• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROPINSI JAWA TIMUR DALAM PENYELESAIAN LAPORAN ATAS DUGAAN MAL-ADMINISTRASI PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK. (Studi Kasus di Wilayah Kerja Kota Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROPINSI JAWA TIMUR DALAM PENYELESAIAN LAPORAN ATAS DUGAAN MAL-ADMINISTRASI PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK. (Studi Kasus di Wilayah Kerja Kota Surabaya)."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memperoleh Gelar Sar jana Str ata-1 Ilmu Administr asi Negar a

pada FISIP UPN “Veter a n” J awa Timur

Disusun Oleh :

HERU PRASETYO NPM. 0841010019

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “PERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN PROPINSI J AWA TIMUR DALAM PENYELESAIAN

LAPORAN ATAS DUGAAN MALADMINISTRASI PENYELENGGARA

PELAYANAN PUBLIK”. Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan

kurikulum pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya tugas ini penulis mengucapakan terima kasih sebesar

besarnya kepada Dr. Ertien Rining N, M.Si. selaku dosen pembimbing utama dan

kepada Bapak Tukiman S.Sos, M.Si. selaku dosen pembimbing pendamping yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

Disamping itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi

Negara.

3. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP selaku Sekretaris Program Studi Administrasi

Negara.

4. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan

(3)

Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada

kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia

dan terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah

kesempurnaan skripsi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Juni 2012

(4)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 13

2.1. Penelitian Terdahulu ... 13

2.2. Landasan Teori ... 15

2.2.1. Pengertian Peran... 15

2.2.3. Pengawasan ... 16

2.2.3.1. Pengertian Pengawasan... 16

2.2.3.2. Maksud dan Tujuan Pengawasan... 17

2.2.3.3. Macam-macam Pengawasan... 20

2.2.3.4. Teknik Pengawasan... 24

(5)

2.2.4.4. Prinsip-prinsip Pelayanan... 29

2.2.4.5. Standar Pelayanan Publik... 32

2.2.5. Good Governance ... 33

2.2.5.1. Pengertian Good Governance... 33

2.2.5.2. Asas-asas Good Governance... 34

2.2.5.3. Unsur-unsur dan Prinsip Good Governance... 37

2.2.6. Arti Penting Akuntabilitas Dalam Kinerja Pemerintahan ... 40

2.2.6.1. Pengertian Akuntabilitas... 40

2.2.6.2. Jenis-jenis Akuntabilitas... 41

2.2.6.3. Dimensi Akuntabilitas... 42

2.2.7. Ombudsman ... 45

2.2.7.1. Pengertian Ombudsman ... 45

2.2.7.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Ombudsman... 46

2.2.7.3. Tugas Ombudsman... 47

2.2.7.4. Peran dan Fungsi Ombudsman Nasional... 49

2.2.7.5. Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintah.. 52

(6)

3.3. Lokasi Penelitian ... 64

3.4. Sumber Data ... 65

3.5. Pengumpulan Data ... 67

3.6. Analisis Data ... 69

3.7. Keabsahan Data ... 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 74

4.1. Deskripsi Objek Penelitian... 74

4.1.1. Sejarah Terbentuknya Ombudsman... 74

4.1.2. Alamat Perwakilan Ombudsman Jawa Timur... 76

4.1.3. Visi dan Misi Ombudsman R.I... 76

4.1.3.1. Visi Ombudsman... 76

4.1.3.2. Misi Ombudsman... 76

4.1.4. Nilai-nilai Ombudsman R.I... 77

4.1.5. Tujuan Ombudsman... 78

4.1.6. Struktur Organisasi... 79

4.1.7. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman... 80

4.1.8. Deskripsi Jabatan... 82

4.1.9. Program Kerja Ombudsman RI... 84

4.1.9.1. Pengelolaan Kantor... 84

(7)

4.1.10.2. Laporan Yang Tidak ditindaklanjuti Ombudsman... 87

4.1.10.3. Pemeriksaan Yang dapat Dihentikan Ombudsman... 87

4.1.11. Karakteristik Pegawai... 88

4.1.12. Sarana dan Prasarana Perwakilan Ombudsman Jawa Timur... 90

4.2. Hasil Penelitian... 91

1. Menerima Laporan... 93

A. Prosedur Penerimaan Laporan ... 93

B. Syarat Laporan ... 97

C. Registrasi atau Pendataan... 103

2. Pemeriksaan Substansi... 106

A. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor utuk mendapatkan kebenaran suatu laporan... 107

B. Meminta Klarifikasi dan salinan dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan... 111

3. Tindak Lanjut Laporan... 114

A. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan... .... 115

(8)

B. Pengumuman hasil temuan, kesimpulan, dan

rekomendasi... ... 128

4.3. Pembahasan... 131

1. Menerima Laporan... 131

2. Pemeriksaan Substansi... 138

A. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor utuk mendapatkan kebenaran suatu laporan... 139

B. Meminta Klarifikasi dan salinan dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan... .. 141

3. Tindak Lanjut Laporan... 141

A. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor,terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan... ... 142

B. Menyelesaikan Laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak... . 143

4. Melakukan Investigasi... 145

(9)

A. Kesimpulan... 154

B. Saran... 157

DAFTAR PUSTAKA

(10)

PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK. (Studi Kasus di Wilayah Ker ja Kota Sur abaya).

Penelitian ini didasarkan pada fenomena adanya kasus laporan pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan dan tiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah laporan dugaan mal-administrasi. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa

Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi

Penyelenggara Pelayanan Publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian: 1). Menerima laporan; 2). Pemeriksaan substansi; 3). Menindak lanjuti laporan; 4). Investigasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dengan key person dan informan serta dokumentasi arsip dari Perwakilan Ombudsman R.I Propinsi Jawa Timur.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta menggunakan teknik analisis data model interaktif terhadap obyek penelitian yaitu Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik dapat disimpulkan bahwa :

(11)

1.1 Latar Belaka ng Masa lah

Era reformasi di Indonesia ditandai dengan adanya perubahan pada

berbagai bidang, termasuk bidang pemerintahan yaitu dengan diberlakukannya

UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33/2004 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang intinya

mengatur perubahan penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semula

bersifat sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang desentralistik.

