SKRIPSI
Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memperoleh Gelar Sar jana Str ata-1 Ilmu Administr asi Negar a
pada FISIP UPN “Veter a n” J awa Timur
Disusun Oleh :
HERU PRASETYO NPM. 0841010019
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “PERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
PERWAKILAN PROPINSI J AWA TIMUR DALAM PENYELESAIAN
LAPORAN ATAS DUGAAN MALADMINISTRASI PENYELENGGARA
PELAYANAN PUBLIK”. Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan
kurikulum pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
Dalam tersusunnya tugas ini penulis mengucapakan terima kasih sebesar
besarnya kepada Dr. Ertien Rining N, M.Si. selaku dosen pembimbing utama dan
kepada Bapak Tukiman S.Sos, M.Si. selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.
Disamping itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi
Negara.
3. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP selaku Sekretaris Program Studi Administrasi
Negara.
4. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan
Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada
kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia
dan terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah
kesempurnaan skripsi.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Juni 2012
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL... xi
ABSTRAKSI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 13
2.1. Penelitian Terdahulu ... 13
2.2. Landasan Teori ... 15
2.2.1. Pengertian Peran... 15
2.2.3. Pengawasan ... 16
2.2.3.1. Pengertian Pengawasan... 16
2.2.3.2. Maksud dan Tujuan Pengawasan... 17
2.2.3.3. Macam-macam Pengawasan... 20
2.2.3.4. Teknik Pengawasan... 24
2.2.4.4. Prinsip-prinsip Pelayanan... 29
2.2.4.5. Standar Pelayanan Publik... 32
2.2.5. Good Governance ... 33
2.2.5.1. Pengertian Good Governance... 33
2.2.5.2. Asas-asas Good Governance... 34
2.2.5.3. Unsur-unsur dan Prinsip Good Governance... 37
2.2.6. Arti Penting Akuntabilitas Dalam Kinerja Pemerintahan ... 40
2.2.6.1. Pengertian Akuntabilitas... 40
2.2.6.2. Jenis-jenis Akuntabilitas... 41
2.2.6.3. Dimensi Akuntabilitas... 42
2.2.7. Ombudsman ... 45
2.2.7.1. Pengertian Ombudsman ... 45
2.2.7.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Ombudsman... 46
2.2.7.3. Tugas Ombudsman... 47
2.2.7.4. Peran dan Fungsi Ombudsman Nasional... 49
2.2.7.5. Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintah.. 52
3.3. Lokasi Penelitian ... 64
3.4. Sumber Data ... 65
3.5. Pengumpulan Data ... 67
3.6. Analisis Data ... 69
3.7. Keabsahan Data ... 72
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 74
4.1. Deskripsi Objek Penelitian... 74
4.1.1. Sejarah Terbentuknya Ombudsman... 74
4.1.2. Alamat Perwakilan Ombudsman Jawa Timur... 76
4.1.3. Visi dan Misi Ombudsman R.I... 76
4.1.3.1. Visi Ombudsman... 76
4.1.3.2. Misi Ombudsman... 76
4.1.4. Nilai-nilai Ombudsman R.I... 77
4.1.5. Tujuan Ombudsman... 78
4.1.6. Struktur Organisasi... 79
4.1.7. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman... 80
4.1.8. Deskripsi Jabatan... 82
4.1.9. Program Kerja Ombudsman RI... 84
4.1.9.1. Pengelolaan Kantor... 84
4.1.10.2. Laporan Yang Tidak ditindaklanjuti Ombudsman... 87
4.1.10.3. Pemeriksaan Yang dapat Dihentikan Ombudsman... 87
4.1.11. Karakteristik Pegawai... 88
4.1.12. Sarana dan Prasarana Perwakilan Ombudsman Jawa Timur... 90
4.2. Hasil Penelitian... 91
1. Menerima Laporan... 93
A. Prosedur Penerimaan Laporan ... 93
B. Syarat Laporan ... 97
C. Registrasi atau Pendataan... 103
2. Pemeriksaan Substansi... 106
A. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor utuk mendapatkan kebenaran suatu laporan... 107
B. Meminta Klarifikasi dan salinan dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan... 111
3. Tindak Lanjut Laporan... 114
A. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan... .... 115
B. Pengumuman hasil temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi... ... 128
4.3. Pembahasan... 131
1. Menerima Laporan... 131
2. Pemeriksaan Substansi... 138
A. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor utuk mendapatkan kebenaran suatu laporan... 139
B. Meminta Klarifikasi dan salinan dokumen yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan laporan... .. 141
3. Tindak Lanjut Laporan... 141
A. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor,terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan... ... 142
B. Menyelesaikan Laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak... . 143
4. Melakukan Investigasi... 145
A. Kesimpulan... 154
B. Saran... 157
DAFTAR PUSTAKA
PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK. (Studi Kasus di Wilayah Ker ja Kota Sur abaya).
Penelitian ini didasarkan pada fenomena adanya kasus laporan pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan dan tiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah laporan dugaan mal-administrasi. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa
Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi
Penyelenggara Pelayanan Publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian: 1). Menerima laporan; 2). Pemeriksaan substansi; 3). Menindak lanjuti laporan; 4). Investigasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dengan key person dan informan serta dokumentasi arsip dari Perwakilan Ombudsman R.I Propinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta menggunakan teknik analisis data model interaktif terhadap obyek penelitian yaitu Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik dapat disimpulkan bahwa :
1.1 Latar Belaka ng Masa lah
Era reformasi di Indonesia ditandai dengan adanya perubahan pada
berbagai bidang, termasuk bidang pemerintahan yaitu dengan diberlakukannya
UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33/2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang intinya
mengatur perubahan penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semula
bersifat sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang desentralistik.
