• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Produksi Lateks dalam Berbagai Waktu Aplikasi pada Klon Karet Metabolisme Tinggi terhadap Pemberian Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Respons Produksi Lateks dalam Berbagai Waktu Aplikasi pada Klon Karet Metabolisme Tinggi terhadap Pemberian Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PRODUKSI LATEKS DALAM BERBAGAI WAKTU APLIKASI PADA KLON KARET METABOLISME TINGGI TERHADAP PEMBERIAN STIMULAN

ETILEN EKSTRAK KULIT PISANG

SKRIPSI

OLEH :

ANDAN R P GALINGGING/110301163 AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

(2)

RESPON PRODUKSI LATEKS DALAM BERBAGAI WAKTU APLIKASI PADA KLON KARET METABOLISME TINGGI TERHADAP PEMBERIAN STIMULAN

ETILEN EKSTRAK KULIT PISANG

SKRIPSI

OLEH :

ANDAN R P GALINGG/110301163 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

(3)

Judul Skripsi :Respons Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Klon Karet Metabolisme Tinggi Terhadap Pemberian Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Nama : Andan R P GAlingging

NIM : 110301163

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Charloq, MP. Ferry Ezra T. SitepuSP.,M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

ANDAN ROGANDA PARASIAN GALINGGING: Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Klon Karet Metabolisme Tinggi Terhadap Pemberian Stimulan EtilenKulit Pisang dibimbing oleh CHARLOQ dan FERRY EZRA T. SITEPU.

Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet umumnya menggunakan stimulan ethrel yang memiliki kandungan hormon etilen kimiawi, sementara ethrel sulit didapat oleh petani karena harganya yang mahal, oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan stimulan alternatif.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian hormon etilen organik kulit pisang dalam berbagai konsentrasi. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan September 2015 hingga Februari 2016 di Balai Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang Tiga Step dengan tiga ulangan. Step pertama yaitu waktu aplikasi terdiri dari waktu aplikasi pertama dan waktu aplikasi kedua, step kedua yaitu perlakuan klon terdiri dari klon IRR 118 dan klon PB 260dan step ketiga yaitu stimulan terdiri dari tanpa stimulan, 50, 100, 150, dan 200 g stimulan etilen ekstrak kulit pisang.

Pengamatan parameter adalah berat lateks, kadar padatan total dan total produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi pertama lebih tinggi dalam menghasilkan lateks dibandingkan waktu aplikasi kedua. KlonPB 260 adalah klon yang mengalami peningkatan produksi tertinggi akibat pemberian stimulan.

Stimulan ekstrak 50 g kulit buah pisang adalah stimulan yang cenderung meningkatkan produksi lateks lebih tinggi dibandingkan perlakuan stimulan lainnya

.

Kata kunci : .Produksi Lateks, Waktu Aplikasi,klon, stimulan etilen ekstrak kulit pisang

(5)

ABSTRACT

ANDAN ROGANDA PARASIAN GALINGGING: Response Latex Production At Various Times Applications on Rubber Clone Quick Starter Treated by Stimulant Ethylene Banana Peel guidedbyCHARLOQandFERRY EZRA T. SITEPU.

.

Increasing latex production in rubber plants generally used ethrel stimulant that contains the chemical hormone ethyleneand the ethrel may be difficult toconsumedby thepeople'splantation (estates) because the price is expensive, and therefore it needed an alternative stimulant treatment.. The purpose ofthis study was toevaluate the response response latex production at various times applications on rubber clone quick starter treated by stimulant ethylene banana peel. The experiment was conducted for six months, began in September 2015 to Februari 2016 in Sungei Putih Rubber Research Institute, Galang Subdistrict, Deli Serdang regency.Three-Stage Nested Design was applied with three replications. The first step was time application, i.e., a first application, a second application, the second step ofclone treatment, i.e., IRR118 clone, PB 260 cloneand the third step was stimulants, i.e., without stimulants, 50, 100, 150, and 200 g ethylene stimulant organic banana peel. Observed parameters was the latex weight, total solids content and total production

Theresultsshowedthatfirst application was more bigger than the second application to produced the latex. PB 260cloneswereclonesthat experiencedthe highestincrease inproducingdue to theprovision treatmentof stimulants. Stimulant extract 50 gram the peel of banana is stimulant that tends to increase production latex higher than others.

Keywords: LatexProduction, TimeApplications, Clones, Stimulants.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, pada tanggal 12 April 1993 dari ayah Herlin Fidelis Sigalingging dan ibunda Rumli Damanik. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Swasta YP. TELADAN Pematangsiantar, dan pada tahun 2011 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kegiatan akademik diantaranya menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agroekteknologi,Asisten Praktikum Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan, Asisten Koordinator Praktikum Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan, Asisten Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet, Asisten Kepala Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet, dan menjadi anggota Ikatan Muda Persaudaraan Asisten dan Alumni Asisten Agronomi Tanaman Perkebunan.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. Damai Nusa Sekawan, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Klon Karet Metabolisme Tinggi Terhadap Pemberian Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, mengasihi, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Charloq, MP sebagai ketua komisi pembimbing, dan bapak Ferry Ezra T. Sitepu, M.Si. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih atas koordinasi dan bantuannya kepadaBapak Dr. Radite Tistama, S.Si, M.Si selaku pembimbing penelitian di Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih dan Bapak Abu Yazid SP, M.Stat selaku konsultan statistik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh peneliti dan karyawan Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih Kecamatan Galang, semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, kawan-kawan stambuk 2011 dan adik-adik mahasiswa tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat khusus untuk peneliti selanjutnya dan masyarakat pada umumnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR BAGAN ... . xi

