• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kampanye Bangga (Pride Campaign) Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Kampanye Bangga (Pride Campaign) Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Aceh Besar"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KAMPANYE BANGGA (

PRIDE CAMPAIGN

)

DALAM PENGUATAN LEMBAGA ADAT PAWANG UTEUN

UNTUKPENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN

DI ACEH BESAR

ZAKIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Sekarang kita coba bernyanyi bersama-sama ya. Kuneng akan menemani kita sambil menari dan bertepuk tangan

Wah Kuneng senang sekali ya hari ini. Kalian juga senang kan??

bernyayi bersama-sama

Kuneng sekarang mau cepat-cepat pulang, dia ingin menceritakan petualangannya hari ini

Terima kasih buat semangat dari anak-anak, terima kasih buat sekolah. Mohon maaf kalo ada kata yang salah. Kuneng sebenarnya masih punya banyak hadiah. Kalian bisa mendapatkannya kalo kalian menulis cerita tentang hutan kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung dan mengirimkannya kepada Kuneng. ceritanya tersebut dapat kalian serahkan kepada guru kalian, nanti kakak akan mengumpulkan cerita-cerita tersebut.

Syair lagu anak

UTEUN TAJAGA RAKYAT SEUJAHTRA

NANGGROE ACEH NYO LEUPAH THAT MEUNGAH ALAM JIEH CIDAH

INDAH LAGOINA

JAK TA JAK RAKAN TAPULA KAYEE UTEUN TA JAGA RAKYAT SEUJAHTER

REFF : UTEUN DENGON GLEE

LUAH BUKON LEE………….

JAK TANYO JAGA BEU IE SABENA

JAK TAJAK RAKAN TA PEUDONG ADAT UTEUN TA JAGA RAKYAT SEUJAHTRA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Di Kabupaten Aceh Besar adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Zakiah

(4)

This research using Rare Pride methodology. This methodology adopts social marketing approach to solve conservation problems and other social problems. The objectives of this research is to analyze affectivity of pride campaign in improving level of knowledge, attitude and behavior after Pride Campaign implementation for better resources management. Through many kind of intervention during one year Pride Campaign, this campaign succeeded to encourage community behavior change.This behavior change is indicated by ; 90 members of group of forest farmer at Gampong Nusa and Kueh, 24 elite figure

(20 men, 4 women) from 6 Villages has common agreement about revitalization custom institution ; Pawang Uteun, 100 Ha community field in Kemukiman Kueh

for Peu Udeep Lampoh activity, 3000 Ha customary right for land forest managed

by custom intitution : Pawang Uteun.

(5)

RINGKASAN

Zakiah. Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Aceh Besar. Dibimbing oleh Rinekso Soekmadi dan Burhanuddin Masy’ud.

Penelitian tentang Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Aceh Besar telah dilakukan sejak September 2006 sampai dengan Juli 2008 (22 bulan). Penelitian ini bertujuan pertama untuk mengidentifikasi pengetahuan, perilaku dan sikap masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dan peranan lembaga adat sebelum dan sesudah Kampanye dan yang kedua mengetahui efektifitas penerapan metode Kampanye Bangga dalam peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan penguatan lembaga adat. Selain itu pada akhir penelitian ini juga akan dilihat metode mana yang paling efektif, membandingkan perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah kampanye di kemukiman Kueh, Lhokga dan Leupung selama 1 tahun menerima Program Kampanye Bangga yaitu dari Februari 2007 samapai dengan Februari 2008.

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung yang memiliki total populasi 23,000 jiwa dipilih sebagai lokasi target kampanye karena kawasan ini terletak berbatasan langsung dengan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik itu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya maupun manfaat ekologi. Kampanye ini dilakukan untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan serta berkeadilan dari berbagai kegiatan yang merusak kawasan hutan yang sedang terjadi saat ini baik penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran yang dilakukan secara legal maupun illega, yang pada akhirnya akan mendorong perubahan perilaku melalui perbaikan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran. Selain itu juga kawasan ini memiliki dua Daerah aliran Sungai yaitu DAS Kr. Geupu dan DAS Kr. Raba dan air yang mengalir disungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian dan industri/ PT. Semen Andalas Indonesia (PeNA 2006).

(6)

(harimau) semakin meningkat dan juga menurunnya debit air sungai pada saat musim kemarau tiba. Maka dari itu melalui kampanye Bangga dengan pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaannya diharapkan akan dapat menyelamatkan kawasan yang mereka miliki salah satunya adalah dengan mengaktifkan kembali peran dan fungsi Lembaga Adat Pawang Uteun sehingga mereka dapat

menerapkan kembali kearifan lokal yang mereka miliki.