Dengan adanya otonomi yang luas, keberadaan Pemerintah Daerah
untuk melayani kebutuhan masyarakat (public service) semakin penting,
dimana pemerintah daerah dituntut untuk mengaktualisasi isi otonominya agar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Disamping itu tuntutan untuk
mewujudkan “Good Governance” dan “Clean Government”, pemerintah
daerah dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara efektif, efisien dan akuntabel sebagai konsekuensi atas kewajiban
masyarakat untuk membiayai pelayanan publik yang dituntut oleh masyarakat.
Good governance dan manajemen organisasi yang sehat
merupakan prasyarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan
tugas secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah usaha untuk
meningkatkan citra, kerja dan kinerja organisasi menuju kearah
profesionalisme dan menunjang terciptanya pemerintahan yang baik (good
governance), perlu penyatuan arah/ pandangan, perlu pedoman/ nilai acuan
yang menjadi pedoman arah yang dituju dalam mengemban tanggung jawab,
strategi pencapaiannya dalam melaksanakan tugas diseluruh unit organisasi
yang secara terpadu yang dinyatakan dalam visi, misi, dan strategi.
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan. Pemerintah mendefinisikan pelayanan umum
sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di tingkat pusat, daerah dan termasuk badan-badan usaha milik
Negara lainnya yang menyediakan barang atau jasa, baik dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan.
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi
penting pemerintah di samping distribusi, regulasi, dan proteksi. Fungsi
tersebut merupakan aktualisasi riil atau nyata kontrak sosial yang diberikan
masyarakat kepada pemerintah dalam konteks hubungan Principal-Agent
menurut buku A Theory Of Justice (Rawls, 1971) Terjemahan tahun 2011 Si
Bagus Herman Suryadi. Sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan
sebelumnya, pemerintah justru menimbulkan banyak masalah bagi publik
yang menjadi kliennya. Sangat masuk akal jika pemerintah kemudian
of solution), pemerintah justru menjadi bagian dari masalah (a part of
problem), bahkan masalah utama, dalam proses penyelenggaraan pelayanan
publik (Weiss, 1995). Sinyalemen terakhir ini bukan tanpa dasar. Hal itu dapat
dilacak dari banyaknya keluhan yang dilontarkan masyarakat berkaitan
dengan buruknya kinerja pelayanan publik. Pelayanan yang bertele-tele dan
cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan-pungutan tambahan,
perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi
masyarakat, pelayanan yang diskriminatif, dan sederetan persoalan lainnya
adalah potret kelabu yang mengafirmasi atau menegaskan sinyalemen di atas.
Contoh fenomena yang diberitakan media masa dibawah ini;
Yogyakar ta Praktek maladministrasi (penyimpangan administrasi) dalam pelayanan publik oleh penyelenggara negara di daerah masih marak. Penyelenggara negara belum berniat menindaklanjuti dan menyelesaikan secara langsung laporan keluhan dari masyarakat. "Terbukti saat ini, pelayanan publik di Indonesia yang dinilai beberapa lembaga survey internasional masih terburuk di Asia dalam hal pelayanan umum, misalnya dalam hal pelayanan bisnis," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Teten Masduki dalam Diskusi Publik 'Wajah Baru ORI, Mencari Sosok Anggota Ideal', di ruang Multimedia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (9/2/2009). Selain masalah buruknya pelayanan publik, kata Teten, sistem pengadilan Indonesia juga dianggap paling buruk dari sepuluh negara di Asia dan termasuk ke dalam 5 negara terkorup di 178 negara. Karena itu Teten menyarankan agar masyarakat tidak segan-segan melaporkan ke lembaga ORI jika menemukan praktik maladministrasi dalam pelayanan publik, baik di tingkat pusat hingga daerah, di BUMN maupun BUMD. Sebab sumber dana operasional penyelenggaraan negara itu sebagian besar berasal dari APBN.
Sumber: http://news.detik.com/read/2009/02/09/191321/1082086/10/teten:-maladministrasi-marak-di-daerah
Dalam model New Public Service, pelayanan publik berdasarkan
sesama warga (Dwiyanto, 2005:143). Pelayanan publik dapat diberikan oleh
organisasi publik (pemerintah). Organisasi publik dituntut untuk memberikan
pelayanan umum maupun fasilitas sosial kepada masyarakat seperti
penyediaan pendidikan, kesehatan, administrasi dasar, pengurusan sampah, air
minum, listrik dan lainnya (Messi, 1999:12).
Tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan terbaik
dan pemerintah terus melakukan perbaikan dalam segi pelayanan. Untuk itu
pemerintah menerbitkan kebijakan lewat Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur No. 15/PER/M. PAN/7/2008 tentang Pedoman Reformasi Birokrasi.
Latar belakang adanya Reformasi Birokrasi Indonesia adalah:
1. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih
berlangsung hingga saat ini.
2. Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu
memenuhi harapan publik.
3. Tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.
4. Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.
5. Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah
Sumber: Permenpan No. 15/PER/M. PAN/7/2008 Tentang Pedoman Reformasi Birokrasi
Gerakan reformasi ini dengan jelas bahwa mengamanatkan
perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yang lebih
baik, yaitu kehidupan bernegara yang didasarkan pada pemerintahan yang
demokratis dan berlandaskan hukum dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan serta menciptakan keadilan bagi seluruh warga Negara.
Era sebelum reformasi, kehidupan masyarakat dan ekonomi
(KKN), Secara gamblang masyarakat pada saat itu kerap menyaksikan
praktek-prektek penyimpangan yang dilakukan para pejabat publik tanpa
berdaya menghentikannya. Sepertinya semua hal tersebut sudah bukan
menjadi rahasia umum. Lembaga penegak hukum juga kurang menunjukkan
fungsi idealnya sehingga menghancurkan bangunan kepercayaan masyarakat.
