• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sempat Tak Direstui Ibunda, Karir Model Cantik Asal FH Semakin Bersinar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sempat Tak Direstui Ibunda, Karir Model Cantik Asal FH Semakin Bersinar"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Sempat Tak Direstui Ibunda,

Karir Model Cantik Asal FH

Semakin Bersinar

UNAIR NEWS – Berangkat dari keinginan yang kuat sejak kecil untuk menjadi model, kini, prestasi Ayu Maulida dalam dunia modeling semakin bersinar. Berbagai prestasi di bidang model telah diraih mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, tahun angkatan 2015 ini.

Dalam perjalanan karir modelnya, Ayu kerap kali mengikuti event bergengsi seperti Jakarta Fashion Week dan Indonesia Fashion Week. Ia juga sempat menjadi salah satu Brand Ambassador salah satu klinik kecantikan dan menjadi icon Surabaya Fashion Parade.

“Salah satu kerjaan yang buat aku prestasi adalah saat spring/summer. Saya jadi icon Tangs Plaza Singapore,” ujar Ayu.

Tercatat, Ayu pernah memperoleh juara I lomba yang diadakan salah satu klinik kecantikan di Surabaya ketika masih duduk di kelas IX SMP. Ia juga termasuk model yang dipilih desainer Biyan untuk acara “Biyan 30th

Anniversary” ketika duduk di kelas X SMA.

Tak dapat dipungkiri, bakat Ayu di bidang model telah terlihat sejak masih usia SD. Ia pernah memperoleh juara ll Lomba Model Hijab Sanggarwati ketika masih kelas V SD.

“Dari kecil aku itu pingin banget jadi model. Jadi artis tapi rasanya gak mungkin. Apalagi waktu kecil aku itu tomboy, meskipun aku menyadari bahwa kalau aku tetep punya sisi feminin. Lagian aku kayanya juga gak bakal bisa jadi model karena basic keluargaku juga bukan model, apalagi mama yang muslimnya ketat sekali,” tutur alumnus SMA Trimurti, Surabaya

(2)

ini.

Sempat tak dapat restu ibu

Tak bisa dipungkiri, sebelum karir Ayu seperti saat ini, ia sempat dihadapkan dengan perasaan ragu lantaran latar belakang keluarganya yang bukan dari kalangan model. Ditambah lagi, ibunya yang memiliki background agama sangat kuat, membuat dirinya semakin tidak yakin untuk dapat terjun ke dalam dunia modeling.

“Seiring berjalannya waktu, saya sering mendapat tawaran tak terduga dari beberapa agency model yang meminta saya untuk bergabung dalam agency tersebut,” tambah gadis dengan tinggi badan 178 cm ini.

Berkat beragam prestasi yang diraih Ayu, orang tua memberikan respon positif karena Ayu mampu menunjukkan kesungguhannya dalam dunia model. Meski demikian, ayu tidak pernah mengesampingkan kewajibannya sebagai mahasiswa. Ia yang masih semester tiga tetap bijak membagi waktu antara kuliah dan karir.

Mimpi tidak akan menjadi realita tanpa adanya pengorbanan dan perjuangan. Kalimat tersebut rasanya sangat tepat untuk mewakili sepak terjang Ayu dalam karirnya selama ini. (*) Penulis : Pradita Desyanti

Editor : Binti Q. Masruroh

(3)

dan Latihan, Ini Cerita

Penyelam UNAIR

UNAIR NEWS – Menjadi mahasiswa sekaligus atlet yang berprestasi bukan hal mudah. Terlebih, seorang atlet biasanya dihadapkan pada kegiatan atau kewajiban bernama latihan. Kali ini, Febrina Gladys Elvira, mahasiswa program studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, atlet selam ini bercerita tentang pengalamannya cara membagi waktu antara kuliah dan latihan.

Gadis yang akrab disapa Vira ini akhirnya dapat menyesap ‘aroma’ air setelah sempat vakum selama kurang lebih setahun karena jadwal kuliah yang tidak dapat disiasati. Meskipun terkadang jam pulang kuliah dapat dikatakan ‘mepet’ dengan jam latihan, hal itu tidak mengurungkan niat Vira untuk dapat berlatih lagi. Beruntungnya Vira karena ia memiliki pelatih yang mengerti kesibukannya sehingga ia mendapat dispensasi ketika ia harus datang terlambat.