Dengan menggunakan berbagai saluran komunikasi terpercaya seperti tokoh agama, guru, tokoh adat, para pemuda dan anggota keluarga, serta menggunakan berbagai materi komunikasi seperti poster, lembar fakta, lembar dakwah, billboard yang dikemas melalui berbagai bentuk kegiatan maka pada tahun pertama Kampanye Bangga di dikemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung telah berhasil memperbaiki pengetahuan dan sikap masyarakat dimana sebelum dilakukan kampanye masyarakat yang pernah mendengar konservasi sebesar 11, 8% masyarakat yang pernah dengar kata konservasi dan setelah kampanye meningkat menjadi 47, 3 %, kemudian sebelum kampanye masyarakat yang paham arti konservasi yaitu pemahaman “pemanfaatan hasil hutan secara adil dan bijaksana” dari 26,30 % meningkat menjadi 35,6 % (terjadi peningkatan 11 %), “perlindungan hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air”, dari 22,8 % sebelum kampanye dan menjadi 39,4 % (jadi meningkat sebesar 17 %).

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang baik juga dapat kita lihat dari keinginan masyarakat untuk ikut dilibatkan secara langsung dalam usaha pengelolaan. Sebelum kampanye dilakukan 40.0 % masyarakat mengatakan “pelibatan mayarakat secara langsung masyarakat akan lebih baik dalam sebuah pengelolaan” dan setelah dilakukan kampanye, persentasenya meningkat menjadi 50,2 %, jadi disini terjadi peningkatan sebesar 10,2 % dimana kontribusi dari kampanye sebesar 71, 56 %.

Selain itu keterlibat juga sangat jelas terlihat dari masyarakat baik dalam membantu program kampanye maupun terlibat dalam berbagai pertemuan masyarakat yang dilakukan dan terakhit berhasilnya masyarakat kemukiman Leupung dalam pembuatan peta hutan ulayat seluas 3000 ha yang nantinya akan dikelola oleh lembaga adat Pawang Uteun.

Capaian kampanye lainnya yang telah dihasilkan adalah lahirnya 18 kader pemuda konservasi untuk kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung, 50 orang petani di Kueh menerapkan prinsip ekologi dalam kegiatan peu udeep lampoh, adanya draft kesepakatan masyarakat Kemukiman Lhoknga untuk memfungsikan kembali Pawang uteun.

Hasil kajian terhadap bentuk pendekatan yang efektif pada masing-masing kelompok sasaran diperoleh bahwa kegiatan kegiatan kunjungan sekolah sangat efektif untuk menjangkau kelompok sasaran anak-anak, diskusi adat untuk menjangkau para tokoh dan pemuda, kegiatan peu udeep lampoh dan penggunaan

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak September 2006 – Juli 2008 dan diberi judul Peran Kampanye Bangga Dalam Penguatan Llembaga Adat Aawang Uteun Untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kabupaten Aceh Besar.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Rinekso Soekmadi M.ScF dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud MS yang telah dengan sabar membimbing penulis selama penelitian ini. Disamping itu terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh tim dosen Program Khusus Pendidikan Konservasi kerjasama IPB dan Rare International, kepada Manajer Kursus Rare Indonesia Hari Kushardanto dan Ni Putu Sariani Wirawan atas asistensi selama pelaksanaan program Kampanye Bangga. Terima kasih juga kepada teman Angkatan 1 Bogor – PIZSA. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M.Najdy (Alm) dan Ibunda Rasyidah (Almh), Juli Ermiansyah Putra, Naufal Phounna Putra JeZ, Yeyen, Ti Hem, serta seluruh keluarga atas segenap cinta dan do’a tulusnya.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah M. Najdy dan Ibu Rasyidah. Penulis merupakan putri bungsu dari delapan bersaudara.

(10)

DI ACEH BESAR

ZAKIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Peran Kampanye Bangga (Pride Campaign) Dalam

Penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun Untuk

Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Aceh Besar

Nama : Zakiah

NRP : E 051054175

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi,M.ScF Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(12)
(13)

