PDB turut serta

meningkat dimana hal ini dapat menyebabkan dana untuk pembangunan daerah

bertambah.

d. Memanfaatkan SDA dan SDM yang ada, dengan adanya pembangunan industri kecil

maka SDA maupun SDM yang ada dapat lebih memiliki nilai guna, misalnya batu dari

letusan gunung berapi yang semula hanya untuk bahan bangunan setelah ada para

pengrajin batu, maka nilai batu menjadi semakin bertambah.

Selain itu UU No. 20 (Pasal 4) Tahun 2008 menjelaskan prinsip dan pemberdayaan

usaha kecil sebagai berikut :

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan usaha mikro, kecil, dan

menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri

b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan

kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;dan

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Selain itu dalam UU No. 20 tahun 2008 juga dijelaskan tentang tujuan pemberdayaan

UMKM adalah sebagai berikut :

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan

berkeadilan

b. Mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang

tangguh dan mandiri

c. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan

lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan

(21)

4. Wilayah Sentra Industri

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM No:

32/Kep/M.KUKM/IV/2002, tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan

Pengembangan Sentra UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di

kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana

yang sama,menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk

dikembangkan menjadi klaster.

Dalam bukunya Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil (Sjaifudin, 1995)

memaparkan beberapa kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh industri kecil seperti

rambak dari kulit kerbau ini antara lain :

Tabel 2.1 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

Faktor Kekuatan Kelemahan Sumber Daya

Ekonomi - Mengandalkan sumber-sumber keuangan informal yang mudah diperoleh

konsumsi dan produksi belum terpisah

- Lembaga kekerabatan bisa berfungsi sebagai sarana konsultasi sekaligus control terhadap implementasi program dan intervensi

- Kemampuan koordinasi berdasarkan pembagian kerja masih terbatas

(22)

Program dan intervensi

Permodalan - Membantu kelancaran pengembangan usaha

Pemasaran - Pola keterkaitan membuka peluang pasar

- Pengelompokan (aglomerasi) dalam batas - batas tertentu memberikan keuntungan melalui penekanan ongkos produksi, meningkatkan akses kesumber daya

- Posisi tawar yang rendah cenderung menyudutkan

Padat Karya - Jaringan pengaman masalah kelangkaan kesempatan kerja

terhadap tenaga kerja untuk mengejar tingkat penghasilan

Nilai Tambah Rendah

- Efisiensi dalam penggunaan bahan baku

(23)

B. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi

1. Pendapatan

Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor

produksi atas pengorbannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi

seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan

memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam

bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas

jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 1995).

Menurut Sunuharyo dalam Mulyanto Sumardi dan Han Dieter-Evers (1982), dilihat

dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau

gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain

tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income).

Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan

bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output

tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenan itu

dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada

lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau

gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai

pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk

yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi

(Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam

pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill yang dimilikinya.

(24)

a. Usaha sendiri (wiraswasta) misalnya berdagang, mengerjakan sawah, atau

menjalankan perusahaan sendiri.

b. Bekerja pada orang lain misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai

pegawai atau karyawan baik swasta maupun pemerintah.

c. Hasil dari milik misalnya mempunyai sawah yang disewakan, mempunyai rumah

disewakan, dan meminjamkan uang dengan bunga tertentu

Gilarso juga mengungkapkan bahwa penghasilan keluarga adalah sebagai bentuk

balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atau sumbagan seseorang

terhadap proses produksi. Penghasilan keluarga juga dapat diterima dalam bentuk barang,

misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah ddan pekarangan atau fasilitas seperti rumah

dinas dan pengobatan gratis.

2. Tingkat Pengangguran

Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakat modern. Jika

tingkat pengangguran tinggi, sumber daya terbuang percuma dan tingkat pendapatan

masyarakat merosot. Menurut pemerintah orang-orang yang punya pekerjaan adalah

tergolong bekerja sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan akan tetapi

sedang dalam usaha mencari pekerjaan tergolong pengangguran, orang-orang yang tidak

mempunyai pekerjaan tetapi tidak bermaksud untuk mecari pekerjaan tidak dimasukkan

dalam kelompok angkatan kerja. Tingkat pengangguran dihitung dari jumlah orang yang

menganggur dibagi dengan seluruh angkatan kerja. Para ahli ekonomi telah membagi tiga

jenis pengangguran, yaitu: siklis, struktural, dan friksioner.

a. Pengangguran siklis adalah pengangguran yang terjadi akibat perekonomian yang

mengalami resesi sehingga output berada dibawah level full employment. Full

(25)

merupakan output yang optimal yang dapat diproduksi, yang berarti seluruh faktor

produksi diberdayakan.

b. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi akibat ketidak sesuaian jenis

pekerjaan dengan kapabilitas tenaga kerja.

Contoh; masa revolusi industri dimana kebutuhan tenaga kerja beralih ke tenaga kerja

yang membutuhkan skill untuk menjalankan mesin. Akibatnya tenaga kerja yang tidak

mampu menjalankan mesin menganggur.

c. Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang pasti ada, meskipun dalam kondisi

full employment. Pengangguran ini terjadi akibat proses rekrutmen tenaga kerja yang

membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan. Bisa juga sebagai pekerja yang

keluar dari tempat kerjanya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan

keinginannya.