DAFTAR GAMBAR ... . xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 5

Klon Tanaman Karet ... 6

Penyadapan Karet ... 7

Stimulan Etilen... 8

Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang... 11

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Pra Aplikasi ... 16

Penentuan Letak Tanam (Ploting) ... 16

Pengukuran Panjang Alur Sadap ... 17

Pembuatan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang ... 17

Aplikasi Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang ... 18

Penyadapan ... 18

Pengamatan Parameter ... 18

Berat Lateks (g) ... 18

Kadar Padatan Total (Total Solid Content = TSC) (%) ... 18

Total Produksi (g/cm/sadap) ... 19

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 20

Berat Lateks (g) ... 20

Penyadapan Pertama ... 20

Penyadapan Kedua ... 22

Penyadapa Ketiga ... 24

Kadar Padatan Total (Total Solid Content/TSC)(%) ... 25

Penyadapan Pertama ... 25

Penyadapan Kedua ... 27

PenyadapanKetiga ... 29

Produksi (g/cm/sadap) ... 32

Penyadapan Pertama ... 32

Penyadapan Kedua ... 34

PenyadapanKetiga ... 36

Pembahasan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hlm.

1. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3... 20

2. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 21 3. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap

Berat Lateks (g) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3…...

22

4. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Berat Lateks (g) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 23 5. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap

Berat Lateks (g) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3...24 6. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Berat

Lateks (g) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 25 7. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap

Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 26 8. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Kadar

Padatan Total (%) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3...

27

9. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 28 10. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Kadar

Padatan Total (%) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3…...

29

11. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 30 12. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Kadar

Padatan Total (%) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3…...31

(11)

13. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 32 14. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Produksi

(g/cm/sadap) Penyadapan Pertama dengan frekuensi penyadapan d/3…... 33 15. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap

Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 34 16. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Produksi

(g/cm/sadap) Penyadapan Kedua dengan frekuensi penyadapan d/3…... ... 35 17. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Klon Tanaman Karet Terhadap

Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3 ... 36 18. Rataan Perlakuan Stimulan Ekstrak Kulit Pisang dan Waktu Aplikasi Terhadap Produksi

(g/cm/sadap) Penyadapan Ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3…... .. 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Hasil Pengamatan Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama...49 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan

Pertama…...49 3. Hasil Pengamatan Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama

(Transformasi�y...50 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama

(Transformasi�y)…...50

5. Hasil Pengamatan Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan Kedua ... 51 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan

Kedua…...51 7. Hasil Pengamatan Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan Ketiga…...52 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Berat Lateks (g) Penyadapan

Ketiga…...52 9. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan

Pertama…...53 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Padatan Total (%) Penyadapan

Pertama…...53 11. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan

Kedua…...54 12. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Padatan Total (%) Penyadapan

Kedua...54 13. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan

Ketig...55 14. Hasil Pengamatan Parameter Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Ketiga…...55 15. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Ketiga

(Transformasi�y)…...56

(13)

16. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Ketiga (Transformasi�y)…...56

17. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Pertama…...57 18. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap)Penyadapan

Pertama…...57 19. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Pertama

(Transformasi�y)…...58 20. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap)Penyadapan Pertama

(Transformasi�y)…...58 21. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Kedua…...59 22. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Kedua ... 59 23. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Kedua (Transformasi�y)…...60 24. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Kedua (Transformasi�y)…...60 25. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Ketiga…...61 26. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Ketiga…...61 27. Hasil Pengamatan Parameter Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Ketiga (Transformasi�y)…...62 28. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan

Ketiga (Transformasi�y)…...62 29. Hasil Rataan Perlakuan Terhadap Parameter Pada Seluruh

Penyadapan…...63 30. Deskripsi Klon IRR 118…...65 31. Deskripsi Klon PB 260…...66

(14)

32. Data Curah Hujan…...67

(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Lahan Penelitian Klon IRR 118...68

Bagan 1. Lahan Penelitian Klon PB 260...69

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Gambar Peta penelitianRancangan Tersarang Tiga Langkah (Nested Design Three Steps)...15

Gambar2.Gambar Pengamatan di Lapangan...70 Gambar3.Gambar Pengamatan Data Kadar Padatan Total (TSC) Lateks...71 Gambar4.Gambar Penelitian Pendahuluan Titrasi Ekstrak Kulit Pisang

Kepok...72 Gambar5. Dokumentasi Supervisi Dosen Pembimbing dan Dosen

PembimbingLapangan...

73

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memegang peranan penting di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor karet yang mendorong devisa negara pada sektor non migas.

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3,445 juta hektar (Statistik Perkebunan 2010). Dari total luas lahan tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat,memiliki produksi karet 600-700 kg kk/ha/thn, jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi perkebunan negara dan swasta asing berkisar 1,3 ton kk/ha/thn (Dirjenbun,2014)umber…..; ….).

Hasil produksi tanaman karet yang diambil berupa lateks,disadap dari batang tanaman karet pada usia produktif. Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, juga dipengaruhi oleh metode dan manajemen penyadapan. Selama ini usaha peningkatan produksi lateks dilaksanakan melalui berbagai usaha seperti teknis budidaya yang baik dengan menanam klon-klon unggul yang dirilis oleh BalaiPenelitian Karet dan ada sistem eksploitasi tanaman karet yang tidak mengalami over atau under eksploitasi (Herlinawati, 2013)

Penerapan sistem eksploitasi yang benar harus berdasarkan aktivitasmetabolik dari masing-masing klon tanaman karet.Berdasarkan aktivitas metabolisme,klon karet dikelompokkan ke dalam klondengan metabolisme tinggi atau quickstarter (QS) dan klon dengan metabolisme rendah atau slow starter (SS) (Sumarmadji, 2005).