“Tahun 2015 benar-benar nggak bisa disiasati karena pulang kuliahnya setengah 8 malam, sedangkan tempat latihanku jam 7 malam udah selesai. Oleh karena itu aku off latihan. Tahun 2016 ini, aku bisa menyesuaikan jam latihan karena pulang kuliah jam 5 sore, meskipun terbilang mepet tetapi karena sudah setahun off, jadi ingin ‘main’ air lagi. Untungnya, pelatihku ngasih aku ijin telat karena beliau tahu kalau jam 5 itu macet-macetnya jalan, jadi aku tetep bisa latihan meskipun malam,” ungkap mahasiswa tahun angkatan 2015.

Selama berlatih, atlet yang tergabung dalam salah satu klub renang ini menghabiskan waktu selama 2 jam latihan air ditambah 1 jam latihan darat. Apabila akan mengikuti kompetisi, waktu latihan air ditambah 30 menit.

(4)

Febrina Gladys Elvira ketika meraih penghargaan dalam kompetisi Pekan Olahraga Pelajar Provinsi Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Sederet prestasi yang pernah ditorehkan Vira antara lain medali perunggu pada Kejuaraan Nasional 2012 di Gelora Bung Karno, Jakarta. Tahun 2013, Vira berhasil membawa pulang 1 emas Pekan Olahraga Pelajar Provinsi (Porprov) di Kertosono, Jawa Timur. Tahun 2014, Vira berhasil menyabet 4 emas Porprov di Ponorogo. Yang paling baru yakni 2016, Vira mendapat 1 emas, 2 perak, dan 2 perunggu pada kompetisi Gubernur Cup se-Indonesia.

Perempuan yang mengidolakan perenang Pricillia Gunawan dan Angeline Soegianto ini berharap, tahun 2020 nanti dirinya dapat membawa pulang medali emas di Pekan Olahraga Nasional dan bisa bertanding di kejuaraan di luar negeri. (*)

Penulis : Pradita Desyanti Editor: Defrina Sukma S

(5)

Teliti Stem Cell untuk

Gangguan Rahang, Ni Putu Mira

Lulus Terbaik S-3 FK UNAIR

UNAIR NEWS – Terapi pengobatan penyakit dengan stem cell sudah banyak dikembangkan. Salah satu penelitian lagi dikembangkan oleh Dr. Ni Putu Mira Sumarta, drg., Sp.BM, untuk tesisnya. Dalam menggali potensi pengobatan stem cell sebagai pengobatan

Temporomandibular Disorder (TMD) itu, Mira memanfaatkan

jaringan tali pusat. Tesis itu pula yang menunjang Mira sebagai wisudawan terbaik S-3 Ilmu Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas AIrlangga.

TMD atau gangguan sendi rahang, merupakan keluhan yang banyak ditemukan di masyarakat. Suatu penelitian memperkirakan 20 sampai 30 persen populasi orang dewasa akan mengalami TMD. Salah satu penyebabnya adalah defek pada kartilago sendi

temporomandibula. Penyakit ini dapat menimbulkan keluhan nyeri

dan radang kronis. Berbagai metode yang telah dikembangkan belum memberikan hasil jangka panjang yang maksimal. Mira berharap, perkembangan terapi stem cell memberi harapan dalam regenerasi kartilago sendi temporomandibula.

Secara spesifik, penyebab TMD hingga kini belum ditemukan. Berdasarkan penelitian dari berbagai kasus, TMD disebabkan banyak factor; mulai dari usia, genetik, jenis kelamin, oklusi, hyperlaxity, kebiasaan parafungsional, trauma akut,

bruxism, perawatan ortodonti, trauma, infeksi, kelainan

imunologis, metabolik, neoplasia, kongenital atau

developmental.

(6)

sekarang mengalami TMD, terutama pada kelompok umur 20-40 tahun,” kata Mira.

TMD adalah sekelompok kelainan pada sendi rahang dan otot pengunyahan. Dalam kasusnya, TMD dibagi menjadi kategori

muskular dan kartilago, dengan beberapa tanda dan gejala

seperti nyeri, gangguan fungsi rahang, deviasi dan defleksi, keterbatasan rentang gerak sendi, bunyi pada sendi, rahang terkunci, sakit kepala, tinitus, hingga perubahan visual.