Dengan adanya otonomi yang luas, keberadaan Pemerintah Daerah

untuk melayani kebutuhan masyarakat (public service) semakin penting,

dimana pemerintah daerah dituntut untuk mengaktualisasi isi otonominya agar

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Disamping itu tuntutan untuk

mewujudkan “Good Governance” dan “Clean Government”, pemerintah

daerah dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat

secara efektif, efisien dan akuntabel sebagai konsekuensi atas kewajiban

masyarakat untuk membiayai pelayanan publik yang dituntut oleh masyarakat.

Good governance dan manajemen organisasi yang sehat

merupakan prasyarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan

tugas secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah usaha untuk

(12)

meningkatkan citra, kerja dan kinerja organisasi menuju kearah

profesionalisme dan menunjang terciptanya pemerintahan yang baik (good

governance), perlu penyatuan arah/ pandangan, perlu pedoman/ nilai acuan

yang menjadi pedoman arah yang dituju dalam mengemban tanggung jawab,

strategi pencapaiannya dalam melaksanakan tugas diseluruh unit organisasi

yang secara terpadu yang dinyatakan dalam visi, misi, dan strategi.

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan. Pemerintah mendefinisikan pelayanan umum

sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah di tingkat pusat, daerah dan termasuk badan-badan usaha milik

Negara lainnya yang menyediakan barang atau jasa, baik dalam rangka

pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan

ketentuan perundang-undangan.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi

penting pemerintah di samping distribusi, regulasi, dan proteksi. Fungsi

tersebut merupakan aktualisasi riil atau nyata kontrak sosial yang diberikan

masyarakat kepada pemerintah dalam konteks hubungan Principal-Agent

menurut buku A Theory Of Justice (Rawls, 1971) Terjemahan tahun 2011 Si

Bagus Herman Suryadi. Sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan

sebelumnya, pemerintah justru menimbulkan banyak masalah bagi publik

yang menjadi kliennya. Sangat masuk akal jika pemerintah kemudian

(13)

of solution), pemerintah justru menjadi bagian dari masalah (a part of

problem), bahkan masalah utama, dalam proses penyelenggaraan pelayanan

publik (Weiss, 1995). Sinyalemen terakhir ini bukan tanpa dasar. Hal itu dapat

dilacak dari banyaknya keluhan yang dilontarkan masyarakat berkaitan

dengan buruknya kinerja pelayanan publik. Pelayanan yang bertele-tele dan

cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan-pungutan tambahan,

perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi

masyarakat, pelayanan yang diskriminatif, dan sederetan persoalan lainnya

adalah potret kelabu yang mengafirmasi atau menegaskan sinyalemen di atas.

Contoh fenomena yang diberitakan media masa dibawah ini;

Yogyakar ta Praktek maladministrasi (penyimpangan administrasi) dalam pelayanan publik oleh penyelenggara negara di daerah masih marak. Penyelenggara negara belum berniat menindaklanjuti dan menyelesaikan secara langsung laporan keluhan dari masyarakat. "Terbukti saat ini, pelayanan publik di Indonesia yang dinilai beberapa lembaga survey internasional masih terburuk di Asia dalam hal pelayanan umum, misalnya dalam hal pelayanan bisnis," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Teten Masduki dalam Diskusi Publik 'Wajah Baru ORI, Mencari Sosok Anggota Ideal', di ruang Multimedia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (9/2/2009). Selain masalah buruknya pelayanan publik, kata Teten, sistem pengadilan Indonesia juga dianggap paling buruk dari sepuluh negara di Asia dan termasuk ke dalam 5 negara terkorup di 178 negara. Karena itu Teten menyarankan agar masyarakat tidak segan-segan melaporkan ke lembaga ORI jika menemukan praktik maladministrasi dalam pelayanan publik, baik di tingkat pusat hingga daerah, di BUMN maupun BUMD. Sebab sumber dana operasional penyelenggaraan negara itu sebagian besar berasal dari APBN.

Sumber: http://news.detik.com/read/2009/02/09/191321/1082086/10/teten:-maladministrasi-marak-di-daerah

Dalam model New Public Service, pelayanan publik berdasarkan

(14)

sesama warga (Dwiyanto, 2005:143). Pelayanan publik dapat diberikan oleh

organisasi publik (pemerintah). Organisasi publik dituntut untuk memberikan

pelayanan umum maupun fasilitas sosial kepada masyarakat seperti

penyediaan pendidikan, kesehatan, administrasi dasar, pengurusan sampah, air

minum, listrik dan lainnya (Messi, 1999:12).

Tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan terbaik

dan pemerintah terus melakukan perbaikan dalam segi pelayanan. Untuk itu

pemerintah menerbitkan kebijakan lewat Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur No. 15/PER/M. PAN/7/2008 tentang Pedoman Reformasi Birokrasi.

Latar belakang adanya Reformasi Birokrasi Indonesia adalah:

1. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih

berlangsung hingga saat ini.

2. Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu

memenuhi harapan publik.

3. Tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.

4. Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.

5. Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah

Sumber: Permenpan No. 15/PER/M. PAN/7/2008 Tentang Pedoman Reformasi Birokrasi

Gerakan reformasi ini dengan jelas bahwa mengamanatkan

perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yang lebih

baik, yaitu kehidupan bernegara yang didasarkan pada pemerintahan yang

demokratis dan berlandaskan hukum dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan serta menciptakan keadilan bagi seluruh warga Negara.

Era sebelum reformasi, kehidupan masyarakat dan ekonomi

(15)

(KKN), Secara gamblang masyarakat pada saat itu kerap menyaksikan

praktek-prektek penyimpangan yang dilakukan para pejabat publik tanpa

berdaya menghentikannya. Sepertinya semua hal tersebut sudah bukan

menjadi rahasia umum. Lembaga penegak hukum juga kurang menunjukkan

fungsi idealnya sehingga menghancurkan bangunan kepercayaan masyarakat.

Keadaan tersebut merupakan prakondisi bagi terbangunnya image negatif

terhadap pemerintah (penguasa) dan institusi kenegaraan lainnya sehingga

bermuara pada apatisme sosial.

Penyakit kolusi, korupsi dan nepotisme sudah sangat kronis

menggerogoti hampir setiap sendi birokrasi tanpa ada yang mampu

mengatasinya. Seperti gurita besar dengan beribu tangan yang mencengkeram,

saat itu kita semua hampir tidak memiliki peluang untuk menghancurkannya.

