9
TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Religius
1. Pengertian Nilai Religius
Menurut Copp (2001) dalam Sauri (2011: 7) nilai adalah standar yang dipegang oleh seseorang dan dijadikan dasar untuk membuat pilihan dalam hidup.
Standar nilai yang digunakan oleh seseorang untuk membuat keputusan-keputusan yang penting dalam kehidupannya.
Nilai akan selalu berhubungan dengan aspek keyakinan manusia dalam menentukan pilihan. Nilai bersifat abstrak namun pilihan yang dihasilkan oleh nilai bersifal riil. Menurut Sumantri dan Sauri (2006: 5) Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi).
Salah satu macam nilai yang ada yaitu nilai religius. Nilai religius merupakan pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya (Aqib dan Sujak, 2011: 7).
Menurut Yudianto (2005: 15) nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatnya sehingga manusia mesti bertaqwa kepada- NYA.
Berdasarkan pendapat dari para pakar, maka nilai religius yaitu nilai yang membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan seseorang sehingga seseorang tersebut selalu berperilaku baik dengan berpedoman pada nilai- nilai tersebut.
Aspek nilai-nilai ajaran Islam pada intinya dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu nilai-nilai aqidah mengajarkan manusia untuk percaya akan adanya Allah yang maha esa dan maha kuasa sebagai sang pencipta alam semesta, yang akan senantiasa mengawasi dan memperhitungkan segala perbuatan manusia di dunia.
Dengan merasa sepenuh hati bahwa Allah itu ada dan maha kuasa, maka manusia
akan lebih taat untuk menjalankan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan takut untuk berbuat dhalim atau kerusakan di muka bumi ini. Nilai-nilai ibadah mengajarkan pada manusia agar dalam setiap perbuatanya senantiasa dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah. Pengamalan konsep nilai- nilai ibadah akan melahirkan manusia-manusia yang adil, jujur, dan suka membantu sesamanya. Selanjutnya yang terakhir nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku yang baik sesuai norma atau adab yang benar dan baik, sehingga akan membawa pada kehidupan manusia yang tentram, damai, harmonis, dan seimbang. Dengan demikian jelas bahwa nilai-nilai ajaran Islam merupakan nilai yang akan mampu membawa manusia pada kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatam manusia baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat kelak (Muhtadi, 2004: 4).
Nilai-nilai religius yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi : a. Keyakinan adanya Allah SWT (Fathurrohman dkk, 2013: 127)
Keyakinan adanya Tuhan adalah percaya dengan adanya Tuhan sebagai maha pencipta seluruh alam semesta ini. Keyakinan dapat timbul dengan mempelajari tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang ada di seluruh bumi ini. Dengan mempelajari tanda-tanda tersebut maka akan muncul keyakinan adanya Tuhan yang telah menciptakan seluruh alam semesta ini. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT adalah sebagai berikut :
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. Adz Dzaariyaat: 20-21).
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fushshilat: 53).
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (QS. Mulk: 3)
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. (QS. Nuh: 19).
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al-Anbiyaa’: 30).
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air
hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (QS. As-Sajdah: 27)
Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang.
Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik (QS. Lukman: 10).
Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya (QS. Al-Hijr: 22).
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya (QS. Yunus:
5).
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 29).
b. Kesadaran diri untuk bersyukur atas nikmat Allah SWT (Fathurrohman dkk, 2013: 130)
Rasa syukur merupakan suatu bentuk keyakinan akan nikmat yang dirasakan adalah karunia dari Allah. Bersyukur kepada Allah merupakan suatu kewajiban bagi kita yang telah banyak merasakan berbagai nikmat yang telah Allah berikan. Salah satu nikmat terbesar yang telah kita rasakan adalah nikmat atas segala ciptaan allah terhadap alam semesta ini. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan bersyukutatas nikmat Allah SWT adalah sebagai berikut :
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS.
Al-Baqarah: 152).
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
(QS. Ibrahim: 7)
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar- Rahman: 23).
c. Kesadaran diri sebagai hamba Allah SWT (Aqib dan Sujak, 2011: 51)
Manusia sebagai salah satu mahkluk Allah yang paling sempurna, ditakdirkan untuk tinggal di bumi yang indah dan penuh dengan nikmat serta diwajibkan untuk beribadah kepada-Nya. Selain itu manusia juga sebagai khalifah (penguasa di muka bumi) bertugas untuk mengelola, merawat serta mengatur kehidupan di muka bumi. Supaya bumi tetap indah dan tidak rusak maka dari itu manusia mempunyai kewajiban untuk memakmurkan, menjaga, mengolah, dan melestarikan bumi.Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan kesadaran diri sebagai nikmat Allah SWT adalah sebagai berikut :
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan (QS. Al-Baqarah: 205).
