• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pekerjaannya. As ad dalam Harsuko (2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pekerjaannya. As ad dalam Harsuko (2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kinerja

Teori tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. As’ad dalam Harsuko (2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang yang satu dengan lainnya dalam situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu. Disamping itu, orang yang sama dapat menghasilkan kinerja yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Semuanya ini menerangkan bahwa kinerja itu pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan faktor-faktor situasi.

2.1.2 Teori Attribusi atau Expectancy Theory

Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri. Sementara menurut (Weiner, 1980) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri. Teori yang dikembangkan

(2)

oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.

Fritz Heider (1958) pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri (Luthans dalam Menezes, 2008), yang ditentukan apakah dari internal atau eksternal. Dalam mengamati perilaku seseorang, dilihat dari apakah itu ditimbulkan secara internal (misal kemampuan, pengetahuan atau usaha) atau eksternal (misal keberuntungan, kesempatan dan lingkungan). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada dibawah kendali pribadi dari diri individu yang bersangkutan. Perilaku secara eksternal dilihat sebagai hasil dari sebab – sebab luar yaitu terpaksa berperilaku karena situasi (Robbins, 1996).

Penyebab perilaku dalam persepsi sosial dikenal sebagai dispositional attribution dan situational attribution atau penyebab internal dan eksternal (Robbins, 1996). Disposition attribution atau penyebab internal mengacu pada aspek perilaku individu, sesuatu yang ada dalam diri seseorang seperti sifat pribadi persepsi diri, kemampuan motivasi. Situational attribution atau penyebab eksternal mengacu pada lingkungan yang mempengaruhi perilaku, seperti kondisi sosial, nilai sosial, pandangan masyarakat.

2.1.3 Budaya Organisasi

Budaya organisasi banyak diungkapkan oleh para ilmuwan yang merupakan ahli dalam ilmu budaya organisasi, namun masih sedikit kesepahaman tentang arti konsep budaya organisasi

(3)

atau bagaimana budaya organisasi harus diobservasi dan diukur (Brahmasari, 2004). Lebih lanjut Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa hal tersebut dikarenakan oleh kurangnya kesepahaman tentang formulasi teori tentang budaya organisasi, gambarannya, dan kemungkinan hubungannya dengan dampak kinerja.

Ndraha (Brahmasari 2004:12) mengemukakan bahwa budaya perusahaan (corporateculture) merupakan aplikasi dari budaya organisasi (organizational culture) terhadap badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering dipergunakan untuk maksud yang sama secara bergantian. Marcoulides dan Heck (Brahmasari2004:16) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan reliable dari aspek kritis budaya organisasi, maka pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja akan terus berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan studi kasus.

Glaser et al. (1987) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya organisasional seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual, dan mitor-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Hofstede (1986:21) dalam Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya dapat didefinisikan sebagai berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya. Tika (2006:16) mengemukakan bahwa dalam pembentukan budaya organisasi ada dua hal penting yang harus diperhatikan yaitu unsur-unsur pembentuk budaya organisasi dan proses pembentukan budaya organisasi itu sendiri.

(4)

Aktivitas di setiap kelompok organisasi dimana manusia dapat mengalami stres. Stres akan selalu mengikuti seseorang dalam menjalani aktivitas sehari-sehari. Dari prespektif orang biasa, stres merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau dapat mengganggunya. Respon seorang individu terhadap stresor tergantung pada kepribadian, sumber-sumber daya yang ada untuk membantu mereka mengatasi, dan konteks dimana stres terjadi Daft (2006:290). Sementara itu, dikemukakan oleh Ivancevich et al (2007:295) bahwa dari perspektif orang biasa, stres dapat digambarkan sebagai perasaan tegang, gelisah atau khawatir, semua perasaan merupakan manifestasi dari pengalaman stres, suatu terprogram yang kompleks untuk mempersepsikan ancaman yang dapat menimbulkan hasil yang postif maupun negatif. Hal tersebut berarti bahwa stres dapat berdampak negatif atau positif terhadap psikologis dan fisiologis (Robbins. 2008:209). Setiap orang pasti mengalami stres, baik di luar organisasi maupun di dalam organisasi apapun. Dengan kata lain, setiap orang tidak dapat menghindari stres, untuk itu karyawan maupun pimpinan berkewajiban mengelolanya dengan baik. Ketika seorang karyawan maupun manajer mampu mengelola stresnya dengan baik, maka konsekuensinya adalah fungsional (positif), sebaliknya jika mengabaikan stres yang muncul, konsekuensinya adalah negatif terhadap individu maupun organisasi. Jadi, stres tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga berdampak positif pada seseorang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hans Selye (Luthan, 2008:247) mengemukakan bahwa stres bukanlan sekedar ketegangan syaraf, stres dapat memiliki konsekuensi yang positif, stres bukanlah sesuatu yang harus dihindari, dan tidak adanya stres sama sekali adalah kematian. Ada beberapa teknik pengukuran stres, salah satunya adalah dengan menggunakan PSQ (Perceived Stress Questionnaire) yang dikembangkan oleh (Herbert dan Carsten, 2005:80) yang dimensi pengukurannya meliputi:

(5)

1) Stress reaction adalah mengukur tingkat stres seorang individu di tempat kerja berkiatan dengan kekhawatiran, ketegangan, dan kegembiraan yang dirasakan seseorang ditempat kerja pada saat melaksanakan tugas-tugas kantor.