Tingkat penganguran adalah perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah

angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen dengan rumus (Irawan:1992) :

Jumlah pengangguran X 100% Tingkat pengangguran =

Jumlah penduduk usia kerja

3. Tingkat Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara

kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan

rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan

(poverty line) merupakan masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali

Indonesia. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk

mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan

(26)

kecil dan rumah tangga, khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak

lagi.

John Friedman menginterprestasikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang

atau sekelompok untuk mengakumulasikan “basis kekuasaan sosial”. Basis kekuasaan

sosial adalah kemampuan untuk menguasai peluang strategi yang bisa mempengaruhi

kehidupan sosial, ekonomi, politik seseorang. Menurut Friedman (Bayo, 1991:89) ada 6

peluang strategis atau basis kekuasaan yang dapat dikategorikan kedalam kedua kelompok

yaitu primer dan sekunder , dengan penjelasan sebagi berikut :

1) Basis kekuasaan sosial primer

a) Pengetahuan dan keterampilan

b) Organisasi sosial dan politik

c) Harta produksi

2) Basis kekuasaan sosial sekunder

a) Sumber-sumber keuangan

b) Jaringan sosial

c) Informasi sosial

Sedangkan dalam Soedarno (1988:149) kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu

kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak diartikan sebagai

ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,

bahkan kebutuhan fisik minimumnya untuk makanan, perumahan, bahan bakar, air,

pakaian, pendidikan, dan kesehatan dianggap miskin dalam arti absolut. Sedangkan

kemiskinan relatif adalah ketidaksamaan kesempatan dan ketidaksamaan di antara

berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang dan jasa dalam menikmati

kehidupan yang makmur.

(27)

Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain :

1) Kemiskinan Absolut

Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan

kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar

(basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu:

a) Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.

b) Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

2) Kemiskinan Relatif

Semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin

besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi

aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain :

a) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 12 % dari

GNP, maka dapat disebut kepincangan mencolok.

b) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 17 %

dari GNP, maka dapat disebut kepincangan sedang.

c) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17 %

dari GNP, maka dapat disebut kepincangan normal

Berdasarkan acuan bank dunia, digolongkan dalam keluarga miskin apabila

pendapatan kepala keluarga dalam satu hari kurang dari 1$.

Sedangkan tolok ukur untuk kriteria rumah tangga miskin di Indonesia yang

bersumber pada BPS hasil susenas adalah sebagi berikut :

Tabel 2.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kabupaten

(28)

Tahun Jumlah Penduduk Miskin Sumber : BPS Kabupaten Magelang

Menurut Kuncoro (2007:107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:

1) Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan

sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk

miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas

sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada

gilirannya upah juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya

pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan

ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya

keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan

produktivitas rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima.

Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang

berakibat pada keterbelakangan, begitu dan seterusnya berputar pada

(29)

Gambar 2.1

Gambar Lingkaran Setan Kemiskinan ( The Vicious Circle Of Poverty)

Sumber : Sumodiningrat (1998)

Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi keluarga

Berencana Nasional (1996:11) ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga masuk

dalam kategori prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang tergolong miskin, antara lain :

1) Faktor internal

a) Kesakitan

b) Kebodohan

c) Ketidaktahuan

d) Ketidakterampilan

(30)

f) Ketidakpunyaan modal

2) Faktor eksternal

a) Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan

meningkatkan pendapatan

b) Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya penimgkatan

kualitas keluarga

c) Kurangnya aksses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan.

Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteraannya telah

dikembangkan indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan

dasar keluarga, kebutuhan sosial-psikologis dan kebutuhan pengembangan. Tahap

Keluarga menurut tingkat kesejahteraannya adalah sebagai berikut.

1) Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya (basic-needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan,

dan kesehatan.

2) Keluarga Sejahtera 1, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis,

seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan

lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

3) Keluarga Sejahtera 2, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial- psikologisnya, tetapi

belum dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya, seperti kebutuhan untuk

menabung dan memperoleh informasi.

4) Keluarga Sejahtera 3, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh

(31)

memberi sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan

berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

5) Keluarga Sejahtera 3 Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh

kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembanganya serta telah dapat memberikan

sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan .

Menurut konsep BKKBN sebuah keluarga disebut miskin atau kurang sejahtera

apabila masuk kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera 1. Adapun indikator – indikator yang

dipakai untuk mengukurnya adalah sebagai berikut:

1) Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:

a) Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya;

b) Makan minimal 2 kali per hari;

c) Pakaian lebih dari satu pasang;

d) Sebagian besar lantai rumahnya tidak dari tanah; dan

e) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan;

2) Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan

psikologis seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan

lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tampak tidak

mampu memenuhi salah satu dari indikator sebagai berikut:

a) Menjalankan ibadah secara teratur;

b) Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan;

c) Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun;

(32)

e) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;

f) Semua anak berusia 5 s.d 15 tahun bersekolah;

g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap; dan

h) Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya

dengan baik.