(18)

Stimulasi pada klon metabolisme tinggi hanya berfungsi untukmengurangi adanya hambatan aliran.

Aplikasi stimulan pada tanaman karet tidak semua memberikan respon yang diharapkan, hal ini tergantung pada masing-masing klon karet(Setiawan dan Andoko, 2008)

Permasalahan karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat.MenurutSyakir et.al, 2010, hal ini disebabkan olehteknik budidaya dan sistem eksploitasi yang masih kurang baik.

Sistem ekploitasi tanaman karet adalah sistem pengambilan lateks yang mengikuti aturan-aturan tertentu dengan tujuan memperoleh produksi tinggi.Bahan perangsang yang biasa dipakai untuk perangsangan dengan cara oles adalah stimulan.

Penggunaan stimulan bertujuan untuk meningkatkan produksi lateks dan untuk menekan biaya eksploitasi.

Stimulan berbahan aktif etilen dengan berbagai merek dagang seperti Ethrel, ELS dan Cepha (Damanik et al, 2010). Bahan aktif ini mengeluarkan gas etilen yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks(Setiawan dan Andoko, 2008).

Stimulan etephon adalah 2-Chloroethyl phosphonic acid (CEPA), merupakan senyawa yang bersifat asam yang berfungsi untuk meningkatkan produksi hormon etilen endogen pada tanaman karet (Sumarmadji, 2002).Namun berdasarkan penelitian telah diketahui bahwa penggunaan stimulan harus dikombinasikan dengan

(19)

penurunan intensitas sadap, yaitu dengan penurunan frekuensi sadap, dari d2 menjadi d3 atau d4 untuk menjaga kesehatan tanaman (Junaidi et al., 2000)

Penggunaan stimulan yang berlebihan dapat mengakibatkan kering alur sadap (KAS) yaitu tidak mengalirnya lateks ketika dilakukan penyadapan (Tistama dan Siregar, 2005), serta mahalnya harga etephon seperti Ethrel di pasaran yaitu Rp.

355.000/gallon ( 3,785 liter) menyebabkan petani karet rakyat tidak mampu menggunakan stimulan. Menurut Sinamo et al., (2015) ekstrak kulit pisang adalah stimulan yang dapat meningkatkan produksi lateks lebih tinggi daripada perlakuan ektrak nenas dan tanpa stimulant pada penyadapan pertama, dengan volume lateks yang diperoleh stimulan ekstrak kulit pisang adalah sebesar 63.93 ml, dan kulit nenas sebesar 52.24 ml, sedangkan tanpa stimulan hanya sebesar 50.82 ml.Pemberian stimulan ekstrak kulit buah pisang nyata dalam meningkatkan produksi lateks dari pada tanpa stimulan. Stimulan alternatif dari kulit buah pisang dapat mensubstitusi etilen sintetis (kimia) dan diharapkan dapat berdampak menghindari penyakit kering alur sadap.

Limbah kulit pisang masih belum banyak difungsikan atau digunakan, terutama pada bagian kulit yang selalu terbuang. Sehingga sebagian besar kulit pisang menjadi limbah utama tanaman pisang yang belum mampu dimanfaatkan secara maksimal.

Hasil analisis pendahuluan terhadap kandungan etilen pada kulit pisang adalah 0,25%

etilen (Charloq et.al, 2015), dapat dimanfaatkan dalam pendalaman dosis yang tepat untuk diaplikasikan pada bidang sadap klon tanaman karet metabolisme tinggi (QS).

(20)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respon produksi lateks pada klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian stimulan etilen ekstrak kulit pisang.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon produksi lateks dalam berbagai waktu aplikasi pada beberapa klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberian stimulan etilenekstrak kulit pisang.

Hipotesis Penelitian

AdaPerbedaan produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada beberapa klon tanaman karet metabolisme tinggi terhadap pemberianstimulan etilen ekstrak kulit pisang.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan berguna bagi pihak yang berkepentingan dalam perkebunan tanaman karet.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili:

Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensisMuell.Arg.

(Steenis et al ., 2005).

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai 40 meter dan mencapai umur 100 tahun. Warna permukaan batangnya abu-abu dan halus (Webster and Paardekooper, 1990 dalam Lizawati, 2002).

Syarat Tumbuh Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 150 LS dan 150 LU.

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai 150 Hari hujan/tahun. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet antara 250 sampai 300C. Tanamam karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 sampai 600 meter diatas permukaan laut (Siregar, 2012).

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah

(22)

alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik (Anwar, 2006).

Klon tanaman Karet

Klon adalah tanaman yang didapat dari hasil perbanyakan vegetatif atau aseksual. Kelebihan klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur produksinya lebih cepat, dan jumlah lateks yang dihasilkan lebih banyak. Akan tetapi, klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan terhadap hama penyakit tidak sama, serta lingkungan mempengaruhi pertumbuhan klon (Setiawan, 2013).

Dengan menggunakan prinsip diagnosis lateks (LD), maka pengelompokan klon di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Hasil pengelompokan tersebut diperoleh 27 klon metabolisme tinggi, 11 klon metabolisme sedang, dan 10 klon metabolisme rendah (Sumarmadji, 2002).

