• Tidak ada hasil yang ditemukan

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Pemetaan Potensi Energi... (Pranoto et al.)

http://dx.doi.org/10.30536/j.jsd.2018.v15.a2521 63

EVALUASI PEMETAAN POTENSI ENERGI SURYA BERBASIS MODEL WRF DI DESA PALIHAN DAN DESA AIKANGKUNG

(EVALUATION OF SOLAR ENERGY POTENTIAL MAPPING BASED ON WRF MODEL AT PALIHAN AND AIKANGKUNG VILLAGES)

Bono Pranoto*, Errie Kusriadie, Dian Galuh Cendrawati, Nurry Widya Hesty Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi

*e-mail: [email protected]

Diterima 6 Januari 2017; Direvisi 21 Mei 2018; Disetujui 6 Juni 2018

ABSTRACT

The use of Research Weather and Forecasting (WRF) numerical models to predict the potential of solar energy can be used as a starting point for mapping. The prediction result of WRF should be verified to improve the quality of data. In this study, we used the WRF data from 2001 to 2010. The model results are validated using twelve months’ solar radiation data in two locations, Palihan village (Yogjakarta Province) and Aikangkung village (Nusa Tenggara Barat Provinces). The methods used were downscaling, prediction, verification and correction. The verification result showed that location 1 (Palihan village) had a larger deviation (MAPE=22.59%) than location 2 (Aikangkung village, MAPE = 12.95%). Deviations due to the difference between WRF models and observation data were used to correct the solar potential energy map. Finally, MAPE for corrected map were = 0,0007% for Palihan village and 7% for Aikangkung village.

Keywords: evaluation, solar energy potential, model, observation

ABSTRAK

Penggunaan model numerik Weather Research and Forecasting (WRF) untuk memprediksi potensi energi surya dapat digunakan sebagai langkah awal pemetaan. Peta hasil prediksi WRF perlu diverifikasi guna meningkatkan kualitas data. Penelitian ini menggunakan data WRF tahun 2001 hingga 2010. Data observasi radiasi matahari selama 12 bulan pada 2 lokasi, yaitu Desa Palihan (Provinsi Yogjakarta) dan Desa Aikangkung (Provinsi Nusa Tenggara Barat) digunakan untuk verifikasi luaran WRF. Metode yang digunakan adalah penurunan skala (downscaling), prediksi, verifikasi, dan koreksi. Hasil verifikasi memperlihatkan lokasi 1 (Desa Palihan) memiliki deviasi yang lebih besar (MAPE=22,59%) dibanding pada lokasi 2 (Desa Aikangkung) dengan nilai MAPE=12,95%. Perbedaan nilai antara model WRF dan data observasi dimanfaatkan untuk mengoreksi peta potensi energi surya.

Hasil peta yang telah terkoreksi, memiliki nilai MAPE = 0,0007% untuk Desa Palihan dan 7% untuk Desa Aikangkung.

Kata kunci: evaluasi, potensi energi surya, model, observasi

(2)

64

1 PENDAHULUAN

Penghitungan potensi energi surya Indonesia perlu dilakukan sebagai identifikasi sumber daya energi yang dimiliki oleh Indonesia. Beberapa upaya penghitungan besaran potensi dilakukan melalui pembuatan peta berdasarkan model dan observasi di lapangan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi bahwa radiasi rata-rata Indonesia sebesar 4,8 kWh/m2 (Hutapea, 2016).

Rumbayan et al. (2012) pernah melakukan simulasi model peta radiasi surya Indonesia menggunakan teori Artificial Neural Network (ANN) dan Nurliyanti et al. (2012) menyimulasikan peta radiasi surya menggunakan basis data Surface Meteorology and Solar Energy (SSE) milik NASA. Keduanya menghasilkan peta radiasi surya Indonesia dengan nilai rata-rata radiasi tiap wilayah kabupaten.

Weather Research and Forecasting (WRF) adalah model cuaca yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi atmosfer skala meso. Data hasil prediksi model tersebut kemudian divalidasi dengan data observasi pengukuran langsung (Ridwan et al., 2011). Model WRF ini mampu menyimulasikan angin, radiasi, awan, dan data cuaca lainnya di daerah yang sedikit atau bahkan tidak ada stasiun observasi sama sekali.