C. Penelitian Terdahulu

Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang meneliiti mengenai dampak sosial

ekonomi mengenai suatu perkembangan dari sebuah kegiatan adalah Dampak sosial

ekonomi pembangunan Objek Wisata Ketep Pass bagi masyarakat sekitar yang diteliti

oleh Martinus Irka Puji Setyawan (2006). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode ex post facto. Hasil dari penelitian ini bahwa pembangunan Objek Wisata

Ketep Pass memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat

sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data yang diperoleh yaitu:

1. Curahan kerja, masyarakat di bidang non pertanian lebih berfungsi setelah

pembangunan objek wisata ketep pass

2. Dalam hal jenis pekerjaan, sebagian masyarakat beralih dari pertanian ke non

pertanian

3. Dalam hal jumlah pendapatan, masyarakat mengalami peningkatan pendapatan setelah

adanya pembangunan objek wisata ketep pass

4. Dalam hal jumlah keluarga miskin, masyarakat mengalami penurunan tingkat jumlah

(33)

D. Kerangka Teori

Setiap Negara dalam pelaksanaan pembangunan pasti ingin mencapai sebuah

perkembangan dimana perkembangan tersebut dapat mensejahterakan masyarakatnya.

Begitu pula dengan sebuah daerah, dengan adanya peningkatan pendapatan misalnya maka

akan menyumbangkan banyak peningkatan dalam hal sosial ekonomi. Oleh karena itu,

setiap pronvinsi berlomba-lomba untuk meningkatkan daerah mereka agar semakin maju.

Salah satu cara untuk meningkatkan daerahnya khususnya dalam hal sosial ekonomi

adalah dengan memperhatikan industri-industri yang ada di daerah tersebut, tidak

terkecuali industri kecil yang ada di dalamnya. Industri kecil atau sering dikenal dengan

UMKM. Pasalnya industri kecil menegah ini mampu juga untuk menyediakan lapangan

pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia sehingga dapat dipastikan

pengangguran akan semakin berkurang apabila industri-industri ini terperhatikan.

Salah satu cara untuk mengembangkan usaha industri kecil ini adalah dengan

membuat sebuah sentra/klaster industri. Memang tidak semua industri dapat dibuat

menjadi sentra/klaster industri karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menjadi

sentra industri antara lain :

1. Dalam setiap sentra yang akan ditumbuhkan sebagai klaster harus memiliki satu usaha

sejenis yang prospek pasarnya jelas. Sekurang - kurangnya terdapat 50 unit usaha kecil

yang melakukan kegiatan sejenis

2. Omzet dari keseluruhan unit usaha dalam klaster tersebut paling sedikit Rp 500

juta/bulan.

3. Telah terjadi sentuhan teknologi yang memungkinkan tercapainya peningkatan

produktivitas, karena masalah pokok usaha kecil di bidang pertanian adalah

produktivitas/tenaga kerja hanya kurang dari 3% produktivitas usaha besar disektor

(34)

4. Persyaratan lain yang berkaitan dengan infrastruktur, jaringan pasar, ketersediaan

lembaga keuangan dan lain-lain merupakan syarat tambahan yang menyediakan daya

tarik klaster/sentra bersangkutan melalui jaringan informasi.

Sebenarnya pembentukan sebuah sentra industri/klaster bukanlah sebuah hal yang

baru bagi pemerintahan Indonesia. Pada tahun 2001 BPSKPKM menetapkan

pengembangan sumberdaya UMKM melalui pendekatan sentra industri/klaster. Strategi

ini dipilih karena dinilai fokus, efisien dan mempunyai fungsi akselerasi perubahan yang

diharapkan mampu memenuhi harapan. Melalui strategi ini, sentra UMKM dijadikan titik

masuk kedalam upaya pemberdayaan UMKM. Pendekatan ini didasarkan pemikiran untuk

memberikan layanan kepada UMKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena

dengan sumber daya yang terbatas mampu menjangkau kelompok UMKM yang lebih

luas. Pendekatan ini juga mempunyai efektifitas yang tinggi, karena jelas sasarannya dan

unit usaha yang ada pada sentra umumnya dicirikan dengan kebutuhan dan permasalahan

yang sama, baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi dan lainlain.

Disamping itu, sentra-sentra UMKM akan menjadi pusat pertumbuhan (growth pool)

di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan penyerapan tenaga kerja,

nilai tambah dan ekspor. Hal ini tertera dalam struktur Kementerian Koperasi dan UMKM

RI Keppres Nomor 103/2001. Dari penyataan tersebut, maka dibentuklah sentra-sentra

industri guna memperkuat daya saing industri kecil yang ada. Termasuk di wilayah Kota

Magelang guna mendorong pembangunan sosial ekonomi daerah sehingga akan tercapai

masyarakat yang sejahtera dan makmur. Sejalan dengan pembentukan sentra-sentra

industri tersebut, sentra industri di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan

Magelang menjadi sentra industri rambak dari kulit kerbau juga diharapkan mampu

(35)

1. Dengan adanya pembentukan sentra industri maka akan meningkatkan produktivitas

sehingga pendapatan juga meningkat

2. Pembentukan sentra industri akan mempermudah para pelaku industri untuk

memperoleh informasi secara cepat dan tepat misalnya seperti informasi bahan baku

yang berkualitas bagus dan harga-harga bahan baku sehingga akan meningkatkan

efisiensi kerja.