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qashash: 77).
2. Indikator Nilai
Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Rath, et al (1966) dalam Adisusilo (2013: 58) mempunyai sejumlah indikator yang dapat kita cermati yaitu : a. Nilai memberi tujuan atau arah (goal or purpose) kemana kehidupan harus
menuju, harus dikembangkan atau harus diarahkan.
b. Nilai memberi aspirasi (aspirations) atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, yang baik, yang positif bagi kehidupan.
c. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku (attitudes) atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat, jadi nilai itu memberi acuan atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang bertingkahlaku.
d. Nilai itu menarik (interest), memikat seseorang untuk dipikirkan, untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan, dan untuk dihayati.
e. Nilai mengusik perasaan (feelings), hati nurani seseorang ketika sedang mengalami berbagai perasaan atau suasana hati seperti senang, sedih, tertekan, bergembira, bersemangat, dan lain-lain.
f. Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan (beliefs and convictions) seseorang, suatu keprcayaan atau keyakinan terkait dengan nilai-nilai tertentu.
g. Suatu nilai menuntut adanya aktivitas (activities) perbuatan atau tingkah laku tertentu sesuai dengan nilai tersebut, jadi nilai tidak berhenti pada pemikiran, tetapi mendorong atau menimbulkan niat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan niat tersebut.
h. Nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani atau pikiran seseorang ketika yang bersangkutan dalam situasi kebingungan, mengalami dilema atau menghadapi berbagai persoalan hidup (worries, problem, obstacles).
3. Proses Pembentukan Nilai
Menurut Krathwohl (1964) dalam Lubis dan Zubaedi (2011: 19-21), proses pembentukan nilai pada anak dapat dikelompokan menjadi 5 tahap, yakni :
a. Tahap receiving (menyimak). Pada tahap ini seseorang secara aktif dan sensitif menerima stimulus dan menghadapi fenomena-fenomena, sedia menerima secara aktif, dan selektif dalam memilih fenomena.
b. Tahap responding (menanggapi). Pada tahap ini seseorang sudah mulai bersedia menerima dan menanggapi secara secara aktif stimulus dalam bentuka respon yang nyata.
c. Tahap valuing (memberi nilai). Kalau pada tahap pertama dan kedua lebih banyak masih bersifat aktivitas fisik biologis dalam menerima dan menanggapi nilai, maka pada tahap ini seseorang sudah mampu menangkap stimulus itu atas dasar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan mulai mampu menyusun persepsi tentang objek.
d. Tahap mengorganisasikan nilai (organization), yaitu satu tahap yang lebih kompleks dari tahap ketiga diatas.
e. Tahap karakterisasi nilai (characterization), yang ditandai dengan ketidak puasan seseorang untuk mengorganisir sistem nilai yang diyakininya dalam hidupnya secara mapan, ajeg dan konsisten sehingga tidak dapat dipisahkan lagi dengan pribadinya.
Sedangkan menurut ahli pendidikan nilai dari Australia, Hill (1991) dalam Adisusilo (2012: 60) berpendapat bahwa nilai sebagai acuan tingkah laku hidup memiliki 3 tahapan yaitu:
a. Values thinking, nilai-nilai pada tahapan dipikirkan atau values cognitive.
b. Values affective,yaitu nilai-nilai yang menjadi keyakinan atau niat pada diri orang untuk melakukan sesuatu, pada tahap ini dapat dirinci lagi menjadi a), dispotition; b), commitments.
c. Tahap terakhir adalah values action, yaitu tahap dimana nilai yang telah menjadi keyakinan dan menjadi niat (komitmen kuat) diwujudkan menjadi suatu tindakan nyata atau perbuatan konkret.
4. Pelaksanaan Metode Pembelajaran Menggunakan Nilai
Pembelajaran sains bernuansa imtaq dapat diberikan secara eksplisit maupun implicit. Pembelajaran sains bernuansa imtaq secara eksplisit adalah mempelajari sains dengan system nilai dan moralnya dikaitkan dengan dalil-dalil ajaran agama, seperti dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang berkaitan yang relevan. Adapun pembelajaran sains bernuansa imtaq secara imlisit adalah menggali system nilai dan moral yang dikandung oleh setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia (Yudianto, 2005: 30-31).
Dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan nilai, dibutuhkan suasana kondusif untuk menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai yang dikandung dalam pembelajaran. Menurut Yudianto (2009: 41-44) Ada empat tahap dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan nilai anatar lain :
a. Peserta didik diarahkan untuk belajar mengetahui (learning to how) dan mengembangkan wawasannya melalui metode iqra (membaca)
b. Peserta didik dibimbing untuk menerima nilai-nilai kebenaran sains, kebaikan, dan keindahan sains yang telah diyakininya agar diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari sebagai pedoman hidupnya (learning to do)
c. Peserta didik dibimbing kearah pemilikan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan sains tersebut agar melekat pada diri siswa (learning to be)
d. Peserta didik perlu dibina untuk hidup bersama secara harmonis dengan lingkungannya, sehingga terwujud kehidupan manusia yang berbudaya yang beradab sesuai tuntunan agama
B. Hasil Belajar Siswa 1. Pengertian Belajar
Menurut Hamalik (2008: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan lingkunganya sejak dilahirkan hingga akhir hayat. Seseorang yang telah melakukan belajar ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang positif. Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental, banyak informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Dengan adanya pemahaman dan penguasaan yang didapat setelah melalui proses belajar mengajar maka siswa telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi diketahui. Perubahan inilah yang disebut dengan hasil belajar.
Menurut Sudjana (2012: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Syaodih (2013: 102) mengatakan bahwa hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimilki seorang.
Menurut Sudjana (2012: 23-31) terdapat tiga ranah yang menjadi Objek penilaian hasil belajar, yaitu :
1. Ranah Kognitif a. Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal, nama tokoh, dan nama kota.
b. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman.
Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
d. Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarki dan susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dll.
2. Ranah Afektif
Ranah efektif berkenaan dengan sikap dan nilai. ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu :
a. Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (Stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar.
c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilaidan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
d. organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e. karekteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3. Ranah Psikomotor
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skiil) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Pencapaian belajar atau hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar mengajar (KBM) suatu bidang studi atau mata pelajaran telah dapat dicapai. Jadi, hasil belajar yang dilihat dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa agar dapat mengorganisasikan pelajaran dengan baik.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Syaodih (2012: 197) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh : a. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).
Faktor internal ini dibedakan antara faktor bawaan (herediter) dan faktor perolehan (achievment). Faktor internal lain yang juga cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar adalah sikap, minat, motivasi, dan kebiasaan belajar.
b. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).
Keberhasilan belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, yang berasal dari lingkungan, yaitu lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat sekitar. Lingkungan belajar yang mencakup fisik dan nonfisik.
Keberhasilan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, seperti ruangan tempat
belajar siswa, meubiler yang digunakan, lampu/cahaya dan ventilasi, serta suasana sekitar. Selain itu belajar juga membutuhkan kenyamanan, suasana yang tenang, serta dukungan fasilitas yang memadai. Anak tidak mungkin dapat belajar dengan baik dalam ruangan yang sempit, panas, pengap, kotor, dan berantakan.
C. Konsep Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ilmu yang mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat tinggal, dan logos artinya ilmu. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914).
1. Satuan-satuan Ekosistem a. Individu
Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.
b. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang dapat berkembangbiak serta berada pada tempat yang sama dan dalam kurun waktu yang sama. Contoh populasi adalah sekelompok semut di atas meja.
c. Komunitas
Komunitas merupakan kumpulan berbagai populasi/komponen biotik (baik hewan, tumbuhan, maupun manusia) pada suatu kawasan tertentu yang saling mengadakan interaksi (Cambell, 2004: 272). Jadi komunitas adalah kumpulan beberapa macam populasi yang menempati daerah yang sama pada waktu yang sama, contohnya komunitas hutan jati, padang rumput dan hutan pinus.
d. Ekosistem
Ekosistem adalah kesatuan komunitas dengan lingkungan hidupnya yang membentuk suatu hubungan timbal balik di antara lingkungan biotik dan lingkungan abiotiknya. Komponen suatu ekosistem mencakup seluruh makhluk hidup dan makhluk tidak hidup yang terdapat di dalamnya. Ada dua bentuk
ekosistem, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami (tanpa campur tangan manusia), contoh sungai, danau, hutan hujan tropis, gurun, dan laut. Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk sebagai hasil kerja manusia, contoh waduk, sawah, akuarium, kolam, dan hutan wisata.
e. Biosfer
Biosfer adalah keseluruhan ekosistem yang ada di planet bumi, artinya jumlah seluruh ekosistem planet, atau seluruh makhluk hidup dan tempatnya hidup (Cambell, 2004: 272). Biosfer adalah bagian luar dari planet bumi, mencakup udara, daratan, dan air yang memungkinkan kehidupan dan proses biotik berlangsung atau dalam pengertian luas menurut geofisiologi, biosfer adalah sistem ekologis global yang menyatukan seluruh makhluk hidup dan hubungan timbal balik, termasuk interaksinya dengan unsur litosfer, hidrosfer, dan atmosfer.