Akurasi model WRF kurang baik untuk wilayah kecil karena resolusi ruang yang cukup besar. Namun, hal ini dapat diperbaiki dengan cara melakukan downscaling (penurunan skala).

WRF dapat digunakan untuk memprediksi radiasi matahari. Diagne et al. (2014) memanfaatkan WRF untuk menghasilkan peta radiasi matahari untuk Pulau Reunion di Perancis.

Mathiesen et al. (2014) melakukan prediksi energi matahari dengan mengasimilasi WRF dengan data profil uap air lapisan awan. Montornes et al.

(2015) melakukan simulasi pengaruh ozon atmosfer terhadap pancaran radiasi langsung matahari. WRF juga dapat

dikombinasikan dengan beberapa model matematis lainnya, seperti yang dilakukan Ruiz-Arias (2013) yang mengombinasikan model WRF dengan Rapid Radiative Transfer Model for GCMs (RTGMG) dan Goddard Shortwave (SW) sebagai penghasil nilai radiasi global.

Pedro et al. (2016) memasukkan parameter partikel padatan di udara untuk mengoreksi model prediksi WRF pada langit cerah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenaga- listrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) telah menghasilkan peta potensi energi surya yang didapatkan dengan memodelkan data WRF -ARW ver 3.1 (EBT, 2016).

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memvalidasi dan mengoreksi keluaran model WRF dengan data observasi untuk variabel radiasi energi surya.

2 DATA DAN METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Data

Pada tahun 2015, penempatan lokasi piranometer untuk validasi data peta dilakukan pada 2 lokasi. Lokasi pertama adalah lokasi yang dapat mewakili wilayah Indonesia Barat dan yang lokasi kedua adalah yang mewakili wilayah Indonesia bagian Tengah. Dalam penelitian ini, dipilih wilayah yang terindikasi memiliki radiasi yang tinggi (Tabel 2-1).

Tabel 2-1: LOKASI PEMASANGAN ALAT OBSERVASI

Lokasi Desa Kabupaten Lokasi 1

S 7.891, E 110.051

Palihan Kulon Progo - DIY

Lokasi 2 S 9.039 E 116.831

Aikangkung Sumbawa Besar – NTT

(3)

65 Pemasangan alat observasi

dilakukan pada rumah warga untuk menjamin keamanan data dan peralatan.

Konfigurasi alat diatur dengan waktu perekaman per 15 menit selama 12 bulan.

2.2 Standardisasi Data

Hesty dan Hadi (2015) menggunakan WRF yang diasimilasikan dengan data CCMP untuk menghasilkan peta potensi energi angin untuk wilayah selatan Jawa Barat. Dengan metode yang sama, P3TKEBTKE mengeluarkan produk Peta Potensi Energi Surya yang berdasarkan pada penurunan skala data WRF tersebut (data WRF tahun 2001- 2010, resolusi 27 km). Dari data WRF tersebut kemudian dilakukan standardisasi data dengan melakukan langkah prediksi untuk menghasilkan perkiraan nilai yang terjadi untuk rentang tahun 2015-2016. Paras dan Mathur (2012) dan Gupta et al. (2016) menggunakan teknik regresi sederhana dalam melakukan prediksi variabel cuaca. Pada makalah ini, penulis juga melakukan prediksi menggunakan regresi sederhana.

2.3 Metode Penelitian

Gambar 2-1: Skema metodologi penelitian

Skema alur metodologi penelitian diperlihatkan pada Gambar 2-1. Data hasil observasi lapangan dibandingkan dalam grafik yang sama dengan data pemodelan WRF dengan konfigurasi (Tabel 2-2) sebagai berikut (Hesty dan Hadi, 2015):

Tabel 2-2 : KONFIGURASI WRF

Parameter Konfigurasi Resolusi spasial

(domain terakhir) 27 km Resolusi temporal 1 jam Ukuran spasial (barat-

timur x utara- selatan) 1046 x 441 (grid) Ukuran spasial (atas-

bawah) 35

Ukuran temporal 29208

Start date 1 Januari 2001 00:00:00

End date 31 Desember 2010

23:00:00

Skema mikrofisika WRF Single Moment 3 class (WSM3) Skema cumulus Kain-Fritsch Skema radiasi

gelombang pendek Dudhia Skema radiasi

gelombang Panjang Rapid Radiative Transfer Model (RRTM)