3. Ketika sentra industri sudah maju pesat diharapkan mampu menyerap tenaga kerja ,

membuka lapangan pekerjaan dan dapat menjadi sumber pendapatan yang dapat

diandalkan.

4. Selain itu, diharapkan sentra industri dapat menjadi pendorong perekonomian

pemerintah daerah guna pembangunan dan kemajuan daerah.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti kemudian beranggapan bahwa

perkembangan Sentra Industri Rambak dari Kulit Kerbau di Dusun Dekoro RT 01

RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang memberi pengaruh positif terhadap kondisi

sosial ekonomi masyarakat setempat, sehubungan dengan hal tersebut hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan

sesudah menjadi daerah sentra industri rambak dari kulit kerbau.

2. Ada perbedaan tingkat pengangguran masyarakat Dusun Dekoro sebelum dan sesudah

menjadi daerah industri rambak dari kulit kerbau.

3. Ada perbedaan jumlah keluarga miskin di Dusun Dekoro sebelum dan sesudah

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif

merupakan penelitian yang bertujuan untuk menerangkan, menguji hipotesis dari

variabel-variabel penelitian. Fokus penelitian ini adalah analisis hubungan-hubungan

antara variabel (Sugiyono, 2005). Penelitian eksplanatif memerlukan perencanaan.

Perencanaan sangat diperlukan agar uraian tersebut benar-benar sudah mencakup seluruh

persoalan dalam setiap fasenya. Perumusan persoalan yang tepat akan menunjukkan

informasi macam apa yang sebenarnya diperlukan. Dengan metode eksplanatif,

penelitian digunakan dengan jenis penelitian sensus. Penelitian sensus merupakan

penelitian yang mengambil satu kelompok populasi sebagai sampel secara keseluruhan

dan menggunakan kuesioner yang terstruktur sebagai alat pengumpulan data yang pokok

untuk mendapatkan infromasi yang spesifik (Usman & Akbar, 2008). Berdasarkan

informasi tersebut, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan metode survei

dengan bantuan kuesioner, dimana respondennya adalah Masyarakat Dusun Dekoro RT

01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi

Bandongan Magelang dengan alasan karena belum ada yang meneliti tentang

pengaruh perkembangan industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro ini.

2. Waktu Penelitian

(37)

C. Subjek dan Objek

1. Subjek

Subjek penelitian ini adalah masyarakat Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi

Bandongan Magelang yang diwakili oleh para produsen rambak kulit kerbau di Dusun

Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang karena telah memproduksi

rambak dari kulit kerbau. Pemilihan pada lokasi ini lebih dikarenakan oleh beberapa hal

yang menjadikan peneliti untuk melakukan penelitian di tempat ini. Beberapa hal tersebut

antara lain adalah : Dusun Dekoro merupakan desa yang terletak dikawasan pedalaman

di Magelang, dimana di desa ini terhampar banyak area untuk pertanian maupun

perkebunan, namun pada kenyataannya banyak masyarakat dari Dusun Dekoro RT 01 RW

3 Banyuwangi Bandongan Magelang lebih memilih usaha rambak dari kulit kerbau

sebagai mata pencaharian dibandingkan dengan memilih bercocok tanam atau bertani.

Kondisi demikian, penulis tertarik untuk menjadikan lokasi ini sebagai subjek penelitian.

2. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro.

Seperti jumlah pendapatan keluarga, tingkat pengangguran dan jumlah keluarga miskin

masyarakat di Dusun Dekoro. Penelitian ini di fokuskan pada kondisi sosial

ekonomi masyarakat Dusun Dekoro, dengan alasan bahwa apakah mereka lebih memilih

menjadikan usaha/industri rambak dari kulit kerbau dibandingkan dengan bertani ini lebih

baik jika dilihat dari tingkat sosial ekonominya, antara lain : jumlah pendapatan keluarga,

tingkat pengangguran dan jumlah keluarga miskin. Kemudian jika dilihat bahan bakunya

industri rambak dari kulit kerbau lebih sulit dilakukan, karena harus mendatangkan dari

(38)

penurunan, namun para pengusaha rambak dari kulit kerbau sampai saaat masih eksis dan

berproduksi sampai saat penelitian ini dilakukan.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan gabungan seluruh elemen yang memiliki serangkaian

karakteristik serupa untuk kepentingan riset (Malhotra, 2005) serta sekumpulan unsur atau

elemen yang menjadi obyek penelitian, dapat berupa lembaga, individu, kelompok,

dokumen, atau konsep. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang

menjalankan industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi

Bandongan Magelang yang berjumlah 30 kepala keluarga.

2. Sampel

Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total (total

sampling) atau sensus. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil

(mudah dijangkau). Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi relatif kecil dan relatif

mudah dijangkau, maka penulis menggunakan metode total sampling. Dengan metode

pengambilan sampel ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai

sesungguhnya dan diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya

kesalahan/penyimpangan terhadap nilai populasi (Usman & Akbar, 2008).