Klon metabolisme tinggi yang telah diuji ada 27 klon yaitu PB 235, PB 260, PB 280, PB 340, RRIM 712, IRR 1, IRR 2, IRR 3, IRR 4, IRR 5, IRR 6, IRR 7, IRR 8, IRR 10, IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR106, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, DAN IRR 120. Klon metabolisme sedang yang telah diuji ada 11 klon yaitu GT 1, BPM 1, BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300, PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, dan IRR 9. Adapun klon metabolism rendah yang telah diuji ada 10 klon yaitu AVROS 2037, BPM 107, BPM 109, PB 217, RRIC 102, PR 303, TM 2, TM 6, TM 8, TM 9. Klon lain yang perlu segera diuji adalah IRR 5, IRR 21, IRR 32, IRR 39, dan IRR 42 (Sumarmadji, 2001).

Klon metabolisme tinggi tidak memerlukan intensitas eksploitasi yang tinggi, dan sebaliknya klon metabolisme rendah justru memerlukan intensitas eksploitasi

(23)

tinggi. Klon metabolisme tinggi seperti PB 260 dan IRR 118 dieksploitasi dengan intensitas rendah tanpa menggunakan kulit pulihan, dan tanpa atau sedikit stimulan (PTP Nusantara III, 2005).

Klon PB 260 merupakan klon anjuran komersial penghasil lateks. Klon PB 260 tergolong tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan Oidium), tetapi kurang tahan terhadap angin. Karakteristik klon PB 260 adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan sedang. Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna putih kekuningan. Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Woelan, et al,2000).

Klon tanaman karet IRR 118 merupakan klon metabolisme tinggi yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Karet Sungai Putih. Klon tersebut merupakan klon yang memiliki respon sedang terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin sangat baik, dan ketahanan terhadap penyakit kering alur sadap baik. Klon IRR 118 memiliki pertumbuhan cepat dan produksi karet kering rata- rata 2057 kg/ha/th (Woelan et al, 2006).

Penyadapan Karet

Terdapat beberapa kriteria dalam pemanenan karet, hal tersebut berhubungan dengan umur tanaman dan pengukuran lilit batang, yaitu tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5-6 tahun. Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada ketinggian

(24)

batang100 cm dari pertautan okulasi untuk tanaman okulasi (Balai Penelitian Tanah Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008)

Faktor manajemen yang paling berpengaruh terhadap produktivitas klon adalah sistem sadap. Untuk menggali potensi produksi secara optimal, diperlukan dukungan teknologi eksploitasi yang tepat, sesuai dengan karakter fisiologi klon (Kuswanhadi et al., 2009). Penyadapan yang tidak berdasarkan kepada kemampuan fisiologi klon menyebabkan terjadinya penyadapan berlebihan (over exploitation) ataupun kekurangan (under exploitation) karena belum tergalinya potensi produksi (Siregar et al., 2008)

Sistem sadap yang sering diterapkan terdiri atas dua yakni perlakuan pertama yang menggunakan sistem sadap setengah lingkaran tanpa stimulan dengan interval penyadapan dua hari sekali (S/2 d2) dan sistem sadap dengan aplikasi stimulan 2,5%

setengah lingkaran dengan interval penyadapan tiga hari sekali (S/2 d3.ET2.5%

18/y(2w)) ( Junaidi, 2012) Stimulan Etilen

Etilen adalah salah satu hormon yang mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman dan pematangan buah terutama buah yang tergolong klimaterik, respon terhadap cekaman biotik dan abiotik, mempengaruhi proses perkecambahan biji, serta pemanjangan akar tanaman dan mempengaruhi lama aliran lateks pada tanaman karet (Bleecker et al., 2000).

Tanaman karet umumnya memiliki respon terhadap pemberian stimulan etefon (CEPA). Ditandai dengan bertambahnya waktu lateks mengalir yang dapat

(25)

meningkatkan produksi lateks pada waktu tertentu. Akan tetapi tiap tiap klon karet memiliki respon yang berbeda terhadap stimulan (Siswanto, 2004).

Bahan aktif etephon yang biasa dipakai untuk stimulan mengeluarkan gas etilen (C2H4) yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya dalam pembuluh lateks.

Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks (Setiawan dan Andoko, 2008).

Keluarnya lateks adalah dengan adanya tekanan pada pembuluh lateks sebagai akibat adanya tekanan turgor, yaitu tekanan pada dinding sel oleh isi sel.Semakin banyak isi sel semakin besar tekanan pada dinding sel atau turgor. Dengan semakin besarnya turgor ini semakin besar tekanan pada pembuluh lateks dan semakin banyak lateks yang keluar melalui pembuluh lateks. (Balai Penelitian Sembawa, 2010).

Peningkatan frekuensi stimulan atau konsentrasi stimulan dapat dilakukan dalam upaya merealisasikan produksi optimal, bukan produksi maksimal yang sering kali identik dengan over-tapping. Karena setiap satuan stimulan hanya akan efektif pada klon-klon yang responnya tinggi terhadap stimulan. Pemberian stimulan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi, bahkan sebaliknya akan merugikan kesehatan tanaman yang ditandai dengan Kering Alur Sadap (KAS) ( Siregar et al.l 2009).

Stimulasi lateks umumnya diapliksikan pada tanaman karet yang telah dewasa dengan tujuan untuk mendapatkan kenaikan hasil lateks sehingga diperoleh tambahan keuntungan bagi pengusaha perkebunan karet. Pemberian stimulan tanpa menurunkan intensitas sadapan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama

(26)

tanaman yang masih muda. Karenanya tanaman karet hanya bisa dipacu produksinya dengan stimulan jika telah berumur 15 tahun atau 10 tahun jika disadap dengan intensitas rendah (S/2 d3.ET2.5% 18/y(2w)) (Sainoi, 2012)

Umur Tanaman menentukan efektivitas penggunaan stimulan gas etilen.