Skema permukaan MM5 MRF Monin- Obukhov Similarity Theory

Skema tutupan lahan NOAH Land Surface Model

Skema PBL YSU

Perbandingan data model menggunakan Mean Absolute Percent Error (MAPE) seperti yang dilakukan oleh Rumbayan et al. (2012), dan RMSE (Hesty dan Hadi, 2015). Observasi radiasi matahari dilakukan selama 12 bulan dengan menggunakan piranometer. Data model untuk masing-masing lokasi diambil dengan interseksi data grid tiap waktu pada koordinat yang sama dengan lokasi observasi.

(4)

66

MAPE digunakan untuk menghitung deviasi antara data aktual dengan nilai peramalan yang dihitung sebagai persen dengan menggunakan Persamaan (1), Perhitungan RMSE/

RMSD (Root Mean Square Error) digunakan untuk mendukung analisis terhadap error dengan menggunakan Persamaan (2).

𝑀𝐴𝑃𝐸 = 1

𝑛∑ |𝐻𝑚𝑖−𝐻𝑝𝑖

𝐻𝑚𝑖 |

𝑛𝑖=1 (1)

dengan Hmi adalah nilai observasi dan Hpi adalah nilai prediksi untuk radiasi rata-rata bulanan, dan n adalah jumlah data.

𝑅𝑀𝑆𝐷 (𝜃) = √𝑀𝑆𝐸(𝜃) = √𝐸((𝜃 − 𝜃)2) (2)

Dengan RMSD adalah hasil pengakaran kuadrat error prediksi () dikurang error observasi ().

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lokasi 1, Desa Palihan, Kulon Progo

Pemantauan radiasi surya dari bulan September 2015 hingga bulan September 2016 dilakukan di Desa Palihan. Grafik Avg pada Gambar 3-1 merupakan nilai rata-rata radiasi yang diterima setiap bulannya, sedangkan nilai Max adalah radiasi rata-rata tertinggi sesaat yang terpantau pada setiap bulannya.

Pada titik koordinat yang sama di lokasi 1 (Desa Palihan), data WRF selama 10 tahun (Gambar 3-2) digunakan untuk memprediksi nilai radiasi yang terjadi pada bulan Agustus 2015 hingga September 2016. Prediksi data radiasi pada bulan dan tahun yang sama menggunakan WRF dilakukan dengan metode regresi sederhana.

Berdasarkan data model WRF didapatkan profil sebaran radiasi surya di sekitar lokasi 1 (Gambar 3-3). Dari profil tersebut diperoleh bahwa lokasi 1 memiliki radiasi sebesar 815 W/m2.

Gambar 3-1: Grafik radiasi surya hasil observasi pada lokasi 1, Desa Palihan, Kulon Progo (P3TKEBTKE, 2017)

Gambar 3-2: Grafik radiasi surya hasil running model WRF dengan penurunan skala 27km pada lokasi 1, Desa Palihan

Gambar 3-3: Peta sebaran radiasi surya rata- rata hasil simulasi WRF tahun 2001-2010 pada sekitar lokasi 1

^

^ ^

(5)

67

Gambar 3-4: Grafik perbandingan data prediksi WRF dengan data observasi pada lokasi 1

Tabel 3-1: HASIL STATISTIK DATA WRF DAN OBSERVASI PADA LOKASI 1

Variabel WRF Observasi Rata-rata (W/m2) 815 629 Standar Deviasi 67,29 66,93

Bias 183,68

RMSD 656,97

Korelasi 1,26E-17

Mape 22,59%

Data prediksi dihasilkan dengan metode regresi sederhana berdasarkan data WRF tahun 2001-2010 (Gambar 3- 2). Perbandingan data model dengan data observasi diperlihatkan pada Gambar 3- 4. Grafik tersebut menunjukkan bahwa hasil model masih lebih tinggi 22% (nilai MAPE) dibandingkan data observasi.

Nilai RMSD dan bias prediksi WRF terhadap data observasi diperlihatkan Tabel 3-1.

