• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi terhadap Intensitas Penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara di Kabupaten Buleleng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi terhadap Intensitas Penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara di Kabupaten Buleleng."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL

DEMOGRAFI TERHADAP INTENSITAS

PENGGUNAAN JAMINAN KESEHATAN BALI

MANDARA DI KABUPATEN BULELENG

INTAN YULI BHESTARI NIM. 1391461023

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI

TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN JAMINAN

KESEHATAN BALI MANDARA DI KABUPATEN BULELENG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana

INTAN YULI BHESTARI NIM. 1391461023

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 28 MARET 2016

Pembimbing I,

Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE, SU NIP. 19481231 197302 1 001

Pembimbing II,

Dr. A.A.I.N Marhaeni, SE, MS NIP. 19621231 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr.N Djinar Setiawina,SE,MS NIP. 19530730 198303 1 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal ……….

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: /UN.14.4/HK/2016, Tanggal ……….

Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah : Ketua : Prof. Dr. , I Ketut Sudibia SE., SU Anggota :

1. Dr. , A.A.I.N Marhaeni, SE., MS

2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS 3. Dr. , I G W Murjana Yasa, SE., MSi

(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Intan Yuli Bhestari

NIM : 1391461023

Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Judul Tesis : Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi terhadap Intensitas Penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara di Kabupaten Buleleng.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Maret 2016 Yang membuat pernyataan

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan dan petunjuk-Nya, tesis yang berjudul Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi terhadap Intensitas Penggunaan Jaminan Kesehatan Bali

Mandara di Kabupaten Buleleng dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat kelengkapan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana.

(7)

vii

Ibu Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP., selaku Dosen Pembahas Seminar dan Penguji Tesis yang telah banyak memberikan masukan bagi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu semua Dosen dan staf sekretariat MIE UNUD yang telah banyak membantu dan memfasilitasi selama proses perkuliahan, rekan-rekan angkatan XXIV MIE UNUD yang telah ikut memberikan masukan-masukan dalam penyusunan tesis ini. Keluarga tercinta, suami GW Bayu Wedananta AP, SE, Ak dan anak-anak tercinta IGAB Starken Arlie Bestananta, IGAA Frangifani Amertia Bestananta, IGAA Mallika Almira Bestananta yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Pemerintah Kabupaten Buleleng, Kepala bidang, Kepala Sub bidang, staf Bidang Sosial Budaya Bappeda Provinsi Bali maupun rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Dalam kesederhanaan, penulis berharap dapat memberi sumbangan pemikiran dan kajian penulis dalam partisipasi masyarakat dalam intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.

Denpasar, Maret 2016

(8)

ix

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DI

KABUPATEN BULELENG

ABSTRAK

Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan lingkungan dan pola hidup tidak sehat, dan pembiayaan untuk mendapat akses kesehatan yang baik. Upaya meningkatkan derajat kesehatan sejak era otonomi salah satunya sinergi antar wilayah, maka Pemerintah Provinsi Bali membentuk sebuah program jaminan kesehatan bagi masyarakat Bali pada khususnya. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan disebut dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis; 1) persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM, 2) menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM, 3) menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM dan 4) menganalisis peran pendapatan penerima JKBM dalam memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng. Sumber data yang digunakan ada dua yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara langsung kepada pengguna JKBM dan data sekunder yang didapat dari rumah sakit/puskesmas di Kabupaten Buleleng. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kuisioner, dengan jumlah responden sebanyak 119 orang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur.

Hasil dari analisis persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan kesehatan JKBM dalam kategori rendah, persepsi sangat puas terhadap intensitas penggunaan JKBM. Jarak tempat tinggal dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Pendidikan dan pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan JKBM. Pendapatan memediasi secara penuh antara jarak tempat tinggal terhadap intensitas penggunaan JKBM, pendapatan juga memediasi pengaruh antara pendidikan dengan intensitas penggunaan JKBM. Program JKBM yang sudah terlaksana dengan baik perlu mengevaluasi kembali pengaturan JKBM serta mengoptimalkan pelayanan terutama untuk masyarakat dengan pendapatan rendah.

(9)

ix

ANALYSIS OF DEMOGRAPHIC FACTORS ON THE INTENSITY OF USE SOCIAL HEALTH INSURANCE OF BALI

MANDARA IN BULELENG

ABSTRACT

The low quality of public health, especially the poor caused by several factors, namely the lack of awareness to maintain physical health, environmental hygiene and unhealthy lifestyle, and financing to gain access to good health. Efforts to improve the health status since decentralization one of synergy between regions, the Bali provincial government establish a health insurance program for people of Bali in particular. Health insurance held by the so-called Bali Mandara Health Insurance (JKBM) implemented through the mechanism of social health insurance.

This study aimed to analyze; 1) perception of the recipient JKBM to services JKBM, 2) analyze the effect of distance shelter, education, household size and tenure of the income users JKBM, 3) analyze the effect of distance shelter, education, family size, employment, and income to the intensity of use JKBM and 4) analyze the role of income recipients JKBM in mediating the effect of variable area of residence, education, and a number of family members working on the intensity of use in of JKBM in Buleleng. Source of data used, there are two primary data obtained from interviews directly to users JKBM and secondary data obtained from hospital / clinic in Buleleng. Data collection methods used were interviews and questionnaires, the number of respondents as many as 119 people. The analytical tool used is descriptive analysis and path analysis.

