13 II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Konsep Pemasaran
Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk atan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh keuntungan yang optimal atas produk atau jasa yang dihasilkan berkaitan dengan penentuan kepuasan konsumen yang menggantikannya. Menurut Kartajaya et al. (2002), pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan pertukaran nilai dari satu inisiator kepada stakeholders-nya. Dengan kata lain, pemasaran adalah proses saling memberi dan menerima untuk mencapai kepuasan bagi kedua pihak yang bertransaksi.
Kotler dan Armstrong (2008) mengungkapkan bahwa manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi. Adapun konsep pemasaran merupakan filosofi manajemen pemasaran yang menyatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih baik daripada pesaing.
Kartajaya et al. (2002) memiliki gagasan tentang konsep pemasaran yang disebut Ultimate Philosophy of Marketing. Menurut filosofi ini, pemasaran memiliki tiga unsur yaitu visi, misi, dan nilai. Visi pemasaran berarti pemasaran merupakan konsep bisnis strategis yang ditujukan untuk menjamin kepuasan yang berkelanjutan kepada stakeholders utama, yaitu pelanggan, karyawan, dan pemilik (shareholders). Misi pemasaran berarti pemasaran sebagai “jiwa” bagi seluruh individu yang berada di dalam perusahaan. Adapun nilai pemasaran adalah (1) merek lebih berharga bagi pelanggan daripada produk; (2) shareholders harus memperlakukan bisnisnya sebagai service business, apapun jenis bisnis yang digelutinya; (3) tiap orang dalam organisasi harus terlibat dalam proses pemenuhan kepuasan pelanggan.
14 2.2. Definisi dan Konsep Strategi Pemasaran
Menurut Tjiptono (2008), strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumberdaya dan usaha suatu organisasi. Pernyataan strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Jain (1990) dalam Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa setiap organisasi membutuhkan strategi manakala menghadapi situasi berikut:
1. Sumberdaya yang dimiliki terbatas.
2. Terdapat ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi.
3. Terdapat ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
4. Komitmen terhadap sumberdaya tidak dapat diubah lagi.
5. Keputusan-keputusan harus dikordinasikan antar bagian sepanjang waktu.
Strategi pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2008) adalah logika pemasaran di mana unit bisnis berharap untuk mencapai tujuan pemasarannya. Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah terkait dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, penentuan posisi pasar, elemen bauran pemasaran, dan biaya bauran pemasaran.
Strategi pemasaran dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Kartajaya et al. (2002) mengungkapkan bahwa pemasaran sebenarnya beroperasi pada tiga level yang berbeda dan mencerminkan tiga tingkat strategi, yaitu:
1. Pada tingkat korporat: pemasaran adalah alat untuk menganalisis struktur pasar, orientasi dan dukungan pelanggan, serta memposisikan perusahaan dalam suatu rantai nilai (value chain).
2. Pada tingkat unit bisnis: pemasaran adalah alat untuk melakukan segmentasi, penentuan target pasar, memposisikan produk, serta memutuskan waktu dan cara menjalin kemitraan.
3. Pada tingkat operasional: pemasaran adalah alat untuk merumuskan bauran pemasaran, mengelola pelanggan, dan melakukan hubungan penjualan kembali (reseller relationship).
15 2.3. Konsep Strategic Marketing Plus 2000
Perubahan lingkungan bisnis yang kian cepat mengharuskan perusahaan untuk selalu memperbaharui strategi pemasarannya agar mencapai kesuksesan. Kartajaya (1996) mengungkapkan bahwa Strategic Marketing Plus 2000 adalah konsep strategis untuk meninjau kompetisi, formulasi strategi, dan meningkatkan kapabilitas yang dapat digunakan sebagai landasan untuk:
1. Membandingkan bentuk orientasi perusahaan dengan situasi persaingan yang terjadi.
2. Menyusun strategi bersaing yang tepat.
3. Meningkatkan daya saing perusahaan sesuai dengan strategi yang telah disusun.
Gambar 2 menunjukkan komponen utama pemasaran yang dianalisis dalam konsep Strategic Marketing Plus 2000. Siklus dalam menunjukkan situasi persaingan perusahaan dalam lingkungan bisnisnya yang disebut konsep 4C, yaitu Customer (C1), Company (C2), Competitor (C3), dan Change (C4). Siklus tengah menggambarkan kondisi internal perusahaan yang meliputi strategi, taktik, dan nilai pemasaran. Adapun siklus luar menggambarkan pertanyaan paling penting yang harus dijawab dengan tepat sewaktu melaksanakan program pemasaran dalam kaitannya dengan pemenuhan kepuasan stakeholders perusahaan.