E. Variabel Indikator dan Batasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan variabel dalam penelitian maka perlu

(39)

1. Pendapatan keluarga, yaitu pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga dalam

bentuk pendapatan real uang baik diterima dalam jangka waktu per hari, per minggu

ataupun per bulan. Variabel ini dinyatakan dalam bentuk rupiah per bulan.

2. Tingkat penggangguran, yaitu jumlah orang yang tidak bekerja atau sedang mencari

pekerjaan. Variabel ini dinyatakan dengan jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki

pekerjaan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada.

3. Jumlah keluarga miskin, yaitu jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan

kurang dari 1$ per hari, hal ini didasarkan pada acuan bank dunia.

F. Data Penelitian

1. Data Primer

Dalam penelitian ini data primer yang dicari meliputi data dari responden mengenai :

a. Jumlah pendapatan keluarga sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

b. Jumlah Curahan kerja masyarakat sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

c. Jumlah keluarga miskin sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

2. Data Sekunder

Data sekunder diperlukan bagi peneliti sebagai pendukung kelengkapan teori terhadap

hasil penelitian. Sumber data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah

dipublikasikan misalnya berupa data monograf Dusun Dekoro. Data sekunder ini meliputi:

a. Jumlah penduduk sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

b. Tingkat pengangguran di masyarakat sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

c. Letak geografis Dusun Dekoro

(40)

G. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kuesioner

Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara

langsung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner.

Kuesioner berisikan instrumen untuk masing-masing variabel penelitian disusun untuk

menggali informasi lebih lanjut dari setiap variabel. Pengumpulan data dengan

menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada seluruh kepala keluarga yang menjalankan

industri rambak dari kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi

Bandongan Magelang dilakukan secara langsung. Selain itu data juga didapatkan dari data

sekunder yaitu dengan melakukan studi perpustakaan melalui literatur, surat kabar, jurnal,

serta situs internet yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan masalah

penelitian.

2. Wawancara

Wawancara merupakan cara observasi yang bersifat langsung. Wawancara biasanya

bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan pada kondisi setempat serta individual. Ditujukan

untuk mencari tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, dan jumlah keluarga miskin di

Dusun Dekoro. Bila responden tidak jelas dengan pertanyaan yang diajukan oleh

pewawancara maka dapat diganti dengan kata-kata yang lebih sederhana.

3. Dokumentasi

Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan informasi dalam

penelitian ini. Dokumen tersebut meliputi laporan dan atau berbagai artikel dari majalah,

koran atau jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Dokumen- dokumen tersebut

(41)

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini mencoba membandingkan keadaan sebelum dan sesudah menjadi

daerah sentra industri. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisis sebelum dan

sesudah (before -after) yaitu studi perbandingan (comparative study). Dalam hal ini untuk

membandingkan keadaan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi sentra industri

digunakan analisis uji beda paired sample test. Pengertian dasar analisis paired sample

t-test merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel

dalam satu group atau digunakan untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang

berhubungan atau dua sampel berpasangan. Berikut rumus paired sample t-test :

t =

SD = Standar deviasi selisih pengukuran 1 & 2

N = Jumlah sampel

Pada analisis data ini digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam

penelitian. Langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pengujian normalitas

Uji normalitas adalah analisis untuk mengetahui dalam suatu regresi, variabel

dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal. Model regresi

yang baik adalah apabila distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas

(42)

memiliki distribusi normal (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini menggunakan Uji

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, dimana pengambilan keputusan adalah dengan melihat

angka probabilitas signifikansinya. Apabila lebih besar dari signifikansi 0,05, maka data

berdistribusi normal.

2. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis ini diawali dengan melihat normalitas datanya yaitu

menggunakan kolmogrov-smirnov. Apabila data normal menggunakan metode uji

parametrik paired sample t test, sedangkan data yang tidak normal menggunakan metode

uji non parametrik Wilcoxon Signed Ranks t test.

Langkah-langkah pengujian hipotesis :

a. Membuat formulasi uji hipotesis

Hipotesis = Terdapat perbedaan antara dua sampel yang berhubungan atau antara

dua sampel berpasangan.

b. Menentukan besarnya α untuk mengetahui tingkat signifikasi hasil pengolahan data.

Nilai α ditetapkan 5 % atau tingkat keyakinan 95 %.

c. Kriteria pengujian hipotesis :

- Jika nilai signifikan ≤ , makahipotesis diterima atau terdapat perbedaan antara dua

sampel yang berhubungan atau antara dua sampel berpasangan

- Jika nilai signifikan> , makahipotesis ditolak atau tidak terdapat perbedaan antara

dua sampel yang berhubungan atau antara dua sampel berpasangan

(43)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Perkembangan Rambak Kulit Kerbau di Magelang

Rambak adalah salah satu jenis makanan ringan atau biasa kita sebut dengan

camilan. Bagi masyarakat Jawa,khususnya yang bertempat tinggal didaerah pedesaan,

rambak ini menjadi makanan keseharian mereka. Rambak biasanya digunakan sebagai

makanan pendamping nasi dengan sayur.