Results of the analysis of the recipient's perception of the health care JKBM. JKBM in the low category, perceptions are very satisfied with the intensity of use JKBM. Distance shelter and education, and a significant positive effect on income. Education and income, and a significant negative effect on the intensity of use JKBM. Revenue fully mediate between the distance of residence to the intensity of use JKBM, revenue mediate between theeducation to the intensity of use JKBM. JKBM program that has been performing well need to reevaluate JKBM settings and optimize the service primarily to low-income communities.

(10)

x

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………. ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

2.1Konsep dan definisi yang digunakan ... 9

(11)

xi

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 44

4.3 Identifikasi Variabel ... 52

4.4 Definisi Operasional Variabel ... 53

4.5 Jenis dan Sumber Data ... 54

4.6Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 55

(12)

xii

(13)
(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera (Azwar, 2004). Menurut Grossman (1972) modal manusia (human capital) di dalam ekonomi kesehatan digunakan untuk menginterpretasikan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan, dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan

investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik.

Kualitas modal manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator indikator lainnya (Brata, 2002). Perubahan paradigma pembangunan dunia secara tidak langsung mempengaruhi pola pembangunan di berbagai negara. Realita tersebut tak terlepas dari perubahan pola pertumbuhan ekonomi ke pemenuhan kebutuhan hidup hingga kini diarahkan pada peningkatan kualitas manusia (human quality) sebagaimana seperti statement United Nation Development Programme (Sopandi, 2009)

(15)

dan ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Penyediaan pelayanan kesehatan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Sumber daya yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan yang ada. Di tengah kelangkaan sumber daya yang di miliki, berbagai upaya yang dilaksanakan haruslah memenuhi tujuan efisiensi dan pemerataan (Razak, 2008).

Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan lingkungan dan pola hidup tidak sehat, dan pembiayaan untuk mendapat akses kesehatan yang baik. Kenyataan akan tidak meratanya pemberian bantuan kesehatan oleh pemerintah untuk semua masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan menyebabkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri (Suliman Salih, 2011). Pembangunan nasional yang diukur dengan menggunakan Human Development Index dapat dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan (Kintamani, 2008).

(16)

penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Program JKBM ini perlu mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, dan bentuk salah satu dukungan tersebut merupakan indikator sinergitas bantuan pembiayaan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota (UPT JKMB, 2012).

Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang telah melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan dengan baik dan merasakan pentingnya peran pemerintah daerah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan konsistensinya fungsi regular dan penyedia biaya. Pemerintah Provinsi Bali melakukan inovasi dalam pembiayaan kesehatanya itu biaya kesehatan untuk program kesehatan promotif dan preventif dibiayai oleh subsidi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan pengalihan subsidi kepada rumah sakit dan puskesmas, dan dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali melalui programnya yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Memperhatikan meningkatnya persentase penduduk yang sudah memiliki jaminan kesehatan (sebesar 28 persen tahun 2008), maka pada periode berikutnya dilakukan upaya yang lebih gencar untuk mendapatkan kepesertaan JKBM. Jumlah peserta JKBM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah penduduk. Hal ini nampaknya sudah mulai membuahkan hasil, yang dapat diamati dari tren meningkatnya kepesertaan JKBM selama periode 2010 sampai dengan 2014 (Tabel 1.1).

Tabel 1.1

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Provinsi Bali Tahun 2010-2014

No. Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014

(17)

4 Badung 341.112 457.364 395.829 395.829 395.829

Peningkatan jumlah kepesertaan JKBM dibarengi pula dengan peningkatan jumlah pendanaan yang pada awalnya sebesar Rp 179.254.726.816,- (tahun 2010) naik menjadi Rp.328.009.680.000,- (tahun 2014), dengan premi kepesertaan Rp. 10.000,- per kepala per bulan. Peningkatan premi ini turut meningkatkan perluasan jangkauan pelayanan atas jenis penyakit yang ditanggung dengan sharing anggaran seperti ditampilkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Sharing Anggaran Jaminan Kesehatan Bali Mandara Provinsi Bali Tahun 2010-2014

No Kabupaten/ Jumlah Provinsi Kabupaten/ Provinsi Kabupaten/ Total

Kota Peserta (persen) Kota Kota Anggaran

(persen) (Ribuan)

1 Jembrana 277.709 68,96 31,04 22.947.874.368 10.329.205.632 33.277.080

2 Tabanan 310.181 51,04 48,96 18.997.965.888 18.223.754.112 37.221.720 3 Badung 395.829 36,82 63,18 17.489.308.536 30.010.171.464 47.499.480

4 Denpasar 415.125 44,94 55,06 22.386.861.000 27.428.139.000 49.815.000

5 Gianyar 296.559 47,44 52,56 16.882.510.752 18.704.569.248 35.587.080

6 Klungkung 159.034 82,17 17,83 15.681.388.536 3.402.691.464 19.084.080 7 Bangli 217.721 87,65 12,35 22.899.894.780 3.226.625.220 26.126.520

8 Karangasem 306.365 56,19 43,81 20.657.579.220 16.106.220.780 36.763.800

9 Buleleng 498.709 51,97 48,03 31.101.488.076 28.743.591.924 59.845.080

(18)

Melalui sharing anggaran seperti Tabel 1.3, peningkatan kualitas kesehatan di rumah sakit dan puskesmas sebagai ujung tombak program ini seyogyanya meningkat. Rumah sakit dan puskesmas dalam memberi pelayanan publik mengacu kepada Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009. Undang-undang tersebut merupakan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masayarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Di sisi lain, belum semua rumah sakit di Bali terutama rumah sakit swasta mengikuti JKBM karena terjadi perbedaan pendanaan jika menggunakan swasta murni. Asumsi bahwa pelayanan kepada masyarakat miskin berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan yang ada akibat dari subsidi pemerintah masih kecil dan perlu secara bertahap menyesuaikan dengan di rumah sakit swasta agar dapat lebih memperluas pelayanan kepada masyarakat.