Keadaan tersebut merupakan prakondisi bagi terbangunnya image negatif
terhadap pemerintah (penguasa) dan institusi kenegaraan lainnya sehingga
bermuara pada apatisme sosial.
Penyakit kolusi, korupsi dan nepotisme sudah sangat kronis
menggerogoti hampir setiap sendi birokrasi tanpa ada yang mampu
mengatasinya. Seperti gurita besar dengan beribu tangan yang mencengkeram,
saat itu kita semua hampir tidak memiliki peluang untuk menghancurkannya.
Masyarakat semakin jauh dari harapan memperoleh pelayanan publik sesuai
hak yang dimiliki sebagai warga Negara Indonesia. Pilar-pilar resmi
penegakan hukum pada masa itu juga telah terjebak ke dalam sistem
penegakan hukum yang koruptif, dikarenakan lemahnya kontrol internal
maupun eksternal. Akumulasi dari berbagai kecewaan tersebut kemudian
menjadi pengikat bagi solidaritas bersama antara masyarakat, mahasiswa,
kaum terpelajar dan profesional untuk melakukan gerakan reformasi total pada
tahun 1998 silam. Salah satu hal penting yang diharapkan adalah terjadinya
perubahan mental dan kultur atau budaya birokrasi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian merangsang beberapa
lembaga birokrasi dan kenegaraan lainnya yang menyangkut masalah
pelayanan publik. Sebutlah misalnya kelahiran Government Watch Indonesia,
Judicial Watch, Indonesia Corruption Watch, dan lembaga Watch Dog
lainnya yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara. Namun demikian
pengawasan eksternal yang lebih banyak dilakukan kalangan LSM,
Mahasiswa, dan komponen demokrasi lainnya memiliki fungsi terbatas
sebagai lembaga pressure yang secara langsung tidak berpengaruh terhadap
struktur birokrasi dan kekuasaan (Sujata dan Surahman, 2002: 11). Padahal
pada saat yang sama lembaga pengawasan internal yang ada tidak terlalu
terlihat kinerjanya secara memadai, bahkan kadangkala bertindak tidak lebih
sebagai alat justifikasi dan pelindung pejabat publik yang melakukan
penyimpangan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, tujuan dan cita-cita
didirikannya Negara Republik Indonesia tidak lain adalah untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terwadahi dalam sebuah Negara
Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana berkemakmuran
dalam keadilan dan berkeadilan dalam kemakmuran. Perjalanan bagi
perwujudan keadilan dan kemakmuran tersebut senantiasa harus diawasi
pelaksanaannya. Lembaga-lembaga pengawasan fungsional dan struktural
seperti Kotak Pos 5000, Pengawasan Melekat, Kantor Inspektorat, BPKP,dan
BPK adalah badan-badan yang dibentuk pada masa lalu untuk melakukan
kerja-kerja pengawasan sebagaimana diharapkan. Tetapi lembaga-lembaga
kerja pengawasan. Mengawasi sebuah sistem yang lembaga pengawasnya
sendiri merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem yang sedang diawasi
adalah menjadi sangat tidak efektif. Walaupun belakangan ada rencana untuk
mengintegrasikan lembaga-lembaga pengawasan tersebut menjadi satu
lembaga pengawasan tersentralistik.
Ide pembentukan lembaga Ombudsman juga tidak terlepas dari
pertanyaan publik tentang sejauh mana efektifitas kinerja dan independensinya
seperti halnya juga dipersoalkan terhadap lembaga-lembaga pengawasan
sebelumnya. Pertanyaan tersebut merupakan sesuatu yang wajar
ditengah-tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami trauma politik dan sosial
berkepanjangan.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang
Komisi Ombudsman Nasional jadilah pada tanggal 10 Maret 2000 Lembaga
Ombudsman resmi dibentuk di Indonesia. Lembaga baru ini secara lengkap
bernama “Komisi Ombudsman Nasional”, berfungsi sebagai lembaga
pengawas eksternal yang secara independen akan melakukan kerja-kerja
pengawasan terhadap penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan
umum yang menjadi tanggung jawab mereka. Kemudian lembaga tersebut
dibentuk kembali berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia dan disetujui dalam pembuatan
Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008,
Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia
diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh
penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara
negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan
Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan
Non-Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan
perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD.
Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat
mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan
instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.
Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan
tugas negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapat
membentuk Perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional. Seluruh
peraturan Perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku bagi
Ombudsman Nasional berlaku pula bagi Perwakilan Ombudsman di daerah.
Penulis mencermati dari fenomena permasalahan pengaduan masyarakat
yang dilaporkan kepada Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Timur
Surabaya pada periode Januari-Desember tahun 2011 yaitu mengalami
Tabel 1.1
Data J umlah Laporan Ber dasar kan Tindak Lanjut Per iode J anuar i-Desember 2011
Sumber: Ombudsman RI Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan data tabel diatas menjelaskan bahwa laporan
pengaduan masyarakat ke Ombudsman Perwakilan Provinsi Jawa Timur
Surabaya tentang kasus pelayanan publik dari periode januari sampai
desember tahun 2011 yang berjumlah 264 kasus, yang sudah terselesaikan ada
197 kasus atau 74, 62 % dan yang belum terselesaikan atau masih proses ada
67 kasus dengan prosentase 25,38 %.
Dengan adanya kasus laporan pengaduan masyarakat yang belum
terselesaikan dan tingkat kenaikan kasus laporan pengaduan masyarakat
mengalami peningkatan maka efektifitas kinerja Ombudsman terhadap
penyelesaian kasus laporan pengaduan masyarakat perlu dipertanyakan.