Tanaman yang masih muda umumnya kurang efektif apabila digunakan stimulan gas etilen. Pengaruh penggunaan stimulan terhadap peningkatan tanaman muda hanya sekitar 10%. Disamping itu, tanaman yang masih muda relative kurang tahan terhadap stimulant gas etilen, sehingga setelah 3 – 5 tahun penggunaan stimulant gas etilen kekeringan alur sadap (KAS) dapat mencapai 5 kali lipat. Dengan demikian aplikasi stimulant sebaiknya diberikan pada tanaman berumur sekitar 15 tahun (Karyudi, 2006).

Aplikasi stimulant gas etilen tidak memberi dampak negatif berupa penurunan produksi apabila prosedur aplikasinya benar dan kesehatan tanaman dijaga. Selain diterapkan secara selektif pada tanaman yang potensial dan sehat, juga diperlukan strategi berupa penerapan sistem sadap yang tepat, prosedur pemasangan aplikator stimulant gas yang benar, dan pemenuhan pupuk sesuai kebutuhan tanaman (Rouf, et.al. 2015)

Kenaikan produksi lateks yang tinggi ketika menggunakan stimulan gas etilen tidak selamanya dipandang positif. Hingga saat ini, ada kekhawatiran bahwa peningkatan produksi lateks hanya terjadi sesaat saja, dan pada tahap lanjut dikhawatirkan tanaman mengalami kering alur sadap. Penggunaan stimulan yang tidak sesuai dengan karakter fisiologis tanaman memang dapat menurunkan kesehatan tanaman dan menurunkan produksi lateks tetapi apabila penggunaan

(27)

stimulan gas etilen dilakukan sesuai prosedur yang benar dan kesehatan tanaman dijaga maka kesinambungan produksi yang tinggi dapat dipertahankan (Sumarmadji, 2009)

Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Pisang tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief,1988).

Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan selama proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan sayur- sayuran. Pada hasil-hasil pertanian klimaterik, produksi etilen sangat efektif selama fase permulaan klimaterik (Hadiwiyo dan soehardi, 1981).

Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang. Etilen pada buah klimaterik dapat mempercepat proses pematangan serta tingkat kematangan yang seragam. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik secara bertahap sesudah panen (Sakti, 2008).

Produksi etilen selama proses pemasakan pada buah klimaterik naik perlahan- lahan sampai mencapai puncak tingkat kematangan. Contohnya pada buah pisang, produksi etilen naik pada enam hari pertama kemudian sedikit menurun sampai tingkat kematang yang optimal ( Wills, 1982 ).

Pada buah pisang yang masih hijau, selama pengamatan produksi etilen naik sedikit dan sesudah hari ke tujuh cenderung turun, tetapi sesudah hari ke- 12 naik

(28)

sangat tajam dan kemudian turun lagi sesudah hari ke-13. Kenaikan yang tajam kemudian turun lagi mungkin disebabkan karena perubahan suhu dari 23O ke 270C dan adanya mikroorganisme yang terdapat pada buah. Kedua faktor ini dapat meningkatkan produksi etilen dan akhirnya akan mempercepat proses pemasakan karena hormon tersebut (Nurjanah, 2002).

Macam-macam hasil tanaman dengan konsentrasi etilen pada stadiumpertumbuhan /perkembangan yang berbeda

Macam Hasil Tanaman Kandungan Etilen (ppm)

Buah apel 0,2 – 1000

Buah alpukat 0,5 – 500

Buah pisang 0,2 – 50

Buah lemon (jeruk lemon) 0,11 – 0,17

Buah mangga 0,04 – 3,0

Buah jeruk 0,13 – 0,32

Buah persik 0,9 – 21

Buah per 0,1 – 300

Buah nenas 0,16 – 0,40

Buah prem 0,14 – 0,23

Buah labu 0,04 – 2,1

Sumber: Sholihati (2004)

(29)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Karet Sungei Putih Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Berada pada ketinggian tempat ± 54 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dimulai dari bulan September 2015 sampai dengan Februari 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet klon IRR 118 dan klon PB 260 pada ancak B tahun tanam 2008 sebagai objek penelitian klon metabolisme tinggi, kulit pisang kriteria menuju matang berwarna kuning sebagai perlakuan. Hasil penelitian pendahuluan Charloq, et. al (2015) yang telah dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus dengan metode titrasi dengan rumus :

Kadar Etilen =(V1 − V2) x N x �0.14862 � x 87 gram contoh

V1 = ml. Titran contoh V2 = ml. Titran blanko (0.5)

N = Normalitas NaOH

Menghasilkan bahwa kulit pisang yang memiliki kandungan etilen tertinggi ialah kriteria kulit pisang berwarna kuning sebesar 0.25%, sedangkan kulit pisang berwarna hijau dan hijau kekuningan masing – masing 0,22% dan 0.20%.