Umumnya kelompok dengan tingkat pendapatan di bawah UMR memiliki proporsi lebih besar untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan program JKBM dari kelompok dengan tingkat pendapatan di atas UMR. Pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Total realisasi klaim JKBM Kabupaten Buleleng pada Tahun 2014 sebesar Rp 57.119.538.040,24,- terverifikasi sebesar Rp 85.235.550.115,41,- hal ini menunjukkan bahwa penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan. (UPT JKBM Provinsi Bali, 2015).

(19)

sembilan kecamatan diantaranya Kecamatan Gerokgak, Seririt, Busungbiu, Banjar, Sukasada, Buleleng, Sawan, Kubutambahan dan Tejakula. Sampai saat ini belum di evaluasi tentang intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng, sehingga belum ada informasi yang memadai tentang intensitas penggunaan JKBM. Hal ini yang melatar belakangi penelitian mengenai intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM di Kabupaten Buleleng? 2) Bagaimana pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa

kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM di Kabupaten Buleleng?

3) Bagaimana pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng?

4) Apakah pendapatan penerima JKBM memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM di Kabupaten

Buleleng.

(20)

3) Untuk menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng. 4) Untuk menganalisis peran pendapatan penerima JKBM dalam memediasi pengaruh variabel

daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis maupun praktis bagi semua kalangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan secara teoritis menerapkan/membuktikan teori yang digunakan seperti teori ekonomi mikro, ekonomi kesehatan, jasa pelayanan kesehatan serta dapat mendukung hasil penelitian sebelumnya dan sebagai referensi penelitian berikutnya.

2) Manfaat Praktis

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep-konsep dan Definisi yang Dipergunakan

Dalam penelitian ini, faktor-faktor sosial demografi yang terkait terhadap intensitas penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara antara lain : daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja.

2.1.1 Pengertian Kesehatan

Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan yang dilakukan pemerintah salah satunya di daerah adalah dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan gratis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang kesehatan (Wenjiong, 2011). Pada beberapa negara yang ada di dunia, setiap Pemerintahan diharuskan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat mengingat adanya perbedaan skala pendapatan masing-masing individu (Gery, 2012). Pemberian bantuan kesehatan kepada masyarakat yang belum memiliki bantuan kesehatan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama yang berpendapatan rendah (Whitney, 2011).

Program bantuan kesehatan juga memberikan rasa aman kepada masyarakat, karena dalam hal pembiayaan kesehatan masih menjadi beban utama mereka. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Sharif, 2011).

(22)

sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti bekerja, berkarya, berkreasi dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat.

2.1.2 Ekonomi Kesehatan

Ekonomi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari supply and demand sumber daya

pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap populasi. Ekonomi kesehatan

perlu di pelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi

ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Dalam pemikiran rasional, semua

orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk

mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan

hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat tidaklah sama antar manusia. Seseorang yang

kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada kesehatannya tentu akan mempunyai

demand ya n g l e b i h t i n g g i a k a n s t a t u s k e s e h a t a n n ya . S e b a g a i c o n t o h , s e o r a n g

a t l e t p r o f e s i o n a l a k a n l e b i h m e m p e r h a t i k a n s t a t u s kesehatannya dibanding seseorang

yang menganggur (Yuriska Meisa, 2012)

(23)

1) Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena menurunnya kemampuan untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif. Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup yang lebih produktif.

2) Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan ancaman bagi orang lain. 3) Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat menular ke orang lain. Misalnya, AIDS.

4) Kepala rumah tangga pencari nafkah yang tidak sehat atau sakit akan menyebabkan penurunan pendapatan keluarga, makanan dan perumahan yang buruk bagi keluarga.

5) Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan kehilangan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan.

6) Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami penurunan produktivitas.

Jadi pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status kesehatan penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

1) Need, Demand, dan Want

Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan secara objektif dipandang

(24)

adalah barang atau pelayanaan yang diinginkan pasien karena dianggap terbaik bagi mereka (misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need (kebutuhan).

Pembedaan itu penting karena tujuannya adalah memenuhi semaksimal mungkin kebutuhan orang, dengan cara memperbaiki keputusan dokter, dan mendekatkan keinginan dan permintaan sedekat mungkin dengan kebutuhan, melalui pendidikan kesehatan, dan sebagainya.

2.1.3 Teori Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan oleh Black dan Skipper dalam Ilyas (2003) didefinisikan sebagai : “… a social insurance where by individuals transfer the financial risksassociated with loss of health to group of individuals and which involves the accumulation of funds by the group from these individuals to meets the uncertain financial losses from an illness of for prevention of an illness”.

Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep resiko (Ilyas, 2003). Fungsi asuransi kesehatan adalah mentransfer resiko dari satu individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok. Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari program asuransi sosial yang disponsori pemerintah, atau dari perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan dapat juga dibeli secara kelompok (misalnya oleh perusahaan untuk perlindungan karyawannya) atau dibeli oleh seorang individu. Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan memperkirakan biaya keseluruhan risiko kesehatan, dan dibiayai dari premi bulanan atau pajak tahunan.