Perempuan kelahiran Gianyar, 29 Maret 1978 ini fokus meneliti

defek kartilago mandibula yang timbul karena trauma dengan

implantasi HUCMSC (Human Umbilical Cord Stem Cell) pada

scaffold Platelet Rich Fibrin. Keduanya diperoleh dari proses

sentrifugasi darah vena autologous. Implantasi ini dilakukan pada defek kartilago mandibula tikus, dan ternyata terjadi regenerasi pada defek kartilago tersebut.

Dalam disertasinya, Mira memanfaatkan stem cell yang dibiakkan dari tali pusat atau disebut HUCMSC itu. Dibandingkan dengan menggunakan sumsum tulang, menurut Mira, penggunaan HUCMSC terbukti menunjukkan diferensiasi osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan potensi diferensiasi kondogenik HUCMSC lebih baik dibandingkan dengan MSC yang berasal dari sumsum tulang.

”Terjadinya regenerasi kartilago sendi temporomandibula dengan menggunakan implantasi stem cell dari tali pusat (HUSMC) lebih baik dibandingkan dengan MSC yang berasal dari sumsum tulang,” katanya. (*)

Penulis : Sefya Hayu Istighfaricha Editor: Deferina Sukma S.

(7)

Hikmah “Bongkar” Skripsi,

Jessica Lulus Terbaik S-1 FST

UNAIR

UNAIR NEWS – Keterbatasan pakar dan data saat penelitian membuat Jessica, S.Kom harus mengubah judul skripsinya, meskipun kala itu proposal yang dibuat sudah selesai ditulis dan siap diseminarkan. Membongkar judul skripsi itu, diakui, sempat membuatnya patah semangat di tengah melakukan penelitian.

Apalagi, begitu banyak perubahan yang terjadi pada skripsinya itu. Tetapi termotivasi dengan waktu yang harus cepat selesai, akhirnya Jessica dapat menyelesaikannya, dan bahkan memperoleh predikat sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,97. Jessica pun lulus terbaik untuk jenjang S-1 Fakuktas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR, pada wisuda periode Desember 2016. “Awal bulan Februari 2016 sebenarnya proposal skripsi saya sudah selesai, walaupun belum maju sidang proposal. Namun ternyata saya memiliki kendala kesediaan pakar, yakni psikiater/psikolog dan data (training dan testing) untuk membangun sistem tersebut,” ujarnya.

Jadi, selama hampir setengah tahun Jesssica harus berusaha menyelesaikan berbagai kendalanya tersebut. “Saya bahkan sampai menjadi ‘buronan’ dosen pembimbing,” ungkapnya.

Namun akhirnya Jessica dapat menyelesaikan kendalanya tersebut dan dapat mengikuti sidang skripsi hingga mengikuti yudisium untuk mengikuti wisuda periode Desember 2016 ini.

Ia mengaku, tidak ada kiat-kiat secara khusus dari pencapaiannya hingga memperoleh predikat yang sangat membanggakan ini. Ia hanya belajar dan berusaha untuk mengasah kreativitasnya dalam pengembangan diri semaksimal mungkin

(8)

untuk memberikan hasil terbaik.

Menurutnya, di program studi Sistem Informasi ada mata kuliah yang dinilai “paling horor”, yaitu matkul yang berhubungan dengan programming, selain dari Kalkulus mata kuliah Matematika.

“Prinsip saya, berusaha jangan pernah menyontek proyek, atau numpang nama saja di proyek kelompok,” katanya.

Cewek yang semasa mahasiswa aktif dalam Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Kerohanian Kristen ini berangan-angan setelah lulus ini, nanti banyak start-up non-komersil yang dapat berguna bagi masyarakat, dan tentunya masyarakat menjadi lebih melek teknologi.

Dengan pencapaiannya ini (wisudawan terbaik), Jessica merasa sangat bangga, namun juga merasa takut. “Saya tentunya bangga dengan pencapaian ini. Tetapi ada kalimat ‘From great power,

comes great responsibility’. Ketika saya diberikan kesempatan

untuk memperoleh prestasi ini, maka saya akan mempunyai beban lebih pula untuk mempertanggungjawabkannya,” ujar Jessica. (*) Penulis : Disih Sugianti

Editor : Binti Q. Masruroh

Sempat Tak Direstui Kuliah,

Zumrotus Sholikhah Wisudawan

Terbaik Psikologi

UNAIR NEWS – Karakter seseorang sudah terbentuk sejak usia dini. Salah satu pembentukan karakter itu ada pada iklim sekolah. Topik inilah yang kemudian diteliti oleh Zumrotus

(9)

Sholikhah, yang kemudian terpilih sebagai wisudawan terbaik tingkat sarjana Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, periode wisuda Desember 2016.