(30)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender untuk mengekstrak kulit buah, gelas ukur untuk mengukur volume lateks dan pelarut, kain kasa untuk memisahkan ekstrak dan ampas kulit buah, ember sebagai wadah perlakuan, oven untuk mengukur kadar padatan total (TSC), timbangan analitik (Mettler PC 180) untuk menimbang kulit pisang dan berat sampel lateks, kamera untuk mengamati keadaan bagian sadapan, cat sebagai penanda perlakuan yang diberikan, Kuas lukis lembut untuk mengoleskan perlakuan pada bidang sadap, botol kocok sebagai tempat sampel lateks.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang Tiga Step (Three- Stage Nested Design) dengan tiga ulangan, yaitu:

Step I : Waktu Aplikasi (A)

A1 = Waktu Aplikasi Pertama ( Minggu ke-1 ) A2 = Waktu Aplikasi Kedua ( Minggu ke-3 ) Step II : Klon Tanaman Karet

K1= Klon IRR 118 K2= Klon PB 260

Step III : Stimulan Hormon Etilen S0 = Tanpa Stimulan

S1 = Stimulan etilen ekstrak 50 g kulit pisang S2 = Stimulan etilen ekstrak 100 g kulit pisang S3 = Stimulan etilen ekstrak 150 g kulit pisang S4 = Stimulan etilen ekstrak 200 g kulit pisang

(31)

A1

K1 K2

A2

K1 K2

Dengan demikian diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi sebagai berikut :

A1K1S0 A1K1S1 A1K1S2 A1K1S3 A1K1S4

A1K2S0 A1K2S1 A1K2S2 A1K2S3 A1K2S4

A2K1S0 A2K1S1 A2K1S2 A2K1S3 A2K1S4

A2K2S0 A2K2S1 A2K2S2 A2K2S3 A2K2S4

Jumlah Ulangan : 3 Ulangan

Jumlah Tanaman/Perlakuan : 4 Tanaman Jumlah Tanaman/Klon : 60 Tanaman Jumlah Tanaman Seluruhnya : 120 Tanaman

Gambar 1. Peta penelitianRancangan Tersarang Tiga Langkah (Nested Design Three Steps) yang digunakan sebagaiberikut :

Menggunakan

S0 S1 S2 S3 S4 A1

K1 S0 U1

A1 K1 S1 U1

A1 K1 S2 U1

A1 K1 S3 U1

A1 K1 S4 U1 A1

K1 S0 U2

A1 K1 S1 U2

A1 K1 S2 U2

A1 K1 S3 U2

A1 K1 S4 U2 A1

K1 S0 U3

A1 K1 S1 U3

A1 K1 S2 U3

A1 K1 S3 U3

A1 K1 S4 U3

S0 S1 S2 S3 S4 A1

K1 S0 U1

A1 K1 S1 U1

A1 K1 S2 U1

A1 K1 S3 U1

A1 K1 S4 U1 A1

K1 S0 U2

A1 K1 S1 U2

A1 K1 S2 U2

A1 K1 S3 U2

A1 K1 S4 U2 A1

K1 S0 U3

A1 K1 S1 U3

A1 K1 S2 U3

A1 K1 S3 U3

A1 K1 S4 U3

S0 S1 S2 S3 S4 A2

K1 S0 U1

A2 K1 S1 U1

A2 K1 S2 U1

A2 K1 S3 U1

A2 K1 S4 U1 A2

K1 S0 U2

A2 K1 S1 U2

A2 K1 S2 U2

A2 K1 S3 U2

A2 K1 S4 U2 A2

K1 S0 U3

A2 K1 S1 U3

A2 K1 S2 U3

A2 K1 S3 U3

A2 K1 S4 U3

S0 S1 S2 S3 S4 A2

K1 S0 U1

A2 K1 S1 U1

A2 K1 S2 U1

A2 K1 S3 U1

A2 K1 S4 U1 A2

K1 S0 U2

A2 K1 S1 U2

A2 K1 S2 U2

A2 K1 S3 U2

A2 K1 S4 U2 A2

K1 S0 U3

A2 K1 S1 U3

A2 K1 S2 U3

A2 K1 S3 U3

A2 K1 S4 U3

(32)

sidik ragam dengan model linier Rancangan Tersarang Tiga Step (Three-Stage Nested Design):

𝐘𝐘𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢 = µ + 𝛕𝛕𝐢𝐢+ 𝛃𝛃𝐢𝐢(𝐢𝐢)+ 𝛄𝛄𝐢𝐢(𝐢𝐢𝐢𝐢)+ 𝛆𝛆(𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢)𝐢𝐢

i = 1, 2, 3,4,5

j = 1, 2

k = 1, 2, 3, 4, 5 l = 1, 2, 3 Dimana:

𝐘𝐘𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢 : Hasil pengamatan stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j dan tersarang waktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l µ : Nilai rataan umum

𝛕𝛕𝐢𝐢 : Waktu aplikasi ke-i

𝛃𝛃𝐢𝐢(𝐢𝐢) : Klon ke-j tersarang dalam waktu aplikasi ke-i

𝛄𝛄𝐢𝐢(𝐢𝐢𝐢𝐢) : Stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j dan tersarang waktu aplikasi ke-i

𝛆𝛆(𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢𝐢)𝐢𝐢 : Galat percobaan pada stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j dan tersarang Aaktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l

Pelaksanaan Penelitian Pra Aplikasi

Penentuan Letak Tanaman (Ploting)

Klon tanaman yang digunakan ialah klon IRR 118 dan klon PB 260 pada ancak B tahun tanam 2008. Jumlah tanaman karet pada setiap ancak berjumlah 310 batang dan tanaman sampel yang digunakan sebanyak 60 batang tanaman per masing – masing klon. Tanaman Karet yang digunakan dengan sistem sadap normal ½ spiral, memiliki batang yang lurus, tidak terserang penyakit, bertofografi datar, dan memiliki

(33)

rataan lilit batang antara 45-55 cm. Pemilihan tanaman sampel yang seragam yang kemudian diberi tanda sesuai perlakuan yang telah diacak terlebih dahulu dengan pengacakan menggunakan microsoft excel. Penandaan sampel dilakukan dengan penulisan kombinasi perlakuan pada bendera yang ditempelkan di batang tanaman karet.