2. Komponen Ekosistem
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
a. Abiotik
Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang memengaruhi distribusi organisme, yaitu:
1) Air. Air sangat penting bagi kehidupan, tetapi ketersediaanya bervariasi secara dramatis di berbagai habitat (Campbell, 2004: 273). Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
2) Tanah. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, Ph, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
3) Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
4) Udara. Udara adalah komponen penyusun bumi, seperti oksigen, karbondioksida, nitrogen dan hidrogen juga termasuk komponen terpenting untuk makhluk hidup. Sebagian gas-gas yang ada di udara akan turun ke
tanah dan mampu bersenyawa dengan tanah sehingga menyebabkan tanah semakin subur karena kaya akan zat dan mineral.
5) Cahaya matahari. Matahari memberikan energi yang menggerakan hampir seluruh ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi ini secara langsung (Campbell, 2004: 273). Intensitas dan kualitas cahaya memengaruhi proses fotosintesis.
Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
b. Biotik
Komponen biotik adalah semua makhluk hidup yang ada di lingkungan.
Berdasarkan peranannya, organisme dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer/pengurai.
1) Produsen
Produsen adalah organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri. Organisme yang dapat mengubah zat anorganik menjadi zat organik disebut organisme autotrof. Jika energi cahaya yang digunakan organisme untuk menyusun zat organik, maka organisme tersebut dinamakan organisme fotoautotrof, contohnya tumbuhan hijau.
2) Heterotrof / Konsumen
Konsumen adalah organisme yang tidak mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organik sehingga harus mendapatkan makanannya dengan memakan organisme lain. Organisme lain tersebut dapat berupa hewan, atau sisa organisme. Organisme yang memakan organisme lain disebut organisme heterotrof.
3) Pengurai / dekomposer
Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar.
Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur.
3. Pola Interaksi
Pada hakikatnya setiap organisme akan senantiasa bergantung pada organisme lain yang ada di sekitarnya. Pola interaksi organisme melibatkan dua atau lebih organisme. Jenis, sifat, dan tingkah laku organisme di bumi sangat beragam. Oleh karena itu, pola interaksi antar organisme juga beragam. Berikut ini berbagai pola interaksi antar organisme:
a. Netralisme
Netralisme merupakan hubungan yang tidak saling mempengaruhi, meskipun organisme-organisme hidup pada habitat yang sama. Contohnya kambing dan kodok di suatu habitat sawah. Kambing makan rumput di siang hari, sedangkan kodok makan serangga di malam hari.
b. Kompetisi
Kompetisi merupakan interaksi antar individu sejenis atau antar populasi dimana individu atau populasi tersebut bersaing mendapatkan sarana untuk tumbuh dan berkembang. Kompetisi terjadi jika kedua individu mempunyai kebutuhan yang sama, sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Contoh persaingan antara belalang dan ulat, kambing dan kelinci.
c. Predasi
Predasi merupakan interaksi antara pemangsa dan mangsa. Pemangsa (predator) adalah hewan yang memakan atau memangsa. Mangsa adalah hewan yang dimangsa atau dimakan. Di alam, predasi dapat menjaga keseimbangan alam karena dapat menekan populasi organisme tertentu.
Misalnya antara tikus dengan ular, kijang dengan harimau, dan zebra dengan singa.
d. Parasitisme
Parasitisme merupakan hubungan antara dua organisme yang berbeda jenis dimana salah satu pihak mendapat keuntungan, sedangkan pihak lain mendapat kerugian. Pihak yang diuntungkan disebut parasit, sedangkan pihak yang dirugikan disebut inang. Contohnya benalu dan tali putri yang hidup sebagai parasit pada ranting pohon, serta berbagai jenis cacing dan bakteri yang hidup sebagai parasit pada tubuh hewan dan manusia.
e. Mutualisme
Mutualisme adalah interaksi saling menguntungkan kedua belah pihak.