Masyarakat semakin jauh dari harapan memperoleh pelayanan publik sesuai

hak yang dimiliki sebagai warga Negara Indonesia. Pilar-pilar resmi

penegakan hukum pada masa itu juga telah terjebak ke dalam sistem

penegakan hukum yang koruptif, dikarenakan lemahnya kontrol internal

maupun eksternal. Akumulasi dari berbagai kecewaan tersebut kemudian

menjadi pengikat bagi solidaritas bersama antara masyarakat, mahasiswa,

kaum terpelajar dan profesional untuk melakukan gerakan reformasi total pada

tahun 1998 silam. Salah satu hal penting yang diharapkan adalah terjadinya

perubahan mental dan kultur atau budaya birokrasi dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian merangsang beberapa

(16)

lembaga birokrasi dan kenegaraan lainnya yang menyangkut masalah

pelayanan publik. Sebutlah misalnya kelahiran Government Watch Indonesia,

Judicial Watch, Indonesia Corruption Watch, dan lembaga Watch Dog

lainnya yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara. Namun demikian

pengawasan eksternal yang lebih banyak dilakukan kalangan LSM,

Mahasiswa, dan komponen demokrasi lainnya memiliki fungsi terbatas

sebagai lembaga pressure yang secara langsung tidak berpengaruh terhadap

struktur birokrasi dan kekuasaan (Sujata dan Surahman, 2002: 11). Padahal

pada saat yang sama lembaga pengawasan internal yang ada tidak terlalu

terlihat kinerjanya secara memadai, bahkan kadangkala bertindak tidak lebih

sebagai alat justifikasi dan pelindung pejabat publik yang melakukan

penyimpangan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, tujuan dan cita-cita

didirikannya Negara Republik Indonesia tidak lain adalah untuk mewujudkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terwadahi dalam sebuah Negara

Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana berkemakmuran

dalam keadilan dan berkeadilan dalam kemakmuran. Perjalanan bagi

perwujudan keadilan dan kemakmuran tersebut senantiasa harus diawasi

pelaksanaannya. Lembaga-lembaga pengawasan fungsional dan struktural

seperti Kotak Pos 5000, Pengawasan Melekat, Kantor Inspektorat, BPKP,dan

BPK adalah badan-badan yang dibentuk pada masa lalu untuk melakukan

kerja-kerja pengawasan sebagaimana diharapkan. Tetapi lembaga-lembaga

(17)

kerja pengawasan. Mengawasi sebuah sistem yang lembaga pengawasnya

sendiri merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem yang sedang diawasi

adalah menjadi sangat tidak efektif. Walaupun belakangan ada rencana untuk

mengintegrasikan lembaga-lembaga pengawasan tersebut menjadi satu

lembaga pengawasan tersentralistik.

Ide pembentukan lembaga Ombudsman juga tidak terlepas dari

pertanyaan publik tentang sejauh mana efektifitas kinerja dan independensinya

seperti halnya juga dipersoalkan terhadap lembaga-lembaga pengawasan

sebelumnya. Pertanyaan tersebut merupakan sesuatu yang wajar

ditengah-tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami trauma politik dan sosial

berkepanjangan.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang

Komisi Ombudsman Nasional jadilah pada tanggal 10 Maret 2000 Lembaga

Ombudsman resmi dibentuk di Indonesia. Lembaga baru ini secara lengkap

bernama “Komisi Ombudsman Nasional”, berfungsi sebagai lembaga

pengawas eksternal yang secara independen akan melakukan kerja-kerja

pengawasan terhadap penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan

umum yang menjadi tanggung jawab mereka. Kemudian lembaga tersebut

dibentuk kembali berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia dan disetujui dalam pembuatan

Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008,

(18)

Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia

diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh

penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara

negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan

Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan

Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan

perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD.

Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat

mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan

instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan

tugas negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapat

membentuk Perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional. Seluruh

peraturan Perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku bagi

Ombudsman Nasional berlaku pula bagi Perwakilan Ombudsman di daerah.

Penulis mencermati dari fenomena permasalahan pengaduan masyarakat

yang dilaporkan kepada Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Timur

Surabaya pada periode Januari-Desember tahun 2011 yaitu mengalami

(19)

Tabel 1.1

Data J umlah Laporan Ber dasar kan Tindak Lanjut Per iode J anuar i-Desember 2011

Sumber: Ombudsman RI Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data tabel diatas menjelaskan bahwa laporan

pengaduan masyarakat ke Ombudsman Perwakilan Provinsi Jawa Timur

Surabaya tentang kasus pelayanan publik dari periode januari sampai

desember tahun 2011 yang berjumlah 264 kasus, yang sudah terselesaikan ada

197 kasus atau 74, 62 % dan yang belum terselesaikan atau masih proses ada

67 kasus dengan prosentase 25,38 %.

Dengan adanya kasus laporan pengaduan masyarakat yang belum

terselesaikan dan tingkat kenaikan kasus laporan pengaduan masyarakat

mengalami peningkatan maka efektifitas kinerja Ombudsman terhadap

penyelesaian kasus laporan pengaduan masyarakat perlu dipertanyakan.

Masalahnya dalam kurun waktu satu tahun periode januari-desember 2011 ada

25, 38 % atau 67 kasus belum dapat terselesaikan dan sampai sekarang ini

sudah berganti tahun kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah oleh

Ombudsman Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Alasan Ombudsman belum

bisa menyelesaikan kasus yang masih tertunda itu di latar belakangi beberapa

(20)

1. Laporan tersebut masuk pada bulan November-Desember tahun 2011.

2. Laporan tersebut masih memerlukan data-data lain.

3. Permintaan kelengkapan data belum terpenuhi oleh pelapor.

(Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Ombudsman Perwakilan Propinsi Jawa Timur)

Dari beberapa faktor diatas menyatakan pelaksanaan dalam

penyelesaian laporan dugaan Mal-administrasi pelayanan publik yang

dilakukan oleh Ombudsman masih belum optimal. Di Karenakan oleh adanya

beberapa faktor-faktor diatas, sehingga tidak memungkinkan menjalankan

fungsinya sebagai lembaga pengawas.

Ombudsman Perwakilan provinsi Jawa Timur Surabaya sudah

mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan laporan

pengaduan masyarakat dengan akurat dan tepat waktu. Terselesaikannya

laporan pengaduan masyarakat tentang kasus Mal-administrasi pelayanan

publik, akan menjadi tolok ukur keberhasilan kinerja Ombudsman perwakilan

provinsi Jawa Timur Surabaya dalam memberikan layanan pengaduan atau

komplaint masyarakat terhadap instansi penyelenggara layanan publik.

Sesuai dengan penjelasan masalah diatas dalam pelaksanaan

Program penyelesaian atau penanganan laporan masyarakat yang dilaksanakan

oleh Ombudsman, pengawasan dan evaluasi pelayanan publik yang telah di

jelaskan khususnya untuk wilayah provinsi Jawa Timur maka peneliti tertarik

untuk melakukan kajian penelitian tentang Peran Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas

(21)

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Peran Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian

Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam

Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara

Pelayanan Publik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara

nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi penulis.

2. Bagi Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jawa

Timur.

Diharapkaan dapat memberikan masukan dan saran secara teoritis di

dalam Efektifitas Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan

(22)

3. Bagi Kampus

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan bacaan bagi

perpustakaan dan juga sebagai bahan tambahan literatur dan referensi bagi

penelitian sejenis di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa

(23)

2.1 Penelitian Ter dahulu

Adapun acuan yang dijadikan peneliti sebagai bahan pertimbangan

dari penyelesaian penelitian ini adalah dengan melihat dari penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya, yaitu :

1). Asri M Saleh, Jurnal Hukum Respublica Tahun 2004. “ Ar ti Penting

Kehadir an Ombudsman Bagi Masyar akat Di Pr opinsi Riau ”,

Keberadaan Ombudsman di Indonesia adalah untuk menghadapi

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah, membantu aparatur

Negara dalam melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, serta

memaksa para pemegang kekuasaan untuk melaksanakan

pertanggung-jawaban dengan baik. Keberadaannya dirasakan sangat diperlukan dan

mendapat sambutan yang serius dari masyarakat, demikian juga halnya

dipropinsi Riau, apalagi sejak didengungkannya otonomi daerah,

Ombudsman diharapkan dapat menciptakan budaya hukum, kesadaran

hukum, dan kepatuhan hukum dalam masyarakat serta diharapkan lembaga

Ombudsman dapat membantu dalam mengawasi kinerja aparatur pemerintah

di daerah, agar roda pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan

(24)

2). Setiajeng Kadarsih, Jurnal Dinamika Hukum 2010. Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. “ Tugas Dan

Wewenang Ombudsman Republik Indonesia Dalam Pelayanan Publik

Menur ut Undang-undang No. 37 Tahun 2008 ”. Ombudsman Republik

Indonesia adalah lembaga yang memiliki kemandirian, tidak memiliki

hubungan organik dengan Negara dan lembaga-lembaga pemerintahan lain

dan juga saat menjalankan tugas bebas dari keterlibatan lembaga lainnya.

Lembaga ini memiliki hak untuk mengontrol pelayanan publik. Hak

ombudsman terdapat dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008

tentang Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, Ombudsman

diperbolehkan untuk memberikan nasihat kepada pemerintah untuk

melakukan perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan prosedur pelayanan

publik dalam untuk menghindari masalah mal-administrasi.

3). Erwan Agus Purwanto, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik,

Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun

2008. “ Keluhan Sebagai Bentuk Par tisipasi ”. Untuk mendapatkan akses

yang sama terhadap baik kualitas pelayanan publik adalah hak setiap warga

negara. Sayangnya, kualitas pelayanan publik di Indonesia masih jauh di

bawah harapan rakyat. Praktek korupsi adalah faktor utama yang harus

dituding sebagai sumber masalah dalam kasus ini. Ada banyak cara untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik. Salah satunya adalah mendorong

kesadaran masyarakat untuk mengeluh atau mengadu ketika mereka merasa

(25)

pemerintah. Untuk memudahkan orang untuk mengeluh atau mengadu.

Banyak negara maju membentuk lembaga yang disebut ombudsman. Artikel

ini membahas efektivitas ombudsman lokal provinsi Yogyakarta khusus

dalam menyalurkan keluhan rakyat sebagai cara untuk meningkatkan kualitas

pelayanan publik di provinsi ini.

Persamaan dari penelitian terdahulu pertama, kedua dan ketiga

adalah sama-sama meneliti tentang keberadaan, tugas dan fungsi Ombudsman

sebagai lembaga pengawasan atau pengontrol kualitas pelayanan publik dan

menggunakan metode analisis kualitatif. Sedangkan perbedaannya yaitu

terletak pada obyek penelitian yang berbeda. Kemudian manfaat dari uraian

penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah merujuk pada peran

tugas dan fungsi Ombudsman dalam penyelesaian laporan atas dugaan

mal-administrasi penyelenggara pelayanan publik yang bertujuan untuk

peningkatan kualitas pelayanan publik dan terwujudnya pemerintahan yang

baik.

2.2 Landasan Teor i

2.2.1 Penger tian Per an

Pengertian peran menurut Sorjono Soekanto (2002:243)

merupakan aspek dinamisi kedudukan (status), apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

(26)

Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1974;768) dalam

buku “Ensiklopedia Manajamen” mengungkapkan sebagai berikut:

1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

2. Pola perilaku yang diharapakan dapat menyertai suatu status.

3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik

yang ada padanya.

5. Fungsi setiap variabel dalam hunbungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa

peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian

dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran

mengenai hunbungan 2 variabel yang mempunyai hubungan sebab

akibat.

2.2.3 Pengawasan

2.2.3.1 Penger tian Pengawasan

Menurut Siagian (1990 : 107) dalam bukunya “filsafat

Administrasi” Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada

pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar

supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai

(27)

Menurut Situmorang dan Juhir (1994:19) memberikan

definisi pengawasan sebagai berikut “Pengawasan adalah

kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

sebelumnya”.

Menurut Manullang (1997:136) dalam bukunya

“Dasar-dasar Manajemen” Pengawasan yaitu “suatu proses untuk

menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya

dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan

pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.

Dari beberapa pengertian para ahli diatas maka dapat

disimpulkan bahwa Pengawasan adalah setiap usaha dan

tindakan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang

harus dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak

dicapai.