Gambar 2. Komponen Utama Pemasaran, The Strategic Marketing Plus 2000
Sumber: Kartajaya et al. (2002)
16 2.3.1. Competitive Setting Profile (CSP)
Dalam analisis Strategic Marketing Plus 2000, komponen CSP terdiri atas tiga dimensi, yaitu:
2.3.1.1. Customer (Pelanggan)
Strategi pemasaran dari suatu perusahaan yang ingin sukses harus memperhatikan pelanggannya, terkait dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk bertahan dan mendapatkan tingkat kepuasan yang paling dasar. Kotler (2005) mendefinisikan keinginan sebagai suatu kebutuhan yang lebih spesifik untuk mendapat kepuasan tertentu. Olson dan Dover dalam Kartajaya et al. (2002) mendefinisikan harapan pelanggan sebagai kepercayaan sebelum mencoba (pre-trial belief) mengenai suatu produk, yang kemudian dijadikan sebagai standar untuk mengevaluasi kinerja suatu produk atau pengalaman- pengalaman yang akan datang.
Analisis Strategic Marketing Plus 2000 digunakan untuk melihat tingkat permintaan pelanggan berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka. Proses ini dievaluasi dengan melihat komponen perilaku, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang kemudian dihubungkan dengan tiga dimensi dalam pengukuran permintaan pelanggan, yaitu tercerahkan (enlightened), tahu informasi (informationalized), dan berkemampuan (empowered). Dimensi tercerahkan lebih mengacu kepada kognitif, misalnya pengetahuan terhadap merek-merek yang ada di pasar. Dimensi tahu informasi lebih berpengaruh pada afektif, yang menyebabkan pelanggan mampu mengevaluasi merek-merek tersebut.
Adapun dimensi berkemampuan lebih berhubungan dengan psikomotor, yaitu tendensi untuk melakukan suatu perilaku pembelian terhadap suatu merek.
2.3.1.2. Competitor (Pesaing)
Dalam konsep Strategic Marketing Plus 2000, pesaing dilihat dari tiga dimensi yaitu umum (general), keagresifan (aggressiveness), dan
17 kapabilitas (capability). Dimensi umum digunakan untuk menggambarkan jumlah pesaing yang berada dalam industri saat ini, pesaing potensial di masa mendatang, dan pesaing produk substitusi. Dimensi keagresifan menggambarkan kemampuan pesaing untuk menciptakan keunggulan kompetitif agar tetap bertahan di dalam industri. D’Aveni dalam Kartajaya (2002) meringkas bahwa keunggulan kompetitif pada umumnya bersumber dari (1) harga dan kualitas, (2) pemilihan waktu dan kecakapan, (3) strong- hold, (4) deep pocket. Adapun dimensi kapabilitas pesaing diukur berdasarkan kondisi keuangan, karyawan, dan aset-aset berwujud (tangible) yang dimilikinya.
2.3.1.3. Change (Perubahan)
Variabel perubahan terdiri atas tiga dimensi, yaitu teknologi, ekonomi, dan pasar. Teknologi merupakan change-driver primer dalam mempengaruhi perubahan permintaan pelanggan dan kondisi pesaing.
Menurut Porter dalam Kartajaya (2002), teknologi memiliki peranan besar untuk mengubah struktur industri, menciptakan industri baru, dan mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu industri. Perubahan teknologi adalah driver yang paling penting dalam terjadinya hiper-kompetisi, yaitu situasi di mana tidak ada perusahaan yang mempunyai keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Dimensi ekonomi terkait dengan adanya deregulasi dan liberalisasi yang berpengaruh terhadap situasi persaingan bisnis. Sistem ekonomi yang semakin terbuka memungkinkan bertambahnya pemain dalam suatu industri. Sedangkan dimensi pasar yang berubah dalam hal luas, struktur dan sensitivitasnya juga akan memacu masuknya pesaing baru.
2.3.2. Company Alignment Profile (CAP)
Prinsip Strategic Marketing Plus 2000 adalah pemasaran sebagai filosofi perusahaan. Pemasaran bukan saja tugas divisi pemasaran, tetapi setiap individu yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Konsep CAP terkait dengan strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan disajikan dalam Tabel 8.
18 Tabel 8. Konsep CAP dalam Strategi Pemasaran Perusahaan
Tipe Pemasaran Tidak Ada Pemasaran
Pemasaran Massal
Pemasaran Segmentasi
Pemasaran Ceruk
Pemasaran Individual
Strategi
Segmentasi Geografis Demografis Psikografis Perilaku Individual
Target Semua orang Orang yang cocok
Orang yang terpilih
Beberapa orang saja
Berbeda untuk setiap orang
Posisi Satu-satunya di
pasar Lebih baik Satu
pernyataan
Berbeda untuk tiap
ceruk
Disesuaikan tiap-tiap individu
Taktik
Diferensiasi
Baik untuk perusahaan sendiri
Lebih baik dari pesaing
Produk disukai pelanggan
Produk khusus tiap
ceruk
Disesuaikan tiap-tiap induvidu
Bauran pemasaran
4A Assortment
Affordable Available Announcement
4B Best Bargaining Buffer stock Bombarding
4P Product
Price Place Promotion
4V Variety
Value Venue Voice of- Customer
4C Customer-
solution Cost Convenience Communication
Penjualan Informasi tentang produk
Penjualan fitur
Penjualan manfaat
Penjualan solusi
Interaksi dengan konsumen
Nilai
Merek Pembeda
dengan pesaing
Upaya dikenal orang
Asosiasi tertentu
Menunjuk- kan kualitas
Membangun loyalitas
Pelayanan Salah satu kategori bisnis
Meningkatkan nilai tambah
Bisnis nilai pemakaian
Memuaskan konsumen
Tujuan penting perusahaan
Proses
Implementasi sistem dan
prosedur
Kerjasama antar fungsi
Perampingan fungsional
Total delivery re- engineering
Extended value chain
Sumber: Kartajaya et al. (2002)
Berdasarkan Tabel 8, komponen analisis Strategic Marketing Plus 2000 yang terkait dengan kondisi internal perusahaan mencakup:
2.3.2.1. Strategi
Kotler (2005) memberikan batasan bahwa strategi pemasaran pada dasarnya adalah segmentation, targetting, dan positioning.
a. Strategi Segmentasi (Segmentation)
Segmentasi pasar dapat membantu manajemen dalam menyalurkan uang dan usaha ke pasar potensial yang paling menguntungkan, merencanakan
19 produk yang dapat memenuhi permintaan pasar, menentukan cara-cara promosi yang paling efektif, memilih media advertensi, dan mengatur waktu yang sebaik-baiknya. Segmentasi memungkinkan perusahaan menghadapi lebih sedikit pesaing dalam segmen tertentu serta memungkinkan pemilihan saluran distribusi dan komunikasi menjadi jauh lebih mudah.
Dengan menyatukan program pemasaran yang ditujukan kepada segmen- segmen pasar, perusahaan dapat melaksanakan pemasaran dengan lebih baik dan menggunakan sumberdaya pemasaran secara efisien.
Menurut konsep Strategic Marketing Plus 2000, variabel segmentasi bergeser dari geografi ke demografi, psikografi, perilaku, dan akhirnya individu (karakterisitik pribadi). Semakin tinggi tingkat persaingan suatu industri, maka perusahaan dituntut untuk menggunakan variabel yang paling dekat dengan pembelian, yaitu perilaku individual. Cara lain untuk membagi pasar adalah dengan membedakan faktor siapa, mengapa, dan bagaimana (who, why, dan how). Pembagian pasar berdasarkan variabel demografi memilah-milah pasar atas faktor siapa yang membeli (who to buy), sedangkan variabel psikografi membagi pasar atas faktor mengapa mereka membeli (why they buy). Adapun variabel perilaku membagi pasar atas faktor bagaimana mereka membeli (how they buy) dan memusatkan pada perilaku pembelian yang terjadi secara konkret dan aktual.
b. Strategi Penentuan Target (Targeting)
Targeting adalah proses mengevaluasi daya tarik setiap segmen pasar dan memilih satu atau beberapa segmen pasar untuk dimasuki (Kartajaya et al. 2002). Kriteria utama targeting adalah besarnya ukuran pasar, pertumbuhan pasar, dan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan.
c. Strategi Penentuan Posisi (Positioning)
Positioning merupakan upaya menempatkan produk di pasar pada posisi yang sesuai dalam persepsi konsumen. Penentuan positioning dapat mempengaruhi peninjauan kembali pada cara membagi pasar dan pemilihan target pasar. Wind dalam Kartajaya et al. (2002) menjelaskan
20 bahwa posisi yang ditempati suatu produk di suatu pasar adalah alasan keberadaan produk tersebut dan alasan bagi pelanggan untuk melakukan pembelian. Positioning merupakan dasar untuk melakukan diferensiasi produk, perencanaan untuk seluruh program bauran pemasaran, dan pengalokasian sumberdaya.
2.3.2.2. Taktik
Taktik adalah variabel kedua dalam membentuk CAP yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu:
a. Diferensiasi
Kotler (2005) menyatakan bahwa diferensiasi adalah semua usaha yang dilakukan oleh perusahaan agar produk yang ditawarkan mempunyai suatu perbedaan yang positif di mata pelanggan dan berbeda dari yang ditawarkan oleh pesaing. Sumber utama diferensiasi perusahaan adalah pada produk, pelayanan, personalia, dan citra (image).
b. Bauran pemasaran
Menurut Kotler (2005), bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis dan terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran. Komponen bauran pemasaran dan variabel pembentuknya antara lain:
i. Produk, meliputi: ragam, kualitas, desain, fitur, merek, kemasan, dan layanan.
ii. Harga, meliputi: diskon, daftar harga, potongan harga, periode pembayaran, dan persyaratan kredit.
iii. Tempat, meliputi: cakupan pemasaran, saluran distribusi, pemilahan lokasi, persediaan, transportasi, dan logistik.
iv. Promosi, meliputi: iklan, penjualan pribadi (personal selling), dan hubungan masyarakat.
c. Penjualan
Penjualan adalah usaha untuk membuat konsumen membeli apa yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan strategi pemasaran yang diterapkan.
