• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wisudawan Terbaik S2 FKH, Diyah Jalani Studi S1-S2 Cukup Lima Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Wisudawan Terbaik S2 FKH, Diyah Jalani Studi S1-S2 Cukup Lima Tahun"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Wisudawan Terbaik S2 FKH, Diyah Jalani Studi S1-S2 Cukup Lima Tahun

UNAIR NEWS – Diyah Ayu Candra, drh., M.Vet, terhitung cepat dalam merampungkan studinya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Ia berhasil menyelesaikan studi profesi dan Program Master-nya dalam waktu satu setengah tahun saja.

Dan akhirnya, Diyah dinobatkan sebagai wisudawan terbaik S-2 FKH UNAIR dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,93.

“Pada saat semester I dan II, saya mengikuti program Pendidikan Profesi Dokter Hewan. Jadi ibaratnya saya melakukan double degree antara program Profesi dan S-2 sampai akhir Maret 2016,” ujar Diyah.

Dengan waktu yang relatif singkat itu, tentu, alumnus SMA Negeri 2 Sidoarjo ini harus pandai-pandai memanfaatkan waktu, mengingat tanggungjawab perkuliahan yang tak sedikit. Diluar kegiatan kuliah ia juga memiliki pekerjaan sampingan: menjadi guru les privat untuk murid SD, SMP, dan SMA.

“Saya ingin melatih rasa percaya diri saya dalam hal mengajar sekaligus mengamalkan ilmu. Kebetulan, saya juga bercita-cita menjadi dosen,” tutur perempuan asal “Kota Udang” ini.

Perjuangannya dalam merampungkan studi cukup berliku. Ia rela waktu istirahatnya hanya sekitar tiga jam, karena dipotong pengerjaan tesis. Ia berusaha semaksimal mungkin mengerjakan revisi tesis yang diberikan dosen pembimbing dan pengujinya.

“Saya berusaha untuk mengerjakan revisi tesis semaksimal mungkin. Semua yang disarankan dosen pembimbing dan penguji, s a y a k e r j a k a n s e b a i k m u n g k i n , k a r e n a b e l i a u l e b i h berpengalaman. Saya rela tidur sehari hanya tiga jam untuk menyelesaikan revisi agar cepat selesai. Semua seakan sudah

(2)

menjadi makanan sehari-hari. Jadi saya ambil hikmahnya, mungkin Allah memberi cobaan seperti itu untuk melatih kesabaran saya,” kata Diyah.

Dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Sistem Manajemen Produksi terhadap Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah Anggota Koperasi Susu Sidoarjo”, ia meneliti tentang pola usaha peternakan rakyat. Menurutnya, banyaknya kegagalan peternak sapi perah disebabkan oleh pengelolaan dan manajemen.

Kedepan, setelah studi S-2, ia ingin mencapai cita-citanya s e b a g a i d o s e n . I a j u g a i n g i n b i s a t e r j u n k e d u n i a kewirausahaan dengan mengolah susu sapi perah menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Diyah membagi tipsnya suksesnya kepada mahasiswa adik kelasnya. Mahasiswa harus fokus pada tujuan awal ketika memutuskan melanjutkan studi. Selain harus pandai-pandai mengatur waktu, juga harus memiliki rencana dan target yang jelas. “Buat rencana dan target yang jelas dan harus berkomitmen untuk mencapai target tersebut tepat waktu,” kata wanita kelahiran Sidoarjo, 27 Mei 1993 ini.

Dalam menjalani studi profesi dan S-2 yang hanya ditempuh 1,5 tahun, Diyah telah menyiapkan judul tesis sejak semester II.

Ia melakukan sidang proposal tesis pada awal semester III.

Apalagi penelitian yang dilakukan itu selesai sekitar dua bulan saja. “Alhamdulillah saya bisa mengikuti ujian tesis sebelum yudisium dilaksanakan,” katanya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina S. S.

(3)

Atik Qurrota A’yunin, Wakil Sekjen ISMKMI Itu Lulus Terbaik FKM UNAIR

UNAIR NEWS – Persoalan masalah gizi balita di Jawa Timur masih banyak. Secara statistik telah mendekati angka cut off point sebagai masalah kesehatan masyarakat yang dianggap serius.

Padahal status gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM).