i

DAFTAR LAMPIRAN... vi

1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...3

1.3 Kerangka Pikir ...5

1.4 Tujuan Penelitian ...8

1.5 Manfaat Penelitian ...8

2 TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1 Kampanye Bangga ...9

2.1.1 Pelaksanaan Kampanye Bangga ...11

2.1.2 Tahap Kampanye Bangga ...13

2.1.3 Capaian dalam Kampanye Bangga ...15

2.1.4 Sosial Marketing ...17

2.1.5 Perubahan Perilaku ...18

2.2 Lembaga Adat ...20

2.2.1 Kontrak Sosial...21

2.2.2 Sistem Adat ...22

2.3 Pengelolaan Hutan Berkelanjutan...24

3 KEADAAN UMUM LOKASI ...26

3.1 Kemukiman Kueh, Lhoknya dan Leupung Kabupaten Aceh Besar ...26

3.2 Deskripsi Kawasan Target ...27

3.3 Karakteristik Fisik Target ...28

3.3.1 Gambaran Topografi ...28

3.3.2 Kondisi Geologi ...28

3.3.3 Iklim dan Cuaca ...29

3.4 Deskripsi umum Ekosistem Kemukiman Kueh Lhoknga dan Leupung...29

3.4.1 Karakteristik Ekosistem ...29

3.4.2 Keanekaragaman Hayati ...31

3.5 Deskripsi Masyarakat...32

3.5.1 Demografi dan Populasi...32

3.5.2 Ekonomi ...33

3.5.3 Budaya ...33

3.5.4 Keriarifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam...35

3.5.5 Situasi Politik ...36

3.6 Konservasi Alam dan Kawasan Target ...37

3.6.1 Sejarah dan Status Kawasan ...37

(14)

ii

4.3 Metode ...40

4.3.1 Penentuan Lokasi dan Responden...40

4.3.2 Informasi dan Data ...42

4.3.3 Tahapan dalam Kampanye Bangga...43

5 HASIL DAN PEMBAHASAN...52

5.1 Gambaran Demografi Responden Pra Kampanye ...52

5.1.1 Kelompok Target ...52

5.1.2 Kelompok Kontrol ...53

5.2 Pilihan dan Jenis Media ...54

5.2.1 kelompok Target ...54

5.2.2 Kelompok Kontrol ...57

5.3 Hasil Tahapan Perencanaan ...58

5.3.1 Studi Literatur ...58

5.3.2 Stakeholder Workshop Pertama...59

5.3.3 Kelompok Diskusi Terfokus ...62

5.3.4 Survei Pra Kampanye...67

5.3.5 Pertemua Stakeholder Workshop Kedua ...69

5.3.6 Menetapkan Sasaran SMART...70

5.3.7 Flagship Spesies...71

5.3.8 Merancang Kegiatan Kampanye ...74

5.3.9 Menyusun Rencana Kerja ...76

5.3.10 Hasil Tahap Pelaksanaan...76

5.4 Hasil Analisis Efektifitas dan Implikasi Pendekatan Kampanye Bangga...93

5.4.1 Peningkatan Pengetahuan dan Perubahan Sikap...93

5.4.2 Perubahan Perilaku ...98

5.4.3 Tinjuan Kritis Kegiatan Kampanye Bangga ...102

5.4.4 Bentuk Kegiatan yang Efektif...111

5.4.5 Bentuk Kegiatan yang Kurang Efektif...113

5.4.6 Rekomendasi ...113

6 SIMPULAN DAN SARAN ...115

6.1 Simpulan ...115

6.2 Saran...115

DAFTAR PUSTAKA ...117

DAFTAR LAMPIRAN...119

(15)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbedaan antara corporate marketing dengan sosial marketing ...17

2 Alat –alat untuk penelitian ...39

3 Bahan-bahan untuk penelitian...40

4 Banyak Gampong dan penduduk yang menjadi fokus penelitian...42

5 Contoh matriks stakeholder...44

6 Ilustrasi rangking ancaman ...46

7 Proporsi tingkat pendidikan Responden kelompok target ...53

8 Proporsi jenis pekerjaan kelompok target ...53

9 Stasiun radio favorit menurut pekerjaan responden kelompok target...56

10 Program acara yang digemari responden kelompok target ...56

11 Jenis musik yang digemari responden kelompok target ...56

12 Jenis kesenian favorit responden kelompok target...57

13 Bentuk-bentuk pendekatan dalam Kampanye Bangga ...75

(16)

iv

melalui Kampanye Bangga ...7

2 Proses Kampanye Bangga melestarikan alam (Pride Campaign) ...13

3 Peta DAS dan wilayah target kampanye bangga ...20

4 Kecamatan Lhoknga sebelum dan sesudah Tsunami 26 Desember 2006...30

5 Model pemikiran yang dilambangkan dalam pertemuan stakeholder...45

6 Proporsi jenis kelamin responden kelompok target ...52

7 Proporsi tingkat usia responden kelompok target ...52

8 Proporsi jenis kelamin kelompok control ...53

9 Proporsi tingkat usia responden kelompok control...54

10 Kebiasaan mendengar radio kelompok target ...55

11 Kebiasaan membaca koran kelompok target...55

12 Tingkat kepecayaan kelompok target kepada guru...57

13 Kebiasaan mendengar radia kelompok kontrol...57

14 Kebiasaan membaca koran kelompok kontrol ...58

15 Peserta stakeholder workshop sedang menyampaikan idenya dengan menggunakan metaplan (kiri) dan fasilitator membantu dalam menyusun faktor ancaman pada stiki wall (kanan) ...60

16 Proses pelatihan enumerator (kiri), pelaksanaan survei (kanan)...68

17 Cempala Kuneng (Copsycus pirrpygus) ...72

18 Poster Uteun Tajaga Rakyat Seujahtra...77

19 Anak sekolah dasar memakai pin kampanye Bangga ...78

20 Lembar fakta yang selalu digunakan dalam setiap diskusi masyarakat...79

21 Lembar dakwah...79

22 Stiker Kampanye Bangga...80

23 Buku tulis Kampanye Bangga...80

24 Meja belajar Kampanye Bangga ...81

25 Masyarakat dengan tim kampanye sedang membaca peta dasar yang dijadikan landasan pada saat pembuatan peta hutan ulayat ...85

(17)

v

27 Para peserta workshop guru sedang membuat draft kunjungan sekolah...88

28 Seorang pelajar sedang membaca cara menjaga hutan bersama Si Kuneng ...89

29 Kegiatan sahabat alam, guru dan murid sedang melakukan penanaman ...90

30 Penyerahan hadiah kepada pemenang lomba lukis lingkungan...92

31 Foto bersama, peserta dan pemateri pada kegiatan pelatihan kader konsevasi ...93

32 Grafik responden kelompok target yang merasa tahu arti konservasi ...94

33 Grafik responden kelompok kontrol yang merasa tahu arti konservasi...94

34 Pemahaman masyarakat target mengenai makna konservasi...95

35 Pemahaman kelompok kontrol mengenai makna konservasi ...95

36 Kegiatan penebangan berdampak pada ketersediaan air (kelompok target dan kontrol) ...96

37 Pelibatan masyarakat secara langsung sebagai sistem pengelolaan yang baik (kelompok target dan kontrol) ...100

(18)

vi

2 Tabel pertanyaan yang digunakan pada saat FGD...123

3 Gambar model konsep ...125

4 Rencana kerja Kampanye Bangga ...126

5 Rencana monitoring ...161

6 Ringkasan materi yang diproduksi...165

7 Kostum Cempala Kuneng...166

8 Ringkasan kegiatan Kampanye yang sudah dilakukan ...167

9 Peta Hutan Ulayat...170

10 Lembar kuesioner survei ...171

11 Skenario panggung boneka ...185

12 Lembar evaluasi kunjungan sekolah ...189

13 Siaran pers...190

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hukom (baca hukum) adat tercermin dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat Aceh dan sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syari’at Islam maka perlu dipelihara dan dilestarikan. Hukom adat oleh

masyarakat Aceh sudah dilaksanakan secara turun temurun, dihormati dan dipatuhi meskipun tidak tertulis (Syarif 2005).

Sejak zaman Sultan Iskandar Muda, masyarakat Aceh telah memiliki kearifan tradisional dalam berbagai hal, begitu juga dalam pengelolaan sumber daya alam. Baik itu dalam hal pemanfaatan maupun tata kelola sumber daya alam yang mereka miliki dan pertahankan. Pandangan indatu (nenek moyang) yang

menyiratkan hukom ngon adat lagee zat ngon sifet (hukum dan adat bagaikan zat

dengan sifat yang artinya tidak dapat dipisahkan), sangat dipegang teguh. Salah satu contoh dapat kita baca dalam sejarah Aceh yaitu mengenai aturan pengelolaan sumberdaya alam yang ada, misalnya hutan.

Pawang Uteun adalah sebuah lembaga adat lokal yang ada di Aceh dan

secara stuktural berada dibawah lembaga adat Mukim yang diketuai oleh seorang Imum Mukim. Lembaga Pawang Uteun diketuai oleh seorang ketua yang biasa

disebut Panglima Uteun atau Peutua Uteun atau juga Pawang Uteun. Pawang

Uteun di angkat dan dipilih melalui musyarah gampong (baca desa) karena

memiliki kemampuan dan mengerti seluk beluk hutan. Pada masa dulu Pawang

Uteun dipilih karena dia memiliki kemampuan khususnya dalam menangkal jin

dan menjinakkan binatang buas, sehingga disebut Pawang. Selain itu dia juga

memiliki tugas dan wewenang khusus yang berkaitan dengan hutan. Tugas dan wewenang ini diantaranya :

1. Menegakkan adat hutan (uteun/gle)

2. Menentukan masa berburu

3. Mengawasi agar pohon-pohon yang dilindungi oleh adat tidak ditebang, seperti pohon ara ditepi sungai, pohon kayu tempat lebah madu bersarang

4. Menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pengumpul hasil hutan di

(20)

5. Menjaga pelestarian hutan dan tanaman pelindung sumber mata air

Akan tetapi dengan diberlakukannya UU No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, ruang bagi kehidupan adat menjadi sempit sehingga menyebabkan penurunan fungsi serta peran dari lembaga adat yang ada di Aceh. Fungsi beberapa jabatan pemangku adat menjadi tidak berjalan bahkan hilang [seperti Imum mukim, Petua Seunebok (petua kebun), Pawang Uteun (petua

hutan) dan beberapa lembaga lainnya]. Dengan kata lain, hak-hak warga negara secara hukum adat yang pernah hidup subur dikalangan warganya layu kembali karena sudah tercabut dari akarnya. Hukum adat diperlakukan sebagai pelengkap saja mendampingi hukum nasional yang diadopsi dari hukum sipil Barat (Syarif 2005)

Upaya untuk memperkuat kembali lembaga adat yang perlu dilakukan, salah satunya adalah lembaga adat Pawang Uteun sebagai lembaga yang mengurus dan mengatur pengelolaan kawasan hutan dan memiliki tugas dan kewenangan tersendiri seperti telah disebutkan diatas. Memperkuat kembali sistem adat, baik berupa aturan maupun kelembagaan tidak dapat dilakukan dengan serta merta dan tergesa-gesa akan tetapi memerlukan proses atau tahapan-tahapan agar dapat dicapai kesepakatan yang utuh melalui mufakat. Salah satu cara yang harus ditempuh untuk memperkuat kembali sistem adat ditingkat mukim adalah melakukan kontrak sosial baru. Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan yang telah dihasilkan harus dideklarasikan kepada segenap warga dan instansi terkait (Juned 2002).

Namun demikian, harapan kearah kembalinya terbentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan asli menurut hukum adat mulai muncul. Hal ini tersirat dalam pasal 2 Undang-Undang No 18 tahun 2001 tentang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang menetapkan Gampong dan Mukim sebagai

badan pemerintahan dibawah Camat. UU tersebut menyatakan bahwa kedua lembaga itu sebagai persekutuan masyarakat hukum. Selain itu ada juga adanya

Qanun No 4 Tahun 2003 tentang pemerintahan mukim sehingga membuat

masyarakat semakin kuat untuk kembali kepada hukum adat indatu.

(21)

3

melalui penguatan lembaga adat di Kemukiman Kueh, Lhoknga, dan Leupung. Metodologi Kampanye Pride (Kampanye Bangga Melestarikan Alam—untuk selanjutnya akan disebut Kampanye Bangga) dengan pendekatan sosial marketing merupakan cara yang dipilih untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan serta berkeadilan. Kampanye Bangga ini ditargetkan bagi setidaknya 23,000 jiwa di Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung. Kampanye Bangga ditujukan untuk mendorong perubahan perilaku melalui perbaikan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran (PeNA 2006).

Kelebihan metode Kampanye Bangga adalah bentuk pendidikan konservasi yang menggunakan teknik pemasaran sosial, memiliki beragam bentuk pendekatan yang bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat serta dapat direplikasikan. Teknik pemasaran sosial yang dikembangkan oleh Rare ini telah direplikasikan dan sukses mengurangi permasalahan konservasi di lebih 40 negara (Rare 2006).

Metode pendidikan konservasi ini disebut dengan Kampanye Bangga karena kampanye ini akan menginspirasikan orang untuk memiliki kebanggaan terhadap sumber daya alam yang mereka miliki dan mendorong mereka untuk menghargai dan melindungi sumber daya alam yang dimiliki tersebut, termasuk sistem kelembagaan sosial seperti Pawang Uteun yang berperan penting dalam

pengelolaan dan pelestarian sumberdaya hutan.

1.2Perumusan Masalah

(22)

Maraknya kegiatan penebangan liar didorong oleh tuntutan kebutuhan ekonomi, kurangnya sosialisasi tentang pemanfaatan sumberdaya hutan secara berkelanjutan dari instansi terkait dan juga karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Rendahnya pendapatan masyarakat (terutama belum pulihnya perekonomian pasca tsunami) serta masih terpakunya masyarakat pada pemenuhan kebutuhan hidup dasar memberikan kontribusi terhadap meningkatnya aktifitas yang mengancam kelestarian ekosistem hutan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Rendahnya penerapan serta penegakan hukum dan juga tidak berfungsinya lembaga adat, maka kegiatan-kegiatan ilegalpun dilakukan dengan sangat terbuka seperti penebangan, pembukaan lahan, pembakaran lahan dan hutan.

Hasil survei yang dilakukan Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh pada tahun 2006 menemukan bahwa adanya keinginan yang besar dari masyarakat untuk kembali mengaktifkan lembaga adat lokal yang mereka miliki dengan menerapkan kearifan lokal yang sudah pernah ada guna melindungi kawasannya. Menurut Primark (2005), jika ditinjau dari ilmu ekologi populasi maka punahnya suatu jenis tumbuhan atau hewan akan menggangu sistem rantai makanan dan menganggu keseimbangan ekologi secara global. Untuk mendorong perubahan perilaku di masyarakat maka perlu juga dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dan memperbaiki sikap positif masyarakat tentang pola pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik (Sarwono 2002).