2.2.3.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan

a). Maksud Pengawasan

Dalam Situmorang dan Juhir (1994 : 22)

pengawasan diadakan dengan maksud :

1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak.

2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh

(28)

terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau

timbulnya kesalahan yang baru.

3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah

ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan

sesuai dengan yang telah direncanakan.

4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program

(fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan

dalam planning atau tidak.

5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang

telah ditetapkan dalam planning, yaitu standart.

Sedangkan menurut White dalam Situmorang dan Juhir

(1994 : 23) bahwa maksud pengawasan adalah :

1. Untuk menjamin bahwa kekuasaan itu digunakan untuk

tujuan yang diperintah dan mendapat dukungan serta

persetujuan dari rakyat.

2. Untuk melindungi Hak asasi manusia yang telah dijamin

oleh undang-undang dari pada tindakan penyalahgunaan

kekuasaan.

Kemudian mengenai maksud pengawasan menurut

Rachman dalam Situmorang dan Juhir (1994 : 23) adalah :

1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai

(29)

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan

sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah

ditetapkan.

3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta

kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya,

sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan untuk

memperbaiki serta mencegah pengulangan

kegiatan-kegiatan yang salah.

4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien

dan apakah tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan

lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih

benar.

b). Tujuan Pengawasan.

Tujuan dari suatu pengawasan menurut Situmorang

dan Juhir (1994 : 26) adalah :

1. Agar terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan

berwibawa yang didukung oleh suatu system manajemen

pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta

ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi

dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat

(kontrol sosial) yang obyektif, sehat serta bertanggung

(30)

2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan

aparatur pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang

sehat. Agar adanya kelugasan dalam melaksanakan

tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu

dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan rasa

berdosa yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran

agama.

Sedangkan pengawasan itu secara langsung juga bertujuan

untuk :

1.Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana,

kebijaksanaan dan perintah.

2.Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.

3.Mencegah pemborosan dan penyelewengan.

4.Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang

atau jasa yang dihasilkan.

5.Membina kepercayaan masyarakat terhadap

kepemimpinan organisasi.

2.2.3.3 Macam-macam Pengawasan

Menurut Situmorang dan Juhir (1994 : 27), untuk

mencapai tujuan organisasi, maka dalam hal pengawasan ini

dapat pula diklasifikasikan macam-macam pengawasan

(31)

1. Pengawasan Langsung dan Pengawasan tidak Langsung

a. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang

dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas

dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek

sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan dan

menerima laporan-laporan secara langsung pula dari

pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.

b. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung diadakan dengan

mempelajari laporan-laporan yang diterima dari

pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari

pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa

pengawas “on the spot”.

2. Pengawasan Pr eventif dan r epr esif

Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif dilakukan melalui preaudit sebelum

pekerjaan dimulai.

Pengawasan Represif

Pengawasan represif dilakukan melalui post-audit, dengan

pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi),

(32)

3. Pengawasan Inter n dan Ekster n

Pengawasan Intern.

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh

aparat dalam organisasi itu sendiri.

Pengawasan Ekstern.

Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan

oleh aparat dari luar organisassi sendiri.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1989, ditegaskan mengenai macam-macam

pengawasan. Adapun macam-macam pengawasan menurut

Instruksi Presiden tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan Melekat (WASKAT)

Adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai

pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan

langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau

represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut

berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana

kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pengawasan melekat sebenarnya merupakan salah satu

fungsi manajemen yang terus dilakukan oleh setiap

atasan sebagai pimpinan di samping perencanaan dan

(33)

bukan hal yang rumit, melainkan merupakan disiplin diri

yang harus ditumbuhkan para atasan untuk

melakukannya.

Pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat

diharapkan sebagai “pendidik” terhadap anak buahnya,

sehingga fungsi pengawasan melekat pimpinan pada

bawahan atau yang dipimpinnya memiliki unsur

pendidikan pula, yakni dalam bentuk pembinaan kepala

suatu unit kerja organisasi terhadap anak buahnya.

2. Pengawasan Fungsional (WASNAL)

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat

pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah

maupun ekstern pemerintah, yang dilaksanakan terhadap

pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan

pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan

perundang-undang yang berlaku.

3. Pengawasan Masyarakat (WASMAS)

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga

masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,

disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur

pemerintah yang berkepentingan berupa sumbangan

pikiran, saran, gagasan, atau pengaduan yang bersifat

(34)

2.2.3.4 Teknik Pengawasan

Menurut Lubis (1994 : 163) pengawasan dapat dilakukan

dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut :

a. Pengawasan langsung

Pengawasan langsung dilakukan oleh manajer pada waktu

kegiatan-kegiatan sedang berjalan.

Pengawasan Langsung dapat berbentuk :

1. Inspeksi langsung

2. Observasi di tempat (on the spot observation)

3. Laporan di tempat (on the spot report) yang berarti juga

penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan.

b. Pengawasan tidak Langsung

Pengawasan ini adalah pengawasan dari jarak jauh melalui

laporan yang disampaikan oleh para bawahan.

Laporan ini dapat berbentuk :

1. Laporan lisan

Laporan lisan adalah suatu keterangan dari hasil akhir

kegiatan yang disampaikan dengan cara lisan atau

pembicaraan langsung kepada bawahan.

2. Laporan tertulis

Laporan tertulis adalah suatu keterangan dari hasil akhir

kegiatan yang dilaporkan dengan cara tertulis melalui

(35)

Kelemahan dari pengawasan bentuk ini adalah bahwa di

dalam laporan-laporan itu hanya dibuat laporan-laporan yang

baik saja yang akan menyenangkan atasan. Manajer yang

baik akan meminta laporan tentang hal-hal yang baik maupun

yang tidak baik. Sebab kalau laporan-laporan itu berlainan

dengan kenyataan selain akan menyebabkan kesan yang

berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.

Sedangkan menurut Siagian (1996 : 139), teknik pengawasan

terdiri dari :

a. Pengawasan Langsung

Yang dimaksud pengawasan langsung adalah apabila

pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan

terhadap kegiatan yang sedang dijalankan.

b. Pengawasan tidak Langsung

Yang dimaksud pengawasan tidak langsung adalah

pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan

melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan.