Di beberapa kota besar, diantaranya Surabaya, masalah gizi yang terkait dengan status ketahanan pangan, banyak ditemui di kantong-kantong pemukiman kumuh. Pemicunya, perilaku hidup sehat belum menjadi budaya.

Topik itulah yang diangkat Atik Qurrota A’yunin Al Isyrofi dalam skripsinya. yang kemudian menunjang dirinya menjadi wisudawan terbaik S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga pada wisuda Desember 2016. Peraih IPK 3,84 ini menulis skripsi bertajuk “Hubungan Antara Pola Asuh dan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Status Gizi Balita (2-5 Tahun) pada Permukiman Kumuh di Kecamatan Bulak, Kota Surabaya.”

Aktivis organisasi setingkat nasional yang padat kegiatan ini, dara kelahiran Gresik 18 Desember 1995, ini mampu menyelesaikan penelitiannya tepat waktu. Sebagai Wakil Sekjen Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), cewek yang karib disapa Atik ini, harus pandai mengatur waktu antara tanggungjawab organisasi dengan penelitian. Saat itu ia harus “blusukan” di tengah terik matahari di bulan puasa yang cukup menguras tenaga.

Keberhasilan Atik menyelesaikan penelitiannya itu, tentu saja tidak luput dari dukungan orang tua. Menurut penggemar traveling ini, orang tuanya merupakan sosok pekerja keras,

(4)

jadi ia pun tidak ingin hanya duduk manis menikmati hasil kerja orang tua.

“Saya juga harus bekerja lebih keras untuk mengatur dan menyesuaikan waktu. Namun, semua itu tidak saya rasakan berat, karena dukungan dari keluarga terutama orang tua, adik, dan dosen pembimbing yang begitu telaten, sabar dan perhatian, bahkan para sahabat ada yang ikut membantu turun ke lapangan,”

ujar gadis gemar membaca ini.

Kedepan, Atik berharap rekomendasi yang ia berikan berdasarkan hasil penelitiannya ini dapat diterapkan oleh stakeholder dan pemerintah daerah setempat. “Saya sangat berharap agar penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan spektrum yang lebih luas dan lebih rinci,” katanya berharap.

Pesannya kepada adik kelas mahasiswa UNAIR, bahwa kampus merupakan tempat untuk berlatih menuju medan tempur di lingkungan masyarakat. “Jadi jangan sampai Anda membesar di kampus, tetapi mengecil di masyarakat. Atau menjadi jagoan di kampus, tetapi jadi sandera di masyarakat. Kampus adalah tempat berlatih, dan masyarakat adalah medan tempurnya.

Manfaatkan itu!,” katanya tegas. (*) Penulis: Lovita Marta Fabella

Editor: Dilan Salsabila.

Teliti Stem Cell untuk

Gangguan Rahang, Ni Putu Mira

(5)

Lulus Terbaik S-3 FK UNAIR

UNAIR NEWS – Terapi pengobatan penyakit dengan stem cell sudah banyak dikembangkan. Salah satu penelitian lagi dikembangkan oleh Dr. Ni Putu Mira Sumarta, drg., Sp.BM, untuk tesisnya.

Dalam menggali potensi pengobatan stem cell sebagai pengobatan Temporomandibular Disorder (TMD) itu, Mira memanfaatkan jaringan tali pusat. Tesis itu pula yang menunjang Mira sebagai wisudawan terbaik S-3 Ilmu Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas AIrlangga.

TMD atau gangguan sendi rahang, merupakan keluhan yang banyak ditemukan di masyarakat. Suatu penelitian memperkirakan 20 sampai 30 persen populasi orang dewasa akan mengalami TMD.

Salah satu penyebabnya adalah defek pada kartilago sendi temporomandibula. Penyakit ini dapat menimbulkan keluhan nyeri dan radang kronis. Berbagai metode yang telah dikembangkan belum memberikan hasil jangka panjang yang maksimal. Mira berharap, perkembangan terapi stem cell memberi harapan dalam regenerasi kartilago sendi temporomandibula.

Secara spesifik, penyebab TMD hingga kini belum ditemukan.

Berdasarkan penelitian dari berbagai kasus, TMD disebabkan banyak factor; mulai dari usia, genetik, jenis kelamin, oklusi, hyperlaxity, kebiasaan parafungsional, trauma akut, bruxism, perawatan ortodonti, trauma, infeksi, kelainan imunologis, metabolik, neoplasia, kongenital atau developmental.