Diantara negara- negara OECD (Organization for Economic Co-operationand Development), model pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan terbagi menjadi (Docteur dan Oxley dalam Drechsler, Denis dan Jutting, 2005) :

(25)

Sistem ini menggabungkan fungsi asuransi dan penyedia yang diorganisasikan dan dioperasikan seperti bagian pemerintah. Staf secara umum dibayar atas gaji dan kebanyakan merupakan pegawai sektor publik. Dokter dan perawatan kesehatan profesional dapat juga pegawai sektor publik atau kontraktor swasta ke otoritas perawatan kesehatan. Memastikan cakupan keseluruhan penduduk dalam sistem ini lebih mudah. Tetapi sistem ini memiliki insentif yang lemah untuk meningkatkan output, meningkatkan efisiensi atau memelihara kualitas dan tingkat responsif terhadap kebutuhan pasien.

2). Public-contract model yaitu public payer membuat kontrak dengan penyedia perawatan kesehatan swasta. Pembayar ini bisa agen pemerintah atau sebuah lembaga penjamin dana sosial. Sistem single payer kedudukan akan lebih kuat dan cenderung memiliki biaya administrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem multiple payer. Klinik dan rumah sakit swasta dijalankan atas dasar non profit. Sistem ini secara umum lebih responsif terhadap kebutuhan pasien dibandingkan pengaturan publik, namun kurang berhasil dalam mengatur biaya perawatan, membutuhkan regulasi tambahan dan kontrol dari otoritas publik.

(26)

2.1.4 Teori Konsumsi

Teori Keynes (Keynesian Consumption Model)

1) Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi. Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. (Pratama Raharja & Mandala Manurung, 2008)

Beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes tersebut: merupakan variabel riil/nyata, yaitu bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal; merupakan pendapatan yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang diperoleh sebelumnya dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang (yang diharapkan) dan merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen.

(27)

Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume) disingkat MPC adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit. Jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari satu. Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposabel terus meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak ada konsumsi). Sebab manusia tidak mungkin hidup di bawah batas konsumsi minimal.

Karena itu 0 < MPC < 1. Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (Marginal Prospensity to Consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi (Gregory Mankiw, 2003)

3) Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-Rata (Average Propensity to Consume).

Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume) disingkat APC adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total. Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Prospensity to Consume), turun ketika pendapatan naik. Masyarakat percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga masyarakat berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

(28)

Model konsumsi siklus hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption, disingkat LCH ) dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan model Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi adalah pendapatan disposabel.

Hanya saja, model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan disposabel. Ternyata, tingkat pendapatan disposabel berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode:

(1) Periode Belum Produktif.

Periode ini berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar antara usia nol hingga dua puluh tahun. Pada periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah berpenghasilan.

(2) Periode Produktif

Periode ini umumnya berlangsung dari usia sekitar dua puluh tahun. Selama periode ini, tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada usia sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan disposabel menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi.

(29)

Periode ini berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun. Ketuaan yang datang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Pola konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain, manusia harus merencanakan alokasi pendapatan disposabelnya. Ada saatnya mereka harus berutang/mendapat tunjangan, ada saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada pula saat dia harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya (Pratama Raharja, 2008)

2.1.5 Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan

2.1.5.1 Persepsi

Kata “persepsi” dalam bahasa Inggris adalah perception yang mengandung arti

pengertian, tanggapan, daya memahami, atau daya menanggapi (Adz-Dzakiey, 2006). Selanjtunya JP. Chaplin yang dikutip Adz-Dzakiey (2006) mengartikan persepsi sebagai berikut. 1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. 2) Kesadaran dari proses-proses organis.

3) Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu.

4) Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan di antara perangsang-perangsang.

(30)

samping itu, juga mengerti apa yang bermanfaat bagi dirinya, yang karenanya maka ia akan berusaha untuk mencapainya (Adz-Dzakiey, 2006).

Menurut Satiadarma (2001) mengatakan persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Selanjutnya dikatakan, orang dapat memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi, yaitu: (1) perhatian yang selektif; (2) gangguan yang selektif; dan (3) mengingat yang selektif.

Dengan demikian persepsi berkaitan dengan pikiran, perasaan, fantasi dan segenap unsur kejiwaan lainnya, jadi seorang yang tidak mampu melakukan hubungan yang serasi dengan objek yang diamati melalui persepsinya, maka akan kesulitan yang terutama disebabkan oleh daya pengamatan dan pandangan yang kurang baik pada objek tersebut (Satiadarma, 2001).

Pada hakekatnya persepsi selalu berhubungan dengan stimulus (rangsangan yang diterima oleh indera). Oleh karena itu, persepsi dapat terjadi setiap adanya stimulus yang menggerakkan indera. Adapun faktor penentu yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku yang merupakan hasil persepsi yang berbeda-beda pada satu objek berupa motif, kemampuan berfikir, dan pengalaman hidup. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari pengelihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Satiadarma, 2001).

Jadi dalam hal ini persepsi pasien dapat timbul karena adanya pengamatan terhadap mutu pelayanan yang diterima pasien atas penggunaan JKBM. Baik itu persepsi yang positif ataupun persepsi yang negatif tergantung pada pandangan, penglihatan dan perhatian pasien dalam menanggapi mutu pelayanan yang ada di puskesmas tersebut.

(31)

Menurut para ahli mutu dapat didefinisikan sebagai berikut.

1) Menurut Winston Dictionary yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.

2) Menurut Donabedian yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

3) Menurut Din ISO 8402 yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut.

4) Menurut Crosby yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.

5) Menurut Deming yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.

6) Menurut Feigenbaum yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya, suatu produk bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.

7) Menurut Garvin dan Davis yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Dari beberapa definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut.

(32)

3) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualtias saat ini mungkin diangap kurang berkualitas pada masa mendatang) (Nasution, 2005).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995).

Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, sama halnya dengan kebutuhan dan tuntutan, makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1995).

Secara sederhana ada tiga persyaratan pokok yag harus dimiliki untuk disebut pelayanan kesehatan yang baik, yaitu sebagai berikut.

1) Sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan.

Suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah yang sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan.

2) Dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan.

Pengertian terjangkau adalah tidak hanya dari sudut jarang atau lokasi tetapi juga dari sudut pembiayaan.

(33)

Dengan kata lain suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya (Sari, 2004).

2.1.6 Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 6 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) adalah program Pemerintah Provinsi bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan kesehatan. Pemerintah Provinsi Bali mengalokasikan dana sebesar Rp. 127 milyar untuk Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dalam tahun 2010. Alokasi dana ini meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (2009) yang hanya Rp 27 milyar.

(34)

Dalam perjanjian kerjasama ini, Pemerintah provinsi Bali akan memberikan dana hibah kepada RSUD sebesar 123, 2 milyar dan Puskesmas sebesar 48 milyar di seluruh kabupaten/kota se-Bali kecuali Jembrana. Secara umum program JKBM ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Bali. Bagi masyarakat Bali yang memiliki KTP dan KK dan sudah terdaftar di desa masing-masing akan mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Bali secara gratis. Tentunya harus dilakukan secara bertahap, dari tempat pelayanan kesehatan terdepan/terkecil (Puskesmas) kemudian dilanjutkan ke Rumah Sakit Daerah dan ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Hanya dengan menunjukkan KTP dan KK kita sudah bisa mendapatkan pelayanan gratis ini. Namun masih dalam ruang inap kelas 3, seiring perkembangannya akan berkembang menuju kelas yang lebih elit bahkan sampai kelas VIP, namun kemungkinan akan diperlukan dana tambahan dari yang bersangkutan yang dibayar dalam sistem asuransi.

2.1.6.1 Pendanaan JKBM

(35)

Anggaran APBD di masing-masing Puskesmas dan RSUD. Program JKBM ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan.

2.1.6.2 Jenis Pelayanan JKBM

Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi :

1) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya

(1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan : pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, pemeriksaan kehamilan dan nifas, tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang diagnostic sederhana dan pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal (2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan yang

meliputi pelayanan: perawatan dan akomodasi rawat inap, partus, visite dokter spesialis, konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan, tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang diagnostic sederhana, pemberian obat.

(3) Pelayanan gawat darurat (emergency). 2) Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialistik Rumah Sakit Pemerintah yang merupakan jejaring JKBM, meliputi :

(36)

(2) pemeriksaan kehamilan yang beresiko tinggi dan memerlukan penanganan spesialistik, (3) rehabilitasi medik,

(4) penunjang diagnostic : laboratorium klinik, radiologi dan elek-tromedik, (5) tindakan medis kecil-sedang,

(6) pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan, (7) pemberian obat sesuai fotmularium obat JKBM, (8) pelayanan darah,

Rawat inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III rumah sakit pemerintah meliputi : akomodasi dan konsumsi rawat inap pada kelas III, konsultasi medis, pemeriksaan fisik, penunjang diagnostic, laboratorium klinik, patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiolologi dan elektromedik, tindakan medis kecil-sedang-besar, partus dan komplikasi kehamilan, operasi kecil, sedang dan besar sesuai dengan kompetensinya, pelayanan rehabiltasi media, perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU), pemberian obat sesuai formularium obat JKBM, pelayanan darah, pelayanan hemodialisa (HD) sesuai indikasi medis dan kebutuhan pasien, bahan abis pakai dan Pelayanan gawat darurat (emergency).

3) Pelayanan yang dibatasi (Limitation)

(1) Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter,

(37)

(3) Kacamata, IOL dan bola mata palsu, disediakan oleh Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak-pihak lain,

(4) Transportasi untuk kasus rujukan pasien emergency dari Nusa Penida ke RS (pemanfaatan lebih rinci diatur dalam peraturan Kabupaten Klungkung) dan transportasi dokter spesialis ke Nusa Penida,

(5) Kehamilan, persalinan dan komplikasi kehamilan dibatasi hanya sampai anak ketiga hidup dan verifikasi data dilakukan berdasarkan KK,

(6) Pelayanan darah hanya dijamin sebesar Rp. 250.000,- per kantong dan selisih harga dibebankan kepada pasien.

4) Pelayanan yang tidak dijamin (Exclusion) meliputi : pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika, general check up, prothesis gigi tiruan, operasi jantung, pengobatan alternatif, pengobatan tradisional dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah, rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi, pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ), pembersihan karang gigi dan usaha meratakan gigi, ketergantungan obat-obatan, obat di luar formularum obat JKBM, sirkumsisi, Anti Retro Viral (ARV), kelainan bawaan (kecuali: hidrocefalus, atresia ani dan bayi tanpa saluran kencing), biaya T\transportasi rujukan, biaya Autopsi atau biaya visum, kemoterapi dan radioterapi, kecelakaan lalu lintas tunggal, percobaan bunuh diri, penyakit akibat konsumsi alkohol / miras dan alat kesehatan.

(38)

Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan buku pedoman pelaksanaan Program JKBM, terdapat dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari Program JKBM ini adalah meningkatkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan khusus dari Program JKBM adalah meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bali, serta pengelolaan keuangan yang transparan.