Penelitian untuk skripsi itu untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku antisosial pada anak-anak. Persepsi terhadap iklim sekolah yang dimaksud adalah pandangan atau penilaian siswa terhadap kondisi atau budaya di sekolah yang dapat mempengaruhi perilaku siswa.

“Kecenderungan perilaku antisosial yang saya maksud adalah potensi seseorang melakukan perilaku yang melanggar norma sosial, baik yang terbuka, yang sembunyi-sembunyi, maupun ketidaktaatan anak terhadap figur otoritas, yaitu orang tua atau guru,” jelas wisudawan peraih IPK 3,62 ini.

Menurut cewek yang akrab disapa Ika ini, dari 94 anak usia 9-12 tahun yang ia teliti, menunjukkan secara signifikan terdapat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku antisosial pada anak.

”Arah hubungan kedua variabel adalah negatif. Semakin negatif persepsi terhadap iklim sekolah, semakin tinggi kecenderungan perilaku antisosial anak,” kata mahasiswa asal Gresik ini, seraya mengakui bahwa memilih anak-anak sebagai subjek penelitian bukanlah mudah. Banyak anak-anak yang masih kebingungan mengisi kuesioner saat proses pengambilan data itu.

Sebelum mengisi kuesioner itu, siswa harus mengisi identitas diri. Ternyata, kata Ika, banyak siswa yang mengalami kebingungan dan tidak tahu mengenai pekerjaan orang tuanya. Terkait prestasinya sebagai wisudawan terbaik, Ika mengaku tak ada kiat secara khusus. Ia hanya berusaha semaksimal mungkin dengan iringan doa dari orang tuanya. “Selain itu, saya juga sering bertanya kepada teman dan searching di internet terkait mata kuliah yang belum saya pahami. Lalu berusaha melibatkan

(10)

Allah di setiap urusan,” katanya. Sempat Tak Direstui

Ika menyatakan rasa syukurnya bisa menyelesaikan studinya ini. Ini tak lain karena memori sebelumnya bahwa ia sempat tidak mendapatkan restu dari orang tuanya saat hendak kuliah dulu. Kendalanya karena faktor ekonomi. Selain itu, bekerja setelah lulus SLTA sudah menjadi kebiasaan di keluarganya, sehingga ambisinya untuk bisa kuliah saat itu meredup.

Namun, pada saat pendaftaran terakhir masuk perguruan tinggi, anak kedua dari tiga bersaudara ini dipanggil sekolahnya untuk dimintai keterangan soal kondisi keluarganya. Akhirnya sekolah mendaftarkan Ika melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan pengajuan beasiswa Bidikmisi.

”Karena keterbatasan waktu dan tidak ada ambisi untuk kuliah, jujur saat itu saya memilih jurusan agak asal-asalan, dan ternyata saya diterima. Setelah itu saya meyakinkan orang tua dan alhamdulillah pelan-pelan orang tua memperbolehkan saya untuk kuliah,” tutur mahasiswi kelahiran 6 September 1993 ini. Setelah resmi wisuda ini, Ika berharap ilmunya dapat bermanfaat bagi orang lain, serta memperoleh pekerjaan yang layak guna membantu perekonomian keluarga. ”Kalau memungkinkan, saya juga berharap bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain,” pungkasnya. (*)

Penulis: Dilan Salsabila Editor: Binti Q. Masruroh

(11)

Racik Kue Tradisional Penuh

Gizi, Oskar Karyantono Lulus

Terbaik S-2 FKM UNAIR

UNAIR NEWS – Kue Lepa adalah makanan tradisional Rote, Nusa Tenggara Timur. Makanan itu banyak dikonsumsi oleh semua kalangan, terutama anak sekolah. Karena itu kue lepa dapat dengan mudah ditemukan di kantin-kantin sekolah. Namun, kue ini masih memiliki kekurangan, yaitu miskin zat gizi karena bahannya hanya terdiri gula air, kelapa parut dan tepung jagung. Formulasi dengan menambahkan tepung daun kelor, tepung ikan teri, wijen, dan kacang tanah akan membuat kue kaya akan zat gizi, terutama energi, protein dan zink.