“Pada literatur dilaporkan bahwa 30 sampai 50 persen populasi sekarang mengalami TMD, terutama pada kelompok umur 20-40 tahun,” kata Mira.

TMD adalah sekelompok kelainan pada sendi rahang dan otot pengunyahan. Dalam kasusnya, TMD dibagi menjadi kategori muskular dan kartilago, dengan beberapa tanda dan gejala seperti nyeri, gangguan fungsi rahang, deviasi dan defleksi,

(6)

keterbatasan rentang gerak sendi, bunyi pada sendi, rahang terkunci, sakit kepala, tinitus, hingga perubahan visual.

Perempuan kelahiran Gianyar, 29 Maret 1978 ini fokus meneliti defek kartilago mandibula yang timbul karena trauma dengan implantasi HUCMSC (Human Umbilical Cord Stem Cell) pada scaffold Platelet Rich Fibrin. Keduanya diperoleh dari proses sentrifugasi darah vena autologous. Implantasi ini dilakukan pada defek kartilago mandibula tikus, dan ternyata terjadi regenerasi pada defek kartilago tersebut.

Dalam disertasinya, Mira memanfaatkan stem cell yang dibiakkan dari tali pusat atau disebut HUCMSC itu. Dibandingkan dengan menggunakan sumsum tulang, menurut Mira, penggunaan HUCMSC terbukti menunjukkan diferensiasi osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan potensi diferensiasi kondogenik HUCMSC lebih baik dibandingkan dengan MSC yang berasal dari sumsum tulang.

”Terjadinya regenerasi kartilago sendi temporomandibula dengan menggunakan implantasi stem cell dari tali pusat (HUSMC) lebih baik dibandingkan dengan MSC yang berasal dari sumsum tulang,”

katanya. (*)

Penulis : Sefya Hayu Istighfaricha Editor: Deferina Sukma S.

Hikmah “Bongkar” Skripsi,

Jessica Lulus Terbaik S-1 FST

(7)

UNAIR

UNAIR NEWS – Keterbatasan pakar dan data saat penelitian membuat Jessica, S.Kom harus mengubah judul skripsinya, meskipun kala itu proposal yang dibuat sudah selesai ditulis dan siap diseminarkan. Membongkar judul skripsi itu, diakui, sempat membuatnya patah semangat di tengah melakukan penelitian.

Apalagi, begitu banyak perubahan yang terjadi pada skripsinya itu. Tetapi termotivasi dengan waktu yang harus cepat selesai, akhirnya Jessica dapat menyelesaikannya, dan bahkan memperoleh predikat sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,97. Jessica pun lulus terbaik untuk jenjang S-1 Fakuktas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR, pada wisuda periode Desember 2016.

“Awal bulan Februari 2016 sebenarnya proposal skripsi saya sudah selesai, walaupun belum maju sidang proposal. Namun ternyata saya memiliki kendala kesediaan pakar, yakni psikiater/psikolog dan data (training dan testing) untuk membangun sistem tersebut,” ujarnya.

Jadi, selama hampir setengah tahun Jesssica harus berusaha menyelesaikan berbagai kendalanya tersebut. “Saya bahkan sampai menjadi ‘buronan’ dosen pembimbing,” ungkapnya.

Namun akhirnya Jessica dapat menyelesaikan kendalanya tersebut dan dapat mengikuti sidang skripsi hingga mengikuti yudisium untuk mengikuti wisuda periode Desember 2016 ini.

Ia mengaku, tidak ada kiat-kiat secara khusus dari pencapaiannya hingga memperoleh predikat yang sangat membanggakan ini. Ia hanya belajar dan berusaha untuk mengasah kreativitasnya dalam pengembangan diri semaksimal mungkin untuk memberikan hasil terbaik.

Menurutnya, di program studi Sistem Informasi ada mata kuliah yang dinilai “paling horor”, yaitu matkul yang berhubungan

(8)

dengan programming, selain dari Kalkulus mata kuliah Matematika.

“Prinsip saya, berusaha jangan pernah menyontek proyek, atau numpang nama saja di proyek kelompok,” katanya.