Pengukuran Panjang Alur Sadap

Tanaman karet yang telah ditentukan sebagai tanaman sampel, diukur panjang alur sadap sebagai data yang akan digunakan untuk menghitung total produksi

Pembuatan Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Adapun jenis pisang yang digunakan yaitu pisang kepok yang telah mengalami puncak klimaterik dengan kriteria matang dan berwarna kuning atau pisang kepok yang 7 hari setelah dipanen. Pisang kepok yang digunakanberasal dari kebun petani sekitaran kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Dari hasil studi pendahuluan, kulit pisang yang telah mengalami puncak klimaterik berwarna kuning memiliki kandungan etilen sebesar 0,25 % .

Pembuatan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dilakukan sehari sebelum pengaplikasian stimulan ke tanaman karet. Kulit pisang dipisahkan dari buah dan ditimbang masing-masing S0 = 0 g, S1 = 50 g, S2 = 100 g, S3 = 150 g, S4 = 200 g.

Kemudian diblender dengan menambahkan 300 ml aquades sebagai pelarut. Larutan kemudian diperam selama satu malam di dalam wadah yang tertutup rapat untuk mengindari oksidasi. Pada pagi hari satu jam sebelum pengaplikasian stimulan, larutan kulit pisang disaring dengan menggunakan kain kasa yang bersih untuk

(34)

memisahkan ekstrak dan ampas kulit pisang. Larutan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dibawa ke lapangan dengan wadah yang bersih dan tertutup rapat.

.Aplikasi Stimulan Etilen Ekstrak Kulit Pisang

Pengaplikasian stimulan dilakukan 2 hari sebelum sadap dengan interval waktu pengaplikasian stimulant etilen ekstrak kulit pisang selama 2 minggu.Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari suhu udara (temperatur) dan penguapan air yang terlalu tinggi dengan menggunakan sistem scrapping application. Sebelum stimulan diaplikasikan, bidang sadap terlebih dahulu dibersihkan dari karet yang mengering (Scrap) kemudian stimulan etilen ekstrak kulit pisang dioleskan searah dari pangkal sampai ke ujung bidang sadap mengggunakan kuas yang lembut dengan dosis 5 gram per pohoh per aplikasi.

Penyadapan

Penyadapa pada pagi hari pukul 06.00 sampai dengan 08.00. Sistem sadap yang digunakan yaitu ½S d/3 yaitu sistem sadap ½ spiral dan intensitas penyadapan 3 hari sekali.

Pengamatan Parameter Berat Lateks (g)

Pengukuran berat lateks (g) pada setiap perlakuan dari penyadapan pertama sampai penyadapan ketiga menggunakan gelas ukur.

Kadar Padatan Total (Total solid Content/TSC) (%)

Setelah dilakukan penimbangan lateks cair kemudian dilakukan pengukuran kadar padatan total atau yang biasa disebut total solid content (TSC). Latek dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama 12 jam. Kemudian akan

(35)

diperoleh kadar karet kering dari lateks tersebut dan dilakukan perhitungan antara perbandingan berat basah lateks dengan berat karet kering.

Total Produksi (g/cm/sadap)

Dilakukan penghitungan total produksi untuk mengetahui produksi dari tiap batang tanaman, dengan rumus :

Total Produksi = Berat x TSC Panjang Alur Sadap

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berat Lateks (g) Penyadapan Pertama

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan pertama. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 1.

Tabel1.Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan Pertama (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 57.96 63.21 50.83 46.13 56.60 54.95a PB 260 129.92 172.35 144.50 138.29 132.50 143.51b

Rataan 93.94a 117.78a 97.67a 92.21a 94.55a 99.23

Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan pertama sebesar 143.51 g lebih tinggi dibandingkan IRR 118 (K1) sebesar 54.95 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 117.78 g, diikuti

(37)

oleh stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 97.67 g, stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang S4 sebesar 94.55 g, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 93.94 g, sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 92.21 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan pertama.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilenekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan kedua.

Rataan perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan I (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 109.54 133.82 105.96 102.96 104.31 111.32a A2 78.33 101.74 89.38 81.46 84.79 87.14b

Rataan 93.94a 117.78a 97.67a 92.21a 94.55a 99.23

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 1 (A1) menghasilkan berat lateks penyadapan pertama sebesar 111.32 g, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 2 (A2) sebesar 87.14 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 117.78 g, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 97.67 g, stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang S4 sebesar 94.55

(38)

g, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 93.94 g, sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 92.21 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan pertama.

Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak penyadapan dan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap berat lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan ekstrakkulit pisang terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan perlakuan stimulan ekstrak etilen kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan kedua dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan II (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 55.83 55.76 50.28 51.88 60.00 54.75a PB 260 101.04 139.17 123.54 114.46 117.58 119.16b

Rataan 78.44a 97.47a 86.91a 83.17a 88.79a 86.95

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan kedua sebesar 119.16 g, lebih tinggi dibandingkan klon IRR 118 (K1) sebesar 54.75 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan kedua sebesar 97.47 g, diikuti oleh stimulant etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 88.79 g, stimulant etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.91 g, dan stimulant etilen

(39)

ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 83.17 g, sedangkan perlakuan tanpa stimulan (S0) sebesar 78.44 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan kedua.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan kedua.

Rataan perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4.Rataan perlakuan stimulant etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan keduadangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan II (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 91.04 110.35 98.47 94.88 100.08 98.96a A2 65.83 84.58 75.35 71.46 77.50 74.94b Rataan 78.44a 97.47a 86.91a 83.17a 88.79a 86.95

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 1 (A1) menghasilkan berat penyadapan kedua sebesar 98.96 g, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 2 (A2) sebesar 74.94 g. Perlakuan stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 97.47 g, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 88.79 g, stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.91 g, dan stimulan etilenekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 83.17 g, sedangkan

(40)

perlakuan tanpa stimulan (S0) sebesar 78.44 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan kedua.