Hal inilah yang mengilhami Oskar Karyantono, S.Gz., M.Kes, melakukan penelitian tesis bertajuk “Kue Lepa Dengan Berbagai Formulasi Sebagai Alternatif Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah Dasar”. Tesis tersebut menunjang kelulusan Oskar menjadi wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR, dengan IPK 3,94.

”Kami diwanti-wanti dosen dan pembimbing, agar jangan membuat tesis atau penelitian hanya untuk mendapatkan gelar. Jadi penelitian saya harus bermanfaat untuk masyarakat Rote Ndao, sederhana, dan mudah diaplikasikan masyarakat,” kata pria kelahiran Dompu, NTB, 13 Januari 1974 ini.

Dalam memulai penelitian, Oskar belajar membuat kue lepa yang baik dan benar. Ia belajar ke beberapa orang ahli membuat kue. Lalu menyiapkan bahan di Laboratorium Gizi FKM sebelum diuji

organoleptik ke panelis terbatas untuk memilih beberapa

formula terbaik.

“Secara umum tidak ada kendala berarti, karena selama penelitian saya selalu mendapat bantuan dari teman-teman, dosen dan pembimbing saya di FKM UNAIR,” ujarnya.

(12)

Oskar berharap, kue lepa itu dapat dijadikan alternatif makanan tambahan atau camilan sehat untuk memenuhi gizi anak-anak. Oskar juga berencana menemui bupati dan Ketua PKK Kabupaten Rote Ndao untuk mengadvokasi hasil penelitiannya ini. Ia berharap diberi izin dan mendapat fasilitas untuk mensosialisasikan ke anggota PKK dan masyarakat.

“Untuk meraih keberhasilan itu tidak bisa hanya dengan berandai-andai. Lakukan kerja nyata! Ilmu itu simpanan, kuncinya adalah pertanyaan, maka bertanyalah. Kemudian Allah memberikan pahala kepada empat orang, orang yang bertanya, yang menjawab, yang mendengar dan orang yang mencintai mereka,” katanya memberikan motivasi. (*)

Penulis : Lovita Marta Fabella Editor : Dilan Salsabila

Sebarkan Sastra Lisan, Eggy

Fajar Andalas Lulus Terbaik

S2 FIB UNAIR

UNAIR NEWS – Di awal masa perkuliahan, Eggy Fajar Andalas sempat menghadapi “shock” dengan mata kuliah di Program Magister Kajian Sastra dan Budaya FIB Universitas Airlangga. Pasalnya, dalam perkuliahan terhitung jarang membahas mengenai bidang yang ia gemari: sastra lisan. Keadaan itu membuat Eggy harus belajar sendiri melalui beberapa bacaan. Karena kegemarannya menelisik sastra lisan, ia merelakan waktu tidurnya untuk membaca buku-buku yang membahas sastra lisan. Berkat kerja kerasnya itu, Eggy Fajar Andalan, SS., M.Hum berhasil meraih predikat wisudawan terbaik pada periode Wisuda

(13)

Desember 2016. Dalam tesis yang berjudul “Sastra Lisan Lakon

Lahire Panji pada Pertunjukan Wayang Topeng Malang Padepokan

Mangun Dharma”, Eggy mengulas mengenai Cerita Panji yang disebarkan secara lisan dan saat ini tetap hidup di kalangan masyarakat maupun seni pertunjukan tradisional.

“Oleh karenanya, penelitian saya berfokus membahas mengenai Cerita Panji lisan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malangan, karena pertunjukan tersebut merupakan salah satu sarana tradisi untuk melestarikan, menyimpan, dan merekam Cerita Panji,” jelas Eggy.

Meskipun harus mencari dan belajar sendiri tentang sastra lisan, tak membuatnya patah arang untuk tetap menyelesaikan tesisnya. Kegemarannya membaca buku-buku sastra lisan, membuat Eggy mudah untuk mencari referensi untuk data dalam tesisnya. “Bagi saya membaca merupakan sebuah investasi. Kumpulan pengetahuan yang telah kita baca akan berguna, meski tidak saat itu juga, tapi di kemudian hari,” katanya.

Di lingkup keluarganya, Eggy merupakan salah satu anak yang tergolong beda. Ia selalu memiliki nilai pas-pasan dibanding dengan saudara yang lain. Orang tuanya sempat khawatir akan masa depannya, tapi hal itu kini bisa dipatahkan dengan prestasi Egy menjadi lulus terbaik dengan IPK 3.90.