Cewek yang semasa mahasiswa aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kerohanian Kristen ini berangan-angan setelah lulus ini, nanti banyak start-up non-komersil yang dapat berguna bagi masyarakat, dan tentunya masyarakat menjadi lebih melek teknologi.

Dengan pencapaiannya ini (wisudawan terbaik), Jessica merasa sangat bangga, namun juga merasa takut. “Saya tentunya bangga dengan pencapaian ini. Tetapi ada kalimat ‘From great power, comes great responsibility’. Ketika saya diberikan kesempatan untuk memperoleh prestasi ini, maka saya akan mempunyai beban lebih pula untuk mempertanggungjawabkannya,” ujar Jessica. (*) Penulis : Disih Sugianti

Editor : Binti Q. Masruroh

Sempat Tak Direstui Kuliah, Zumrotus Sholikhah Wisudawan Terbaik Psikologi

UNAIR NEWS – Karakter seseorang sudah terbentuk sejak usia dini. Salah satu pembentukan karakter itu ada pada iklim sekolah. Topik inilah yang kemudian diteliti oleh Zumrotus Sholikhah, yang kemudian terpilih sebagai wisudawan terbaik tingkat sarjana Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, periode wisuda Desember 2016.

(9)

Penelitian untuk skripsi itu untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku antisosial pada anak-anak. Persepsi terhadap iklim sekolah yang dimaksud adalah pandangan atau penilaian siswa terhadap kondisi atau budaya di sekolah yang dapat mempengaruhi perilaku siswa.

“Kecenderungan perilaku antisosial yang saya maksud adalah potensi seseorang melakukan perilaku yang melanggar norma sosial, baik yang terbuka, yang sembunyi-sembunyi, maupun ketidaktaatan anak terhadap figur otoritas, yaitu orang tua atau guru,” jelas wisudawan peraih IPK 3,62 ini.

Menurut cewek yang akrab disapa Ika ini, dari 94 anak usia 9-12 tahun yang ia teliti, menunjukkan secara signifikan terdapat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku antisosial pada anak.

”Arah hubungan kedua variabel adalah negatif. Semakin negatif persepsi terhadap iklim sekolah, semakin tinggi kecenderungan perilaku antisosial anak,” kata mahasiswa asal Gresik ini, seraya mengakui bahwa memilih anak-anak sebagai subjek penelitian bukanlah mudah. Banyak anak-anak yang masih kebingungan mengisi kuesioner saat proses pengambilan data itu.

Sebelum mengisi kuesioner itu, siswa harus mengisi identitas diri. Ternyata, kata Ika, banyak siswa yang mengalami kebingungan dan tidak tahu mengenai pekerjaan orang tuanya.

Terkait prestasinya sebagai wisudawan terbaik, Ika mengaku tak ada kiat secara khusus. Ia hanya berusaha semaksimal mungkin dengan iringan doa dari orang tuanya. “Selain itu, saya juga sering bertanya kepada teman dan searching di internet terkait mata kuliah yang belum saya pahami. Lalu berusaha melibatkan Allah di setiap urusan,” katanya.

Sempat Tak Direstui

(10)

Ika menyatakan rasa syukurnya bisa menyelesaikan studinya ini.

Ini tak lain karena memori sebelumnya bahwa ia sempat tidak mendapatkan restu dari orang tuanya saat hendak kuliah dulu.

Kendalanya karena faktor ekonomi. Selain itu, bekerja setelah lulus SLTA sudah menjadi kebiasaan di keluarganya, sehingga ambisinya untuk bisa kuliah saat itu meredup.

Namun, pada saat pendaftaran terakhir masuk perguruan tinggi, anak kedua dari tiga bersaudara ini dipanggil sekolahnya untuk dimintai keterangan soal kondisi keluarganya. Akhirnya sekolah mendaftarkan Ika melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan pengajuan beasiswa Bidikmisi.

”Karena keterbatasan waktu dan tidak ada ambisi untuk kuliah, jujur saat itu saya memilih jurusan agak asal-asalan, dan ternyata saya diterima. Setelah itu saya meyakinkan orang tua dan alhamdulillah pelan-pelan orang tua memperbolehkan saya untuk kuliah,” tutur mahasiswi kelahiran 6 September 1993 ini.