Rambak ini terdiri dari bermacam – macam jenisnya, diantaranya ada rambak dari

nasi yang biasanya dihaluskan dan dicampur bumbu untuk kemudian diolah menjadi

rambak, ada juga rambak dari kulit sapi, dan rambak dari kulit kerbau. Akan tetapi masih

banyak lagi macam - macam rambak didaerah lain yang berbahan dari beraneka ragam

mulai dari daging hingga ikan laut.

Rambak yang diproduksi di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan

Magelang ini sudah ada sejak tahun 1990 akan tetapi baru dicatat dan ditetapkan oleh

Dinas Perindustrian Kabupaten Magelang sejak tanggal 22 Mei 2004, sehingga akan lebih

memudahkan para produsen untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah akan

produk rambak mereka yang telah dipatenkan.

B. Proses Produksi Rambak Kulit Kerbau di Magelang

1. Bahan Baku dan Cara Memperoleh Bahan Baku

Bahan dasar rambak ini adalah kulit kerbau. Bahan dasar berupa kulit kerbau

ini didapatkan para produsen dari beberapa tempat, salah satunya berasal dari para

pengepul kulit kerbau kering yang masih ada bulunya di Yogyakarta dan kulit kerbau

(44)

Para produsen membeli kulit kerbau ini hingga di kota Yogyakarta dikarenakan di

Magelang sendiri tidak terdapat pasokan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

mereka akan permintaan kulit kerbau ini karena banyaknya pengusaha rambak yang

sama diberbagai tempat.

2. Peralatan yang Digunakan

Ada beberapa alat yang digunakan, alat-alat tersebut antara lain:

a. Tungku

Alat ini berupa kompor tradisional masyarakat pedesaan pada umumnya yang

terbuat dari tanah liat. Masyarakat lebih memilih menggunakan tunggu karerna

lebih awet sebab proses pembakaran yang dibutuhkan dapat mencapai berjam –

jam.

b. Kayu

Sebagai alat pembakaran didalam tungku.

c. Wajan besar

Alat ini terbuat dari baja yang digunakan untuk menggoreng rambak dalam jumlah

besar.

d. Drum besar

Alat ini digunakan untuk merendam kulit sebelum digoreng.

e. Bambu

Alat ini digunakan untuk menjemur kulit kerbau yang akan diolah lebih lanjut

menjadi rambak.

3. Proses Pembuatan

Proses awal pembuatan rambak kulit kerbau ini adalah dengan merendam kulit

kerbau dahulu dengan air tawar selama satu malam agar tidak keras dan tidak

kaku,setelah satu malam perendaman dimulai dengan membersihkan bulu- bulu yang

masih menempel pada kulit hingga bersih, setelah bersih rebus hingga matang,

(45)

muda hanya membutuhkan waktu kurang dari satu hari, sedangkan kulit kerbau yang

tua sekitar satu hari.

Setelah perebusan selesai, maka tiriskan kulit dah bersihkan sisa – sisa daging

yang masih menempel pada kulit kerbau kemudian potong – potong kulit sesuai

ukuran. Kebanyakan produsen akan memotong kulit dengan lebar 1 cm dan panjang 7

cm sesuai dengan ukuran yang biasanya dijual dipasaran kemudian dijemur kembali

hingga kering dari air rebusan tadi. Proses ini masih belum selesai karena setelah

kering, rambak – rambak ini masih harus direndam dengan minyak panas kurang lebih

selama 2 hari diatas tungku yang masih menyala tetapi dengan api kecil akan

menjaga suhu minyak yang tetap panas. Setelah 2 hari penjemuran, rambak – rambak

tersebut siap digoreng kemudian dibungkus rapat dan siap untuk dipasar pada

konsumen. Keawetan rambak ini terjamin lama karena tidak menggunakan bumbu

atau pengawet dan selama plastik pembungkus tertutup rapat.

C. Sumber Daya Manusia

1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja di industri rambak kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01

RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang ini diambil dari warga sekitarnya yang juga

memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Karena

sebagai buruh tani menunggu hasil panenan tiba cukup lama maka sebagian besar

waktu mereka hanya menganggur sehingga para pengusaha rambak kulit kerbau

memperkerjakan mereka untuk menambah penghasilan. Tenaga pembuat rambak

tidak melulu dikerjakan di tempat industri, tetapi ada yang dikerjakan di rumah

mereka masing-masing karena keterbatasan tempat, disesuaikan dengan kesibukan

(46)

disesuaikan dengan besar kecilnya industri. Jika industri sudah berjalan pesat dan

tergolong industri menengah, maka tenaga kerja bisa mencapai 55 orang. Jika industri

masih tergolong kecil, tenaga kerja berjumlah antara 4 hingga 10 orang. Tetapi ada

pula industri yang hanya dikerjakan sendiri.