“Saya percaya bahwa kesuksesan tidak ditakdirkan untuk seseorang yang ber-IQ tinggi, tetapi kemauan dan kerja keras merupakan faktor pembeda antara satu individu dengan individu yang lain dalam kesuksesan,” paparnya.

Hal yang terpenting yang membuatnya termotivasi menjalani kuliah ialah kedua orang tuanya. Eggy mengaku semangatnya timbul ketika melihat senyum kedua orang tuanya. “Melalui hal-hal sederhana yang saya lakukan, seperti memasang foto mereka di layar laptop, menyimpan fotonya di dompet saya, dan menempelnya di dinding kamar kos, menjadikan saya terpacu saat rasa malas menghampiri saya untuk belajar dan berkarya. Ya

(14)

dengan melihat foto mereka,” terangnya.

Selain membaca, Eggy juga gemar menulis. Ia menuangkan pemikirannya mengenai sastra lisan ini dalam sebuah buku. Buku tersebut kini sudah masuk percetakan di sebuah penerbit dan siap dipasarkan tahun 2017 mendatang.(*)

Penulis : Faridah Hari Editor : Nuri Hermawan.

Meneliti HIV-AIDS, Imelda

Manurung Lulus Terbaik S-3

FKM UNAIR

UNAIR NEWS – Tren kasus HIV dan AIDS masih terus meningkat di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di seluruh kabupaten di Provinsi NTT. Data tahun 2015 menunjukkan, distribusi kasus HIV dan AIDS berdasarkan pekerjaan pengidapnya, paling tinggi berasal dari ibu rumah tangga.

Hal inilah yang mendorong Imelda Februati Ester Manurung, SKM., M.Kes, mengangkat topik penelitian disertasi dengan judul “Model Pemberdayaan Hamba Tuhan dalam Mendukung Individu Berisiko HIV dan AIDS untuk Melakukan Voluntary Counselling

Testing (VCT) di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Tesis itu ikut

mengantarkan wanita kelahiran Laras, 20 Februari 1979, meraih predikat wisudawan terbaik dengan IPK hampir sempurna, 3,98. Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengusulan izin penelitian mulai di tingkat provinsi, lalu ke tingkat Kabupaten dan Kota Kupang, sampai akhirnya ke Kantor Sinode GMIT untuk memperoleh data di setiap gereja GMIT di Kota

(15)

Kupang.

Kemudian pada tahap kedua, ia melihat pengaruh pelatihan pemberdayaan HIV terhadap health literacy (pengetahuan tentang HIV dan AIDS, keterampilan mengidentifikasi individu berisiko HIV dan keterampilan memberikan dukungan VCT) hamba Tuhan.

“Dari hasil pelatihan menunjukkan terdapat peningkatan yang bermakna tingkat health literacy pada hamba Tuhan bila dibandingkan sebelum dan sesudah pelatihan,” katanya.

Selanjutnya, penelitian Imelda diakhiri dengan koordinasi bersama hamba Tuhan pada kelompok intervensi, yaitu yang mengikuti pelatihan. Selama melakukan penelitian, perempuan yang juga dosen di Universitas Udayana (Undana) Kupang ini mengaku mengalami sedikit kendala.

“Awalnya ada stigma yang berasal dari hamba Tuhan, namun dengan sharing yang lebih dalam berkaitan penelitian, mendorong hamba Tuhan bersedia berpartisipasi,” tutur Imelda. Ke depan, wanita penggemar nonton dan membaca ini berharap agar pemerintah melaksanakan program pencegahan HIV berbasis masyarakat dengan memberdayakan hamba Tuhan. Cara yang disarankan, dengan melakukan intervensi terhadap faktor kepemimpinan melayani health literacy dan trust. Khusus pada faktor health literacy, pemerintah dapat melakukan intervensi dengan menggunakan modul pelatihan dari hasil penelitian ini. Pemerintah juga dapat melibatkan hamba Tuhan yang sudah dilatih pada penelitian ini untuk kegiatan dukungan VCT di masyarakat.

“Hamba Tuhan yang sudah dilatih agar tetap memberikan dukungan pada individu berisiko HIV dan AIDS untuk melakukan VCT dan tetap terlibat mensosialisasikan isu HIV dan AIDS untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,” pungkasnya.