Dalam situasi persaingan yang berubah, pola penjualan harus bergeser
21 dari satu bentuk ke bentuk lain. Pada kondisi persaingan yang masih stabil, penjualan –dalam arti meyakinkan seseorang untuk membeli– tidak diperlukan. Perusahaan cukup memberikan informasi kepada masyarakat bahwa produknya telah tersedia. Karena hanya ada satu sumber, maka pembeli akan melakukan pembelian dengan sendirinya tanpa insentif lebih jauh. Pada tingkat-tingkat situasi yang lebih tinggi, sifat penjualan bergeser mulai dari menjual fitur dan manfaat suatu produk kepada pembeli, sampai akhirnya menjual solusi kepada pembeli. Pada bentuk persaingan yang sangat ketat, konsumen sudah pintar dan berpengalaman, sehingga cara paling efektif untuk melakukan penjualan pada situasi ini adalah melalui interaksi dengan pelanggan demi kesuksesan bersama antara perusahaan dan pelanggan dalam situasi murni win-win.
2.3.2.3. Nilai
Nilai (value) pemasaran terdiri atas tiga dimensi, yaitu merek (brand), pelayanan (service), dan proses. Ketiga dimensi tersebut secara rinci adalah sebagai berikut:
a. Merek
Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa perusahaan dan membedakannya dari produk pesaing.
Nilai dalam merek merupakan persepsi dan tingkah laku perusahaan terhadap suatu merek. Produk adalah sesuatu yang dibuat oleh perusahaan, tetapi yang dibeli konsumen di pasar adalah merek. Maka dari itu, merek menunjukkan kesimpulan dari segala macam karakteristik produk yang ada di hati konsumen. Nilai yang terkandung dalam merek ini akan semakin besar bila suatu merek tidak hanya dianggap sebagai sekedar nama tetapi dikenal oleh pelanggan, mempunyai asosiasi yang positif di benak pelanggan, dipersepsi mempunyai kualitas yang baik, dan akhirnya pelanggan memiliki loyalitas terhadapnya.
22 b. Pelayanan
Perusahaan yang sudah menghayati pentingnya pelayanan, tidak hanya menganggapnya sebagai nilai tambah dari barang, melainkan sebagai cara memuaskan pelanggan dan menjadikan pelanggan sebagai rekan kerja. Pada akhirnya, dalam bidang apapun bisnis berjalan, perusahaan sudah menganggap bisnisnya sebagai bisnis jasa yang mengutamakan pelayanan. Karakteristik dari jasa yang bersifat fleksibel dan sangat mementingkan kualitas sebagai cara untuk memuaskan pelanggannya merupakan nilai lebih bagi perusahaan. Selain itu, jasa juga bersifat tak dapat dipisahkan (inseparability) di mana jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan dan selalu melibatkan pelanggan dalam proses produksinya.
c. Proses
Nilai yang terkandung dalam proses akan terbentuk bila setiap orang dalam perusahaan terlibat –baik secara langsung maupun tidak langsung– dalam upaya pemenuhan kepuasan pelanggan, dan menganggap perusahaan sebagai kumpulan fungsi yang bekerja secara terpadu dan terkait. Oleh karena itu, peninjauan terhadap proses secara terus menerus adalah suatu keharusan bagi perusahaan yang ingin menjadi perusahaan pemasaran yang sesungguhnya (truly marketing company).
2.4. Konsep Marketing Effectiveness Review (MER)
MER merupakan pengkajian mengenai efektivitas sistem pemasaran perusahaan dalam penggunaan sumber daya pemasaran yang dimilikinya (Kotler 2005). Konsep MER berfungsi sebagai alat pengendalian yang bersifat strategis untuk mengukur dukungan keseluruhan potensi sumberdaya pemasaran yang dimiliki perusahaan dalam menghadapi kondisi persaingan.
Pengkajian efektivitas pemasaran ini dilakukan melalui lima dimensi yaitu:
1. Filosofi Pelanggan
Manajemen yang melakukan pemasaran secara efektif sudah menyadari pentingnya merancang perusahaan untuk melayani kebutuhan
23 dan keinginan pelanggan. Manajemen berupaya menciptakan tawaran dan rencana pemasaran yang berbeda untuk segmen pasar yang berbeda.