Setelah resmi wisuda ini, Ika berharap ilmunya dapat bermanfaat bagi orang lain, serta memperoleh pekerjaan yang layak guna membantu perekonomian keluarga. ”Kalau memungkinkan, saya juga berharap bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain,” pungkasnya. (*)

Penulis: Dilan Salsabila Editor: Binti Q. Masruroh

Racik Kue Tradisional Penuh

(11)

Gizi, Oskar Karyantono Lulus Terbaik S-2 FKM UNAIR

UNAIR NEWS – Kue Lepa adalah makanan tradisional Rote, Nusa Tenggara Timur. Makanan itu banyak dikonsumsi oleh semua kalangan, terutama anak sekolah. Karena itu kue lepa dapat dengan mudah ditemukan di kantin-kantin sekolah. Namun, kue ini masih memiliki kekurangan, yaitu miskin zat gizi karena bahannya hanya terdiri gula air, kelapa parut dan tepung jagung. Formulasi dengan menambahkan tepung daun kelor, tepung ikan teri, wijen, dan kacang tanah akan membuat kue kaya akan zat gizi, terutama energi, protein dan zink.

Hal inilah yang mengilhami Oskar Karyantono, S.Gz., M.Kes, melakukan penelitian tesis bertajuk “Kue Lepa Dengan Berbagai Formulasi Sebagai Alternatif Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah Dasar”. Tesis tersebut menunjang kelulusan Oskar menjadi wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR, dengan IPK 3,94.

”Kami diwanti-wanti dosen dan pembimbing, agar jangan membuat tesis atau penelitian hanya untuk mendapatkan gelar. Jadi penelitian saya harus bermanfaat untuk masyarakat Rote Ndao, sederhana, dan mudah diaplikasikan masyarakat,” kata pria kelahiran Dompu, NTB, 13 Januari 1974 ini.

Dalam memulai penelitian, Oskar belajar membuat kue lepa yang baik dan benar. Ia belajar ke beberapa orang ahli membuat kue.

Lalu menyiapkan bahan di Laboratorium Gizi FKM sebelum diuji organoleptik ke panelis terbatas untuk memilih beberapa formula terbaik.

“Secara umum tidak ada kendala berarti, karena selama penelitian saya selalu mendapat bantuan dari teman-teman, dosen dan pembimbing saya di FKM UNAIR,” ujarnya.

Oskar berharap, kue lepa itu dapat dijadikan alternatif

(12)

makanan tambahan atau camilan sehat untuk memenuhi gizi anak- anak. Oskar juga berencana menemui bupati dan Ketua PKK Kabupaten Rote Ndao untuk mengadvokasi hasil penelitiannya ini. Ia berharap diberi izin dan mendapat fasilitas untuk mensosialisasikan ke anggota PKK dan masyarakat.

“Untuk meraih keberhasilan itu tidak bisa hanya dengan berandai-andai. Lakukan kerja nyata! Ilmu itu simpanan, kuncinya adalah pertanyaan, maka bertanyalah. Kemudian Allah memberikan pahala kepada empat orang, orang yang bertanya, yang menjawab, yang mendengar dan orang yang mencintai mereka,” katanya memberikan motivasi. (*)

Penulis : Lovita Marta Fabella Editor : Dilan Salsabila

Sebarkan Sastra Lisan, Eggy Fajar Andalas Lulus Terbaik S2 FIB UNAIR

UNAIR NEWS – Di awal masa perkuliahan, Eggy Fajar Andalas sempat menghadapi “shock” dengan mata kuliah di Program Magister Kajian Sastra dan Budaya FIB Universitas Airlangga.

Pasalnya, dalam perkuliahan terhitung jarang membahas mengenai bidang yang ia gemari: sastra lisan. Keadaan itu membuat Eggy harus belajar sendiri melalui beberapa bacaan. Karena kegemarannya menelisik sastra lisan, ia merelakan waktu tidurnya untuk membaca buku-buku yang membahas sastra lisan.

Berkat kerja kerasnya itu, Eggy Fajar Andalan, SS., M.Hum berhasil meraih predikat wisudawan terbaik pada periode Wisuda Desember 2016. Dalam tesis yang berjudul “Sastra Lisan Lakon

(13)

Lahire Panji pada Pertunjukan Wayang Topeng Malang Padepokan Mangun Dharma”, Eggy mengulas mengenai Cerita Panji yang disebarkan secara lisan dan saat ini tetap hidup di kalangan masyarakat maupun seni pertunjukan tradisional.