1. Jam Kerja

Karena industri rambak kulit kerbau di Magelang masih tergolong industri

kecil dan dengan sistem manajemen yang masih sederhana, maka disini tidak

diterapkan adanya jam kerja. Apabila saat panen tiba maka sebagian besar pekerja

tidak bekerja di industri rambak untuk beberapa hari agar bisa bekerja sebagai buruh

di sawah, sehingga para pemilik industri tidak bisa mematok adanya jam kerja. Dan

untuk menjaga sistem kekerabatan antar warga sekitar maka pemilik industri

mengijinkan mereka untuk tidak bekerja dan tetap akan mengijinkan bekerja kembali

di industrinya jika pekerjaan sebagai buruh petani sudah selesai. Apabila mereka tidak

bekerja sebagai petani, maka para pekerja bisa bekerja sebagai buruh pembuat rambak

dari pagi hingga malam hari di rumah mereka masing-masing atau di tempat industri

pembuatan rambak ini.

2. Sistem Upah

Upah bagi pekerja merupakan hak yang harus diperoleh karena nilai

sumbangsihnya dalam proses produksi menciptakan nilai tambah. Besarnya upah

yang diterima seseorang harus mencerminkan rasa keadilan. Peningkatan

kesejahteraan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi,

khususnya bagi tenaga kerja penerima upah dan gaji rendah merupakan sasaran bagi

(47)

Berikut ini adalah sistem pengupahan pegawai :

 Sistem Upah Harian : Upah yang diberikan berkisar antara Rp.25.000 s/d Rp.40.000 per hari tergantung keahlian dan pekerjaan yang dilakukan.

 Sistem Upah Mingguan : Upah yang diberikan berkisar antara Rp.175.000 s/d Rp.250.000. Sistem upah mingguan ini disesuaikan dengan jumlah hari kerja dan

tergantung dari keahlian dan pekerjaan yang dilakukan.

1. Pemasaran Hasil Produksi 1. Jangkauan Pemasaran

Produksi rambak dari kulit kerbau ini bisa dikatakan lumayan cukup luas

daerah pemasarannya selain dijual pada pasar – pasar di daerah Magelang juga

dipasarkan di beberapa daerah lainnya seperti Wonosobo, Temanggung, Yogyakarta

dan Solo akan tetapi jumlah yang dipasarkan diluar wilayah Magelang belum terlalu

banyak karena hal ini disebabkan permintaan di daerah Magelang sendiri yang sangat

tinggi sehingga tidak jarang para produsen kewalahan memenuhi permintaan pasar.

Rata – rata perhari tiap industri rambak dapat mengolah 1 hingga 2 kwintal rambak

yang nantinya habis dipasaran, dan biasanya jumlah permintaan akan rambak ini

meningkat pada saat musim hajatan,lebaran dan hari – hari besar lainnya sehingga

tidak jarang para pengusaha akan memasang strategi tertentu pada saat mendekati

musim hajatan dan hari – hari besar tersebut dengan meningkatkan jumlah produksi

mereka agar mampu memenuhi permintaan pasar dan menaikkan harga untuk

mendapatkan keuntungan yang lebih dari hari- hari biasa lainnya.

Akan tetapi tidak selamanya produsen rambak ini akan mendapat untung

besar, adakalanya mereka hanya mendapatkan sedikit penghasilan misalnya disaat

musim hujan karena sedikit panas matari sehingga akan memperlama proses

(48)

kerbau ini, kemudian adanya saingan dari wilayah lain seperti produsen dari

Yogyakarta, lalu dari bahan dasar itu sendiri dimana kulit kerbau yang tua akan

membutuhkan banyak sekali minyak sehingga produsen mau tidak mau harus

menambah lagi pasokan minyak dan juga jika mendapatkan kulit kerbau betina karena

kulit kerbau betina ini kualitasnya tidak sebagus kulit kerbau jantan, sebab jika kulit

kerbau jantan strukturnya bening dan tebal sedangkan kulit kerbau betina lebih tipis

dan tidak melar jika digoreng. Kemudian faktor lain yang dapat membuat pengusaha

merugi adalah disaat terjadinya bencana alam seperti meletusnya gunung Merapi

beberapa tahun yang lalu memberikan dampak yang sangat besar bagi mereka karena

jika biasanya dalam dalam 1 bulan dapat memproduksi hingga 4 kali gorengan

rambak tapi ini hanya dapat memproduksi 2 kali saja.

2. Jalur Pemasaran

Jalur pemasaran industri rambak dari kulit kerbau melalui mouth to mouth,

pameran produk industri, pedagang.

a. Mouth to mouth

Pemasaran ini dari mulut ke mulut, maksudnya dikenalkan dari satu orang ke

orang lain, biasanya berasal dari warga setempat dan keluarga dari masyarakat

yang memproduksi rambak ini sehingga dapat meluas ke beberapa daerah.