3.2 Lokasi 2, Desa Aikangkung, Sumbawa Besar

Dengan cara yang sama seperti pada lokasi 1, diperoleh Gambar 3-5, 3- 6, 3-7, 3-8 dan Tabel 3-2 untuk lokasi 2.

Gambar 3-5 membandingkan data rata-rata (Avg) dengan data maksimum (Max) hasil observasi selama 1 tahun.

Pada titik koordinat yang sama dengan lokasi observasi, dilakukan prediksi nilai dengan menggunakan data WRF selama

10 tahun untuk mendapat nilai prediksi pada bulan September 2015 hingga Agustus 2016 (Gambar 3-6).

Gambar 3-5: Grafik radiasi surya hasil observasi pada lokasi 2, Desa Aikangkung, Sumbawa Besar

Gambar 3-6. Grafik Radiasi Surya hasil Mode- ling WRF dengan penurunan skala 27 km pada lokasi 2, Desa Aikangkung

Gambar 3-7 merupakan peta sebaran radiasi surya di sekitar lokasi observasi. Pada gambar tersebut terlihat nilai radiasi pada lokasi observasi sebesar 799 W/m2. Gambar 3-8 memperlihatkan bahwa data model WRF masih lebih tinggi daripada data observasi.

(6)

68

Gambar 3-7: Peta sebaran radiasi surya hasil modeling WRF pada lokasi 2

Gambar 3-8: Grafik perbandingan data Prediksi WRF dengan data observasi pada lokasi 2

Tabel 3-2: HASIL STATISTIK DATA PERBANDINGAN PADA LOKASI 2

Variabel WRF Observasi Rata-rata (W/m2) 799 723

Standar Deviasi 69,13 96,14

Bias 104,071

RMSD 398,105

Korelasi 0,12

MAPE 12,95%

Dari data statistik tersebut diatas, hasil perbandingan data model WRF dengan data observasi memiliki kemiripan dengan nilai MAPE sebesar 13%.

3.3 Koreksi Peta

Setelah melakukan perbandingan data dengan regresi sederhana, maka langkah berikutnya adalah melakukan koreksi peta model WRF dengan mengacu pada data observasi. Data sebaran radiasi hasil model WRF diturunkan/dinaikkan mendekati data observasi. Langkah koreksi dilakukan dengan mencari hubungan antara data model dengan data observasi.

Gambar 3-9: Grafik hubungan antara data Model WRF dengan data observasi pada lokasi 1

Berdasarkan grafik pada Gambar 3- 9, didapatkan hubungan persamaan:

𝑦 = 0.726𝑥 + 39.121 (3)

dengan ketentuan:

𝑦 = data observasi dan 𝑥 = data model WRF.

Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka nilai-nilai model WRF yang baru (terkoreksi) diperoleh untuk lokasi 1 seperti diperlihatkan pada Gambar 3-10.

(7)

69

Gambar 3-10: Grafik hasil koreksi data model WRF terhadap data observasi pada lokasi 1

Tabel 3-3: HASIL KOREKSI DATA MODEL WRF TERHADAP DATA OBSERVASI PADA LOKASI 1

Variabel WRF

koreksi Observasi Rata-rata

(W/m2) 629 629

MAPE 0,0007%

Gambar 3-11: Grafik hubungan antara data Model WRF dengan data observasi pada lokasi 2

Seperti halnya pada lokasi 1, lokasi 2 juga dilakukan pendekatan nilai dengan mencari hubungan antara data model WRF dengan data observasi

(Gambar 3-11) sehingga didapatkan persamaan:

𝑦 = 1.1956𝑥 + 261.3 (4)

Dari persamaan tersebut dilakukan penyesuaian nilai data model terhadap data observasi dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3-12.

Gambar 3-12: Grafik hasil koreksi data model WRF terhadap data observasi pada lokasi 2

Tabel 3-4: HASIL KOREKSI DATA MODEL WRF TERHADAP DATA OBSERVASI PADA LOKASI 2

Variabel WRF koreksi Observasi Rata-rata

(W/m2) 755 723

MAPE 7,4%

Setelah mendapatkan persamaan hubungan antara data model WRF dan data observasi, maka dilakukan pembuatan ulang peta radiasi surya mengacu pada hasil data observasi pada masing-masing lokasi dengan radius 20 km. Masing-masing lokasi dilakukan uji petik pada lokasi di sekitar menara observasi surya. Pemilihan lokasi uji petik dilakukan secara acak. Penelitian ini menggunakan 10 lokasi di sekitaran

(8)

70

lokasi observasi masing-masing Gambar 3-13 dan Gambar 3-16. Perbandingan nilai data WRF model awal dengan data WRF hasil koreksi pada lokasi uji ditunjukkan pada Gambar 3-14 dan Gambar 3-17.