Sasaran dari Program JKBM ini adalah seluruh masyarakat yang beridentitas atau memiliki KK dan KTP asli Provinsi Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Seperti kita ketahui bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan oleh karena itu Program JKBM ini dibuat oleh pemerintah Provinsi Bali untuk membantu masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan mereka. Pemerintah daerah sangat berharap agar peserta Program JKBM ini memang benar-benar masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan. Peran perangkat kerja di Kabupaten, Kecamatan dan Desa yang akuntabel sangat dibutuhkan untuk mendorong program ini agar berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Menurut Aprilia (2010) dari hasil penelitian yang sudah dilakukan tentang analisis pelaksanaan Program JKBM bahwa sistem pelaksanaan program JKBM sesuai dengan tujuan dan sesuai diterapkan di Provinsi Bali

2.1.6.4 Intensitas Pelayanan JKBM

Chaplin (2008), mendefinisikan “intensitas” berasal dari kata bahasa Inggris

“intensity” (intensitas) yaitu, suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan

(39)

intensitas berasal dari kata intensity yang berarti besar atau kekuatan suatu tingkah laku; jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau data indera. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa intensitas adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan, untuk mengukur ukuran fisik dari energi atau data indera.

2.1.7 Pengertian Demografi

Demografi muncul karena adanya kesadaran bahwa data statistik kependudukan dapat menjelaskan berbagai kondisi masyarakat dan perubahan-perubahannya. Sebagai contoh data kelahiran dan kematian dapat menjelaskan perubahan jumlah dan kepadatan penduduk suatu wilayah. Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Demos” rakyat atau penduduk dan “Grafein” menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai

rakyat atau penduduk (Guillard Achille, 1885).

(40)

Berikut ini pengertian demografi menurut beberapa ahli: menurut Multilingual Demographic Dictionary,demografi adalah ilmu yang mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya (perubahannya). Menurut Philip M Hauser dan Duddley Duncan (1959), demografi mempelajari jumlah, persebaran, territorial, dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul dari natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status). Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah persebaran dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah karena disebabkan oleh proses demografi yakni kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan juga adanya migrasi penduduk.

2.1.8 Teori Mobilitas Tempat Tinggal

(41)

karena sesuai dengan tingkat penghasilannya. Berikut adalah bagan teori mobilitas tempat tinggal yang diungkapkan oleh Turner (1968) :

Mobilitas Non Permanen ( Sirkuler ) adalah gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Data mobilitas penduduk sirkuler sukar didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah tujuan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk sirkuler lebih banyak terjadi daripada mobilitas permanen. Hal ini disebabkan antara lain faktor sentrifugal dan sentripetal.

Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang terdapat di suatu wilayah yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya. Kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di daerahnya.

(42)

mobilitas penduduk nonpermanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas nonpermanen walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama (Steele, 1983).

2.1.9 Teori Human Capital

Menurut Garry S. Becker (1992), pemenang Nobel Memorial Prize pada bidang ilmu ekonomi tahun 1992, “revolusi” modal manusia (human capital) dimulai sejak sekitar 5 dekade

lalu sejak dekade ini. Menurutnya, sekolah, pelatihan komputer, pengeluaran untuk kesehatan, dan kuliah tentang kebajikan seperti ketepatan waktu dan kejujuran, juga merupakan modal manusia dalam pengertian hal tersebut dapat memperbaiki kesehatan, meingkatkan pendapatan, atau menambah apresiasi seseorang terhadap karya sastra. Manusia sebagai salah satu sumber faktor produksi disebut sumberdaya manusia, yang memiliki arti lebih luas daripada modal manusia.

(43)

Indonesia, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun yang sebelumnya 9 tahun, namun pemerintah mengikuti konvensi internasional bahwa tenaga kerja adalah mereka yang minimum berumur 15 tahun. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 68 dan pasal 69, pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali untuk anak yang berumur antara 13-15 tahun dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan ringan sepanjang tidak membahayakan diri anak, dan waktu kerjanya maksimum 3 jam per hari. Di Amerika menurut Fair Labor Standards Act Advisor minimum umur untuk pekerja adalah 14 tahun, kecuali pekerjaan untuk membantu rumah tangga dan usaha milik keluarga.

(44)

mereka bekerja. Jadi, umur biasanya dipakai sebagai proksi atau indikator untuk mengukur pengalaman.

Produktivitas tenaga kerja akan meningkat apabila mereka memperoleh pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai aspirasi yang lebih tinggi. Pendidikan juga dapat membuka peluang yang lebih banyak karena dimungkinkannya membuat berbagai pilihan. Demikian pula, pendidikan dapat meningkatkan daya serap seseorang terhadap kemajuan dan modernisasi, seperti kemampuan menggunakan bibit, pupuk, dan penggunaan teknologi, maupun pilihan penggunaan obat-obatan. Intinya, pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan non-formal juga dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Pelatihan atau “training” akan meningkatkan

keterampilan atau “skills” terutama keterampilan-keras (hard-skills) maupun keterampilan-lunak

(soft-skills) mereka. Itu juga sebabnya kenapa pelatihan-pelatihan perlu diberikan secara terus-menerus selepas mereka menamatkan pendidikan formal. Melalui pelatihan dapat diberikan informasi terbaru dan perkembangan mutakhir yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitasnya. Modal manusia sebagai sebuah konsep dapat dilihat dari berbagai segi dan kepentingan. Modal manusia dapat dilihat dari dunia bisnis, pembuat kebijakan, organisasi atau lembaga pemerintah maupun swasta seperti serikat pekerja.

