• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1, No. 2, Mei 2014 - 78

PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN

PUTUSAN PIDANA DALAM PERSPEKTIF

SISTEM PERADILAN PIDANA

(Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho)

Apriyanti1, Dahlan Ali2, Suhaimi3

1)Postgraduate Student of Syiah Kuala Law School Banda Aceh 2,3) Teaching Staffs at Syiah Kuala Law School

Abstract : The Criminal Justice Procedure Law and the Supreme Court Directive of Republic of

Indonesia Number 7, 1985 regulates the Guidance for the Implementation of Monitoring and Watching Judges Duties requiring the existence of active judge after the guilty decision to correct directly towards the prisoners during their punishment. The research shows that the role of judges who monitor and watch the prisoners as ruled in Article 277 to article 285 of the Criminal justice procedure Law and the Supreme Court Directive Number 7, 1985 still limited in terms of control towards the report by the prisoners made and reported by the Head of Correctional Institution. It is recommended that in terms of the well implementation from the duties and roles of the judges, there should be the role of the judges of monitoring and watching not only to monitor and watch the prisoners that has been convicted but also to control them who have been accomplishing the punishment that is outside the correctional institution in terms of avoiding the repetition of the crime commission.

Key Words: Monitoring and Watching the Conviction.

Abstrak : Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 7

Tahun 1985 mengatur tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat yang menghendaki adanya hakim yang aktif sesudah putusan dijatuhkan untuk mengoreksi secara langsung terhadap narapidana selama mereka mengalami pemidanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran hakim pengawas dan pengamat sebagaimana diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 285 KUHAP dan SEMA No. 7 Tahun 1985 masih terbatas dalam pelaksanaan kontrol terhadap hasil laporan narapidana yang dibuat dan disampaikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakat, peran dimaksud dilakukan untuk menghindari tidak terjadinya kesalahpahaman antara hakim pengawas dan pengamat dengan petugas lembaga pemasyarakatan. Hambatan yang ditemui selain undang-undang tidak mengatur secara jelas hak dan wewenang dan sanksi hakim pengawas dan pengamat, Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan dan pengamatan, seharusnya peran hakim pengawas dan pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana yang telah memperoleh putusan hukum tetap tapi hendaknya juga mengamati narapidana yang telah keluar dari lembaga pemasyarakatan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan tindak pidana. Perlu adanya ketentuan yang lebih jelas mengenai hakim pengawas dan pengamat, dan menunjukkan hakim pengawas dan pengamat tidak dibatasi satu orang untuk masing-masing wilayah hukum Pengadilan Negeri.

Kata Kunci: Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pidana.

.

PENDAHULUAN

Ketentuan hukum bahwa hakim pengadilan mengambil sikap tanggung jawabnya berakhir dengan diberikannya

putusan. Sikap semacam ini tidaklah benar, karena khususnya dalam hal pidana perampasan kemerdekaan (pidana penjara) ketetapan putusan pengadilan tersebut masih

(2)

79 - Volume 1, No. 2, Mei 2014

perlu diuji. Dengan demikian, hakim tetap diberikan peranan dan tanggung jawab untuk mengikuti pelaksanaan putusan, oleh aparat penegak hukum yang lainnya pada tingkat eksekusi. (Bambang Poernomo, 1993 :

Hal tersebut sesuai dengan jika melihat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Ketentuan Pasal tersebut menghendaki agar setiap pelaksanaan putusan pengadilan tetap diawasi oleh ketua pengadilan. Dalam KUHAP pengaturan mengenai hakim pengawas dan pengamat, diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283. Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan :

1). Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa; 2). Pengawasan pelaksanaan putusan

pengadilan tersebut ayat (1) oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang.

Ketua pengadilan yang bersangkutan dalam melaksanakan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan, pada pelaksanaannya dibantu oleh seorang hakim dari pengadilan yang bersangkutan dimana hakim tersebut diberi tugas oleh ketua pengadilan selama 2 (dua) tahun untuk melakukan pengawasan dan pengamatan, hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 277 KUHAP yang menyatakan bahwa :

(1). Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan

pengawasan dan pengamatan terhadap putusan Pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. (2). Hakim sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.

Tugas hakim pengawas dan pengamat (bandingkan, Moh. Koesnoe, 1996 : 100) adalah mengontrol pelaksanaan putusan pidana pengadilan (pidana penjara dan kurungan) semenjak putusan pidana tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap sampai dengan selesai pelaksanaannya, dengan wewenangnya mengoreksi secara langsung aparat yang melalaikan atau menyimpang dari putusan pidana yang telah dijatuhkan.