“Oleh karenanya, penelitian saya berfokus membahas mengenai Cerita Panji lisan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malangan, karena pertunjukan tersebut merupakan salah satu sarana tradisi untuk melestarikan, menyimpan, dan merekam Cerita Panji,” jelas Eggy.

Meskipun harus mencari dan belajar sendiri tentang sastra lisan, tak membuatnya patah arang untuk tetap menyelesaikan tesisnya. Kegemarannya membaca buku-buku sastra lisan, membuat Eggy mudah untuk mencari referensi untuk data dalam tesisnya.

“Bagi saya membaca merupakan sebuah investasi. Kumpulan pengetahuan yang telah kita baca akan berguna, meski tidak saat itu juga, tapi di kemudian hari,” katanya.

Di lingkup keluarganya, Eggy merupakan salah satu anak yang tergolong beda. Ia selalu memiliki nilai pas-pasan dibanding dengan saudara yang lain. Orang tuanya sempat khawatir akan masa depannya, tapi hal itu kini bisa dipatahkan dengan prestasi Egy menjadi lulus terbaik dengan IPK 3.90.

“Saya percaya bahwa kesuksesan tidak ditakdirkan untuk seseorang yang ber-IQ tinggi, tetapi kemauan dan kerja keras merupakan faktor pembeda antara satu individu dengan individu yang lain dalam kesuksesan,” paparnya.

Hal yang terpenting yang membuatnya termotivasi menjalani kuliah ialah kedua orang tuanya. Eggy mengaku semangatnya timbul ketika melihat senyum kedua orang tuanya. “Melalui hal- hal sederhana yang saya lakukan, seperti memasang foto mereka di layar laptop, menyimpan fotonya di dompet saya, dan menempelnya di dinding kamar kos, menjadikan saya terpacu saat rasa malas menghampiri saya untuk belajar dan berkarya. Ya dengan melihat foto mereka,” terangnya.

(14)

Selain membaca, Eggy juga gemar menulis. Ia menuangkan pemikirannya mengenai sastra lisan ini dalam sebuah buku. Buku tersebut kini sudah masuk percetakan di sebuah penerbit dan siap dipasarkan tahun 2017 mendatang.(*)

Penulis : Faridah Hari Editor : Nuri Hermawan.

Meneliti HIV-AIDS, Imelda Manurung Lulus Terbaik S-3 FKM UNAIR

UNAIR NEWS – Tren kasus HIV dan AIDS masih terus meningkat di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di seluruh kabupaten di Provinsi NTT. Data tahun 2015 menunjukkan, distribusi kasus HIV dan AIDS berdasarkan pekerjaan pengidapnya, paling tinggi berasal dari ibu rumah tangga.

Hal inilah yang mendorong Imelda Februati Ester Manurung, SKM., M.Kes, mengangkat topik penelitian disertasi dengan judul “Model Pemberdayaan Hamba Tuhan dalam Mendukung Individu Berisiko HIV dan AIDS untuk Melakukan Voluntary Counselling Testing (VCT) di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Tesis itu ikut mengantarkan wanita kelahiran Laras, 20 Februari 1979, meraih predikat wisudawan terbaik dengan IPK hampir sempurna, 3,98.

Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengusulan izin penelitian mulai di tingkat provinsi, lalu ke tingkat Kabupaten dan Kota Kupang, sampai akhirnya ke Kantor Sinode GMIT untuk memperoleh data di setiap gereja GMIT di Kota Kupang.

(15)

Kemudian pada tahap kedua, ia melihat pengaruh pelatihan pemberdayaan HIV terhadap health literacy (pengetahuan tentang HIV dan AIDS, keterampilan mengidentifikasi individu berisiko HIV dan keterampilan memberikan dukungan VCT) hamba Tuhan.

“Dari hasil pelatihan menunjukkan terdapat peningkatan yang bermakna tingkat health literacy pada hamba Tuhan bila dibandingkan sebelum dan sesudah pelatihan,” katanya.

Selanjutnya, penelitian Imelda diakhiri dengan koordinasi bersama hamba Tuhan pada kelompok intervensi, yaitu yang mengikuti pelatihan. Selama melakukan penelitian, perempuan yang juga dosen di Universitas Udayana (Undana) Kupang ini mengaku mengalami sedikit kendala.

