• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH DAN LEMBAGA NEGARA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH DAN LEMBAGA NEGARA (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

LEMBAGA NEGARA

OLEH:

ALDO FEDIKA VATARA 1652011229

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang lembaga negara

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang hukum dan masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandar lampung,23 April 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I ... PENDAHULUAN

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.

Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga Negara yang lain.

Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan. Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.

Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang dapat berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau otorita (authority).

(5)

Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh Negara Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34 lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki kewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.

Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.

Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar berjalan dalam satu system yang tepat.

(6)

BAB 2

PEMBAHASAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

1. Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa system pemerintahan Negara meliputi :

1. Indonesia, ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).

2. Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesammte Staatagewat legit allein bel der Majelis). Terhadap system kekuasaan Negara tertinggi berada di tangan MPR, sebelum perubahan UUD 1945 ditentukan : “Kedaulatanadalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” (Pasal 1 ayat 2 perubahan UUD 1945 dan ditentukan menjadi : “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis. 5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun (1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah buku yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan menenai tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun dari segi

(7)

Philipus M. Hadjono berpendapat bahwa sistem Pemerintahan sebelum Perubahan UUD 1945 merupakan sistem yang ’’unik’’. Meskipun tidak diingkari bahwa dalam beberapa hal ada kesamaan dan kemiripannya dengan sistem dan praktek ketatanegaraan di Negara

lain.Setelah Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung oleh

rakyat,untuk pemahaman yang utuh, maka digunakan penulusuran mengenai sejarah perumusan dan pembahasan Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, proses perbedaan pada PAH I MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap batang tubuh dan penjelasan UUD 1945.

Istilah Lembaga Negara dikenal dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 dengan

menggunakan istilah Lembaga Tertinggi Negara untuk MPR, dan Lembaga Tinggi Negara untuk penyebutan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, BPK, DPA, dan MA. Sedangkan dalam Konstitusi RIS menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Federal’’ dan UUDS 1950 menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Negara’’.

Setelah UUD1945 diubah, Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sebagai Lembaga Negara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus. Dalam perubahan ke empat UUD 1945 ketentuan Pasal 16 menjadi :

1. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.

2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mamajukan usul kepada Pemerintah.

Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah

Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 : ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga Negara pasca Perubahan UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :

(8)

Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Montesquieu dan ”teori pembagian

kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara tersebut adalah melaksanakan kedaulatan rakyat.

B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Ditelusuri berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai lembaga-lembaga Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. MPR

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 b. Presiden

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945.

c. Dewan Perwakilan Rakyat

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945. d. Dewan Perwakilan Daerah

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2), (3), Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.

e.Mahkamah Agung

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 24C ayat (3).

f. Mahkamah Konstitusi

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal 24C ayat (2).

g. Komisi Yudisial

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (1).

h. Badan Pemeriksa Keuangan

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan ayat (2).

(9)

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), ayat (5), ayat (6).

j. Komisi Pemilihan Umum

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), ayat (2), (5).

k. Bank Sentral

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23D l. Tentara Nasional Indonesia

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3). m.Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3). n. Dewan Pertimbangan

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 16.

Di luar ketentuan UUD, keberadaan lembaga komisi yang merupakan lembaga-lembaga pembantu (state auxiliary agen-cies) dibentuk berdasarkan Undang-Undang maupun

Peraturan lainnya. Dalam kenyataan di Indonesia telah dibentuk, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Nasional untuk Anak, Komisi Nasional Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON), dan Komisi Hukum nasional (KHN).

2. Susunan, Kedudukan, dan Wewenang Lembaga-Lembaga Negara

2.1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1. Susunan dan Keanggotaan MPR

MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum, dan dalam Pasal 3, ditentukan bahwa Keanggotaan MPR diresmikan dengan Keputusan Presiden. a. Pimpinan MPR

Pasal 7 ayat (1) b. Kedudukan MPR

Pasal 10 UU. NO. 22 Tahun 2003 menentukan bahwa MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.

(10)

Menurut ketentuan Pasal 3 Perubahan UUD 1945 jo Pasal 11 UU. NO. 22 Tahun 2003 bahwa MPR mempunyai tugas dan wewenang:

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar

2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemiihan umu, dalam sidang paripurna MPR

3. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR 2.2.DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

1. Susunan dan Keanggotaan DPR

Peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Keanggotaan DPR ditentukan dalam pasal 17.

a. Pimpinan DPR

Ketentuan pimpinan DPR ditentukan dalam pasal 21 2. Tugas dan wewenang DPR

Pasal 26 menentukan bahwa ;

1. DPR mempunyai tugas dan wewenang :

2. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

3. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang;

4. Menerima dan membahas usulan rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan; 5. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD; 6. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, serta kebijakan pemerintah;

7. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan penimbangan DPD;

8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

(11)

2.3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 1. Kedudukan dan Fungsi DPD

Dalam Pasal 40 ditentukan, DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.

2. Tugas dan wewenang DPD Dalam Pasal 42, ditentukan :

DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelola sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.4. PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1. Kedudukan, Tugas dan Wewenang Presiden

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membedakan dua macam kedudukan Presiden yaitu : sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintah. Dimana DPR, mengesahkan,

mengundangkan UU dalam Lembaran Negara dan beberapa kewenangan dibidang legislativ. Berdasarkan paparan di atas, betapa besar kekuasaan seorang Presiden menurut Perubahan UUD 1945.