Sebagai wisudawan terbaik, pesan dan motivasi dari Imelda untuk mahasiswa UNAIR yang masih studi, bahwa berdoa dan

(16)

bekerja adalah kunci keberhasilannya. “Tetap semangat dan jangan mudah menyerah. Meskipun ide kita masih ditolak pembimbing, revisi masih banyak, jadikanlah semua itu sumber semangat untuk lebih banyak belajar mencapai yang terbaik,” katanya. (*)

Penulis: Lovita Marta Fabella Editor: Dilan Salsabila.

Hikmah Sering Magang, Intan

Lazuardi

Jadi

Wisudawan

Terbaik FPK

UNAIR NEWS – Kegiatan perkuliahan memang penuh warna. Keasyikan itu bisa ditemukan melalui bangku akademis maupun kegiatan kemahasiswaan. Bagi Intan Lazuardi Nugroho, S.Pi, salah satu kegiatan yang banyak memberi warna dalam hidupnya adalah ketika bisa mengikuti seminar internasional bersama dosen pembimbingnya.

Dalam seminar di Balikpapan tahun 2016 itu, abstrak penelitiannya diterima pihak panitia. Alumnus prodi S-1 Teknologi Industri Hasil Perikanan ini mengusung penelitian tentang mendemineralisasi dampak buruk cangkang kerang terhadap lingkungan. Intan mengaku, ia tak pernah membayangkan bisa hadir di forum akademisi yang diikuti sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Selain mengikuti seminar, peraih IPK 3,83 itu juga aktif mengikuti kegiatan magang. Terhitung, Intan sudah empat kali magang di tempat pelatihan yang berbeda. Awal 2015 lalu ia pernah magang di bagian penjaminan mutu di salah satu

(17)

perusahaan perikanan di Banyuwangi, dan bertugas mengawasi produksi udang.

Tahun 2014 juga pernah kerja magang di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan di Jakarta. Selama di Jakarta, ia bertugas menganalisis mikrobiologi pada produk kosmetik dari bahan dasar rumput laut. Di tahun yang sama, Intan juga magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau di Jepara. Disini ia bertugas untuk memproduksi pakan ikan buatan dengan campuran enzim papain. Di Jepara, perempuan asal Sidoarjo ini turut membantu produksi pakan untuk udang. Setahun sebelumnya, ia juga pernah magang di Balai Karantina Ikan Kelas I di Juanda, Sidoarjo.

”Dengan magang itu kami bisa ngerasain sedikit tentang dunia kerja. Lagi pula, magang itu beda banget dengan praktikum di kampus. Kalau di kampus, praktikum dilakukan secara berkelompok. Tapi, kalau magang di balai, praktikum bisa dilaksanakan secara mandiri. Kita tinggal minta ke (pihak,red) sana mau diajari apa,” jelasnya.

Selain itu, kegiatan magang merupakan salah satu cara untuk mengisi waktu ketika kegiatan perkuliahan libur. “Daripada

nggak ngapa-ngapain ketika liburan, ya saya pilih ikut magang

untuk ngisi waktu luang,” tutur Intan.

Di bidang kemahasiswaan, Intan juga tergabung dalam grup UKF Paduan Suara. Bersama grup paduan suara ia pernah mengisi berbagai acara, seperti simposium perikanan dan acara-acara lainnya. Dalam tugas akhirnya, ia yang mahir menggunakan aplikasi perpajakan berupa e-faktur ini menulis skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida dan Suhu Demineralisasi terhadap Karakteristik Kitin Cangkang Kerang Kampak (Atrina pectinata)”. Disini ia meriset keberhasilan cangkang kerang untuk menghasilkan kitin dengan menggunakan metode demineralisasi.

(18)

saat ini, pemanfaatan cangkang kerang belum banyak diteliti. Padahal, lumayan kalau limbah cangkang ini bisa dimanfaatkan karena bisa mengurangi dampak pencemaran lingkungan,” imbuh gadis kelahiran 11 Maret 1994. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Dilan Salsabila

Pengorbanan Fiory Berbuah

Lulus Terbaik S-2 FKG UNAIR

UNAIR NEWS – Diperlukan sebuah pengorbanan untuk dapat mewujudkan cita-cita. Kalimat ini tampaknya tepat bagi Fiory Dioptis Putriwijaya, drg., M.Kes., dalam menyelesaikan studi di Program Master Ilmu Kesehatan Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga. Dua tahun perjuangannya itu, kini berbuah manis. Fiory berhasil menyabet gelar wisudawan terbaik S-2, dengan meraih IPK 3,89.