“Awalnya ada stigma yang berasal dari hamba Tuhan, namun dengan sharing yang lebih dalam berkaitan penelitian, mendorong hamba Tuhan bersedia berpartisipasi,” tutur Imelda.

Ke depan, wanita penggemar nonton dan membaca ini berharap agar pemerintah melaksanakan program pencegahan HIV berbasis masyarakat dengan memberdayakan hamba Tuhan. Cara yang disarankan, dengan melakukan intervensi terhadap faktor kepemimpinan melayani health literacy dan trust. Khusus pada faktor health literacy, pemerintah dapat melakukan intervensi dengan menggunakan modul pelatihan dari hasil penelitian ini.

Pemerintah juga dapat melibatkan hamba Tuhan yang sudah dilatih pada penelitian ini untuk kegiatan dukungan VCT di masyarakat.

“Hamba Tuhan yang sudah dilatih agar tetap memberikan dukungan pada individu berisiko HIV dan AIDS untuk melakukan VCT dan tetap terlibat mensosialisasikan isu HIV dan AIDS untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,” pungkasnya.

Sebagai wisudawan terbaik, pesan dan motivasi dari Imelda untuk mahasiswa UNAIR yang masih studi, bahwa berdoa dan bekerja adalah kunci keberhasilannya. “Tetap semangat dan jangan mudah menyerah. Meskipun ide kita masih ditolak

(16)

pembimbing, revisi masih banyak, jadikanlah semua itu sumber semangat untuk lebih banyak belajar mencapai yang terbaik,”

katanya. (*)

Penulis: Lovita Marta Fabella Editor: Dilan Salsabila.

Hikmah Sering Magang, Intan Lazuardi Jadi Wisudawan Terbaik FPK

UNAIR NEWS – Kegiatan perkuliahan memang penuh warna.

Keasyikan itu bisa ditemukan melalui bangku akademis maupun kegiatan kemahasiswaan. Bagi Intan Lazuardi Nugroho, S.Pi, salah satu kegiatan yang banyak memberi warna dalam hidupnya adalah ketika bisa mengikuti seminar internasional bersama dosen pembimbingnya.

Dalam seminar di Balikpapan tahun 2016 itu, abstrak penelitiannya diterima pihak panitia. Alumnus prodi S-1 Teknologi Industri Hasil Perikanan ini mengusung penelitian tentang mendemineralisasi dampak buruk cangkang kerang terhadap lingkungan. Intan mengaku, ia tak pernah membayangkan bisa hadir di forum akademisi yang diikuti sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Selain mengikuti seminar, peraih IPK 3,83 itu juga aktif mengikuti kegiatan magang. Terhitung, Intan sudah empat kali magang di tempat pelatihan yang berbeda. Awal 2015 lalu ia pernah magang di bagian penjaminan mutu di salah satu perusahaan perikanan di Banyuwangi, dan bertugas mengawasi produksi udang.

(17)

Tahun 2014 juga pernah kerja magang di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan di Jakarta. Selama di Jakarta, ia bertugas menganalisis mikrobiologi pada produk kosmetik dari bahan dasar rumput laut. Di tahun yang sama, Intan juga magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau di Jepara.

Disini ia bertugas untuk memproduksi pakan ikan buatan dengan campuran enzim papain. Di Jepara, perempuan asal Sidoarjo ini turut membantu produksi pakan untuk udang. Setahun sebelumnya, ia juga pernah magang di Balai Karantina Ikan Kelas I di Juanda, Sidoarjo.

”Dengan magang itu kami bisa ngerasain sedikit tentang dunia kerja. Lagi pula, magang itu beda banget dengan praktikum di kampus. Kalau di kampus, praktikum dilakukan secara berkelompok. Tapi, kalau magang di balai, praktikum bisa dilaksanakan secara mandiri. Kita tinggal minta ke (pihak,red) sana mau diajari apa,” jelasnya.

Selain itu, kegiatan magang merupakan salah satu cara untuk mengisi waktu ketika kegiatan perkuliahan libur. “Daripada nggak ngapa-ngapain ketika liburan, ya saya pilih ikut magang untuk ngisi waktu luang,” tutur Intan.