Masalahnya dalam kurun waktu satu tahun periode januari-desember 2011 ada
25, 38 % atau 67 kasus belum dapat terselesaikan dan sampai sekarang ini
sudah berganti tahun kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah oleh
Ombudsman Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Alasan Ombudsman belum
bisa menyelesaikan kasus yang masih tertunda itu di latar belakangi beberapa
1. Laporan tersebut masuk pada bulan November-Desember tahun 2011.
2. Laporan tersebut masih memerlukan data-data lain.
3. Permintaan kelengkapan data belum terpenuhi oleh pelapor.
(Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala Ombudsman Perwakilan Propinsi Jawa Timur)
Dari beberapa faktor diatas menyatakan pelaksanaan dalam
penyelesaian laporan dugaan Mal-administrasi pelayanan publik yang
dilakukan oleh Ombudsman masih belum optimal. Di Karenakan oleh adanya
beberapa faktor-faktor diatas, sehingga tidak memungkinkan menjalankan
fungsinya sebagai lembaga pengawas.
Ombudsman Perwakilan provinsi Jawa Timur Surabaya sudah
mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan laporan
pengaduan masyarakat dengan akurat dan tepat waktu. Terselesaikannya
laporan pengaduan masyarakat tentang kasus Mal-administrasi pelayanan
publik, akan menjadi tolok ukur keberhasilan kinerja Ombudsman perwakilan
provinsi Jawa Timur Surabaya dalam memberikan layanan pengaduan atau
komplaint masyarakat terhadap instansi penyelenggara layanan publik.
Sesuai dengan penjelasan masalah diatas dalam pelaksanaan
Program penyelesaian atau penanganan laporan masyarakat yang dilaksanakan
oleh Ombudsman, pengawasan dan evaluasi pelayanan publik yang telah di
jelaskan khususnya untuk wilayah provinsi Jawa Timur maka peneliti tertarik
untuk melakukan kajian penelitian tentang Peran Ombudsman Republik
Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas
1.2 Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Peran Ombudsman
Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian
Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara Pelayanan Publik ?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Jawa Timur Dalam
Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Mal-administrasi Penyelenggara
Pelayanan Publik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara
nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi penulis.
2. Bagi Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jawa
Timur.
Diharapkaan dapat memberikan masukan dan saran secara teoritis di
dalam Efektifitas Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan
Propinsi Jawa Timur Dalam Penyelesaian Laporan Atas Dugaan
3. Bagi Kampus
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan bacaan bagi
perpustakaan dan juga sebagai bahan tambahan literatur dan referensi bagi
penelitian sejenis di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa
2.1 Penelitian Ter dahulu
Adapun acuan yang dijadikan peneliti sebagai bahan pertimbangan
dari penyelesaian penelitian ini adalah dengan melihat dari penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, yaitu :
1). Asri M Saleh, Jurnal Hukum Respublica Tahun 2004. “ Ar ti Penting
Kehadir an Ombudsman Bagi Masyar akat Di Pr opinsi Riau ”,
Keberadaan Ombudsman di Indonesia adalah untuk menghadapi
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah, membantu aparatur
Negara dalam melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, serta
memaksa para pemegang kekuasaan untuk melaksanakan
pertanggung-jawaban dengan baik. Keberadaannya dirasakan sangat diperlukan dan
mendapat sambutan yang serius dari masyarakat, demikian juga halnya
dipropinsi Riau, apalagi sejak didengungkannya otonomi daerah,
Ombudsman diharapkan dapat menciptakan budaya hukum, kesadaran
hukum, dan kepatuhan hukum dalam masyarakat serta diharapkan lembaga
Ombudsman dapat membantu dalam mengawasi kinerja aparatur pemerintah
di daerah, agar roda pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan
2). Setiajeng Kadarsih, Jurnal Dinamika Hukum 2010. Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. “ Tugas Dan
Wewenang Ombudsman Republik Indonesia Dalam Pelayanan Publik
Menur ut Undang-undang No. 37 Tahun 2008 ”. Ombudsman Republik
Indonesia adalah lembaga yang memiliki kemandirian, tidak memiliki
hubungan organik dengan Negara dan lembaga-lembaga pemerintahan lain
dan juga saat menjalankan tugas bebas dari keterlibatan lembaga lainnya.
Lembaga ini memiliki hak untuk mengontrol pelayanan publik. Hak
ombudsman terdapat dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, Ombudsman
diperbolehkan untuk memberikan nasihat kepada pemerintah untuk
melakukan perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan prosedur pelayanan
publik dalam untuk menghindari masalah mal-administrasi.
3). Erwan Agus Purwanto, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik,
Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun
2008. “ Keluhan Sebagai Bentuk Par tisipasi ”. Untuk mendapatkan akses
yang sama terhadap baik kualitas pelayanan publik adalah hak setiap warga
negara. Sayangnya, kualitas pelayanan publik di Indonesia masih jauh di
bawah harapan rakyat. Praktek korupsi adalah faktor utama yang harus
dituding sebagai sumber masalah dalam kasus ini. Ada banyak cara untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Salah satunya adalah mendorong
kesadaran masyarakat untuk mengeluh atau mengadu ketika mereka merasa
pemerintah. Untuk memudahkan orang untuk mengeluh atau mengadu.
Banyak negara maju membentuk lembaga yang disebut ombudsman. Artikel
ini membahas efektivitas ombudsman lokal provinsi Yogyakarta khusus
dalam menyalurkan keluhan rakyat sebagai cara untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik di provinsi ini.
Persamaan dari penelitian terdahulu pertama, kedua dan ketiga
adalah sama-sama meneliti tentang keberadaan, tugas dan fungsi Ombudsman
sebagai lembaga pengawasan atau pengontrol kualitas pelayanan publik dan
menggunakan metode analisis kualitatif. Sedangkan perbedaannya yaitu
terletak pada obyek penelitian yang berbeda. Kemudian manfaat dari uraian
penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah merujuk pada peran
tugas dan fungsi Ombudsman dalam penyelesaian laporan atas dugaan
mal-administrasi penyelenggara pelayanan publik yang bertujuan untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik dan terwujudnya pemerintahan yang
baik.