(45)

pada nilai kolektif daripada modal intelektual organisasi seperti kompetensi, pengetahuan, dan

keterampilan. Modal ini merupakan sumber kreativitas dan inovasi yang dapat diperbaharui terus

menerus. Berbeda dengan modal struktural, modal manusia selalu dimiliki oleh individual yang

memilikinya dan dapat “dijual pada pihak lain yang memerlukan” kecuali dibatasi oleh

peraturan tempat yangbersangkutan bekerja.

Dalam kontek ekonomi, modal manusia merupakan atribut seseorang yang produktif. Ini

sangat berkaitan dengan pencapaian pendidikan formal, dengan implikasi bahwa pendidikan

adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh dalam bentuk upah, gaji, atau kompensasi lainnya.

Menurut encyclopedia Britanica, human capital:

intangible collective resources possessed by individuals and groups within a given population. These resources include all the knowledge, talents, skills, abilities, experience, intelligence, training, judgment, and wisdom possessed individually and collectively, the cumulative total of which represents a form of wealth available to nations and organizations to accomplish their goals.

Dalam kontek yang lebih luas, aliran atau paham, kapitalisme selalu memandang modal manusia

dari sisi produktivitas atau kinerja. Produktivitas terkait dengan investasi jangka panjang,

semakin produktif seseorang maka investasi akan lebih menguntungkan. Konsep modal manusia

berasal dari model ekonomi kapitalisme sumber daya manusia, yang menekankan hubungan

antara peningkatan produktivitas atau kinerja dan kebutuhan untuk investasi jangka panjang yang

berkelanjutan dan dalam pengembangan sumber daya manusia. Model ini dapat diterapkan

dalam skala yang sempit maupun luas. Dalam skala yang luas, produktivitas tenaga kerja atau

modal manusia akan meningkatkan perekonomian nasional dan dalam skala yang sempit,

produktivitas yang tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi perusahaan.

Di pihak lain, pandangan tradisional yang umumnya berpikir jangka pendek selalu

(46)

Pandangan ini biasanya berjangka pendek karena selalu berpikir bagaimana cara menekan biaya

untuk kepentingan keuntungan perusahaan sehingga seringkali kebutuhan-kebutuhan dasar

pekerja diabaikan dalam rangka menekan biaya. Bereda dengan pandangan jangka panjang yang

melihat modal manusia sebagai investasi, dimana mereka berusaha meningkatkan kinerja atau

produktivitasnya melalui beberapa cara seperti pelatihan ataupun pendidikan internal perusahaan

atau institusi eksternal.

1)Mengukur Modal Manusia

Modal manusia bukanlah merupakan konsep satu dimensi melainkan konsep multi dimensi yang berbeda untuk pemangku kepentingan yang berbeda. Seperti disampaikan di atas, dalam dunia bisnis modal manusia adalah nilai ekonomi daripada keterampilan pekerja. Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara konvensional modal manusia dipandang sebagai fungsi pendidikan dan pengalaman yang merefleksikan pelatihan dan pembelajaran. Namun pada saat ini kesehatan (fisik dan mental) menjadi bagian fundamental daripada modal manusia. Nilai modal manusia juga ditentukan oleh faktor ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan masyarakat.

World Economic Forum (WEF, 2013) dalam publikasinya The Human Capital Report, melaporkan usahanya dalam memberikan pandangan jangka panjang dan holistik tentang seberapa baik suatu negara memanfaatkan sumber daya manusianya dan membangun tenaga kerjanya yang dipersiapkan untuk permintaan ekonomi yang kompetitif. Menurut WEF, modal manusia didasarkan pada 4 pilar, yaitu: tiga pilar inti yang menentukan: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja, ditambah faktor lain yaitu lingkungan yang membuat modal manusia mempunyai nilai lebih tinggi.

(47)

Pilar 1: Pendidikan. Ukuran yang digunakan untuk meliput pendidikan adalah:

1) Akses terhadap pendidikan diukur dari angka partisipasi sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, dan gap jender pendidikan.

2) Kualitas pendidikan diukur dari akses internet di sekolah, kualitas sistem pendidikan, kualitas pendidikan matematika dan sain, dan kualitas pengelolaan sekolah.

3) Capaian pendidikan diukur dari persentase penduduk umur 25 tahun keatas yang mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan.

Pilar 2: Kesehatan dan Kesejahteraan. Pilar ini mencakup berbagai aspek sosial dan layanan kemasyarakatan, seperti:

1)Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.

2)Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat obesitas, tingkat kematian dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak menular.

3)Kebahagiaan diukur dari tingkat depresi dan stres yang dialami responden.

4)Layanan kesehatan meliputi layanan air, sanitasi dan kebersihan, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan.

Pilar 3: Tenaga kerja dan Kesempatan kerja, mengukur pengalaman, bakat, pengetahuan dan pelatihan, seperti:

1) Partisipasi diukur dari tingkat partisipasi tenaga kerja yang berumur 15-64 tahun dan 65 tahun ke atas, tingkat pengangguran, tingkat pengangguran pemuda, dan gap jender tingkat partisipasi.

(48)

bertalenta, kemudahan memperoleh tenaga kerja terampil, pembayaran upah sesuai produktivitas, kapasitas inovasi, dan indek kompleksitas ekonomi. tingkat daya serap teknologi perusahaan, artikel dalam jurnal sain dan teknikal per seribu penduduk, 3)Pelatihan meliputi pelatihan staf dan layanan pelatihan.

Pilar 4: Lingkungan, mengukur aspek penunjang yang dapat meningkatkan nilai modal, yaitu: 1) Infrastruktur meliputi pengguna mobil, pengguna internet, dan kualitas angDenpasar

Baratn domestik.

2)Kolaborasi meliputi keadaan kluster pembangunan, dan kolaborasi litbang dunia usaha dan universitas.