2) Perceived environmental stressor atau demands adalah tuntutan lingkungan. Seorang pegawai akan merasakan kelelahan emosional dan hasil kerja yang tidak maksimal akibat dari tuntutan organisasi yang berlebihan (organizational stressor).

Stres kerja adalah suatu reaksi seseorang sebagai respon penyesuaian terhadap berbagai tuntutan baik yang bersumber dari dalam ataupun dari luar organisasi yang dirasakannya sebagai peluang dan ancaman yang dapat diukur melalui (1) stress reaction dan (2) demands. Pengertian kepuasan kerja yang diungkapkan oleh para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi sangat beragam namun makna yang terkandung di dalamnya pada dasarnya sama yakni kepuasan kerja berkaitan dengan tingkat saat karyawan memiliki perasaan positif sebagai hasil penilaian dari pekerjaannya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja menunjukkan keadaan emosi yang positif atau menyenangkan yang dihasilkan dari kesesuaian antara harapan seseorang akan sesuatu dengan apa yang benar-benar diterima.

Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat potensial menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berlangsung terus menerus berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya disebut stres. Stres merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat

(6)

kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan. Stres terhadap kinerja dapat berperan positif dan juga berperan merusak, seperti dijelaskan pada ”hukum Yerkes Podson yang menyatakan hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik” (Mas’ud, 2002:20).

2.1.5 Kepuasan Kerja

Kepuasan Kerja mengacu pada sikap umum pegawai terhadap pekerjaannya (Robbins, 2008:37). Pandangan atau persepsi individu-individu yang bervariasi dalam lingkungan organisasi membuat mereka merasakan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. Hal itu, dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sikap seorang individu berhubungan dengan pernyataan evaluatif baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Sejalan dengan hal tersebut, dikemukakan oleh Wexley and Gary (2005:129) bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya bermacam-macam. (Akehurst et al., 2009:5) bahwa seseorang dengan kepuasan kerja tinggi akan menyukai (satisfaction) pekerjaannya secara umum, dimana seseorang merasakan diperlakukan selayaknya dan percaya bahwa pekerjaan mempunyai banyak segi yang diinginkan. Hal tersebut menunjukan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kepuasan kerja seseorang. Sejalan dengan hal tersebut George dan Jones (2008:82) menyatakan bahwa :the collection of feelings and beliefs that people have about their current jobs. (Kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat ini). Dengan demikian, kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut pandangan atau persepsinya yang telah dicapai melalui pekerjaannya.

(7)

Jadi, seorang akan merasakan kepuasan (satisfaction) jika tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sebaliknya, apabila terdapat perbedaan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan, maka seseorang akan merasakan ketidakpuasan (dissatisfaction). Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang karyawan, baik yang menyenangkan (emosi positif) dan tidak menyenangkan (emosi negatif) tentang pekerjaannya. Wexley and Gary (2005 : 67) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan meliputi: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan (work situation), dan lingkungan sosial (social influence). Penjelasannya sebagai berikut:

1) Personality: merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.

2) Values: merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik, terdiri dari: imbalan, pengakuan, tanggungjawab, jaminan kerja, dan layanan sosial.

3) Value (nilai) adalah keyakinan tentang pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak di tempat kerja (George dan Jones, 2008:83). Temuan riset menunjukkan bahwa nilai adalah secara positif dihubungkan dengan kepuasan pekerjaan (Ghazzawi, 2008:3). Seorang pegawai, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan nilai intrinsiknya lemah George dan Jones (2005:83). Ini berarti, walaupun gaji merupakan alasan yang nyata seorang individu bekerja tetapi tidak berakibat negatif terhadap emosionalnya apabila seseorang memiliki nilai intrinsik yang kuat.

(8)

4) Work Conditions: merupakan situasi kerja yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi fisik, terdiri dari: wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.

5) Social Influence: merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelompok dan budaya organisasi, meliputi: aktivitas atau kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral dan status.

2.1.6 Kinerja

Kinerja (performance) pada umumnya diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja memiliki makna yang cukup luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif antara pegawai, pemimpin dan organisasi, melalui pemahaman dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka kerja atas tujuan-tujuan terencana, standar dan kompetensi yang disetujui bersama. Ivancevich et al (2007:261) bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, maka beberapa dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian adalah :

1) Quantity of work adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan

2) Quality of work adalah kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

(9)

4) Personal qualities adalah menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah tamahan dan integritas pribadi.