2.2 Landasan Teor i
2.2.1 Penger tian Per an
Pengertian peran menurut Sorjono Soekanto (2002:243)
merupakan aspek dinamisi kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1974;768) dalam
buku “Ensiklopedia Manajamen” mengungkapkan sebagai berikut:
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapakan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik
yang ada padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hunbungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa
peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian
dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran
mengenai hunbungan 2 variabel yang mempunyai hubungan sebab
akibat.
2.2.3 Pengawasan
2.2.3.1 Penger tian Pengawasan
Menurut Siagian (1990 : 107) dalam bukunya “filsafat
Administrasi” Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai
Menurut Situmorang dan Juhir (1994:19) memberikan
definisi pengawasan sebagai berikut “Pengawasan adalah
kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya”.
Menurut Manullang (1997:136) dalam bukunya
“Dasar-dasar Manajemen” Pengawasan yaitu “suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya
dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.
Dari beberapa pengertian para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Pengawasan adalah setiap usaha dan
tindakan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang
harus dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak
dicapai.
2.2.3.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan
a). Maksud Pengawasan
Dalam Situmorang dan Juhir (1994 : 22)
pengawasan diadakan dengan maksud :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak.
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah
ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan
sesuai dengan yang telah direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program
(fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan
dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang
telah ditetapkan dalam planning, yaitu standart.
Sedangkan menurut White dalam Situmorang dan Juhir
(1994 : 23) bahwa maksud pengawasan adalah :
1. Untuk menjamin bahwa kekuasaan itu digunakan untuk
tujuan yang diperintah dan mendapat dukungan serta
persetujuan dari rakyat.
2. Untuk melindungi Hak asasi manusia yang telah dijamin
oleh undang-undang dari pada tindakan penyalahgunaan
kekuasaan.
Kemudian mengenai maksud pengawasan menurut
Rachman dalam Situmorang dan Juhir (1994 : 23) adalah :
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan
sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan.
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta
kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya,
sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan untuk
memperbaiki serta mencegah pengulangan
kegiatan-kegiatan yang salah.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien
dan apakah tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan
lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih
benar.
b). Tujuan Pengawasan.
Tujuan dari suatu pengawasan menurut Situmorang
dan Juhir (1994 : 26) adalah :
1. Agar terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan
berwibawa yang didukung oleh suatu system manajemen
pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta
ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi
dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat
(kontrol sosial) yang obyektif, sehat serta bertanggung
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan
aparatur pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang
sehat. Agar adanya kelugasan dalam melaksanakan
tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu
dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan rasa
berdosa yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran
agama.
Sedangkan pengawasan itu secara langsung juga bertujuan
untuk :
1.Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana,
kebijaksanaan dan perintah.
2.Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.
3.Mencegah pemborosan dan penyelewengan.
4.Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang
atau jasa yang dihasilkan.
5.Membina kepercayaan masyarakat terhadap
kepemimpinan organisasi.
2.2.3.3 Macam-macam Pengawasan
Menurut Situmorang dan Juhir (1994 : 27), untuk
mencapai tujuan organisasi, maka dalam hal pengawasan ini
dapat pula diklasifikasikan macam-macam pengawasan
1. Pengawasan Langsung dan Pengawasan tidak Langsung
a. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang
dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas
dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek
sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan dan
menerima laporan-laporan secara langsung pula dari
pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung diadakan dengan
mempelajari laporan-laporan yang diterima dari
pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari
pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa
pengawas “on the spot”.
2. Pengawasan Pr eventif dan r epr esif
Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif dilakukan melalui preaudit sebelum
pekerjaan dimulai.
Pengawasan Represif
Pengawasan represif dilakukan melalui post-audit, dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi),
3. Pengawasan Inter n dan Ekster n
Pengawasan Intern.
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat dalam organisasi itu sendiri.
Pengawasan Ekstern.
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh aparat dari luar organisassi sendiri.
Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1989, ditegaskan mengenai macam-macam
pengawasan. Adapun macam-macam pengawasan menurut
Instruksi Presiden tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengawasan Melekat (WASKAT)
Adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan
langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau
represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara berdaya guna sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengawasan melekat sebenarnya merupakan salah satu
fungsi manajemen yang terus dilakukan oleh setiap
atasan sebagai pimpinan di samping perencanaan dan
bukan hal yang rumit, melainkan merupakan disiplin diri
yang harus ditumbuhkan para atasan untuk
melakukannya.
Pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat
diharapkan sebagai “pendidik” terhadap anak buahnya,
sehingga fungsi pengawasan melekat pimpinan pada
bawahan atau yang dipimpinnya memiliki unsur
pendidikan pula, yakni dalam bentuk pembinaan kepala
suatu unit kerja organisasi terhadap anak buahnya.
2. Pengawasan Fungsional (WASNAL)
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah
maupun ekstern pemerintah, yang dilaksanakan terhadap
pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan
perundang-undang yang berlaku.
3. Pengawasan Masyarakat (WASMAS)
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur
pemerintah yang berkepentingan berupa sumbangan
pikiran, saran, gagasan, atau pengaduan yang bersifat
2.2.3.4 Teknik Pengawasan
Menurut Lubis (1994 : 163) pengawasan dapat dilakukan
dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut :
a. Pengawasan langsung
Pengawasan langsung dilakukan oleh manajer pada waktu
kegiatan-kegiatan sedang berjalan.
Pengawasan Langsung dapat berbentuk :
1. Inspeksi langsung
2. Observasi di tempat (on the spot observation)
3. Laporan di tempat (on the spot report) yang berarti juga
penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan.
b. Pengawasan tidak Langsung
Pengawasan ini adalah pengawasan dari jarak jauh melalui
laporan yang disampaikan oleh para bawahan.
Laporan ini dapat berbentuk :
1. Laporan lisan
Laporan lisan adalah suatu keterangan dari hasil akhir
kegiatan yang disampaikan dengan cara lisan atau
pembicaraan langsung kepada bawahan.
2. Laporan tertulis
Laporan tertulis adalah suatu keterangan dari hasil akhir
kegiatan yang dilaporkan dengan cara tertulis melalui
Kelemahan dari pengawasan bentuk ini adalah bahwa di
dalam laporan-laporan itu hanya dibuat laporan-laporan yang
baik saja yang akan menyenangkan atasan. Manajer yang
baik akan meminta laporan tentang hal-hal yang baik maupun
yang tidak baik. Sebab kalau laporan-laporan itu berlainan
dengan kenyataan selain akan menyebabkan kesan yang
berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.
Sedangkan menurut Siagian (1996 : 139), teknik pengawasan
terdiri dari :
a. Pengawasan Langsung
Yang dimaksud pengawasan langsung adalah apabila
pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan
terhadap kegiatan yang sedang dijalankan.
b. Pengawasan tidak Langsung
Yang dimaksud pengawasan tidak langsung adalah
pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan
melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan.
2.2.4 Pelayanan
2.2.4.1 Penger tian Pelayanan
Menurut Soegiarto (2002 : 36) pelayanan diartikan sebagai
orang lain yang tingkatan pemuasnya hanya dapat dirasakan
oleh orang yang melayani maupun dilayani.
Menurut Ratminto dan Winarsih (2006 : 5), pelayanan publik
adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang
publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Boediono (2003 : 60) pelayanan adalah suatu
proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Berdasarkan pemikiran
tentang pelayanan tersebut maka dapat diketahui bahwa
pelayanan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dari pengertian diatas, ada dua pihak
yang terlibat di dalamnya yaitu pelayan (servant) dan pelanggan
(customer). Dalam hal ini pelayan merupakan pihak yang
menyediakan layanan bagi kebutuhan customer (masyarakat).
Menurut peraturan daerah propinsi jawa timur No. 11
tahun 2005 tentang pelayanan publik di propinsi jawa timur.
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap
warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara
yang terkait dengan kepentingan publik.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan publik yaitu instansi pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan layanan sesuai dengan hak-hak dasar
setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan
pelayanan administarsi yang ditingkatkan pemuasan hanya dapat
dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. sehingga
penerima mendapatkan haknya melalui sistem prosedur dan
metode tertentu sesuai dengan perundang-undang.
2.2.4.2 Tujuan Pelayanan
Sebagai suatu proses kegiatan, pelayanan umum memiliki
sasaran akhir yaitu kepuasan hak yang dilayani. Menurut
Moenir (2001:197) untuk mencapai kepuasan itu banyak hal
yang harus diperhatikan:
1. Tingkah laku yang sopan.
2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa
yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan.
4. Keramah-tamahan.
Sedangkan menurut Kotler (1992 : 226), tujuan pelayanan
adalah untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen atau
masyarakat yang maksimal. Karena tingkat kepuasan konsumen
dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen selaku
pengguna barang dan jasa yang disediakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan
pelayanan adalah menciptakan tingkat kepuasan masyarakat
yang maksimal sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai penerima
pelayanan.
2.2.4.3 Asas-asas Pelayanan
Menurut Ratminto (2005:19) asas-asas pelayanan publik
terdiri dari :
1. Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta secara mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip
efisiensi dan efektifitas.
4. Partisipasi
Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku,
ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayan publik harus memenuhi
hak dan kewajiban masing-masing pihak.
2.2.4.4 Pr insip-pr insip Pelayanan
Menurut Islami (2004:4) dalam bukunya “Manajemen
pelayan publik” setiap petugas pelayanan harus memahami
beberapa prinsip pokok dalam memberikan pelayanan kepada
masarakat yaitu:
1. Prinsip Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah
2. Kejelasan
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
publik
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
dan penyelesaian keluhan atau persoalan atau
sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara
pembayaran.
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat
dan sah.
5. Keamanan
Proses produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum.
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat
yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan
7. Kelengkapan sarana dan prasaran
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja
dan pendukung lainya yang memadai termasuk penyedia
sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat
memanfaatkan teknologi, telekomunikasi dan
informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan
santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan
ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan
yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas
pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat
2.2.4.5 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki
standar pelayanan dan publikasi sebagai jaminan adanya
kepastian sebagai penerima pelayanan. Standar pelayanan
merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima
pelayanan.
Standar pelayanan menurut Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003
sekurang-kurangnya meliputi:
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan
Biaya / tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
5. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan
tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan,
sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
2.2.5 Good Gover nance
Good Governance merupakan paradigma baru dan menjadi ciri
yang perlu ada dalam sistem administrasi publik. Secara umum,
Governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan
masyarakat yang dilayanai dan dilindunginya, Governance mencakup 3
(tiga) domain yaitu state (negara/pemerintahan), private sectors (sektor
swasta/dunia usaha), dan Society/masyarakat (Sedarmayanti, 2009 :
270).
2.2.5.1 Penger tian Good Gover na nce
Secara sederhana Good Governance dapat diartikan
sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang
memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilanya
bisa diandalkan dan administrasinya bertanggungjawab pada
Sedangkan United Nations Development Programme
(UNDP) sebagaimana dikutip Sedarmayanti (2009:271)
mengartikan Good Governance sektor publik sebagai suatu
proses tata-kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan
stake holders, terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial
politik dan pemanfaatan beragam sumber daya alam, keuangan,
dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan
menganut asas-asas keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas.