Untuk menyikapi berbagai masalah yang terjadi itu maka akan dijawab dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan menggunakan metode pendidikan konservasi dengan sistem social

marketing yang disebut Kampanye Bangga. Metode ini telah direplikasikan di

banyak tempat di seluruh dunia dan terbukti telah mampu mendorong perubahan perilaku masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang harus dijawab adalah:

(23)

5

1. Mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang fungsi hutan. 2. Mengetahui bagaimana sikap masyarakat tentang peran / fungsi lembaga

adat sebelum dan sesudah kampanye

3. Bagaimana sikap masyarakat tentang pola pengelolaan hutan bersama. 4. Bagaiman sikap masyarakat terhadap pengaktifan kembali lembaga adat

lokal.

5. Bagaimana bentuk perubahan perilaku yang dihasilkan dari Kampanye Bangga (dalam hal ini aksi dan keterlibatan masayrakat).

1.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini didasari atas kondisi hutan Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat selain juga nilai ekologi yang dimiliki, yang terancam oleh berbagai kegiatan penebangan, kebakaran hutan dan alih fungsi lahan. Berbagai ancaman tersebut telah menyebabkan menurunnya kualitas hutan sebagai tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Akibat lanjutan dari kerusakan hutan tersebut adalah terjadinya banjir, meningkatnya ganguan binatang semakin meningkat dan berkurangnya debit air sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Melemahnya peran dan fungsi lembaga adat Pawang Uteun juga sangat berpeluang untuk terjadinya kerusakan hutan di kawasan tersebut, karena kearifan lokal yang mereka miliki tidak dapat diterapkan untuk melindungi kawasan.

Melihat kondisi diatas, maka diperlukan suatu usaha pengelolaan terhadap kawasan dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan secara langsung dalam lembaga adat Pawang Uteun yang mereka miliki sehingga dapat menerapkan

kembali aturan dan kearifan yang ada di masyarakat. Lembaga adat merupakan milik masyarakat dengan aturan yang mereka sepakati bersama, dan dengan rasa kepemilikan yang mereka punyai maka keinginan untuk melindungi juga akan menjadi lebih besar.

(24)

metodelogi yang memadukan pendidikan konservasi konvensional dengan teknik pemasaran sosial yang bertujuan untuk perubahan perilaku yang di kembangkan oleh Rare Internasional.

(25)

7

Gambar 1 Kerangka pemikiran penguatan Lembaga Adat Pawang Uteun melalui

Kampanye Bangga

Pengelolaan Hutan Penebangan

Perilaku Sikap

Pengetahuan Penguatan Lembaga Adat

- Kuatnya Lembaga Adat - Pengakuan terhadap peran dan fungsi Lembaga

Adat Degradasi Hutan

Kebakaran Pembukaan Lahan

Penerapan Kearifan Lokal

Kampanye Bangga - Penggunaan Materi Cetak

- Pendampingan - Pelatihan

- Aksi

Hutan Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung

(26)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengetahuan, perilaku dan sikap masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dan peranan lembaga adat sebelum dan sesudah Kampanye.

2. Mengetahui efektifitas penerapan metode Kampanye Bangga dalam peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan penguatan lembaga adat.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai konservasi dan masukan bagi upaya penguatan Lembaga Adat untuk mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan, melalui teknik

(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kampanye Bangga

Kalau kita bicara tentang kampanye orang pasti akan berpikir dan membayangkan seseorang yang berdiri diatas podium dan menyampaikan orasinya sehingga audien akan memilih seorang pemimpin ataupun satu partai yang akan dan dapat mewakili aspirasi mereka untuk sesuatu hal, itulah yang biasa dilakukan oleh seorang calon pemimpin ataupun sebuah partai. Masyarakat sudah sangat akrab dengan istilah kampanye, karena semua calon kandidat atau partai mulai berjualan (jual diri/partai) supaya dapat memenangkan sebuah pemilihan. Memang kampanye itu adalah merupakan suatu kegiatan penjualan karena dia selalu dikaitkan dengan pemasaran.

Untuk menjual sesuatu kita memang memerlukan kampanye sehingga orang tahu apa yang akan dijual. Penjualan /pemasaran tidak hanya bisa dilakukan pada barang tetapi juga pada jasa, itulah yang dilakukan Rare International untuk memfasilitasi program pendidikan konservasi guna mendapatkan perubahan perilaku yang disebut dengan Kampanye Bangga Melestarikan Alam (Pride

Campaign). Pendekatan yang dilakukan pada Kampanye Bangga Melestariakan

Alam adalah pendekatan pemasaran sosial untuk menjual produk yang diberi nama perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang diharapkan nantinya adalah adanya perubahan perilaku kearah yang lebih baik dalam mengelola sumber daya alam sehingga mereka dapat memanfaatkannya secara berkelanjutan yang dirancang dengan baik sehingga semua orang dapat menerimanya dengan mudah.