Pasangan organisme ini disebut inang dan simbion. Misalnya tanaman bungan dengan hewan penyerbuk, burung jalak dengan kerbau, dan manusia dengan bakteri.
f. Komensalisme
Komensalisme adalah interaksi yang hanya menguntungkan satu pihak, sedangkan pihak lain tidak diuntungkan maupun dirugikan. Misalnya ikan remora dengan ikan hiu, ikan putzerlip dengan hewan karang, dan tumbuhan epifit.
g. Amensalisme
Amensalis adalah interaksi organisme dimana salah satu organisme menghambat pertumbuhan organisme lain. Misalnya beberapa jenis fungi menghasilkan zat antibiotik yang dapat menghambat dan membunuh mikroorganisme lainnya.
4. Saling Ketergantungan Antar Komponen Biotik
Pada sebuah ekosistem akan selalu ditemukan produsen, konsumen, dan pengurai. Komponen-konponen tersebut mempunyai peranan yang berbeda. Akan tetapi dalam melaksanakan peranannya, komponen tersebut saling tergantung satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. Jika digambarkan, interaksi antar komponen biotik akan membentuk jaring-jaring ekologi, jaring-jaring ekologi dapat berupa rantai makanan, jaring-jaring makanan, jaring-jaring kehidupan, dan piramida makanan.
a. Rantai makanan
Proses perpindahan energi melalui peristiwa makan dan dimakan yang membentuk rangkaian tertentu disebut rantai makanan.
Rantai makanan :
Produsen Konsumen I Konsumen II Konsumen III Konsumen Puncak.
Contoh
Tumbuhan dimakan kelinci, kelinci dimakan ular, dan ular dimakan elang (Tumbuhan kelinci ular elang).
b. Jaring-jaring makanan
Di dalam ekosistem terdapat banyak rantai makanan yang saling terkait atau berhubungan yang akan membentuk jaring-jaring. Jadi jaring-jaring makanan adalah sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan membentuk semacam jaring.
c. Piramida makanan
Piramida makanan merupakan gambaran piramida yang menunjukan perbandingan makanan antara produsen, konsumen I, konsumen II, sampai dengan konsumen puncak.
d. Aliran energi
Cahaya matahari adalah sumber energi. Tumbuhan hijau memanfaatkan energi cahaya untuk menghasilkan energi kimia berupa karbohidrat. Apabila tumbuhan hijau dimakan oleh herbivora, maka zat makanan yang terdapat di dalam tumbuhan hijau berpindah ke tubuh herbivora. Berarti terjadi perpindahan energi dari tumbuhan hijau ke tubuh herbivora. Contoh seperti gambar di bawah ini.
D. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Suroso AY (2009) yang berjudul
“Pembelajaran Sains Biologi Menggunakan Nuansa Nilai Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Sikap Siswa” diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dan sikap siswa, pembelajaran bernuansa nilai tidak hanya menguasai nilai praktis saja, tetapi juga diperoleh nilai-nilai intelektual, sosio-politik, pendidikan, dan nilai religi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Suroso AY yaitu peneliti hanya mengintegrasikan satu nilai (nilai religius) dalam pembelajaran Biologi, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Suroso AY yaitu dengan menggunakan nuansa dari berbagai nilai dalam pembelajaran Biologi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sutiani (2010) yang berjudul “Integrasi Nilai Keislaman Dan Pemahaman Materi Biologi Dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning” diperoleh bahwa terdapat peningkatan pemahaman materi biologi siswa pada pokok bahasan ekosistem. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Sutiani yaitu perbedaan dalam menggunakan kata, kata yang digunakan oleh peneliti berupa kata Religius
sedangkan kata yang digunakan oleh Sri Sutiani keislaman. Namun kedua kata tersebut pada intinya memiliki arti yang sama yaitu nilai keagamaan. Selain itu, peneliti tidak menggunakan pendekatan seperti yang dilakukan oleh Sri Sutiani.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ali Muhtadi (2004) yang berjudul
“Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Sikap Dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al-Hakim Yogyakarta” diperoleh bahwa terdapat pengaruh terhadap sikap dan perilaku siswa yang taat kepada Allah, bersikap baik terhadap sesama dan alam, serta kepribadian yang cukup baik, cerdas, pemberani dan kritis. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Muhtadi yaitu perbedaan perlakuan integrasi dan penanaman. Integrasi nilai religius yang diterapkan oleh peneliti yaitu mengaitkan nilai religius dalam pembelajaran Biologi pada konsep ekosistem. Selain itu, Ali Muhtadi lebih mengukur sikap dan perilaku siswa Sekolah Dasar Islam, sedangkan peneliti lebih mengukur hasil belajar yang mencakup tiga aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) di tingkat SMP.