Dengan demikian Good Governance (Pemerintahan yang
baik) dapat disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu
mempertanggung-jawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan
yang dibuat secara politik, hukum maupun ekonomi dan
diinformasikan secara terbuka kepada publik untuk melakukan
Pengawasan (Kontrol) dan jika dalam prakteknya telah
merugikan kepentingan rakyat, dengan demikian harus mampu
mempertanggung-jawabkan dan menerima tuntutan hukum atas
tindakan tersebut.
2.2.5.2 Asas-asas Good Gover nance
Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik tercermin
dalam ketetapan Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2000
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 3 penjelasanya
ditetapkan mengenai asas-asas umum pemerintahan yang baik,
yaitu:
1. Kepastian Hukum
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan negara.
2. Tertib Penyelenggaraan Negara
mengutamakan keteraturan, keserasian dalam pengendalian
dan penyelenggaraan negara.
3. Kepentingan Umum
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Keterbukaan
membuka diri terhadap masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
5. Proporsionalitas
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
6. Profesionalitas
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan perundang-undangn yang berlaku.
7. Akuntabilitas
Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggung-jawabkan kepada rakyat atau masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan asas-asas Good Governance menurut
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 20 Tentang Penyelenggaraaan Pemerintahan meliputi:
1. Kepastian hukum
2. Tertib penyelenggaraan negara
3. Kepentingan umum
4. Keterbukaan
5. Proporsionalitas
6. Profesionalitas
7. Akuntabilitas
8. Efisiensi
2.2.5.3 Unsur -Unsur dan Pr insip Good Gover nance
Banyak pendekatan yang dikembangkan oleh para ahli
untuk mengukur tingkat keberhasilan dan pelembagaaan Good
Governance. United Nations Development Programme (UNDP)
mendekatinya dengan Prinsip-Prinsip yang dikenal sebagai
“Prinsip-Prinsip Good Governance”, UNDP mengemukakan
sembilan prinsip, yakni:
1. Partisipasi masyarakat
semua warga masyarakat mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun
melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh
tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara kontstruktif atau menyeluruh.
2. Tegaknya supremasi hukum
Kerangka hukum harus adil dan diperlakukan tanpa pandang
bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut
hak asasi manusia.
3. Transparansi
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas.
Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat di mengerti dan di pantau.
4. Daya tanggap
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus
berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam apa hal yang terbaik bagi
kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin,
konsensus dalam kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan
dengan menggunakan sumber-sumber daya yang seoptimal
mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut
berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis
organisasi yang bersangkutan.
9. Visi strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang
luas dan jauh kedepan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.
Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas
kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi
dasar bagi perspektif tersebut.
Secara umum kesembilan asas tersebut dalam konteks good
governance dapat disarikan menjadi tiga hal yaitu: akuntabilitas
publik, kepastian hukum (rule of law) dan transparansi publik
(Masthuri, 2001 : 20) Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa
setiap perilaku dan tindakan pejabat publik baik dalam membuat
kebijakan (public policy), mengatur dan membelanjakan
keuangan negara maupun melaksanakan penegakan hukum
haruslah terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat, sedangkan transparansi publik mensyaratkan bahwa
setiap pejabat publik berkewajiban membuka ruang partisipasi
(khususnya menyangkut dengan pengelolaan sumber daya
publik) dengan membuka akses dan memberikan informasi yang
benar, jujur dan tidak diskriminatif, baik diminta maupun tidak
diminta oleh masyarakat.
2.2.6 Ar ti Penting Akuntabilitas Dalam Kiner ja Pemer intahan
Birokrasi publik sebagai pelaku kebijakan dan pelayanan publik,
menurut Widodo (2001:147) seharusnya tidak hanya sekedar netral
terhadap partai politik dan golongan tertentu, tapi juga harus
bertanggung-jawab terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku, dan
sepak terjangnya kepada publik (rakyat) dalam kerangka menjalankan
tugas, fungsi dan kewenangan yang diberikan kepadanya.
Hal ini disebabkan karena rakyat disamping sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara, juga karena rakyat sebagai pemilik dari
setiap kekayaan negara, sumber pendapatan negara, pemerintah,
kewenangan, kekuasaan dan lain sebagainya. Karena sudah sewajarnya,
manakala para pemegang kekuasaan yang telah menggunakan
kekuasaan dan sumber daya keuangan yang berasal dari rakyat, harus
dipertanggung-jawabkan kepada publik (rakyat).
2.2.6.1 Penger tian Akuntabilitas
Kumorotomo dalam Dwiyanto (2005 : 101) mengartikan
tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.
Sedangkan akuntabilitas publik menurut Mahmudi (2005 :
27) adalah kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola
sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas
dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suber daya
publik kepada pemberi mandat (prinsipal). Mahmudi
menambahkan dalam konteks organisasi pemerintah,
akuntablitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas
dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, dimana penekanan yang utama dari
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik
dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku kepentingan
(stakeholder).
Sehingga dengan demikian dalam pengertian yang lebih
luas, akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggugjawaban
pegawai pemerintah kepada publik yang menjadi konsumen
pelayananya, konsep ini timbul seiring tuntutan perkembangan
demokratisasi.
2.2.6.2 J enis-jenis Akuntabilitas
Menurut Mahmudi (2005) akuntabilitas publik terdiri
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)
adalah akuntabilitas kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya akuntabilitas kepada kepala dinas kepada bupati
atau walikota, menteri kepada presiden, dan sebagainnya.
2. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).
adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau terhadap
sesama lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan
atasan bawahan.
2.2.6.3 Dimensi Akuntabilitas
Menurut Mahmudi (2005) Akuntabilitas publik yang harus
dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa
aspek dimensi akuntablitas yang harus dipenuhi oleh
lembaga-lembaga publik tersebut antara lain :
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas
lembaga-lembaga publik untuk berprilaku jujur dalam
bekerja dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.