Keberhasilannya ini tak lepas dari sebuah proses. Selama menjalani perkuliahan, perempuan asal Kediri ini harus selalu menempuh perjalanan pergi-pulang Surabaya-Kediri setiap akhir pekan. Jumat sore ia pulang ke Kediri, sebab Sabtu harus ngajar di FKG Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Senin dini hari sudah harus berangkat lagi ke Surabaya, begitu terus sampai lulus.

Perjuangannya tak berhenti sampai disitu. Di semester I, Fiory mengandung anak pertama. Karena mobilitasnya cukup tinggi dalam kondisi hamil, ia sempat ‘bedrest’. Beberapa bulan setelah melahirkan, ia hamil lagi anak kedua ketika semester III. Namun hamil yang kedua ini ia lebih banyak di rumah karena kuliah sudah selesai. Fiory juga bersyukur, semua

(19)

terlampaui dengan baik. Baginya, keberhasilan ini tidak lepas dari support keluarga, teman-teman, dan para dosen yang pengertian.

“Namun yang berat ketika harus meninggalkan anak-anak yang masih kecil di rumah, karena harus melakukan penelitian dan bimbingan tesis di Surabaya,” kata penghobi traveling ini, seraya menerangkan ia meneliti tentang dampak posisi kerja dokter gigi saat melakukan penambalan gigi.

Hasilnya, lebih banyak duduk selama beberapa menit hingga berjam-jam ketika memeriksa atau menangani gigi pasien menjadi rutinitas pekerjaan para dokter gigi. Walau tampaknya sepele, posisi duduk saat menangani pasien itu dapat memengaruhi kesehatan tulang maupun persendian. Dari penelitiannya, banyak dokter gigi mengeluh sakit punggung (low back pain) setelah merawat pasien. Lebih spesifik, keluhan sakit punggung ini masuk dalam kategori gangguan muskuloskeletal (MSD).

MSD merupakan gangguan pada otot, tendon, sendi, ruas tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan akut maupun secara perlahan dan kronis. Diantara penyebabnya adalah posisi kerja yang tidak tepat dan faktor pekerjaan seperti distorsi postur, postur statis yang terlalu lama, dan gerakan repetitif. Sebanyak 78% dokter gigi mengeluh sakit pada bahu kanan, 68% sakit pada punggung, dan 63% sakit pada leher atas.

Fiory menyarankan agar para dokter gigi tidak menyepelekan posisi duduk. Memahami posisi duduk yang tepat dan nyaman saat menangani pasien merupakan upaya preventif menghindari resiko terkena MSD. ”Selain bekerja secara ergonomis, jangan lupa olahraga dan kerja sewajarnya, batasi jam kerja dan batasi jumlah pasien agar tubuh beristirahat,” katanya. (*)

Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha. Editor: Defrina Sukma S.

Referensi

Dokumen terkait

fasilitasi sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan anggaran. Selain itu kemamuan penempatan lulusan yang belum dapat mencapai 100%, persaingan antar BKK dan lembaga

Berat barang yang dimasukkan dan dimensi truk yang digunakan sama dengan yang terjadi pada simpul 2 dan fungsi pembatas tidak akan mematikan simpul tersebut

Bahan penelitian yang digunakan adalah data seri pengukuran tahunan tegakan Eucalyptus grandis pada 15 petak ukur permanen (PUP) yang telah berumur delapan tahun pada HTI PT

Identifikasi aliran darah ke atas dengan melalukan penekanan pada bagian bawah vena Identifikasi aliran darah ke atas dengan melalukan penekanan pada bagian bawah

Problema hauek egiteko behar diren datu-orriak Massachusettseko Uniber- tsitateko Haize Energia Zentroan daude [12], non Armhersten garatu diren kodeak ere («Wind

kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.. Acuan Pembelajaran Berbasis Masalah Model PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut. 1) Kurikulum: PBL tidak

Allen authored several other books that deal with the power of thought including THE PATH OF PROSPERITY, EIGHT PILLARS OF PROSPERITY and James Allen's BOOK OF MEDITATION FOR EVERY

Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama