• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DENGAN STRATEGI SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KELAS X PADA TOPIK SUHU DAN KALOR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DENGAN STRATEGI SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMA KELAS X PADA TOPIK SUHU DAN KALOR."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

2.6. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

2.7. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian ... 39

3.2. Prosedur Penelitian... 40

3.3. Subyek Penelitian ... 42

3.4. Alur Penelitian ... 43

3.5. Instrumen Penelitian... 44

(2)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Deskripsi Pembelajaran ... 65

4.1.2 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 69

4.1.3 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Afektif ... 73

4.1.4 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Psikomotor ... 78

4.1.5 Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran ... 82

4.2. Pembahasan ... 83

4.2.1 Keterlaksanaan Pembelajaran ... 83

4.2.2 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 86

4.2.3 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Afektif ... 90

4.2.4 Peningkatan Hasil Belajar Aspek Psikomotor……….... 93

4.2.5Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran……….. 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98

B. Saran... 99

(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Keuntungan strategi SSCS menurut Pizzini... 16

Tabel 2.2.Peranan Guru selama pembelajaran menggunakan SSCS ... 18

Tabel 2.3.Kaitan antara strategi SSCS tehadap hasil belajar siswa ... 19

Tabel 2.4. Koefisien muai berbagai jenis zat ... 29

Tabel 2.5. Kalor jenis berbagai jenis zat ... 31

Tabel 3.1.Desain Penelitian ... 39

Tabel 3.2.Contoh rubrik penilaian psikomotor ... 45

Tabel 3.3.Contoh instrumen aspe afektif ... 52

Tabel 3.4.Teknik penskoran ... 53

Tabel 3.5.Kategori validitas butir soal ... 56

Tabel 3.6.Kategori analisis reliabilitas tes ... 58

Tabel 3.7.Kategori tingkat kesukaran ... 58

Tabel 3.8.Tafsiran indeks daya pembeda ... 59

Tabel 3.9. Hasil uji coba instrumen tes tertulis ... 60

Tabel 3.10.Kategori tingkat N-gain ... 61

Tabel 3.11.Kriteria Keterlaksanaan Model ... 64

Tabel 4.1.Hasil uji statistik skor pretest kelas eksperimen kontrol ... 66

Tabel 4.2.Observasi aktivitas guru ... 68

Tabel 4.3.Observasi aktivitas siswa ... 68

Tabel 4.4.Deskripsi skor aspek kognitif ... 69

Tabel 4.5.Hasil uji statistik hasil belajar aspek kognitif ... 72

Tabel 4.6.Hasil uji statistik data aspek afektif ... 76

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Pemuaian panjang ... 28

Gambar 2.2.Perubahan wujud zat ... 30

Gambar 2.3. Perubahan wuwjud es ... 32

Gambar 3.1.Alur Penelitian ... 43

Gambar 4.1.Skorrata-rata pretes, postes, dan gain yang dinormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 70

Gambar 4.2. Grafik N-gain aspek kognitifkelas eksperimen dan kelas kontrol... 71

Gambar 4.3.Grafik rata-rata skor aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol... 74

Gambar 4.4.Grafik hasil belajar siswa aspek afektif tiap indikator ... 75

Gambar 4.5. Grafik rata-rata skor aspek psikomotor kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 78

Gambar 4.6 Grafik rata-rata skor tiap aspek yang dinilai hasil belajar aspek psikomotor ... 79

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 103

Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 144

Lampiran C : Lembar Judgement Instrumen ... 176

Lampiran D :Hasil Uji Coba Tes Tertulis ... 179

Lampiran E :Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 189

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses pembelajaran. Proses perubahan tingkah laku siswa merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat dan diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental maupun fisik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Perubahan tingkah laku sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

(7)

kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal adalah kondisi di luar individu siswa yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.

Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang langsung berhubungan dengan fenomena alam. Giancoli (2001) mengatakan bahwa tujuan utama mata pelajaran sains, termasuk fisika adalah mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitarnya. Banyak orang yang berpikir bahwa sains itu merupakan proses mekanis dalam mengumpulkan fakta-fakta dan membuat teori. Sesungguhnya, ilmu sains termasuk fisika merupakan suatu aktivitas kreatif yang dalam banyak hal menyerupai aktivitas kreatif pikiran manusia.

(8)

terutama siswa SMA. Konsep-konsep dasar fisika harus dikuasai siswa untuk bisa mempelajari fisika lebih lanjut.

Menurut Ausubel (Dahar,1996) belajar bermakna merupakan suatu proses yang mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ilmu fisika membahas tentang teori dan konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan konten yang dipelajari. Konsep-konsep tersebut pada tingkatan sekolah menengah, khususnya di SMA dijabarkan dalam bentuk definisi-definisi. Menurut Sardiman (2011), penguasaankonsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan konsep yang dipelajari, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika berpengaruh kepada hasil belajar siswa itu sendiri.

Menurut Gagne (Dimyati, 2006) belajar merupakan kegiatan yang kompleks.Hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar siswa diharapkan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melalui pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.

(9)

mata pelajaran yang telah diberikannya. Evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi (performance) yang dikenal dengan aspek psikomotor dan aspek afektif yang menyangkut sikap.

Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan di salah satu SMA di Kabupaten Kampar Propinsi Riau, diperoleh hasil belajar siswa SMA setempat pada mata pelajaran fisikamasih jauh dari hasil yang diharapkan. Keterangan dari guru fisika mengatakan rata-rata nilai semester kelas X pada tahun 2010 adalah 66,7 dan pada tahun 2011 menurun menjadi 66,4 dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 65. Adapun faktor yang menyebabkan tidak tercapainya nilai semester siswa kelas X yang diharapkan adalah guru fisika mengajar di kelas selalu menggunakan metode ceramah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru fisika di salah satu SMAN di Kabupaten Kampar Riau, diperoleh keterangan bahwa, input siswa yang masuk ke sekolah tersebut tergolong rendah sehingga siswa kurang termotivasi untuk mempelajari fisika. Pada umumnya siswa yang masuk ke sekolah tersebut adalah siswa-siswa yang tidak diterima di sekolah unggulan.

(10)

penggunaan model SSCS secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada materi cahaya. Peningkatan yang terjadi pada pemahaman konsep siswa diperoleh N-gain sebesar 0,48 yang termasuk pada kategori sedang. Peningkatan yang terjadi pada berpikir kritis siswa diperoleh N-gain sebesar 0,54 yang termasuk pada kategori sedang. Selanjutnya Ramson (2010), menyarankan bahwa model SSCS memungkinkan untuk bisa diterapkan pada materi suhu dan kalor. Penelitian yang dilakukan Ramson (2010), berfokus pada pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa saja, tanpa memperhatikan hasil belajar secara utuh yaitu: hasil belajar aspek kognitif, hasil belajar aspek afektif, dan hasil belajar aspek psikomotor.

Pizzini (1996) mengatakan model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) problem solving ini mempunyai keunggulan dalam merangsang para siswa untuk mengungkapkan data hasil pengamatan studinya. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmerupakan sebuah pembelajaran yang

terpusat pada siswa.Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS adalah sangat efektif, dapat dipraktekkan, dan mudah digunakan dalam pembelajaran. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS membuat studi konteks pada perkembangan dan menggunakan perintah-perintah kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan hasil-hasil pada kondisi yang lebih penting pada kemampuan berpikir.

(11)

untuk meneliti dengan judul: Pendekatan Problem Solving dengan Strategi SSCS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X pada Topik Suhu dan

Kalor.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Sejauhmana penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X pada topik suhu dan kalor?”

Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :

a. Bagaimana peningkatanhasil belajar siswa aspekkognitif pada topik suhu dan kalor setelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?

b. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspek afektifsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?

c. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspekpsikomotorsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?

(12)

1.3Batasan Masalah

Agar penelitian yang akanditeliti lebih terarah, maka dilakukan pembatasan masalah yaitu:

1. Peningkatan hasil belajar aspek kognitif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek kognitif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek kognitif siswa ditentukan oleh skor rata-rata gain yang dinormalisasi (N-gain).Hasil belajar aspek kognitif siswa yang ditinjau pada penelitian ini dibatasi hanya mencakup pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) pada ranah kognitif taksonomi Bloom. Hal ini disesuaikan dengan kompetensi dasar yang diharapkan pada silabus SMA kelas X.

2. Peningkatan hasil belajar aspek afektif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek afektif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek afektif siswa ditentukan oleh skor total siswa yang terdiri dari empat indikator yang terdiri dari: sikap, minat, konsep diri, dan moral.

(13)

4. Materi fisika yang ditinjau pada penelitian ini adalah materiKalor kelas X SMA yang terdiri dari tiga sub materi yaitu: pengaruh Kalor terhadap perubahan suhu, wujud, dan bentuk;dan perpindahan kalor;asas black.

1.4TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS pada topik suhu dan kalor pada siswa

SMA, sehingga diperoleh gambaran kekuatan dan kelemahanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas

X.

1.5MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.

a. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada mata pelajaran fisika.

b. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat:

1. Memberikan masukan mengenai pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

(14)

c. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebuah informasi dan kajian dalam pengembangan dan inovasi pembelajaran fisika serta sebagai bahan masukan bagi para peneliti lainnya.

Penelitian ini juga diharapkan untuk bisa memperkaya hasil-hasil penelitian tentang pendekatan problem solving dengan strategi SSCS. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi mengenai layak tidaknya pendekatan problem solving dengan strategi SSCS digunakan dalam proses pembelajaran di masa mendatang berdasarkan temuan dan analisis bagian-bagian strukturnya.

1.6DEFINISI OPERASIONAL

1.6.1 Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS

(15)

(solve), memformulasikan hasil (create), dan mengkomunikasikan (share) hasil

secara utuh.Melalui strategi ini, diharapkan peserta didik dapat membangun pemahaman sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan.

- Fase search membantu siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke konsep-konsep sains yang relevan. - Fase solve berpusat pada permasalahan spesifik yang ditetapkan pada fase

search dan mengharuskan siswa untuk menghasilkan dan menerapkan rencana mereka untuk memperoleh suatu jawaban.

- Fasecreate mengharuskan siswa untuk menghasilkan suatu produk yang terkait dengan permasalahan, membandingkan data dengan masalah, melakukan generalisasi, jika diperlukan memodifikasi.

- Fase share adalah untuk melibatkan siswa dalam mengkomunikasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan. Bermunculnya pertanyaan terjadi bila yang diterima menciptakan pertanyaan baru atau bila kesalahan dalam perencanaan hasil untuk mengidentifikasi keterampilan problem solving yang diperlukan.

1.6.2 Hasil belajar

(16)

karakter (A5). Ranah psikomotor memiliki kategori: penggunaan alat untuk mengukur imitasi (P1), langkah kerja untuk mengukur manipulasi (P2), kerjasama, ketelitian, keselamatan kerja dan ketepatan waktu untuk mengukur presisi (P3), kemampuan menganalisis untuk mengukur artikulasi (P4), serta kerapihan dan kebersihan untuk mengukur naturalisasi (P5). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Tes tertulis dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan (pretes) dan sesudah diberikan perlakuan (postes) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya diperoleh gain dari pengurangan skor postes dengan skor pretes siswa. Hasilbelajar ranah afektif dinilai dengan menggunakan lembaran observasi (angket)yang terdiri dari empat aspek penilaian yaitu: sikap, minat, konsep diri dan moral. Hasil belajar ranah psikomotorik dinilai denganmenggunakan rubrik. Rubrik yang dinilai terdiri dari delapan aspek penilaian yaitu: penggunaan alat, langkah kerja, kerjasama, kemampuan menganalisis, ketelitian, keselamatan kerja, kerapihan dan kebersihan, ketepatan waktu.

1.6.3 Pembelajaran Konvensional

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental) dengan disain nonequivalent control group design. Kelompok pertama yang dikenai perlakuan berupa pendekatan problem solving dengan strategi SSCS yaitu kelompok eksperimen, kelompok kedua dikenai perlakuan yang berbeda adalah kelompok kontrol yaitu sebagai pembanding, menggunakan pembelajaran konvensional dengan praktikum terencana. Disain dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.1(Sugiyono, 2010).

Tabel3.1 Desain Penelitian

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir E (Eksperimen)

K (Kontrol)

O O

X Y

O O

Keterangan:

X = Perlakuan dengan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS Y = Pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.

(18)

Kedua kelompok diberi tes awal dengan soal yang telah di uji validitas dan reliabilitas di kelas lain. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal dan sifat homogenitas dari kedua kelompok tersebut. Kemudian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi perlakuan yang telah dirancang. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan, diberikan tes akhir pada kedua kelompok.

3.2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

3.2.1 Tahap Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain:

a. Studi pendahuluan berupa studi literatur terhadap jurnal dan laporan penelitian mengenai pendekatan problem solving dengan strategi SSCS, situasi belajar, menganalisis kurikulum KTSP pelajaran fisika 2011 dan materi pelajaran fisika SMA kelas X.

b. Penentuan materi pembelajaran yaitu suhu dan kalor.

c. Perancangan rencana proses pembelajaranpendekatan problem solving dengan strategi SSCS.

d. Membuat instrumen penelitian.

(19)

g. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian. h. Menentukan subyek penelitian.

3.2.2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah:

a. Pelaksanaan tes awal bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol (1x60menit).Pelaksanaan pembelajaran, perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu melalui pembelajaran pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran praktikum terencana masing-masing selama (6 x 45 menit).

b. Pelaksanaan observasi terhadap kemampuan psikomotor dan afektif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat proses pembelajaran berlangsung (3 kali pertemuan).

c. Pelaksanaan tes akhir bagi kedua kelompok dan pemberian angket tanggapan siswa pada kelas eksperimen.

3.2.3. Tahap akhir

a. Mengolah data hasil penelitian.

(20)

3.3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X semester 2 pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Kampar Riau tahun ajaran 2011/2012 yang akan mengikuti mata pelajaran fisika pada pokok bahasan suhu dan kalor. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.Simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan

(21)

3.4. Alur Penelitian

Secara garis besar bagan alur penelitian ini diperlihatkan pada gambar berikut ini:

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar

Pembelajaran langsung dengan Praktikum Terencana

Tes awal

Tes akhir

Kesimpulan

Analisa data

Pembelajaran Pendekatan problem solvingdengan strategi SSCS

Perancangan Pendekatan

problem solvingdengan strategi

SSCS Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar

(Kognitif, Afektif, Psikomotor)

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Angket

(22)

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis,rubrik, angket untuk aspek afektif dan angket tanggapan siswa tentang pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS.

3.5.1. Tes Tertulis

Tes tertulis digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS pada kelas eksperimen dan pembelajaran

konvensionalpada kelas kontrol. Instrumen untuk tes tertulis ini berbentuk tes objektif (pilihan ganda) mengenai suhu dan kalor. Instrumen tes yang digunakan pada saat tes awal dan tes akhir merupakan instrumen tes yang sama.

3.5.2. Kriteria (Rubrik)

Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik. Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya karena kriteria penilaiannya jelas.

(23)

Tabel 3.2. Contoh rubrik penilaian psikomotor

Cara pemberian skor ialah pada kolom nilai, jika nilainya baik mendapat skor = 3, cukup = 2, dan kurang = 1. Skor maksimum = 30 dan minimum = 10. Selanjutnya untuk nilai akhir dikonversikan sebagaimana pada tabel. Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap aspek keterampilan sebagai berikut:

1. Menggunakan alat

Baik : menggunakan semua alat dengan benar.

(24)

2. Langkah Kerja

Baik : semua langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan cara yang benar.

Cukup : sebagian langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan cara yang benar.

Kurang : sebagian langkah kerja dikerjakan dengan prosedur dan langkah kerja yang kurang benar.

3. Sikap Kerja

Baik : bekerja dengan penuh semangat dan disiplin kerja yang tinggi dan selalu ingin tahu apa yang sedang dikerjakan.

Cukup : bekerja dengan sungguh-sungguh.

Kurang : bekerja kurang serius, pokoknya asal bekerja. 4. Penggunaan Sumber Informasi

Baik : menggunakan lembar kerja, buku-buku manual, dan sumber informasi lainnya.

Cukup : menggunakan lembar kerja saja. Kurang : kurang memperhatikan lembar kerja. 5. Kemampuan Menganalisis Pekerjaan

Baik : dapat menganalisis permasalahan dan dapat menemukan pemecahannya.

(25)

Kurang : tidak dapat menganalisis permasalahan, dan tidak menemukan pemecahannya.

6. Ketelitian

Baik : semua pekerjaan dikerjakan dengan teliti.

Cukup : hampir semua pekerjaan dikerjakan dengan teliti.

Kurang : sebagian saja dari langkah-langkah kerja dikerjakan dengan teliti. 7. Keselamatan Kerja

Baik : semua alat digunakan sesuai dengan prosedur dan spesifikasinya. Cukup :sebagian alat digunakan sesuai dengan prosedur dan

spesifikasinya.

Kurang : alat digunakan dengan tidak memperhatikan spesifikasinya. 8. Kebersihan

Baik : semua alat dan ruangan setelah digunakan selalu dibersihkan kembali.

Cukup : hampir semua alat dan ruangan setelah selesai digunakan dibersihkan.

Kurang : sebagian alat, setelah selesai digunakan dibersihkan. 9. Kerapian

Baik : semua alat dan ruangan setelah digunakan selalu diatur dengan rapi.

Cukup : hampir semua alat dan ruangan setelah digunakan diatur kembali dengan rapi.

(26)

10.Waktu

Baik : semua langkah kerja dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Cukup : hampir semua langkah kerja dapat diselesaikan.

Kurang : sebagian langkah kerja saja yang dapat diselesaikan.

3.5.3. Angket aspek afektif

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Berikut adalah contoh kisi-kisi untuk penilaian afektif.

Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.

a. Instrumen sikap

(27)

Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran fisika: • Membaca buku fisika

• Mempelajari fisika

• Melakukan interaksi dengan guru fisika

• Mengerjakan tugas fisika

• Melakukan diskusi tentang fisika • Memiliki buku fisika

Contoh pernyataan untuk kuesioner: • Saya senang membaca buku fisika

• Tidak semua orang harus belajar fisika

• Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran fisika • Saya tidak senang pada tugas pelajaran fisika

• Saya berusaha mengerjakan soal-soal fisika sebaik-baiknya

• Memiliki buku fisika penting untuk semua peserta didik

b. Instrumen minat

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.

Contoh indikator minat terhadap pelajaran fisika: • Memiliki catatan pelajaran fisika.

• Berusaha memahami fisika

• Memiliki buku fisika

(28)

Contoh pernyataan untuk kuesioner:

• Catatan pelajaran fisika saya lengkap

• Catatan pelajaran fisika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang

penting

• Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran fisika • Saya berusaha memahami mata pelajaran fisika

• Saya senang mengerjakan soal fisika.

• Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran fisika

c. Instrumen konsep diri

Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.

Contoh indikator konsep diri:

• Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami

• Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran

• Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit • Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik

Contoh pernyataan untuk instrumen:

• Saya sulit mengikuti pelajaran fisika

(29)

• Saya mudah menghafal suatu konsep fisika • Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika

• Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.

d. Instrumen moral

Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.

Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah: • Memegang janji

• Memiliki kepedulian terhadap orang lain • Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas

• Memiliki Kejujuran

Contoh pernyataan untuk instrumen moral

• Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.

• Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. • Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.

• Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.

• Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu.

• Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.

• Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.

• Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat

(30)

• Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak

seluruhnya benar.

• Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.

Contoh Instrumen skala Likert: Sikap terhadap pelajaran fisika

Tabel 3.3. Contoh Instrumen Aspek Afektif

No Sikap yang dinilai SS S TS STS

1 Saya senang membaca buku fisika 2 Tidak semua orang harus belajar fisika 3 Saya jarang bertanya pada guru tentang

pelajaran fisika

4 Saya tidak senang pada tugas pelajaran fisika

5 Saya berusaha mengerjakan soal-soal fisika sebaik-baiknya

Keterangan:

SS : Sangat setuju S : Setuju

TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju

(31)

(empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:

Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (4) (3) (2) (1)

Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju.

(1) (2) (3) (4)

Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 5 butir x 4 = 20, dan skor terendah 5 butir x 1 = 5. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.

Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 5 butir pernyataan, dengan rentang skor 5 – 20.

Tabel 3.4. Teknik penskoran

No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat 1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik

2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik

3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang

(32)

Keterangan Tabel :

• Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 20

= 16, dan batas atasnya 20.

• Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 20 = 14,

dan skor batas atasnya adalah 15.

• Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 20 = 10,

dan skor batas atasnya adalah 14.

• Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang

adalah kurang dari 14.

3.5.4. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran

Angket tanggapan yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu objek tanggapan yang dapat diberikan dalam bentuk skala rating atau daftar cek.Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup artinya jawaban dari setiap pernyataan sudah disiapkan sehingga responden tinggal memilih.Pertanyaan dalam angket meliputi pertanyaan yang terdiri dari aspek tanggapan siswa terhadap pembelajaran setelah mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS. Dalam pengukuran tanggapan dikenal beberapa jenis skala metode summated ratings (Skala Likert). Ada dua jenis pertanyaan dalam skala Likert yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif.

(33)

Untuk memperoleh data hasil tes yang dipercaya, diperlukan tes yang mempunyai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya bedayang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pembuatan instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun Kisi-Kisi Tes

Pembuatan kisi-kisi tes berdasarkan Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Fisika SMA kelas X mengenai konsep kalor dan asas black untuk menentukan konsep yang diukur yang sesuai dengan indikator pembelajaran.

b. Menentukan Validitas Butir Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2011). Validitas instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif pada penelitian ini adalah validitas isi dengan cara di judgement (timbangan) kelompok ahli.

(34)

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson (Arikunto, 2011).

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑ 3.1)

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yangdikorelasikan. X =Skor item Y = Skor total

N =Jumlah perserta tes

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: (Arikunto, 2011).

Tabel 3.5 Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)

0,60 0,80 Tinggi (baik)

0,40 0,60 Cukup (sedang)

0,20 0,40 Rendah (kurang)

0,00 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus berikut: (Sudjana, 2010)

(35)

Keterangan:

t = Daya pembeda dan uji t N =Jumlah subjek

= Koefisien korelasi

c. Melakukan Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba 1. Reliabilitas

Menurut Arikunto (2011), reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah reliabilitas internal. Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan (Arikunto, 2011). Data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus KR-20 (Kuder Richardson):

r = 

k = jumlah pokok uji dalam instrumen.

p = proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar.

q = proporsi banyaknya subyek yang menjawab salah.

(36)

Tabel 3.6 Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes

Nilai r Interpretasi

0 < r < 0,2 Sangat rendah

0,2 ≤ r < 0,4 Rendah

0,4 ≤ r < 0,6 Cukup

0,6 ≤ r < 0,8 Tinggi 0,8 ≤ r ≤ 1 Sangat tinggi

Hasil perhitungan reliabilitas yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria reliabilitas (Tabel 3.3).

2. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut; (Arikunto, 2011)

N B

P= 3.4)

keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul N = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut; Arikunto, 2011)

Tabel 3.7. Kategori tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

P < 0,30 soal sukar

(37)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir menyatakan seberapa jauh kemampuan butir tersebut mampu membedakan antara kelompok siswa pandai dengan kelompok siswa lemah.

Daya pembeda butir tes dihitung dengan rumus:

D =

D = indeks daya pembeda.

nT= jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar. nR = jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar. NT = jumlah siswa kelompok tinggi.

NR = jumlah siswa kelompok rendah.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks daya pembeda adalah sebagai berikut:

(38)

Tabel 3.9.Hasil Uji Coba Instrumen Tes Tertulis (Kognitif) Nomor

Soal Daya Pembeda

Tingkat

(39)

3.6. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan bantuan pendekatan serta hirarki statistik. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (N Gain) sebagai berikut:

Kriteria tingkat N Gain adalah sebagai berikut:

Tabel 3.10.Kategori Tingkat N Gain

Batasan Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

g< 0,3 Rendah

Pengolahan data dengan menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Uji normalitas N Gain kelas eksperimen dan kontrol. 1. Uji normalitas

(40)

H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal H1 : data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal

Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau menerima H0

berdasarkan P-value adalah jika P-value< α maka H0 ditolak dan jika P-value≥ α maka H0diterima. Dalam program SPSS 16 digunakan istilah significance yang disingkat Sig untuk P-value, dengan kata lain P-value = Sig.

2. Uji Homogenitas

Setelah diketahui data berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians dengan Uji Levene menggunakan SPSS 16. Uji hipotesis Levene digunakan untuk mengetahui apakah varian kedua

kelompok data sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi. Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 : σ12 = σ22 H1 : σ12≠σ22

dengan H0 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi homogen dan H1 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi tidak homogen. Dasar pengambilan keputusan, jika P-value> α maka H0diterima sedangkan jika P-value< α maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3. Uji Hipotesisdengan Uji-t

Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji t dua sampel independen melalui program SPSS 16 dengan taraf signifikansi α

(41)

rerata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi normal.Rumusan hipotesis statistik pada uji ini adalah sebagai berikut:

H0 : µ1= µ2 H1 : µ1< µ2

dimana, H0 adalah rata-rata skor kelas kontrol sama denganrata-rata skor kelas eksperimen dan H1 adalah rata-rata skor kelas eksperimenlebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor kelas kontrol. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkanvalue adalah jika

P-value< α maka H0 ditolak dan jika P-value≥ α maka H0 tidak dapat ditolak.

Jika sampel tidak berasal dari populasi yang normal, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis nonparametrik. Statistika nonparametrik yang sesuai adalah Uji Mann-Whitney U karena kedua data bersifat bebas.

4. Angket Tanggapan Siswa

Data yang diperoleh dari angket dihitung persentasenya menggunakan rumus, sebagai berikut:

! " # 100% 3.7)

keterangan:

T = persentase tanggapan terhadap setiap pernyataan

J = jumlah jawaban setiap kelompok pernyataan.

N = jumlah siswa

(42)

skor 1, setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4. Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan digunakan rumus sebagai berikut:

N S x J

R=

3.8)

keterangan:

R = skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan

S = skor setiap kelompok

N = jumlah siswa.

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11.

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek kognitif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.

2. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek afektif dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.Peningkatan terbesar terjadi pada indikator konsep diri dan moral.Sub pokok bahasan yang memiliki peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.

3. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat lebih meningkatkan hasil belajar aspek psikomotor dibandingkan dengan pembelajaran langsung dengan praktikum terencana, peningkatan terbesar terjadi pada sub pokok bahasan asas black.Peningkatan terbesar dari aspek yang dinilai terjadi pada aspek kerjasama.

(44)

5.2. Saran

Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmasihterdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor pada topik suhu dan kalor. Namun, peningkatan secara signifikan hanya terjadi pada sub topik asas black. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada sub topik pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dan perpindahan kalor.

2. Penelitian menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kemampuan-kemampuan siswa seperti: keterampilan proses sains, keterampilan generik sains, keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif.

3. Keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS belum terlaksana secara maksimal karena

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R (2010). Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Pustaka Belajar. Yokyakarta.

Arikunto, S (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of

Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA: Longman Inc.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Darsono, dkk (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2008), Pengembangan Model Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur dan Tugas Mandiri Tidak Terstruktur, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah, S.B dan Zain, A (2002).Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Echols, J.M dan Shadily, H (2007).Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Foster, B (2004). Terpadu Fisika SMA Untuk Kelas VIII I. Jakarta: Erlangga. Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research

in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Gerace, W.J. (2005). Teaching vs Learning: Changing Perspectives on Problem Solving in Physics Instructions. [Online]. Tersedia: http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0508/0508131.pdf. [25 November 2008].

(46)

Hamalik, O (2010). Proses Belajar Mengajar, Bumi aksara, jakarta. Hamzah, B.U (2008).Model Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Komalasari, K (2010). Pembelajaran Kontekstual, PT. Refika Aditama, Bandung. Liliasari. (2002). Pengembangan model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan

Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berfikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Barsaing IX Perguruan Tinggi Tahun Ajaran 2001-2002. Bandung: FPMIPA UPI. Midzakir, dkk (1997).Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Pustaka Setia.

McIntosh, R. dan Jarret, D (2000).Teaching mathematical problem solving: Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science Education Center.

Nasution,S (2004). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Natawidjaja, Rochman (1979). Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Hendrastuti,N (2010). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create Share (SSCS) dan Experimenting Demonstrating Information (EDI) dengan Memperhatikan Sikap Ilmiah Siswa SMA terhadap Prestasi Belajar pada Pokok Bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, UNS-FKIP Jur.Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-K.3302528-2010.

Pizzini, E.L dan Shepardson, D.P (1992). A Comparison of the Classroom Dynamics of a Problem-Solving and Traditional Laboratory Model of Instruction Using Path Analysis, Journal Of Research In Science Teaching, VOL. 29, NO. 3, PP. 243-258 (1992)

Pizzini, E.L (1996). Implementation Handbook for The SSCS Problem Solving Instructional Model, Iowa:The University of Iowa.

Polya, G (1973). How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:Princeton University Press.

Poerwodarminta, W.J.S (1984). Kamus Lengkap Inggris-Indonesia.Bandung: Hasta.

(47)

Purwanto, M.N (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Purwoko, A. Dkk (2000). Kegiatan Belajar Mengajar Buku Paket PPL. Semarang: Unnes.

Ramson, (2010).Model Pembelajaran SSCS untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Topik Cahaya. Tesis, Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Rusman, (2010). Model – model pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pres. SAESTU, T.M (2008) Penerapan Model Konstruktivisme Dengan Pendekatan

Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa, Bandung, Skripsi, FPMIPA UPI.

Sardiman, A.M (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana, N (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Stiggins, R.J (1994). Student Centered Classroom Assessment, New York, Macmillan College Publishing Company.

Sugiyono (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Suparno, P (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suryatin, B (2005). Sukses Sains Fisika 2 Ringkasan Materi dan Kumpulan Soal Jakarta: Grasindo

Sutardi (2002). Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol.3. No.1. Hal.3-6 Tipler. A.P (1996). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

Wojowasito, dkk (1984).Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Http://sidikpurnomo.net/kalor-dan-perubahan-wujud-zat.html

Gambar

Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tabel 3.2. Contoh rubrik penilaian psikomotor
Tabel 3.3. Contoh Instrumen Aspek Afektif
Tabel 3.4. Teknik penskoran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari histogram dan diagram batang di atas dapat diketahui bahwa prestasi belajar ranah afektif siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan model

Kruskal-Wallis one way analysis of variance. Dari hasil analisis data disimpulkan: 1) tidak ada pengaruh penggunaan model SSCS dan CPS terhadap prestasi belajar

Berdasarkan hasil temuan pada saat penelitian diperoleh bahwa tingkat miskonsepsi peserta didik mengalami penurunan setelah diterapkan model SSCS dengan metode

dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2011) yang berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran SSCS dan Problem Based Instruction (PBI) terhadap Prestasi Belajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh model pembelajaran Problem Solving tipe SSCS dan LT berkombinasi pembelajaran langsung (Direct Instruction)

Hasil belajar siswa yang diukur dalam penelitian ini ada tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Peningkatan hasil belajar aspek kognitif

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, ketuntasan belajar yang belum mencapai 85 % serta aspek-aspek yang masih kurang dalam siklus I, maka dengan pedoman pada

Tanggapan Siswa Terhadap Model SSCS Hasil analisis angket tanggapan siswa menunjukkan bahwa pembelajaran SSCS menyenangkan, menjadikan siswa lebih aktif dalam diskusi kelompok, melatih