Penyadapan III

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan ketiga.

Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap berat lateks (g) penyadapan ketiga dangan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan III (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 46.67 55.28 57.08 55.79 53.33 53.63a PB 260 103.96 135.63 115.76 106.67 110.00 114.40b

Rataan 75.31a 95.45a 86.42a 81.23a 81.67a 84.02

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 5. menunjukkan bahwa perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan berat lateks penyadapan ketiga sebesar 114.40 g, lebih tinggi dibandingkan klon IRR 118 (K1) sebesar 53.63 g. Perlakuan stimulant etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) menghasilkan berat lateks tertinggi penyadapan ketiga sebesar 95.45 g, diikuti oleh stimulant etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 86.42 g, stimulant etilen ekstrak 2000 g kulit buah pisang (S4) sebesar 81.67 g, dan stimulant etilen

(41)

ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 81.23 g, sedangkan perlakuan tanpa stimulan (S0) sebesar 75.31 g menghasilkan berat lateks terendah pada penyadapan ketiga.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan ketiga.

Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6.Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap berat lateks (g) penyadapan ketiga dengan frekuensi penyadapan d/3

Berat Lateks Penyadapan III (g)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 90.21 114.51 106.67 103.29 92.29 101.39a

A2 60.42 76.39 66.18 59.17 71.04 66.64b

Rataan 75.31a 95.45a 86.42a 81.23a 81.67a 84.02

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Kadar Padatan Total (Total Solid Content/TSC) (%) Penyadapan I

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis

(42)

sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap kadar padatan total pada penyadapan pertama. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan I (%)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 38.29 37.61 33.56 34.42 38.75 36.53a PB 260 37.46 30.51 32.05 30.99 32.88 32.78b Rataan 37.88a 34.06a 32.81a 32.70a 35.81a 34.65a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan kadar padatan total penyadapan pertama sebesar 36.53 %, lebih tinggi dibandingkan klon PB 260 (K2) sebesar 32.78 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan pertama sebesar 37.88 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.81 % , stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang S1 sebesar 34.06 %, dan stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 32.81 % , sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 32.70 % menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan pertama.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik

(43)

ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap kadar padatan total pada penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 8

Tabel 8. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan I (%)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 32.73 31.27 30.73 29.27 31.25 31.05a A2 43.02 36.85 34.89 36.14 40.38 38.25b Rataan 37.88a 34.06a 32.81a 32.70a 35.81a 34.65

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 2 (A2) menghasilkan kadar padatan total penyadapan pertama sebesar 38.25 %, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 1 (A1) sebesar 31.05 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan pertama sebesar 37.88 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.81 % , stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang S1 sebesar 34.06 %, dan stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 32.81 % , sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 32.70 % menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan pertama.

Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua

(44)

dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet berpengaruh tidak nyata terhadap kadar padatan total penyadapan kedua. Rataan perlakuan klon tanaman karet dan stimulan etilen ekstrakkulit pisang terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan II (%)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

IRR 118 40.42 38.35 35.53 36.78 36.40 37.50a PB 260 36.05 33.12 39.12 31.70 33.68 34.73a Rataan 38.24a 35.73a 37.33a 34.24a 35.04a 36.11

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan kadar padatan total penyadapan kedua sebesar 37.50 %, lebih tinggi dibandingkan klon PB 260 (K2) sebesar 34.73 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua sebesar 38.24 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 37.33 %, stimulan etilen ekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) sebesar 35.73 %, dan stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.04 %, sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 34.24 menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan kedua.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan kedua

(45)

dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang berpengaruh tidak nyata dan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap berat lateks pada penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan kedua dengan frekuensi penyadapan d/3disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10.Rataan perlakuan stimulan etilen ekstrak kulit pisang dan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total penyadapan pertama dangan frekuensi penyadapan d/3

TSC Penyadapan II (%)

Klon Stimulan

Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

A1 35.14 33.44 36.89 30.80 33.20 33.89a A2 41.33 38.03 37.76 37.68 36.88 38.34b Rataan 38.24a 35.73a 37.33a 34.24a 35.04a 36.11

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan waktu apilikasi 2 (A2) menghasilkan kadar padatan total penyadapan kedua sebesar 38.34 %, lebih tinggi dibandingkan waktu aplikasi 1 (A1) sebesar 33.89 %. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua sebesar 38.24 %, diikuti oleh stimulan etilen ekstrak 100 g kulit buah pisang (S2) sebesar 37.33 %, stimulan etilenekstrak 50 g kulit buah pisang (S1) sebesar 35.73 %, dan stimulan etilen ekstrak 200 g kulit buah pisang (S4) sebesar 35.04 %, sedangkan perlakuan stimulan etilen ekstrak 150 g kulit buah pisang (S3) sebesar 34.24 menghasilkan kadar padatan total terendah pada penyadapan kedua.

Penyadapan III

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian Masukan Keluaran yang diharapkan Keluaran yang didapat Hasil Sukses Gagal C-01 Memilih tempat makan Klik tempat makan yang telah terdaftar Tidak ada

dengan tersedianya makanan dalam jumlah yang memadai ,tidak akan. diikuti deng an panen yang

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu menetapkan Peraturan

selain di telinga kecuali yang disebabkan oleh ketentuan agama atau adat (wanita)* dan tidak bertato / bekas tato dan tindik / bekas tindik anggota badan lainnya

Universitas Negeri

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Penyediaan Makanan