3)Kerangka hukum diukur dari indek melaksanakan usaha, perlindungan jaring pengaman sosial, dan perlindungan HAKI.

4)Mobilitas sosial.

2.1.10 Masa Kerja

Masa Kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Foster,2001). Masa kerja atau pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984 : 15).

(49)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing – masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek. Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya (Friedman, 1998).

2.1.12 Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian Hariandja (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan.

(50)

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:

a) Pendidikan dasar: jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

b) Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.

c) Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2001) hubungan antara tingkat pendapatan terhadap tingkat pendidikan adalah karena dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat produktifitas pekerja dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Pengertian ini dianut oleh golongan yang menamakan dirinya dengan teori Human Capital. Teori ini juga berkeyakinan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan mereka juga memiliki anggapan bahwa pendidikan formal adalah suatu investasi bagi individu maupun bagi masyarakat. Tamatan SLTA tidak melanjutkan sekolah dan langsung bekerja maka akan mendapatkan penghasilan selama kurun waktu 40 tahun karena ia bekerja mulai umur 20 tahun sampai dengan umur 60 tahun.

(51)

Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUH Perdata tempat tinggal itu adalah tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan. Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka tempat tinggal dianggap di mana sungguh-sungguh berada.

2.1.14 Teori alokasi waktu

Menurut Becker mengemukakan pendekatan baru teori alokasi waktu dengan peredaran kegiatan. Tanggapan Becker terhadap teori Gronau, yaitu bahwa total waktu dibedakan atas waktu produktif yang benar-benar digunakan untuk bekerja (produktiveworking time) dan waktu produktif (productive time) yang digunakan untuk santai(leisure) seperti nonton TV dan aktivitas lain (work at home or not work). Becker membedakan kegunaan waktu berdasarkan beberapa biaya perjam (cost/hour) setiap aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu waktu digunakan saat ini lebih hati-hati dari waktu yang diguakan saat lalu.

(52)

Becker (1993) mendefinisikan bahwa human capital sebagai hasil dari keterampilan, pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki oleh seseorang termasuk akumulasi investasi menjadi aktivitas pendidikan job training dan migarasi.

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Hubungan jarak tempat tinggal dengan pendapatan penerima JKBM

Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan pendapatan untuk pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis pendapatan. Pendapatan masyarakat yang tinggal di perkotaan (pusat kota) umumnya lebih besar dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang tinggal di pedesaan (pinggiran). Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan merupakan pusat perekonomian sehingga memiliki beraneka ragam pekerjaan sesuai dengan keahlian masing-masing orang.

Masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih banyak berprofesi sebagai petani. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga mereka tidak mampu bersaing untuk memperoleh tingkat penghasilan yang tinggi. Menurut Wulida (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendapatan merupakan sumber dana yang dimiliki seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pengguna program dapat memberikan persepsinya secara langsung.

2.2.2 Hubungan jarak tempat tinggal dengan intensitas penggunaan JKBM

(53)

adanya Program JKBM yang tidak memungut biaya (sesuai dengan ketentuan jenis penyakit). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat kota intensitas penggunaan Program JKBM cenderung lebih kecil dibanding masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini disebabkan karena selain mampu untuk berobat ke dokter mereka cenderung enggan untuk mengantri ke puskesmas setempat. Hal ini dikuatkan pula dengan hasil penelitian oleh Candrika Dewi (2014) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsinya tentang peningkatan kesehatan.

2.2.3 Hubungan pendidikan dengan pendapatan penerima JKBM.

Tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap pendapatan seseorang dibandingkan dengan yang hanya tamat sekolah dasar atau bahkan tidak mengenyam tingkat pendidikan sama sekali. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin meningkatkan pendapatannya. Pada umumnya semakin rendah pendidikan seseorang cenderung menyebabkan kesejahteraannya juga rendah (miskin), dan derajat kesehatannya juga rendah.

Tingkat pendidikan secara teoritis sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program, sebab dengan tingkat pendidikan baik, maka kemampuan program untuk menyerap informasi semakin baik. Sebagian besar responden berpendidikan tamat SD sehingga pada umumnya sudah mampu membaca. Namun kondisi pendidikan ini tetap perlu ditingkatkan mengingat masih ada peserta program yang tidak pernah sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin baik kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki.

(54)

baik lagi. Seseorang akan cenderung lebih memilih ke praktek dokter swasta atau ke rumah sakit secara langsung daripada harus memilih jalur berobat ke puskesmas

2.2.4 Hubungan pendidikan dengan intensitas penggunaan JKBM.

Program JKBM dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Umumnya seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi sudah mempunyai jaminan kesehatan baik yang di cover oleh perusahaan/kantor tempatnya bekerja, atau bahkan mereka secara pribadi

memproteksi dirinya. Misalnya dengan mengikuti program asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan yang cukup besar.

Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang kecil cenderung lebih sering menggunakan Program JKBM tersebut, dikarenakan sangat menguntungkan bagi mereka. Selain mereka tidak harus mengeluarkan biaya untuk mengobatan mereka dapat menggunakan penghasilan mereka untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Elifonia (2011) menyebutkan bahwa seseorang yang pernah menempuh pendidikan akan mampu memberikan saran dan kritik dengan baik.

Menurut Wahyu Dwi (2014) responden dengan pendidikan menengah ke atas, perhatian pasien akan kesehatannya lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar, sehingga bila sakit akan langsung berobat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka intensitas pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan akan semakin tinggi.

Gambar

Tabel 1.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Provinsi Bali

Referensi

Dokumen terkait