(28)

perubahan (a pathway of change)”. Secara grafik, sebuah “alur perubahan”

mewakili proses perubahan, karena alur itulah yang dipahami oleh para perencana dan merupakan rangka di mana elemen-elemen teori lainnya dikembangkan. Langkah tersebut seperti flowchart mundur yang membantu memberikan

gambaran tentang apa saja yang diperlukan untuk bisa mencapai sasaran utama dari yang direncanakan.

Sama seperti yang dilakukan oleh banyak pihak yang dengan latar belakang pihak komersil menjual berbagai produknya. Begitu juga yang dilakukan oleh Kampanye Bangga Melestarikan Alam yang juga memiliki berbagai macam pendekatan yang digunakan untuk menjual produknya. Maka setiap masyarakat/ orang akan memiliki dan memilih sendiri pendekatan yang ditawarkan sehingga mereka memiliki ketertarikan yang berbeda pula terhadap masing-masing pendekatan. Dalam dunia pemasaran komersil ada satu hal yang diyakini oleh para penjual bahwa ketika orang sudah mau melihat, mendengar, atau membicarakan tentang sebuah produk yang dijualnya walaupun belum membelinya maka itu adalah kemenangan.

Kampanye Bangga Melestarikan Alam merupakan perpaduan antara pemasaran sosial dan pengelolaan adaptif sehingga memiliki tujuan untuk memberikan perubahan dalam perilaku dan memiliki tujuan konservasi (Kushardanto 2008). Kegiatan-kegiatan yang telah dirancang dalam tahap awal kampanye harus dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Menurut Kushardanto (2008) dalam memantau efektivitas kegiatan maka ada setidaknya 3 elemen penting yang harus ditinjau yaitu Process Monitoring, Performance, dan Outcome Monitoring.

Asumsi dasar (based assumption) pada sosial marketing diindikasikan

dengan mengukur perilaku masyarakat. Untuk menuju pada titik perubahan sosial, ukuran perilaku komunitas juga menjadi dasar untuk membangun aktivitas-aktivitas perubahnya. Ujung dari aktivitas-aktivitas (disebut sebagai targeting) dalam sosial marketing adalah tumbuhnya kesadaran (awareness) yang berdampak pada aksi

mobilisasi komunitas.

(29)

11

kepada perubahan perilaku. Kampanye bangga membangkitkan perluasan advokasi publik dan tekanan dari orang-orang yang dikenal (peer pressure) untuk

mendorong perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.

Keunggulan dari kampanye Bangga ini adalah dia selalu dilakukan melalui suatu kombinasi teknik akar rumput (grassroot) dan mass marketing, bervariasi

dari lagu yang menarik mengenai spesies kunci sampai dengan lembar khotbah mesjid dan panggung boneka. Kampanye ini membangkitkan dukungan luas bagi ekosistem yang dilindungi ditingkat lokal maupun nasional. Kampanye Bangga selalu dilakukan ditingkat lokal oleh pendidikan konservasi. Sasaran dari Kampanye Bangga, spesies kunci, dan kelompok sasaran kemudian secara hati-hati dipilih untuk mengatasi masalah yang spesifik.

2.1.1 Pelaksanaan Kampanye Bangga

1) Pemilihan Manajer Kampanye

Kunci kesuksesan seorang Manajer kampanye adalah kemauan untuk belajar dan bekerja keras, dan untuk mengambil kebanggaan pribadi dalam pekerjaannya. Antusiasme sulit untuk diukur, akan tetapi elemen penting dalam kesuksesan suatu Kampanye Bangga. Manajer Kampanye harus mampu berinteraksi dengan berbagai tingkat stakeholder (mulai dari petani atau nelayan, guru, pelaku bisnis dan staf pemerintah), dan memotifasi mereka untuk mengambil aksi.

Idealnya, calon Manajer Kampanye lahir (atau setidaknya tinggal) disasaran kampanye. Manajer Kampanye yang berpotensial harus mendapatkan setidaknya tingkat pendidikan diperguruan tinggi dan bekerja penuh untuk organisasi yang akan menandatangani Memo Kesepakatan (MOU) dengan RARE. Manajer Kampanye harus bekerja secara khusus untuk Kampanye Bangga ini selama 18 bulan.