5) Cooperation adalah kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi.

6) Dependability adalah kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan.

7) Initiative adalah semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

Teori tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Kinerja pegawai pada garis besarnya dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor situasi. Faktor situasi dalam teori kinerja adalah budaya organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik (Robbins, 1996). Perubahan budaya dapat dilakukan dengan menjadikan perilaku manajemen sebagai mode, menciptakan sejarah baru, simbol dan kebiasaan dan keyakinan sesuai dengan budaya yang diinginkan, menyeleksi, mempromosikan dan mendukung pegawai, menentukan kembali proses sosialisasi untuk nilai-nilai yang baru, mengubah system penghargaan dengan nilai-nilai baru, menggantikan norma yang tidak tertulis dengan aturan formal atau tertulis, mengacak sub-budaya melalui rotasi jabatan dan meningkatkan kerjasama kelompok.

(10)

Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh antara budaya terhadap kinerja karyawan dilakukan oleh Fey dan Denison (2000) dimana dalam penelitiannya menguji pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian Kirk L. Rogga (2001) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Chatman Jennifer dan Bersade(1997) hasil temuan berkaitan dengan budaya organisasi adalah budaya organisasi yang kuat membantu kinerja organisasi bisnis karena menciptakan suatu tingkatan yang luar biasa dalam diri para pegawai dan budaya organisasi yang kuat membantu kinerja organisasi karena memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang kaku dan yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Hasil penelitian Soedjono (2005) budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai.

H1 : Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

2.2.2 Pengaruh Stres Kerja terhadap kinerja Pegawai

Teori tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Kinerja pegawai pada garis besarnya dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor situasi. Faktor individu dalam teori kinerja adalah stres kerja. Stres kerja sangat membantu tapi dapat berperan salah atau merusak kinerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, bila tidak ada stres tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung rendah. Stres Kerja berperan sebagai faktor

(11)

internal dalam teori kinerja yang stres kerja mampu memperngaruhi hasil yang menjadi tujuan dari perkerjaan pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

Stres yang tidak teratasi pasti berpengaruh terhadap kinerja. Pada tingkat tertentu stres itu perlu, apabila tidak ada stres dalam pekerjaan, para karyawan tidak akan merasa ditantang dengan akibat bahwa kinerja akan menjadi rendah. Sebaliknya dengan adanya stres, pegawai merasa perlu mengerahkan segala kemampuan untuk berprestasi tinggi dan dengan demikian dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Bagi seorang pimpinan, tekanan yang diberikan kepada seorang pegawai haruslah dikaitkan dengan apakah stres yang ditimbulkan oleh tekanan-tekanan tersebut masih dalam keadaan wajar. Hasil penelitian Stephen P. Robbins (2003) stress kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

H2 : Stres Kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

2.2.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Teori tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Kinerja pegawai pada garis besarnya dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor situasi. Faktor individu dalam teori kinerja adalah kepuasan kerja. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja pegawai kepuasan kerja dalam hal apapun sangat penting karena kecenderungan untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam perusahaan tidak akan dapat tercapai tanpa adanya kepuasan kerja pegawai. Dimana pihak perusahaan memang harus selalu memperhatikan kepuasan kerja pegawainya karena kalau pegawainya merasa puas maka yang akan merasa untung adalah perusahaannya itu sendiri. Selain itu pegawai yang merasa puas

(12)

dalam bekerja senantiasa akan selalu bersikap positif dan selalu mempunyai kreativitas yang tinggi.

Kepuasan kerja yang diterima dan dirasakan oleh seseorang pegawai akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dari pekerjaannya. Dengan diperolehnya kepuasan kerja oleh pegawai baik itu dengan pemberian gaji yang sesuai, pekerjaan yang diberikan sesuai dengan keahliannya, dan hubungan dengan atasan terjalin dengan baik, hal ini akan meningkatkan kinerja para pegawainya, sehingga kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai (Luthans, 2006:243).

Referensi

Dokumen terkait

Suplemen berenergi termasuk salah satu suplemen makanan atau minuman yang terdiri dari komponen multivitamin, makronutrien (karbohidrat, protein), efedrin, taurin,

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Ismailiyyah Nalumsari Jepara menerangkan bahwa metode konseling Islam yang digunakan oleh guru BK bisa itu juga melalui siraman-siraman rohani yang diberikan guru

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan dalam laporan akhir ini, kesimpulan yang didapatkan ialah untuk tingkat likuiditas perusahaan dianggap likuid tetapi

 , peluang Budi akan menang paling sedikit , peluang Budi akan menang paling sedikit 5 babak dari 5 babak dari total 7 babak pertandingan adalah ….. total 7 babak pertandingan

Kanker cervix atau kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada cervix uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim (uterus)

Permasalahan yang timbul berdasarkan masalah-masalah yang ada pada kawasan hutan mangrove lingkar Medokan Ayu - Wonorejo adalah bagaimana merencanakan inspection