Gambar 3-13: Sebaran lokasi sampling uji petik di sekitar lokasi 1

Gambar 3-14: Grafik perbandingan data Model WRF awal dengan Model WRF terkoreksi pada lokasi 1 dengan sampel 10 lokasi di sekitarnya Setelah melakukan koreksi, maka dilakukan pembuatan peta dengan data- data yang telah terkoreksi dengan data observasi. Dengan menggunakan Persamaan 3 untuk lokasi 1 (Gambar 3- 15) dan Persamaan 4 untuk lokasi 2 (Gambar 3-18), maka seluruh nilai pada peta dikoreksi hingga menghasilkan peta baru. Gambar 3-19 merupakan hasil peta koreksi pada lokasi 1 dan Gambar 3-20 merupakan hasil peta koreksi pada lokasi 2.

Gambar 3-15: Grafik perbandingan data observasi dengan data sampling sekitar lokasi 1 menggunakan persamaan 3, dengan sampel 10 lokasi di sekitarnya

Gambar 3-16: Sebaran lokasi sampling uji petik di sekitar lokasi 2

Gambar 3-17: Grafik perbandingan data Model WRF awal dengan Model WRF terkoreksi pada lokasi 2 dengan sampel 10 lokasi di sekitarnya

(9)

71

Gambar 3-18: Grafik perbandingan data observasi dengan data sampling sekitar lokasi 2 menggunakan persamaan 4, dengan sampel 10 lokasi disekitarnya.

Gambar 3-19: Peta radiasi surya model WRF yang telah terkoreksi dengan data observasi pada lokasi 1

Gambar 3-20: Peta radiasi surya model WRF yang telah terkoreksi dengan data observasi pada lokasi 2

4 KESIMPULAN

Nilai prediksi berdasarkan hasil MAPE di kedua lokasi menunjukkan bahwa hasil prediksi di lokasi 1 memiliki deviasi yang lebih besar (MAPE=22,59%) dibanding lokasi 2 (MAPE=12,95%).

Koreksi model peta yang merujuk pada data observasi mendapatkan nilai MAPE sebesar 0,0007% untuk lokasi 1 dan 7%

untuk lokasi 2. Adapun koreksi peta hanya berlaku untuk radius di sekitar menara observasi saja.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterima kasih kepada instansi P3TKEBTKE yang telah memberikan sarana dan prasarana penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim Redaksi Jurnal Sains Dirgantara dan Mitra Bestari

DAFTAR RUJUKAN

Diagne. M., M. David, J. Boland, N. Schmutz, P.

Lauret, 2014. Post-Processing of Solar Irradiance Forecasts from WRF Model at Reunion Island, Energy Procedia 57 (2014) 1364 – 1373, Published by Elsevier Ltd. doi: 10.1016/j.egypro.

2014.10.127.

EBT. K, 2016. Peta Potensi Energi Surya Indonesia, P3TKEBTKE, Balitbang ESDM, Kementerian ESDM.

Gupta, S., K. Indumathy, G. Singhal, 2016.

Weather Prediction Using Normal Equation Method and Linear regression Techniques, International Journal of Computer Science and Information Technologies (IJCSIT), Vol. 7 (3), 2016, 1490-1493.

Hesty, N. W. dan T. W. Hadi, 2015. Reanalisis Weather Research and Forecast – Four Dimension Data Assimiliation (Wrf-Fdda) untuk Meningkatkan Akurasi Estimasi Potensi Energi Angin di Daerah Lepas Pantai (Studi Kasus: Pantai Selatan Jawa Barat), Jurnal Sains Dirgantara, Vol.13 No.1 Desember 2015, ISSN 1412- 808X.

Hutapea, M., 2016. Solusi Listrik Off-Grid Berbasis Energi Terbarukan di Indonesia: Kerangka Regulasi dan

(10)

72

Program, Presentasi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Jakarta 4 Februari 2016, Marquee Cyber 2 tower.