2.2.4 Pelayanan

2.2.4.1 Penger tian Pelayanan

Menurut Soegiarto (2002 : 36) pelayanan diartikan sebagai

(36)

orang lain yang tingkatan pemuasnya hanya dapat dirasakan

oleh orang yang melayani maupun dilayani.

Menurut Ratminto dan Winarsih (2006 : 5), pelayanan publik

adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang

publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi

tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di

pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara

atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya

pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Boediono (2003 : 60) pelayanan adalah suatu

proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang

memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar

terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Berdasarkan pemikiran

tentang pelayanan tersebut maka dapat diketahui bahwa

pelayanan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Dari pengertian diatas, ada dua pihak

yang terlibat di dalamnya yaitu pelayan (servant) dan pelanggan

(customer). Dalam hal ini pelayan merupakan pihak yang

menyediakan layanan bagi kebutuhan customer (masyarakat).

Menurut peraturan daerah propinsi jawa timur No. 11

tahun 2005 tentang pelayanan publik di propinsi jawa timur.

(37)

pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap

warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan

pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara

yang terkait dengan kepentingan publik.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh

penyelenggara pelayanan publik yaitu instansi pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan layanan sesuai dengan hak-hak dasar

setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan

pelayanan administarsi yang ditingkatkan pemuasan hanya dapat

dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. sehingga

penerima mendapatkan haknya melalui sistem prosedur dan

metode tertentu sesuai dengan perundang-undang.

2.2.4.2 Tujuan Pelayanan

Sebagai suatu proses kegiatan, pelayanan umum memiliki

sasaran akhir yaitu kepuasan hak yang dilayani. Menurut

Moenir (2001:197) untuk mencapai kepuasan itu banyak hal

yang harus diperhatikan:

1. Tingkah laku yang sopan.

2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa

yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan.

(38)

4. Keramah-tamahan.

Sedangkan menurut Kotler (1992 : 226), tujuan pelayanan

adalah untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen atau

masyarakat yang maksimal. Karena tingkat kepuasan konsumen

dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen selaku

pengguna barang dan jasa yang disediakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan

pelayanan adalah menciptakan tingkat kepuasan masyarakat

yang maksimal sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai penerima

pelayanan.

2.2.4.3 Asas-asas Pelayanan

Menurut Ratminto (2005:19) asas-asas pelayanan publik

terdiri dari :

1. Transparan

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta secara mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas

Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan

(39)

3. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip

efisiensi dan efektifitas.

4. Partisipasi

Mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku,

ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayan publik harus memenuhi

hak dan kewajiban masing-masing pihak.

2.2.4.4 Pr insip-pr insip Pelayanan

Menurut Islami (2004:4) dalam bukunya “Manajemen

pelayan publik” setiap petugas pelayanan harus memahami

beberapa prinsip pokok dalam memberikan pelayanan kepada

masarakat yaitu:

1. Prinsip Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah

(40)

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan

publik

b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan

bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan

dan penyelesaian keluhan atau persoalan atau

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara

pembayaran.

3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam

kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat

dan sah.

5. Keamanan

Proses produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum.

6. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat

yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan

(41)

7. Kelengkapan sarana dan prasaran

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja

dan pendukung lainya yang memadai termasuk penyedia

sarana teknologi telekomunikasi dan informatika

(telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat

memanfaatkan teknologi, telekomunikasi dan

informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan

santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan

ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan

ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan

yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas

pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat

(42)

2.2.4.5 Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki

standar pelayanan dan publikasi sebagai jaminan adanya

kepastian sebagai penerima pelayanan. Standar pelayanan

merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan

pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima

pelayanan.

Standar pelayanan menurut Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003

sekurang-kurangnya meliputi:

1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan

penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak pengajuan

permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan

termasuk pengaduan.

3. Biaya Pelayanan

Biaya / tarif pelayanan termasuk rinciannya yang

ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan

(43)

5. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Kompetensi pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan

tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan,

sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

2.2.5 Good Gover nance

Good Governance merupakan paradigma baru dan menjadi ciri

yang perlu ada dalam sistem administrasi publik. Secara umum,

Governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan

masyarakat yang dilayanai dan dilindunginya, Governance mencakup 3

(tiga) domain yaitu state (negara/pemerintahan), private sectors (sektor

swasta/dunia usaha), dan Society/masyarakat (Sedarmayanti, 2009 :

270).

2.2.5.1 Penger tian Good Gover na nce

Secara sederhana Good Governance dapat diartikan

sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang

memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilanya

bisa diandalkan dan administrasinya bertanggungjawab pada

(44)

Sedangkan United Nations Development Programme

(UNDP) sebagaimana dikutip Sedarmayanti (2009:271)

mengartikan Good Governance sektor publik sebagai suatu

proses tata-kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan

stake holders, terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial

politik dan pemanfaatan beragam sumber daya alam, keuangan,

dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan

menganut asas-asas keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi,

transparansi dan akuntabilitas.

Dengan demikian Good Governance (Pemerintahan yang

baik) dapat disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu

mempertanggung-jawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan

yang dibuat secara politik, hukum maupun ekonomi dan

diinformasikan secara terbuka kepada publik untuk melakukan

Pengawasan (Kontrol) dan jika dalam prakteknya telah

merugikan kepentingan rakyat, dengan demikian harus mampu

mempertanggung-jawabkan dan menerima tuntutan hukum atas

tindakan tersebut.

2.2.5.2 Asas-asas Good Gover nance

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik tercermin

dalam ketetapan Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2000

(45)

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 3 penjelasanya

ditetapkan mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik,

yaitu:

1. Kepastian Hukum

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,

kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan negara.

2. Tertib Penyelenggaraan Negara

mengutamakan keteraturan, keserasian dalam pengendalian

dan penyelenggaraan negara.

3. Kepentingan Umum

mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang

aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Keterbukaan

membuka diri terhadap masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia

negara.

5. Proporsionalitas

mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban

(46)

6. Profesionalitas

mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan

ketentuan perundang-undangn yang berlaku.