Menurut ketentuan dari Pasal 280 KUHAP, hakim pengawas dan pengamat mempunyai 2 (dua) tugas pokok dalam pelaksanaan putusan pidana pengadilan yaitu melakukan pengawasan dan melakukan pengamatan. (Bandingkan Yahya Harahap, 1998 : 32). Ketentuan mengenai tugas melakukan pengawasan dari hakim pengawas dan pengamat adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 280 ayat (1) KUHAP, yaitu “Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya”

Pasal tersebut mengandung arti, bahwa hakim yang diberi tugas khusus tersebut, melakukan pengawasan untuk menjamin bahwa putusan mengenai

(3)

80 - Volume 1, No. 2, Mei 2014

penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan itu benar-benar telah dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai asas perikemanusiaan dan perikeadilan selain itu yang dimaksudkan untuk mencegah timbulnya anggapan dari masyarakat bahwa putusan pengadilan itu hanya dijadikan simbul saja.(Suryono Sutarto, 1990 : 10)

Lembaga pemasyarakatan sebagai tempat bagi narapidana untuk menjalankan pidananya, wajib membina narapidananya agar sesudah menyelesaikan masa hukumannya dapat diterimadalam masyarakat, sehingga dalam hal ini hakim (Bandingkan, M Mardjono Reksodiputro, , 1994 : 63), pengawas dan pengamat dengan kewenangannya memeriksa tentang pelaksanaan putusan pengadilan sudah dijalankan dengan benar atau tidak dan juga pembinaan terhadap narapidananya.

Ironisnya, berdasarkan penelitianawal penulis, pada kenyataan saat ini banyak narapidana yang dalam masa menjalani pidananya di lembaga pemasyarakatan dapat keluar dari tempat lembaga pemasyarakatan tersebut. Bahkan yang sangat ironisnya lagi, bahwa ada beberapa sebagaian besar narapidana yang telah selesai menjalani pidananya kemudian menjadi terdakwa atau terpidana dalam perkara pidana lainnya atau sejenisnya (residive). Selain itu, munculnya kasus-kasus melarikan diri, perkelahian sesama narapidana, bunuh diri

dalam kamar hunian, pemerasan, transaksi narkoba, dan sebagainya, merupakan kasus-kasus yang kerap sekali terjadi di Lembaga Pemasyarakatan.

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Perlunya kesamaan pandangan di antara penegak hukum tentang tujuan pidana semata-mata bukan untuk kepentingan lembaga pemasyarakatan, tetapi lebih kepada usaha rehabilitasi narapidana, serta mencegah agar tidak terjadi residivis, maupun penolakan pada saat kembali ke masyarakat.

Teori utilitarian hendak mencari suatu keseimbangan akan perlunya hukuman. Kalau seandainya efek penjeraan dari hukuman itu tidak ada, maka hukuman itu tidak perlu lebih jauh. Pemahaman teori ini mengatakan, bahwa tidak mutlak suatu kejahatan itu harus di ikuti dengan suatu pidana melainkan harus dipersoalkan manfaat dari suatu pidana 1983 : 26 – 27).

Lebih jauh teori semacam ini diuraikan oleh Van Bemmele (Van Bemmelen, 1984 : 27) yang berpendapat, bahwa pidana itu bersifat :

1. Prevensi umum (pencegahan umum). Para sarjana yang membela prevensi umum berpendapat, bahwa pemerintah berwenang menjatuhkan pidana untuk mencegah rakyat melakukan tindak pidana;

2. Prevensi khusus (pencegahan khusus). Mereka yang beranggapan, bahwa pidana adalah pembenaran yang terpenting dari pidana itu sendiri,

(4)

81 - Volume 1, No. 2, Mei 2014

bertolak dari pendapat, bahwa manusia (pelaku suatu tindak pidana) dikemudian hari akan menahan dirinya supaya jangan berbuat seperti itu lagi, karena ia mengalami (belajar), bahwa perbuatannya menimbulkan penderitaan, jadi pidana berfungsi mendidik dan memperbaiki; 3. Fungsi perlindungan. Mungkin sekali, bahwa dalam pidana pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, masyarakat akan terhindar dari kejahatan yang mungkin terjadi jika ia bebas.