b. Pameran

Aktivitas pameran daerah cukup membantu dalam pemasaran rambak kulit

kerbau sehingga dapat dikenal oleh masyarakat luas. Para pengusaha sedikitnya

telah mengikuti 2 kali pameran produk yang diadakan di kota Magelang. Informasi

akan diadakannya pameran mereka dapatkan dari Bapeda. Para pengusaha yang

(49)

dimana Bapeda yang selalu memantau perkembangan rambak kulit kerbau dengan

memberikan pinjaman uang untuk dipergunakan para pengusaha mengembangkan

industri ini, maka setiap akan diadakannya pameran, sebulan sebelumnya mereka

akan diminta mempersiapkan produk-produk rambak kulit kerbau yang akan

dipamerkan. Biaya transportasi, konsumsi, dan akomodasi ditanggung oleh

pemerintah daerah. Dengan mengikuti pameran produk industri tersebut, maka

sangat mudah untuk membangun suatu relasi bisnis dengan para pengusaha lain

sehingga jangkauan pemasarannya bisa lebih luas lagi.

c. Pedagang

Produk rambak kulit kerbau juga dipasarkan lewat pedagang dipasar yang

mengambil produk rambak kulit dari para pengusaha untuk dipasarkan kepada

konsumen. Dengan adanya pedagang, penjualan produk dapat sampai ke pasaran

dengan mudah dan cepat.

3. Harga Produk

Harga rambak dari kulit kerbau yang dipatok untuk setiap rambak

berbeda-beda tergantung pada jenisnya, ada rambak untuk sayur dan rambak untuk lalapan.

Keduanya ditentukan dalam besaran kiloan.

Tabel IV.1 Daftar Harga Produk Rambak Dari Kulit Kerbau

Jenis rambak Besaran (kg)

Harga

Rambak sayur kering tanpa minyak 1 kg Rp 80.000,00

Rambak sayur kering dengan minyak 1 kg Rp 30.000,00

(50)

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian mengenai ada tidaknya perbedaan kondisi

sosial ekonomi masyarakat Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang

sebelum dan sesudah menjadi sentra industri rambak dari kulit kerbau. Perbedaan kondisi

sosial ekonomi masyarakat ini meliputi : tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengangguran

masyarakat, dan jumlah keluarga miskin. Pengambilan data dimulai dengan menyebar angket

yang dilakukan kepada seluruh kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari kulit

kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang yang berjumlah 30

kepala keluarga. Berikut uraian hasil penelitian yang telah dilakukan :

A. Deskripsi Responden Penelitian

Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran data penelitian, berikut

deskripsi data penelitian terhadap kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari

kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.

1.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data

tentang umur responden penelitian. Karakteristik responden berdasarkan umur dapat di

lihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persentase

27 1 3,3 %

31 1 3,3 %

(51)

33 1 3,3 %

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi

sampel penelitian yaitu kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari kulit

kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang dalam

kategori umur antara 27 tahun sampai dengan 78 tahun dengan mayoritas responden

berumur 63 tahun yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 10,0%. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa usaha industri rambak dari kulit kerbau dapat dilakukan oleh

(52)

masih terdapat beberapa pemilik usia yang umurnya sudah diatas 60 tahun, dalam hal

ini terdapat 8 orang sebagai pengusaha rambak dari kulit kerbau di Dusun

Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang.

2.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data

tentang tingkat pengangguran masyarakat responden penelitian. Karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin dapat di lihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 25 83,3 %

Perempuan 5 16,7 %

Jumlah 30 100,0 %

Sumber : Olah Data Primer, 2013.

Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi

sampel penelitian mayoritas kepala keluarga yang menjalankan industri rambak dari

kulit kerbau di Dusun Dekoro RT 01 RW 3 Banyuwangi Bandongan Magelang adalah

laki-laki yaitu sebanyak 25 orang atau sebesar 83,3%. Walaupun pada

kenyataan juga terdapat 5 orang (16,7%) perempuan sebagai kepala keluarga

dikarenakan tidak ada suaminya, sehingga para ibu tersebut harus menanggung beban

keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya.

3.Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Berdasarkan kuisioner yang dikumpulkan dari 30 responden diperoleh data

tentang jumlah anggota keluarga responden penelitian. Karakteristik responden

Gambar

Tabel 2.1 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Tabel 2.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kabupaten
Gambar Lingkaran Setan Kemiskinan ( Gambar 2.1 The Vicious Circle Of Poverty)
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan November sebaran konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang rendah sebesar 0.1074 mg/m 3 sampai 0.2109 mg/m 3 saat musim peralihan II (Tabel 8), hal ini

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling di Pusat Terapi Autisme ‘A-Plus’ Dharma Wanita PUMN Kotamadya Malang dengan instrumen penelitian berupa

Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba menerapkan metode pemodelan pada jalan provinsi dengan memanfaatkan minimnya data untuk dibuat model lalu lintas yang

nilai elongasi edible film berbahan baku pektin durian mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi pektin yang digunakan dalam proses pembuatan edible

Hasil menunjukkan bahwa hubungan antara utilitarian value, hedonic value , dan social value dengan perceived value memiliki nilai p-value kurang dari 0.05

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap Rancangan

Jika pada saat itu kepentingan nasional itu memang menghendaki dikenakan Bea Masuk Anti Dumping, namun setelah 2 tahun kemudian saat KADI memutuskan untuk mengakhiri

Sedang pengaruh nilai minPts terhadap hasil cluster adalah dengan semakin besar nilai minPts maka akan semakin sulit suatu obyek yang meskipun jaraknya saling