Di bidang kemahasiswaan, Intan juga tergabung dalam grup UKF Paduan Suara. Bersama grup paduan suara ia pernah mengisi berbagai acara, seperti simposium perikanan dan acara-acara lainnya. Dalam tugas akhirnya, ia yang mahir menggunakan aplikasi perpajakan berupa e-faktur ini menulis skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida dan Suhu Demineralisasi terhadap Karakteristik Kitin Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata)”. Disini ia meriset keberhasilan cangkang kerang untuk menghasilkan kitin dengan menggunakan metode demineralisasi.

“Kitin dapat dihasilkan dari limbah cangkang kerang. Tapi, saat ini, pemanfaatan cangkang kerang belum banyak diteliti.

Padahal, lumayan kalau limbah cangkang ini bisa dimanfaatkan karena bisa mengurangi dampak pencemaran lingkungan,” imbuh

(18)

gadis kelahiran 11 Maret 1994. (*) Penulis: Defrina Sukma S

Editor: Dilan Salsabila

Pengorbanan Fiory Berbuah Lulus Terbaik S-2 FKG UNAIR

UNAIR NEWS – Diperlukan sebuah pengorbanan untuk dapat mewujudkan cita-cita. Kalimat ini tampaknya tepat bagi Fiory Dioptis Putriwijaya, drg., M.Kes., dalam menyelesaikan studi di Program Master Ilmu Kesehatan Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga. Dua tahun perjuangannya itu, kini berbuah manis. Fiory berhasil menyabet gelar wisudawan terbaik S-2, dengan meraih IPK 3,89.

Keberhasilannya ini tak lepas dari sebuah proses. Selama menjalani perkuliahan, perempuan asal Kediri ini harus selalu menempuh perjalanan pergi-pulang Surabaya-Kediri setiap akhir pekan. Jumat sore ia pulang ke Kediri, sebab Sabtu harus ngajar di FKG Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Senin dini hari sudah harus berangkat lagi ke Surabaya, begitu terus sampai lulus.

Perjuangannya tak berhenti sampai disitu. Di semester I, Fiory mengandung anak pertama. Karena mobilitasnya cukup tinggi dalam kondisi hamil, ia sempat ‘bedrest’. Beberapa bulan setelah melahirkan, ia hamil lagi anak kedua ketika semester III. Namun hamil yang kedua ini ia lebih banyak di rumah karena kuliah sudah selesai. Fiory juga bersyukur, semua terlampaui dengan baik. Baginya, keberhasilan ini tidak lepas dari support keluarga, teman-teman, dan para dosen yang pengertian.

(19)

“Namun yang berat ketika harus meninggalkan anak-anak yang masih kecil di rumah, karena harus melakukan penelitian dan bimbingan tesis di Surabaya,” kata penghobi traveling ini, seraya menerangkan ia meneliti tentang dampak posisi kerja dokter gigi saat melakukan penambalan gigi.

Hasilnya, lebih banyak duduk selama beberapa menit hingga berjam-jam ketika memeriksa atau menangani gigi pasien menjadi rutinitas pekerjaan para dokter gigi. Walau tampaknya sepele, posisi duduk saat menangani pasien itu dapat memengaruhi kesehatan tulang maupun persendian. Dari penelitiannya, banyak dokter gigi mengeluh sakit punggung (low back pain) setelah merawat pasien. Lebih spesifik, keluhan sakit punggung ini masuk dalam kategori gangguan muskuloskeletal (MSD).

MSD merupakan gangguan pada otot, tendon, sendi, ruas tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan akut maupun secara perlahan dan kronis. Diantara penyebabnya adalah posisi kerja yang tidak tepat dan faktor pekerjaan seperti distorsi postur, postur statis yang terlalu lama, dan gerakan repetitif. Sebanyak 78%

dokter gigi mengeluh sakit pada bahu kanan, 68% sakit pada punggung, dan 63% sakit pada leher atas.

Fiory menyarankan agar para dokter gigi tidak menyepelekan posisi duduk. Memahami posisi duduk yang tepat dan nyaman saat menangani pasien merupakan upaya preventif menghindari resiko terkena MSD. ”Selain bekerja secara ergonomis, jangan lupa olahraga dan kerja sewajarnya, batasi jam kerja dan batasi jumlah pasien agar tubuh beristirahat,” katanya. (*)

Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha.

Editor: Defrina Sukma S.

Referensi

Dokumen terkait