Pendapat tersebut dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pidana bukan lagi sekedar untuk melakukan pembalasan tetapi memiliki tujuan-tujuan yang bermanfaat. Jadi jelaslah, bahwa perlunya pidana terletak pada tujuannya bukan karena orang melakukan kejahatan tetapi supaya orang jangan melakukan kejahatan. (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984 : 10).

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian mengungkapkan cara-cara yang digunakan dalam proses penelitian. Bila terdapat persamaan matematika ataupun rumus maka harus diberi nomor secara berurutan dan dimulai dengan (1) sampai akhir makalah termasuk appendix.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa dalam lembaga pemasyarakatan dalam hubungan sesama narapidana masih terdapat

pelanggaran-pelanggaran atau perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan tata tertib dari Lembaga pemasyarakatan yang dapat berupa : Penganiayaan atau perkelahian; Pencurian; Perjudian; Melawan petugas; dan Melarikan diri. Berdasarkan hasil penelitian hakim pengawas dan pengamat menunjukkan bahwa pengawasan dan pengamatan yang dilakukan 1-2 kali tersebut karena mereka sibuk dengan tanggung jawab pokok, yaitu mengadili perkara. Sebagai hakim pengawas dan pengamat, karena peranan tersebut telah diatur dalam KUHAP (Pasal 277).

Oleh karena itu, hakim pengawas dan pengamat mengatakan mereka turun ke lapangan mengadakan pengontrolan ke lembaga pemasyarakatan dan mewawancarai petugas lembaga pemasyarakatan tanpa menyinggung secara detail sampai menyangkut perlakuan terhadap narapidana, bahkan mengontrol pelaksanaan hak-hak narapidana. Dengan demikian, terjauhkan pengadilan dari permusuhan dengan lembaga pemasyarakatan. Kontrol yang dilaksanakan oleh hakim pengawas dan pengamat dilaksanakan dengan cara :

1) Mengadakan wawancara dengan petugas dan narapidana;

2) Observasi melihat-lihat keadaan Lapas, tanpa diikuti tindakan mengoreksi dan 1ain-lain.

Setalah itu, berdasarkan format yang ada seperti disebutkan di atas hakim

(5)

82 - Volume 1, No. 2, Mei 2014

pengawas dan pengamat melaporkannya kepada Ketua Pengadilan tanpa tindakan lanjutan lainnya. Sehubungan dengan tugas pengamatannya yang ditujukan sebagai bahan penelitian bagi pemidanaan yang akan datang, tidak terealisir dengan jelas. Dengan demikian, apa yang telah dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat tidak tampak berpengaruh terhadap pemidanaan jika telah kembali ke pengadilan. Selanjutnya kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang tidak memberikan

batasan yang jelas, khususnya yang menyangkut hak hak asasi narapidana mana yang harus dilindungi olehnya. 2. Kurang personil hakim, sehingga

menyulitkannya dalam menyediakan waktu untuk pengawasan dan pengamatan yang dianggap sebagai tugas sampingan.

3. Tidak ada fasilitas pendukung terhadap hakim pengawas pengamat dalam melaksanakan tugasnya.

Melihat kepada pelaksanaan yang dapat dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat dan tujuan yang hendak dicapai dari kontrol yang dilaksanakan hakim pengawas dan pengamat ini, maka dapat dikatakan faktor-faktor yang menghambat, yaitu:

1. Peraturan Perundang-Undangan Hakim pengawas dan pengamat ini memang telah mendapat pengaturannya dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab XX KUHAP (Pasal 277 s/d pasal 283)

mengenai pengawasan dan pengamatan pelaksanan putusan Pengadilan, dan juga dalan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Bila dilihat ketentuan-ketentuan di atas, tidak dimuat secara tegas apa yang merupakan tugas pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pidana termasuk hak-hak dari narapidana, dan untuk itu hakim pengawas dan pengamat ini harus melihatnya dalam KUHP, UU No. 5 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan .

2. Fasilitas

Hambatan fasilitas yang diperlukan hakim pengawas dan pengamat dalam melaksanakan kontrol ke lapangan adalah segi dana bagi operasionalnya. Fasilitas ini diperlukan untuk tranportasi dan bila tidak dipunyainya maka kontrol ke lembaga pema-syarakatan tidak dapat dilaksanakan oleh hakim pengawas dan pengamat. 3. Aparat yang terlibat dalam

pelaksanaan putusan pengadilan Aparat Yang dimaksudkan di sini adalah hakim pengawas dan pengamat sendiri yang bertugas melakukan kontrol dari pelaksanaan putusan

(6)

83 - Volume 1, No. 2, Mei 2014

Pengadilan, supaya hak-hak dari narapidana dapat dilindunginya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan dari keseluruhan hasil penelitian dan pembahasan seperti telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakim pengawas dan pengamat pengaturannya diatur dalam KUHAP dan SEMA No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, melakukan control terhadap pelaksanaan putusan hakim Pengadilan Negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kenyataannya hakim pengawas dan pengamat belum pernah mengikuti sidan TPP baik ditingkat kanwil maupun di tingkat pemasyarakatan. 2. Hakim dalam pelaksanaan tugas tidak

semerta-merta mencapai target akhir yaitu menjatuhkan pidana bagi terdakwa, tetapi kepada setiap hakim pengawas dan pengamat masih dibebani kewajiban untuk mengetahui sampai dimana pelaksanaan putusan hakim telah dilaksanakan, untuk mengetahui hal tersebut hakim pengawas dan pengamat harus turun ke Lembaga Pemasyarakatan.

3. Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh hakim pengawas pengamat dalam melaksanakan tugasnya adalah undang-undang tidak memberikan batasan yang jelas, khususnya menyangkut hak-hak asasi narapidana mana yang harus dilindungi, kurangnya personil hakim sehingga menyulitkan dalam menyediakan waktu untuk pengawasan dan pengamatan yang dianggap sebagai tugas sampingan dipihak lain dengan tidak disediakan transportasi dan biaya operasional lapangan berdampak seharusnya hakim pengawas dan pengamat melakukan control ke Lapas dalam jangka waktu 3 bulan sekali menjadi sekali atau 2 kali dalam setahun, dengan demikian hakim pengawas dan pengamat belum memenuhi tujuan sistem peradilan pidana.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Disarankan pemerintah agar dapat

membentuk lembaga tersendiri yang keberadaannya dibawah pengawasan Mahkamah Agung.

2. Disarankan agar peran hakim pengawas dan pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana yang masih berstatus tahanan, tetapi hendaknya juga mengamati narapidana

(7)

84 - Volume 1, No. 2, Mei 2014 yang tidak keluar dari Lapas.

3. Disarankan hendaknya ada perbandingan yang rasional antarajumlah hakim pengawas dan pengamat dengan jumlah narapidana untuk melaksanakan pengawasan dan pengamatan secara efektif.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Andi, H dan S. Rahayu. 1983. Suatu

Tinjauan Ringkas Sistem

Pemidanaan di Indonesia,

Akademika Pressindo, Jakarta,. Bambang, P. 1993. Pola Dasar Teori-Asas

Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty,

Yogyakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori –

Teori dan Kebijakan Pidana,

Alumni Bandung, 1984.

Moh. Koesnoe, Kedudukan dan Fungsi

Kekuasaan Kehakiman Menurut UUD 1945, Varia Peradilan tahun

XI, No. 129 Juni 1996.

M. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi

Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan karangan Buku Ketiga, Pusat pelayananan Keadilan,

dan Pengabdian Hukum d/n Lembaga Kriminologi UI Jakarta, 1994.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian

Hukum, UI Press, Jakarta.

Suryono Sutarto, Sari Hukum Acara

Pidana, Yayasan Cendikia Purna

Dharma, Semarang, 1990.

Van Bemmelen, Hukum Pidana I,

diterjemahkan oleh Hasnan, Bina Cipta, Bandung, 1984.

Yahya Harahap, Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan

KUHAP, Garuda Metropolitan

Referensi

Dokumen terkait

Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul

Anak SanMaRe / Tatib Ibu Paroki HARI MINGGU PASKAH II ( Hari Minggu Kerahiman Ilahi). HARI MINGGU

Kegiatan industri memang sangat banyak di Kecamatan Balaraja oleh karena itu sebab dari kemacetan di jalan Raya Serang Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang

(1) Sumbangan dari pihak ketiga kepada desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk uang atau yang disamakan dengan uang, maupun barang baik bergerak ataupun

Email: lasia2010@yahoo.com, igustiokanegara@yahoo.co.id. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang pelaksanaanya menggunakan pendekatan siklus dengan terdiri

 Memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat.  Hifa tumbuh menjalar dan berseptum. 

(B) Dinas Pendidikan Provinsi kemudian memproses proposal lomba, meliputi : 1) merekap, memilah, menilai (oleh tim sekretariat dan tim penilai yang dibentuk oleh Dinas