Dalam melakukan perencanaan bisnis, manajemen mempertimbangkan seluruh sistem pemasaran yang meliputi pemasok, saluran distribusi, pesaing, pelanggan, dan lingkungan yang mempengaruhinya.
2. Organisasi Pemasaran Terpadu
Dalam hal organisasi, integrasi atas pengendalian fungsi-fungsi pemasaran utama merupakan salah satu elemen yang penting dalam mendukung efektivitas pemasaran. Manajemen pemasaran perlu memelihara kerja sama yang baik dengan manajemen riset, produksi, logistik, dan keuangan. Di samping itu, proses pengembangan produk baru perlu diorganisasikan dengan baik oleh perusahaan melalui pemanfaatan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara optimal.
3. Informasi Pasar yang Memadai
Salah satu cara untuk memelihara efektivitas pemasaran perusahaan adalah dengan melakukan studi riset pemasaran mengenai pelanggan, pengaruh pembelian, saluran distribusi, dan pesaing secara berkala.
Dengan demikian, manajemen akan mengetahui potensi penjualan dan profitabilitas segmen pasar, pelanggan, wilayah, produk, saluran distribusi, serta besarnya pesanan dalam kurun waktu tertentu sehingga pada akhirnya perusahaan dapat mengukur dan meningkatkan efektivitas pengeluaran pemasarannya.
4. Orientasi Strategis
Perencanaan pemasaran formal sangat penting dilakukan sebagai landasan bagi kegiatan pemasaran perusahaan. Strategi pemasaran perlu dibuat dengan orientasi jangka panjang dan dilengkapi dengan perencanaan kontingensi (plan A-plan B).
5. Efisiensi Operasional
Kegiatan pemasaran yang baik akan terwujud jika strategi pemasaran dikomunikasikan dan diterapkan secara efektif dan efisien oleh semua orang dalam perusahaan. Manajemen harus melakukan pekerjaannya secara efektif dengan memanfaatkan seluruh sumber daya pemasaran
24 potensial yang dimiliki perusahaan. Selain itu, manajemen harus memiliki kemampuan yang baik untuk beraksi cepat dan efektif terhadap perkembangan lingkungan pemasaran yang dihadapinya.
2.5. Gambaran Umum Ubi Jalar 2.5.1. Karakteristik Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas) termasuk dalam famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1.000 jenis, namun baru 142 jenis yang telah diidentifikasi oleh para peneliti. Di Indonesia, penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Varietas ubi jalar yang tergolong sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut3:
1. Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.
2. Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.
3. Rasa ubi enak dan manis.
4. Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.) dan penyakit kudis oleh cendawan (Elsinoe sp.)
5. Kadar karoten tinggi, di atas 10 mg/100 gram.
6. Keadaan serat ubi relatif rendah.
Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab.
Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21- 27 derajat Celsius. Selain itu, daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam per hari merupakan daerah yang disukai. Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut dan tidak membutuhkan tanah subur.
Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usahatani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan), waktu tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan. Sedangkan pada tanah sawah, waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen. Tanaman ubi
3 Syamsir E. 2008. Ubi Jalar. http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/ [14 Februari 2010]
25 jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000 mm/tahun, dan mencapai optimal pada curah hujan antara 750-1500 mm/tahun.
Jenis ubi jalar yang paling umum dikenal adalah ubi jalar putih dan ubi jalar merah atau ungu. Ubi jalar putih hanya mengandung 260 mg (869 SI) betakaroten per 100 gram, sedangkan dalam ubi jalar merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2.900 mg (9.657 SI), dan ubi jalar warna merah jingga terkandung 9.900 mg (32.967 SI). Dengan demikian, semakin pekat warna merahnya maka semakin tinggi kadar betakaroten yang merupakan bahan pembentuk vitamin A di dalam tubuh. Ubi jalar juga mempunyai keunggulan pada kandungan vitamin C-nya yaitu sebesar 23 mg/100 g. Selain, itu, ubi jalar kaya akan mineral Ca yaitu 30 mg/100 g. Komposisi kimia ubi jalar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Kimia Ubi Jalar
Komponen Jumlah
Kadar air (%) 72,84
Pati (%) 24,28
Protein (%) 1,65
Gula reduksi (%) 0,85
Mineral (%) 0,95
Asam askorbat (mg/100 g) 22,70
K (mg/100 g) 204,00
S (mg/100 g) 28,00
Ca (mg/100 g) 22,00
Mg (mg/100 g) 10,00
Na (mg/100 g) 13,00
Fe (mg/100 g) 0,59
Mn (mg/100 g) 0,36
Vitamin A (IU/100 g) 20.063,00
Energi (kJ/100 g) 441,00
Sumber: Kotecha dan Kadam (1998) diacu dalam Aini N (2004)
26 Hasyim dan Yusuf (2008) mengungkapkan bahwa ubi jalar mengandung senyawa antosianin yang dapat menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara dan bahan kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, kemerosotan daya ingat, polyp, asam urat, maag (asam lambung), jantung koroner, dan kanker. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik, antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik).
2.5.2. Industrialisasi Ubi Jalar
Industri pengolahan ubi jalar dapat meningkatkan nilai tambah sekaligus minat, pendapatan dan kesejahteraan petani. Tepung pati yang merupakan produk setengah jadi dari ubi jalar dapat digunakan dalam pembuatan kembang gula, roti, kue dan beberapa minuman sirup. Di Jepang, tepung pati ubi jalar dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku pengolahan sirup glukosa dan fruktosa. Adapun di Amerika Serikat, ubi jalar menjadi salah satu bahan baku dalam industri lem, fermentasi, tekstil, farmasi dan kosmetik.
Pendirian industri berbahan baku ubi jalar merupakan peluang yang cukup baik bagi dunia usaha di Indonesia. Selain mendatangkan keuntungan bagi para pelakunya, hal tersebut juga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitarnya4. Produk-produk berbasis tepung ubi jalar yang dapat dikembangkan antara lain mie, french fries, sweet potato flake (SPF), roti dan kue.
Adapun produk berbasis pasta ubi jalar yang dapat dikembangkan diantaranya bubur, jus, es krim dan lainnya5. Pasta sendiri berasal dari bahasa Italia "pasta alimentare" yang berarti adonan bahan makanan.
2.6. Penelitian Terdahulu
2.6.1. Penelitian mengenai Analisis Strategi Pemasaran
Penelitian mengenai strategi pemasaran sudah banyak dilakukan dengan alat analisis yang bervariasi. Beberapa diantaranya adalah Anggororatri (2008)
4 Anonim. 2007. Ubi Jalar, Saatnya Menjadi Pilihan.
file:///journal/item/106/Ubi_Jalar_Saatnya_Menjadi_Pilihan [7 Februari 2010]
5 Anonim. 2008. Agribisnis Ubi jalar. http://www.situshijau.co.id [7 Februari 2010]
27 yang menggunakan konsep Strategic Marketing Plus 2000, Sartika (2008) yang menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA), serta Widyalestari (2008) yang menggunakan matriks Internal Evaluation Factor (IFE), External Evaluation Factor (EFE), Internal-External (IE), Strength-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT), dan Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM). Seluruh penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan rekomendasi alternatif strategi pemasaran bagi perusahaan yang diteliti.
Hasil penelitian Anggororatri (2008) mengenai strategi, taktik, dan nilai pemasaran CV. Lakta Tridia menghasilkan Company Alignment Index (CAI) sebesar 3,00 (skala 1-5) yang menunjukkan bahwa perusahaan termasuk tipe 3C (marketing oriented company). Adapun hasil analisis terhadap profil lingkungan industri menghasilkan Competitive Setting Index (CSI) sebesar 4,32 (skala 1-5) yang menggambarkan situasi persaingan bersifat sophisticated menuju chaos.
Berdasarkan perbandingan nilai CAI dan CSI, dihasilkan kesenjangan negatif sebesar 1,32 yang menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan kondisi persaingan pada lima tahun mendatang.
Dengan situasi ini, perusahaan harus melakukan transformasi menjadi market driven company.
Hasil analisis PHA dalam penelitian Sartika (2008) menunjukkan bahwa tujuan pemasaran perusahaan untuk memperluas jaringan distribusi menjadi prioritas pertama dengan bobot nilai sebesar 0,659. Strategi bauran pemasaran yang diprioritaskan adalah strategi produk dengan bobot nilai 0,127 sedangkan strategi distribusi, harga, dan promosi berturut-turut menjadi prioritas selanjutnya dengan bobot masing-masing 0,085, 0,081, dan 0,041. Hasil analisis pengambilan keputusan memberikan kesimpulan bahwa strategi bauran pemasaran yang tepat diterapkan perusahaan adalah tetap mempertahankan kualitas rasa yang menjadi ciri khas “Brownies Kukus Amanda” dan berupaya untuk terus melakukan inovasi produk melalui variasi rasa sebagai cara untuk memenuhi permintaan dan harapan konsumen sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan membentuk loyalitas.