Kekusaan Presiden dapat dikelompokkan menjadi empat : 1. Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah

2. Kekuasaan di bidang Perundang – unddangan 3. Kekuassaan di bidang Yudisial dan

4. Kekuasaan dalam hubungan luar negeri.

2.5 MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI

2.5.1. MAHKAMAH AGUNG

(12)

oleh UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga yang mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agung merupakan peradilan kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan melakukan hak uji material peraturan perundang – undangan di bawah UU.

Bagir Manan memaparkan bahwa Mahkamah Agung merupakan badan kekuasaan

kehakiman tertinggi (badan pengadilan Negara tertinggi). Sebagai penyelenggaraan Negara, Mahkamah Agung adalah “Lembaga Tertinggi Negara” seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan. Hubungan kelembagaan (intitusional) Mahkamah Agung hanya ada dengan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan Lembaga Negara yang lain, hanya ada hubungan kepenasihatan. Hubungan ini ada yang bersifat searah dan ada yang dua arah.

Hubungan dengan Presiden bersifat dua arah. Dari Presiden hubungan berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung kepada Presiden ada hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat atau pertimbangan hukum kepada Presiden.

Demikian juga hubungan dengan DPR bersifat dua arah. Dari DPR hubungan berkaitan dengan pencalon Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Agung berkaitan dengan kepenasihatan. Disamping kekuasaan sebagai Kepala Negara, Presiden berhak mengajukan RUU, membahas RUU bersama DPR.

2.5.2 MAHKAMAH KONSTITUSI

Dasar hukumnya Pasal 24 C Perubahan UUD 1945 :

Makamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

(13)

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara. Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.

Tujuan pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi pemikiran :

Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi dapat dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.

Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the Constitution and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan cara melakukan pengawalan terhadap UUD melalui MK.

Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut Mahkamah Konstitusi dan di Eropah Konstituental disebut Mahkamah Konstitusi.

2.6. BPK

Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

3. Hubungan Antar Lembaga Negara

(14)

Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar dengan “Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), perubahan UUD 1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang berkurang hanyalah MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta

Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari keanggotaannya MPR terpilih dari DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat 1).

3.2. Hubungan MPR dan Presiden

1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)

2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 1 1945)

3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 2 1945)

4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.

5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau

perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)

3.3. Hubungan DPR dan Presiden

(15)

a. DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 Ayat 1) b. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (Pasal 5 Ayat 1)

c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 Ayat 2)

d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 20 Ayat 2)

e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

3.4. Hubungan Presiden dan DPR

1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)

2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)

3. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Pereaturan pemerintahan sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat 1)

4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu (Pasal 22 ayat 2)

5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22 ayat 3)

6. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

(16)

dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2 Perubahan UUD 1945)

8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12 UUD 1945)

9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2) 10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13)

11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2)

3.5. Hubungan Presiden dan Dewan Pertimbangan Agung

1. Sebelum UUD diubah , ditentukan bahwa:

a. Susunan DPA ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 16 ayat 1)

1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)

2. Setelah UUD 1945 mengalami perubahan:

a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)

3.6. Hubungan Presiden dan Kementrian Negara

1. Sebelum UUD 1945 diubah:

(17)

b. menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17 ayat 2) c. menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan (Pasal 17 ayat 3) 2. setelah UUD 1945 diubah :

a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. b. pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian Negara diatur dalam UU (Pasal 17 ayat 4)

3.7. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah Agung

1. melakukan peradilan, mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan 2. memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada presiden tentang permohonan grasi (Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1994:174) dalam pasal 14 ayat 1 perubahan UUD 1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperthatikan pertimbangan Mahkamah Agung).

3.8. Hubungan DPR dan BPK

1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU (Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)

(18)

BAB 3

PENUTUP A. KESIMPULAN

Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen: - Sebelum Amandemen

1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD,

GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD

2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat

digolongkan kedalam beberapa jenis: 3. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;

4. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;

5. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan

rehabilitasi;

6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat

perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.

3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan

membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden. 4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan

jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah

5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung

jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak

boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah. - Setelah Amandemen

1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya

(19)

langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU

(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan

daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.

4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang

mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.

5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan

dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu

(20)

bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.

7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi

(the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan – hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.

Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.

Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

(21)

Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas segalanya.

D. SARAN

Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan Negara yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat terhadap pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur system kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi dan wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak adanya kekacauan pembagian kewenangan.

Lembaga-lembaga Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan. Banyak lahir lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki kewenangan dan fungsi yang bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis disini adalah pemerintah dapat lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar tidak terjadi pemborosan uang Negara membiayai lembaga-lembaga Negara yang sedang tumbuh bagai cawan di musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 139

[2] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 140

[3] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 141

(22)

[5] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 142

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat

[7] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 144

[8] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 145

[9] id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia

[10] http://komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html

Referensi

Dokumen terkait

Hydrogenated dimer reaction product from 1-decene and 1-dodecene Tidak

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dengan adanya perilaku makan yang baik, kebutuhan zat gizi tubuh akan terpenuhi, sehingga kon- sentrasi belajar

Oleli yang demikian, kualiti peta ininda yang disediakan oleh setiap kuinpulan pakar topik harus diseinak dan diselia oleh tenaga pengajar dari segi liputan isi kandungan,

Pengolahan kacang merah menjadi pure merupakan alternatif cara pengolahan yang memiliki beberapa keunggulan yaitu mempermudah pengolahan bahan baku menjadi pensubstitusian

Analisis telah dilakukan bagi melihat kaitan antara aspek pembolehubah tingkah laku keibubapaan (penglibatan, pemberian autonomi psikologi dan ketegasan/ penyeliaan)

Sluyter, Emotional Development and Emotional intelligence:Educational Implications _(pp.3-34). New York: Basic Books, Inc. Seven Steps To Effective Instructional