Pengguna dana publik harus dilakukan secara benar dan
mendapatkan otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan
dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
disyaratkan dalam menjalankan organisasi. Sedangkan
penyalahgunaan jabatan, kolusi dan korupsi. Akuntabilitas
hukum menuntut penegakan hukum (law enforcement),
sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik
organisasi yang sehat tidak terjadi mal-praktek dan
maladministrasi.
2. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban
lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi
secara efektif dan efisien. Akuntabilitas manajerial juga
dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance
accountability). Akuntabilitas manajerial juga berhubungan
dengan akuntabilitas proses (procces accountability) yang
berarti bahwa proses organisasi harus dapat
dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi
inefisien dan ketidak efektifan organisasi.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan
apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan
apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif
program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya
yang minimal. Lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat
4. Akuntabilias Kebijakan
Akuntabilitas terkait dengan pertanggugjawaban lembaga
publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil.
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggung
jawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam
membuat kebijakan harus dipertimbangkan tujuan kebijakan
tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa sasarannya,
pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang
terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif)
atas kebijakan tersebut.
5. Akuntabilitas Finansial
Adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk
menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi,
efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran
dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan
pada ukuran anggaran dan finansial. Akuntabilitas finansial
sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan
menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas
finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk
membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja
2.2.7 Ombudsman
Ombudsman berasal dari bahasa Swedia yakni Ombudsman,
yang berarti perwakilan, pengawas, inspektur, supervisi, pembela
masyarakat dan wakil kelompok. Pembentukan lembaga ombudsman
pertama kali di Swedia berdasarkan konstitusi Tahun 1809, kemudian
diikuti oleh negara-negara lain seperti Denmark (UU Ombudsman
Tahun 1954), Norwegia (UU Ombudsman Tahun 1962), Selandia Baru
(UU Ombudsman Tahun 1962), Inggris (Parliamentary Commissioner
for Nationale Ombudsman).
Pada saat ini sekitar 130 negara telah memiliki lembaga
ombudsman termasuk Indonesia dengan nama-nama yang beraneka
macam. Di perancis Ombudsman ini dinamai ”Mediateur de la
Republique”, di Honggaria: Komisaris Hak Asasi Manusia, di Portugal:
”Provedor de Justice”, di Austria: ”Volksanwaltschaft”, di Spanyol:
Defensor del Poublo (Pembela Rakyat), di Rumania Ombudsman juga
disebut Pembela Rakyat, di Inggris: ”Parliamentary Commissioner for
Administration”, di Jerman: Komisi Bundestog (Parlemen) yang
memeriksa surat-surat permohonan/pengaduan Masyarakat.
2.2.7.1 Penger tian Ombudsman
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1998 : 276)
Ombudsman didefinisikan sebagai badan atau petugas
masyarakat tentang perilaku pegawai negeri yang tidak benar,
seperti penyalah-gunaan wewenang, kelambatan penyelesaian
tugas dan lainya.
Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 37 Tahun
2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman
adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik
Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
2.2.7.2 Maksud dan Tujuan Pembentukan Ombudsman
Menurut Sujata dan Surahman (2002 : 11-12),
Ombudsman sebagai institusi pengawas dibentuk dengan
maksud sebagai wadah untuk menjembatani antara rakyat
sebagai sumber kekuasaan dengan Pemerintah sebagai
Sedangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 37 Tahun
2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman
Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk:
1. Mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih;
baik di pusat maupun di daerah sesuai dengan asas-asas
pemerintahan yang baik, dalam kerangka negara hukum
yang demokratis, transparan dan bertanggung jawab.
2. Meningkatkan mutu pelayanan negara disegala bidang
sehingga setiap warga negara dan penduduk Indonesia
memperoleh keadilan, rasa aman serta peningkatan
kesejahteraan.
3. Membantu menciptakan serta meningkatkan upaya
pemberantasan praktek-praktek mal-administrasi,
diskriminasi, kolusi, korupsi dan nepotisme.
4. Meningkatkan budaya hukum nasional dan membangun
kesadaran hukum masyarakat, sehingga supremasi hukum
dapat ditegakkan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.
2.2.7.3 Tugas Ombudsman
Menurut pasal 7 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia menyatakan bahwa
a. Menerima Laporan atas dugaan Mal-administrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan.
c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang
lingkup kewenangan Ombudsman.
d. Melakukan Investigasi atas prakarsa sendiri terhadap
dugaan Mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga
Negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga
kemasyarakatan dan perseorangan.
f. Membangun jaringan kerja.
g. Melakukan upaya pencegahan Mal-administrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Sedangkan menurut pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun
2011 Tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di Daerah
mengatakan bahwa Perwakilan Ombudsman mempunyai tugas
yaitu;
a. Menerima Laporan atas dugaan mal-administrasi dalam
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan di wilayah
kerjanya.
c. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang
lingkup kewenangan Ombudsman di wilayah kerjanya.
d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap
dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik di wilayah kerjanya.
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintahan
daerah, instansi pemerintah lainnya, lembaga pendidikan,
lembaga kemasyarakatan, dan perseorangan.
f. Membangun jaringan kerja.
g. Melakukan upaya pencegahan mal-administrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di wilayah kerjanya.
h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Ombudsman.
2.2.7.4 Per an dan Fungsi Ombudsman
Menurut Sujata dan Surahman (2002 : 88) Ombudsman
memiliki peran dalam mengupayakan partisipasi masyarakat
dengan menciptakan keadaan yang kondusif bagi terwujudnya
birokrasi sederhana yang bersih, pelayanan umum yang baik,
penyelenggaraan peradilan yang efisien dan profesional
termasuk proses peradilan (persidangan) yang independen dan