Jimenez, P. A., J. P. Hacker, J. Dudhia, S. E.

Haupt, Jose A., Ruiz-Arias, C. A.

Gueymard, Gregory Thompson, T.

Eidhammer, dan A. Deng, 2016. WRF- SOLAR Description and Clear-Sky Assessment of an Augmented NWP Model for Solar Power Prediction.

American Meteorological Society Volume 97 No. 7 July 2016 ISSN: 0003- 0007; eISSN: 1520-0477 DOI:

http://dx.doi.org/10.1175/ BAMS-D- 14-00279.1.

Mathiesen, P., C. Collier, J. Parkes, L. Landberg, and J. Kleissl, G. L. G. Hassan, 2014.

Improved Solar Power Forecasting Using Cloud Assimilation Into WRF, Proceedings of the 52nd Annual Conference, Australian Solar Energy Society (Australian Solar Council) Melbourne May 2014 ISBN: 948-0-646- 92219-5.

Montornes, A., B. Codina, and J. W. Zack, 2015.

Analysis of The Ozone Profile Specifications in The WRF-ARW Model and Their Impact on The Simulation of Direct Solar Radiation, Atmos. Chem.

Phys., 15, 2693–2707, 2015, doi:10.5194/acp-15-2693-2015.

Nurliyanti, V., M. Pandin, dan B. Pranoto, 2012.

Pembuatan Peta Potensi Energi Surya, Majalah M&E, Vol.10, No.4 Desember 2012, Balitbang ESDM.

Paras, A. and S. Mathur, 2012. A Simple Weather Forecasting Model using Mathematical Regression, Indian Research Journal of Extension Education Special Issue (Volume I), January, 2012.

Ridwan, M. Kudsy, 2011. Parameterisasi Model Cuaca Wrf-Arw untuk Mendukung Kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (Tmc) di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12, No. 1, 2011: 1-8.

Ruiz-Arias, J. A., Dudhia, J., Santos-Alamillos, F. J., dan Pozo-Vazquez, D., 2013.

Surface Clear-Sky Shortwave Radiative Closure Intercomparisons in the Weather Research and Forecasting Model, J.

Geophys. Res.: Atmospheres, 118, 9901–9913, doi: dx.doi.org/10.1002/

jgrd.50778.

Rumbayan, M., A. Abudureyimu, K. Nagasaka, 2012. Mapping of Solar Energy Potential in Indonesia using Artificial Neural Network and Geographical Information System, Renewable and Sustainable Energy Reviews 16 (2012) 1437-1449, Published by Elsevier, doi:10.1016/

j.rser.2011.11.024.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di perusahaan telah berhasil membuat rancangan perbaikan dan telah dilakukan implementasi perbaikan untuk 6 jenis cacat yang penting untuk

Pada awalnya Vipro-G memperkenalkan produknya sebagai salah satu minuman kesehatan yang ditujukan hanya untuk para perokok agar dapat menetralisir radikal bebas yang ada di

INTERA KSI MATER NAL BAYI Pemeriksaan dan evaluasi kesejahtera an dan tumbuh kembang janin (antenatal screening) INTERAKSI MATERNAL BAYI Pemeriksaan dan evaluasi

Bahwa berdasarkan kualifikasi syarat tersebut, para Pemohon merupakan pihak yang memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945, yaitu sebagai

Unsur sensualitas sangat tergambar dari gambar di atas serta pada lirik lagu di atas yaitu pada kalimat “cinta-cinta lakukan dengan cinta bila kamu mau” makna dari

Aplikasi Irama Kenjoan Pada Bass Drum, Floor Tom, Hi-hat, Snare Drum Dan Small Tom Dalam Bentuk Notasi Drumset .... Score Irama Krotokan Dalam Bentuk Notasi Kendang

Tingkat pendidikan, jenis game yang dimainkan, lama bermain game, jumlah jam bermain, jumlah uang yang dihabiskan saat bermain, pihak yang mengenalkan game, teman yang dikenal

Langkah awal K- Medoids adalah mencari titik yang paling representatif (medoids) dalam sebuah dataset dengan menghitung jarak dalam kelompok dari semua kemungkinan