Penelitian Widyalestari (2008) menghasilkan matriks IE yang menunjukkan posisi perusahaan saat ini berada pada kuadran V (pertahankan dan pelihara). Dalam hal ini, perusahaan perlu menerapkan strategi penetrasi pasar dan
28 pengembangan produk. Berdasarkan hasil analisis SWOT, didapat tujuh alternatif strategi, yaitu: (1) memanfaatkan lokasi yang strategis guna menarik pelanggan potensial; (2) mempertahankan harga dan meningkatkan kualitas produk; (3) meningkatkan kualitas SDM; (4) menambah cabang dan jaringan distribusi untuk menambah volume penjualan; (5) menambah kendaraan untuk meningkatkan cakupan distribusi dan mencari pangsa pasar yang lebih besar dengan melakukan penetrasi pasar; (6) meningkatkan pengenalan merek Citrabas Deluxe pada masyarakat; dan (7) meningkatkan kapasitas produksi Citrabas Deluxe.
Berdasarkan skala prioritas utama hasil QSPM, strategi yang paling tepat untuk diterapkan adalah meningkatkan pengenalan merek Citrabas Deluxe pada masyarakat dengan nilai TAS sebesar 5,926.
Penelitian Anggororatri (2008), Sartika (2008), dan Widyalestari (2008) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu dalam hal topik analisis strategi pemasaran. Namun, ketiga penelitian tersebut mengkaji mengenai produk yang dipasarkan di dalam negeri, sedangkan penelitian ini mengkaji produk dengan pasar sasaran ekspor. Dengan demikian, secara umum terdapat perbedaan dalam karakteristik perusahaan yang diteliti dan situasi persaingan bisnis yang dihadapinya.
2.6.2. Penelitian Berdasarkan Konsep Strategic Marketing Plus 2000 dan MER
Penelitian yang menggunakan konsep Strategic Marketing Plus 2000 dan MER sudah cukup banyak dilakukan. Dianti (2009) menggunakannya dalam audit pemasaran pada PT. Gilland Ganesha Divisi Agrobisnis, Heryawanti (2009) menggunakannya dalam penelitian pemasaran pada Kebun Wisata Pasir Mukti Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sedangkan Efrizal (2006) menggunakannya dalam pemasaran sayuran pada PT. Saung Mirwan.
Walaupun menghasilkan nilai indeks yang berbeda-beda, namun analisis yang dilakukan Dianti (2009), Heryawanti (2009), dan Efrizal (2006) terhadap profil internal perusahaan (CAP) secara umum memberikan kesimpulan yang sama, yaitu perusahaan yang diteliti termasuk pada tipe 3C yaitu marketing oriented company (marketer). Demikian pula analisis terhadap profil lingkungan
29 eksternal (CSP) menunjukkan bahwa perusahaan yang diteliti berada dalam situasi persaingan tipe 3,5C yang bersifat canggih (sophisticated) pada lima tahun mendatang. Hasil analisis kesenjangan menghasilkan selisih nilai CAI dan CSI yang negatif, menunjukkan bahwa strategi, taktik, dan nilai pemasaran perusahaan yang diteliti masih tertinggal atau kurang agresif dibandingkan dengan turbulensi lingkungan bisnisnya. Menyikapi hal tersebut, orientasi pemasaran perusahaan yang diteliti harus diarahkan pada bentuk 3,5C yakni market driven company (specialist) agar tetap dapat bertahan dalam industri yang ditempatinya.
Hasil analisis MER terhadap PT. Gilland Ganesha Divisi Agrobisnis (Dianti 2009) dan Kebun Wisata Pasir Mukti (Heryawanti 2009) menunjukkan bahwa kinerja sumberdaya pemasaran perusahaan sudah sangat baik dalam mendukung kegiatan pemasarannya karena berada pada rentang nilai 21-25 (skala 0-30). Namun, hasil analisis terhadap PT. Saung Mirwan (Efrizal 2006) sedikit berbeda dengan kedua penelitian tersebut, di mana efektivitas pemasaran perusahaan hanya termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang nilai 16-20 (skala 0-30).
Penelitian Dianti (2009), Heryawanti (2009), dan Efrizal (2006) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu dalam hal alat analisis Strategic Marketing Plus 2000 dan MER. Berbeda dengan ketiga penelitian tersebut yang berlokasi di Kabupaten Bogor, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan. Penelitian Heryawanti (2009) memiliki kelebihan dibandingkan dua penelitian lainnya karena melakukan pengecekan standar deviasi terhadap jawaban responden dalam kuesioner. Hal tersebut menjadikan hasil penelitian yang diperoleh memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Berdasarkan saran Heryawanti (2009), penelitian ini selain menggunakan uji standar deviasi juga menggunakan pembobotan terhadap jawaban masing-masing responden sesuai dengan tingkat kompetensinya dalam perumusan strategi pemasaran perusahaan.
2.6.3. Penelitian mengenai Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan
Lestari (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis proses produksi pasta ubi jalar yang dilakukan oleh PT. Galih Estetika, metode penetapan harga pokok produksi pasta ubi jalar yang selama ini dilakukan oleh
30 PT. Galih Estetika, dan memperbandingkan perhitungan harga pokok produksi PT. Galih Estetika dengan metode full costing, kaitannya dengan perencanaan laba jangka pendek perusahaan.