7. Akuntabilitas

Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan

penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggung-jawabkan kepada rakyat atau masyarakat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan asas-asas Good Governance menurut

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 20 Tentang Penyelenggaraaan Pemerintahan meliputi:

1. Kepastian hukum

2. Tertib penyelenggaraan negara

3. Kepentingan umum

4. Keterbukaan

5. Proporsionalitas

6. Profesionalitas

7. Akuntabilitas

8. Efisiensi

(47)

2.2.5.3 Unsur -Unsur dan Pr insip Good Gover nance

Banyak pendekatan yang dikembangkan oleh para ahli

untuk mengukur tingkat keberhasilan dan pelembagaaan Good

Governance. United Nations Development Programme (UNDP)

mendekatinya dengan Prinsip-Prinsip yang dikenal sebagai

“Prinsip-Prinsip Good Governance”, UNDP mengemukakan

sembilan prinsip, yakni:

1. Partisipasi masyarakat

semua warga masyarakat mempunyai suara dalam

pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun

melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang

mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh

tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan

mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk

berpartisipasi secara kontstruktif atau menyeluruh.

2. Tegaknya supremasi hukum

Kerangka hukum harus adil dan diperlakukan tanpa pandang

bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut

hak asasi manusia.

3. Transparansi

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas.

Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan

(48)

berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai

agar dapat di mengerti dan di pantau.

4. Daya tanggap

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus

berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani

kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu

konsensus menyeluruh dalam apa hal yang terbaik bagi

kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin,

konsensus dalam kebijakan-kebijakan dan

prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan

memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan efisiensi

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga

membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan

dengan menggunakan sumber-sumber daya yang seoptimal

mungkin.

8. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan

(49)

kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang

berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut

berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis

organisasi yang bersangkutan.

9. Visi strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang

luas dan jauh kedepan atas tata pemerintahan yang baik dan

pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang

dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.

Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas

kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi

dasar bagi perspektif tersebut.

Secara umum kesembilan asas tersebut dalam konteks good

governance dapat disarikan menjadi tiga hal yaitu: akuntabilitas

publik, kepastian hukum (rule of law) dan transparansi publik

(Masthuri, 2001 : 20) Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa

setiap perilaku dan tindakan pejabat publik baik dalam membuat

kebijakan (public policy), mengatur dan membelanjakan

keuangan negara maupun melaksanakan penegakan hukum

haruslah terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat, sedangkan transparansi publik mensyaratkan bahwa

setiap pejabat publik berkewajiban membuka ruang partisipasi

(50)

(khususnya menyangkut dengan pengelolaan sumber daya

publik) dengan membuka akses dan memberikan informasi yang

benar, jujur dan tidak diskriminatif, baik diminta maupun tidak

diminta oleh masyarakat.

2.2.6 Ar ti Penting Akuntabilitas Dalam Kiner ja Pemer intahan

Birokrasi publik sebagai pelaku kebijakan dan pelayanan publik,

menurut Widodo (2001:147) seharusnya tidak hanya sekedar netral

terhadap partai politik dan golongan tertentu, tapi juga harus

bertanggung-jawab terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku, dan

sepak terjangnya kepada publik (rakyat) dalam kerangka menjalankan

tugas, fungsi dan kewenangan yang diberikan kepadanya.

Hal ini disebabkan karena rakyat disamping sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara, juga karena rakyat sebagai pemilik dari

setiap kekayaan negara, sumber pendapatan negara, pemerintah,

kewenangan, kekuasaan dan lain sebagainya. Karena sudah sewajarnya,

manakala para pemegang kekuasaan yang telah menggunakan

kekuasaan dan sumber daya keuangan yang berasal dari rakyat, harus

dipertanggung-jawabkan kepada publik (rakyat).

2.2.6.1 Penger tian Akuntabilitas

Kumorotomo dalam Dwiyanto (2005 : 101) mengartikan

(51)

tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan

publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.

Sedangkan akuntabilitas publik menurut Mahmudi (2005 :

27) adalah kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola

sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas

dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suber daya

publik kepada pemberi mandat (prinsipal). Mahmudi

menambahkan dalam konteks organisasi pemerintah,

akuntablitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas

dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang

berkepentingan, dimana penekanan yang utama dari

akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik

dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku kepentingan

(stakeholder).

Sehingga dengan demikian dalam pengertian yang lebih

luas, akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggugjawaban

pegawai pemerintah kepada publik yang menjadi konsumen

pelayananya, konsep ini timbul seiring tuntutan perkembangan

demokratisasi.

2.2.6.2 J enis-jenis Akuntabilitas

Menurut Mahmudi (2005) akuntabilitas publik terdiri

(52)

1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)

adalah akuntabilitas kepada otoritas yang lebih tinggi,

misalnya akuntabilitas kepada kepala dinas kepada bupati

atau walikota, menteri kepada presiden, dan sebagainnya.

2. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).

adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau terhadap

sesama lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan

atasan bawahan.

2.2.6.3 Dimensi Akuntabilitas

Menurut Mahmudi (2005) Akuntabilitas publik yang harus

dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa

aspek dimensi akuntablitas yang harus dipenuhi oleh

lembaga-lembaga publik tersebut antara lain :

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas

lembaga-lembaga publik untuk berprilaku jujur dalam

bekerja dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.

Pengguna dana publik harus dilakukan secara benar dan

mendapatkan otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan

dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang

disyaratkan dalam menjalankan organisasi. Sedangkan

(53)

penyalahgunaan jabatan, kolusi dan korupsi. Akuntabilitas

hukum menuntut penegakan hukum (law enforcement),

sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik

organisasi yang sehat tidak terjadi mal-praktek dan

maladministrasi.

2. Akuntabilitas Manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban

lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi

secara efektif dan efisien. Akuntabilitas manajerial juga

dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance

accountability). Akuntabilitas manajerial juga berhubungan

dengan akuntabilitas proses (procces accountability) yang

berarti bahwa proses organisasi harus dapat

dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi

inefisien dan ketidak efektifan organisasi.

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan

apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan

apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif

program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya

yang minimal. Lembaga publik harus

mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat

(54)

4. Akuntabilias Kebijakan

Akuntabilitas terkait dengan pertanggugjawaban lembaga

publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggung

jawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan

mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam

membuat kebijakan harus dipertimbangkan tujuan kebijakan

tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa sasarannya,

pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang

terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif)

atas kebijakan tersebut.

5. Akuntabilitas Finansial

Adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk

menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi,

efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran

dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan

pada ukuran anggaran dan finansial. Akuntabilitas finansial

sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan

menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas

finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk

membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja

(55)

2.2.7 Ombudsman

Ombudsman berasal dari bahasa Swedia yakni Ombudsman,

yang berarti perwakilan, pengawas, inspektur, supervisi, pembela

masyarakat dan wakil kelompok. Pembentukan lembaga ombudsman

pertama kali di Swedia berdasarkan konstitusi Tahun 1809, kemudian

diikuti oleh negara-negara lain seperti Denmark (UU Ombudsman

Tahun 1954), Norwegia (UU Ombudsman Tahun 1962), Selandia Baru

(UU Ombudsman Tahun 1962), Inggris (Parliamentary Commissioner

for Nationale Ombudsman).

Pada saat ini sekitar 130 negara telah memiliki lembaga

ombudsman termasuk Indonesia dengan nama-nama yang beraneka

macam. Di perancis Ombudsman ini dinamai ”Mediateur de la

Republique”, di Honggaria: Komisaris Hak Asasi Manusia, di Portugal:

”Provedor de Justice”, di Austria: ”Volksanwaltschaft”, di Spanyol:

Defensor del Poublo (Pembela Rakyat), di Rumania Ombudsman juga

disebut Pembela Rakyat, di Inggris: ”Parliamentary Commissioner for

Administration”, di Jerman: Komisi Bundestog (Parlemen) yang

memeriksa surat-surat permohonan/pengaduan Masyarakat.

2.2.7.1 Penger tian Ombudsman

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1998 : 276)

Ombudsman didefinisikan sebagai badan atau petugas

(56)

masyarakat tentang perilaku pegawai negeri yang tidak benar,

seperti penyalah-gunaan wewenang, kelambatan penyelesaian

tugas dan lainya.

Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 37 Tahun

2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman

adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan

mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang

diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan

termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik

Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas

menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau

seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja

daerah.

2.2.7.2 Maksud dan Tujuan Pembentukan Ombudsman

Menurut Sujata dan Surahman (2002 : 11-12),

Ombudsman sebagai institusi pengawas dibentuk dengan

maksud sebagai wadah untuk menjembatani antara rakyat

sebagai sumber kekuasaan dengan Pemerintah sebagai

(57)

Sedangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 37 Tahun

2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman

Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk:

1. Mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih;

baik di pusat maupun di daerah sesuai dengan asas-asas

pemerintahan yang baik, dalam kerangka negara hukum

yang demokratis, transparan dan bertanggung jawab.

2. Meningkatkan mutu pelayanan negara disegala bidang

sehingga setiap warga negara dan penduduk Indonesia

memperoleh keadilan, rasa aman serta peningkatan

kesejahteraan.

3. Membantu menciptakan serta meningkatkan upaya

pemberantasan praktek-praktek mal-administrasi,

diskriminasi, kolusi, korupsi dan nepotisme.

4. Meningkatkan budaya hukum nasional dan membangun

kesadaran hukum masyarakat, sehingga supremasi hukum

dapat ditegakkan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.

2.2.7.3 Tugas Ombudsman

Menurut pasal 7 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008

tentang Ombudsman Republik Indonesia menyatakan bahwa

(58)

a. Menerima Laporan atas dugaan Mal-administrasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik.

b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan.

c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang

lingkup kewenangan Ombudsman.

d. Melakukan Investigasi atas prakarsa sendiri terhadap

dugaan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik.

e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga

Negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga

kemasyarakatan dan perseorangan.

f. Membangun jaringan kerja.

g. Melakukan upaya pencegahan Mal-administrasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik.

h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Sedangkan menurut pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun

2011 Tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja

Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di Daerah

mengatakan bahwa Perwakilan Ombudsman mempunyai tugas

yaitu;

a. Menerima Laporan atas dugaan mal-administrasi dalam

(59)

b. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan di wilayah

kerjanya.

c. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang

lingkup kewenangan Ombudsman di wilayah kerjanya.

d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap

dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik di wilayah kerjanya.

e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintahan

daerah, instansi pemerintah lainnya, lembaga pendidikan,

lembaga kemasyarakatan, dan perseorangan.

f. Membangun jaringan kerja.

g. Melakukan upaya pencegahan mal-administrasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik di wilayah kerjanya.

h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Ombudsman.

2.2.7.4 Per an dan Fungsi Ombudsman

Menurut Sujata dan Surahman (2002 : 88) Ombudsman

memiliki peran dalam mengupayakan partisipasi masyarakat

dengan menciptakan keadaan yang kondusif bagi terwujudnya

birokrasi sederhana yang bersih, pelayanan umum yang baik,

penyelenggaraan peradilan yang efisien dan profesional

termasuk proses peradilan (persidangan) yang independen dan

Gambar

Tabel 1.1 Data Jumlah Laporan Berdasarkan Tindak Lanjut
Gambar 1 Kerangka Berfikir
Gambar 2   Analisis Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman
Gambar 3 : Struktur Ombudsman R.I Perwakilan Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun KHTM dari filtrat rimpang temu putih sebesar 50 mg/mL sudah mampu menghambat penyakit yang disebabkan oleh bakteri E.coli karena walaupun konsentrasi

Pada 04 April 2017, Perpustakaan Tun Abdul Razak, Cawangan Negeri Sembilan Kampus Kuala Pilah telah menerima lawatan dari Sekolah Menengah Kebang- saan Dangi yang disertai oleh

Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau memengaruhi variabel lainnya. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi; 1) Motivasi adalah pemberian

"Apakah aku akan menemuimu besok?" (Makna will pada kalimat di atas menunjukkan suatu permintaan yang sopan dari Noah agar bisa bertemu dengan Allie besok.).. Makna yang

Seorang pegawai, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji merupakan alat untuk

Tujuan penelitian ini adalah : (a) untuk mengkaji potensi pertumbuhan dan produksi biomassa khususnya azolla pada variasi tingkat nutrisi air kolam, (b)

Bagi peneliti, penelitian ini bisa digunakan sebagai tambahan khazanah keilmuan yang berkaitan dengan pendidikan keluarga yang diterapkan Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi kitin terhadap ion Pb(II) dengan cara fosforilasi dan juga mempelajari pengaruh pH dan waktu kontak