Harga pokok produksi rata-rata pasta ubi jalar per kg untuk tahun 2005 dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan menggunakan metode perusahaan.
Perubahan metode penetapan harga pokok produksi berpengaruh pada perhitungan perencanaan laba jangka pendek perusahaan yang diukur dengan menggunakan lima parameter yaitu break even point, margin of safety, contribution margin, shut down point, dan degree of operating leverage.
Perubahan tersebut mengakibatkan biaya total menjadi lebih rendah walaupun dari segi titik impas menjadi lebih besar, tetapi profitabilitas perusahaan meningkat sebesar 7,40 persen dan laba kontribusi menjadi lebih tinggi yaitu sebesar Rp 1.771.467.579. Perubahan perolehan laba bersih jika terjadi perubahan pendapatan penjualan menghasilkan nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,89 kali.
Penelitian Juarsa (2007) bertujuan untuk menganalisis daya saing pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan dan dampak kebijakan pemerintah tehadap daya saing pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis diperoleh nilai Keuntungan Privat (KP) sebesar Rp 601,34/kg. KP yang bernilai positif berarti pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan menguntungkan dan layak secara finansial karena petani mendapatkan penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Keuntungan Sosial (KS) yang dihasilkan adalah sebesar Rp 1.321,91/kg. KS yang bernilai positif berarti pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan menguntungkan dan layak untuk dijalankan meskipun tanpa campur tangan pemerintah.
Nilai PCR yang dihasilkan adalah sebesar 0,45 berarti setiap 1 US $ yang didapat dari ekspor pasta berbahan baku ubi jalar hanya membutuhkan 0,45 US $ faktor domestik. Nilai PCR yang kurang dari satu menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan efisien secara finansial dan mempunyai keunggulan kompetitif. Nilai DRC yang diperoleh sebesar 0,24 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan 1 US $ dari ekspor pasta berbahan baku
31 ubi jalar pada harga sosial, diperlukan biaya faktor domestik sebesar 0,24 US $.
Nilai DRC yang kurang dari satu menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif.
Dampak kebijakan terhadap input-output pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan belum berjalan efektif sehingga kurang menguntungkan bagi produsen. Nilai NPCO sebesar 0,63 (< 1) berarti bahwa kebijakan pemerintah melalui pajak dan tarif ekspor secara tidak langsung menghambat petani ubi jalar sehingga tidak ada insentif untuk meningkatkan produksinya.
Nilai NPCI sebesar 0,84 (< 1) berarti bahwa kebijakan proteksi terhadap produsen input berupa subsidi menyebabkan harga finansial input lebih rendah 84 persen daripada harga bayangannya. Namun, kebijakan pemerintah tidak dapat meningkatkan efisiensi pengusahaan ubi jalar. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,63.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas gabungan, jika terjadi perubahan harga ubi jalar di tingkat petani, harga input pupuk, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan jumlah produksi ubi jalar, maka pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan masih memiliki keunggulan komparatif walaupun tidak lagi memiliki keunggulan kompetitif.
Widayanti (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dan juga farmer's share.
Penerimaan petani responden dalam usahatani ubi jalar Rp 11.406.061 sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297 sedangkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 6.151.154. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 sedangkan R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Nilai R/C yang lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Apabila harga ubi jalar mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 200/kg dan Rp 300/kg, maka nilai R/C atas biaya tunai untuk
32 masing-masing harga adalah 0,46 dan 0,68 sedangkan R/C atas biaya total adalah 0,29 dan 0,44 sehingga usahatani tersebut tidak lagi menguntungkan.
Terdapat tiga saluran pemasaran dalam usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, yaitu: (1) petani – pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen; (2) petani – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen; dan (3) petani – pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pabrik (konsumen). Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer menghadapi struktur pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terdapat pada saluran 3, yaitu sebesar Rp 600/kg sedangkan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran 1, yaitu Rp 1.525/kg. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran 3 yaitu sebesar 60 persen, sedangkan yang terendah terdapat pada saluran 1 yaitu 39 persen. Dengan demikian, saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran 3.
Penelitian Lestari (2006) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu dalam hal lokasi penelitian, sehingga hasil penelitiannya mengenai analisis penetapan harga pokok produksi pasta ubi jalar di PT. Galih Estetika Kuningan bermanfaat sebagai informasi dasar mengenai kondisi internal perusahaan tersebut. Penelitian Juarsa (2007) dan Widayanti (2008) memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu dalam hal obyek penelitian, sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan terutama dari segi daya saing, usahatani, dan tataniaga. Adapun perbedaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah dalam hal topik penelitian dan alat analisis yang digunakan.