2) Pelatihan

(30)

universits-universitas tersebut dimana Manajer Kampanye akan mendapatkan latar belakan dan prinsip atau teknik mengenai ekologi, pendidikan, evaluasi dan pemasaran konservasi. Bagian terpentingnya adalah Kampanye itu sendiri, diaman Manajer Kampanye mengembangkan dan melaksanakan secara penuh Kampanye di kawasannya. Melalui keberhasilan pada tahap pendidikan dan implementasi di kawasannya, Manejer Kampanye akan menerima pengakuan dan sertifikat/ijazah dari perguruan tinggi tersebut.

3) Perencanaan

Dibelakang setiap poster dan pin adalah suatu sasaran konservasi yang nyata. Memahami suatu kawasan dan masyarakat yang tinggal di dan sekitarnya adalah kunci untuk mengatasi ancaman atau masalah. Kampanye ini menyadari bahwa keberhasilan didasari oleh perencanaan yang hati-hati, identifikasi dan manfaat dari pelaku yang berkelanjutan, analisa kelompok sasaran, serta perancangan strategi komunikasi, dan pengembangan pesan kunci secara hati-hati.

Setiap Kampanye dimulai dengan suatu penilaian kawasan secara lengkap dan tahap pengumpulan data. Hasilnya membantu Manejer Kampanye dan pengawasnya (supervisor) untuk membuat sasaran yang dapat diukur dan spesifik dalam mengurangi ancaman keanekaragaman hayati (misalnya, meningkatkan 25% jumlah penduduk di kawasan yang mengadopsi teknik pertanian yang berkelanjutan). Manejer Kampanye bekerja dekat dengan staf setempat dan anggota masyarakat untuk merancang Kampanyeny, termasuk spesies sasaran, populasi sasaran, dan pesan-pesan pendidikan, sehingga kampanye mendukung sasaran konservasi kawasan yang lebih luas.

4) Pelaksanaan dan Evaluasi

(31)

13

prosedur pemantauan atau monitoring dipilih berdasarkan pertanyaan yang perlu dijawab dan berapa lama serta dana yang tersedia untuk melaksanakannya.

2.1.2 Tahap Kampanye Bangga

Untuk melakukan sebuah Kampanye Bangga harus melalui beberapa tahap mulai dari pemilihan manejer, pelatihan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Seorang manejer kamapanye harus mempunyai kemauan untuk belajar dan bekerja keras, itulah yang disebut dengan kunci kesuksesan manajer kampanye.Setelah melalui pemilihan calon manajer kampanye, maka simanajer harus mengikuti palatihan di sebuah universitas yang telah dipilih dalam hal ini Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mendapatkan berbagai macam materi yang akan membantu saat pelaksanaan kampanye.

Kemudian setelah mengikuti pelatihan selama 11 minggu di kampus IPB Manajer kembali ke wilayah kerjanya untuk melakukan implementasi (pelaksanaan kampanye). Sebelum kampanye dilaksanakan manajer membuat sebuah rencana kerja yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dampingan, baru setelah itu melaksanakan kampanye yang diakhiri dengan evaluasi terhadap capaian yang dihasilkan. Detailnya dapat kita lihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 Proses Kampanye Bangga (Pride Campaign)

Keterangan :

1) Setelah menyelesaikan 11 minggu pendidikan di perguruan tinggi, kampanye dimulai dengan mengembangkan rencana kerja yang menyeluruh. Pertama,

Kampanye selama satu tahun

(32)

kajian literatur dilakukan oleh manajer kampanye. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Satu dari sekian banyak produk dari psoses ini adalah matrik stakeholder yang mengidentifikasikan pemain utama dan kepentingannya terhadap kawasan.

2) Matrik ini kemudian dipakai untuk menentukan dan mengundang kelompok atau individu kedalam suatu pertemuan stakeholder dimana dalam pertemuan ini mereka bekerja bersama (difasilitasi manajer kampanye) untuk mengembangkan model pemikiran (Concept Model) dari ancaman kunci

yang ada.

3) Model pemikiran (Consept Model) mengidentifikasikan faktor kunci

langsung, tidak langsung, serta fator kontribusi (akar permasalahan) dari ancaman terhadap konservasi yang ada di kawasan.

4) Manajer Kampanye kemudian mensurvei 1-3 % populasi yang ada dikawasan sasaran untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Pertanyaan survei mengkonfirmasi ancaman yang telah diidentifikasi oleh stakeholder dalam model pemikiran dan membantu untuk membuat rangking dari ancaman ini melalui suatu sampel acak terhadap masyarakat yang tinggal didalam atau sekitar kawasan sasaran. Data dari kelompok kontrol (control group) juga akan diambil.

5) Setelah data survey dianalisa, model pemikiran kemudian direvisi dalam pertemuan stakeholder yang kedua. Stakeholder membantu manajer Kampanye mengidentifikasi sasaran kampanye yang fokusnya kepada perubahan pengetahuan dan kesadaran yang dapat mempengaruhi ancaman kuncinya.

6) Suatu sasaran yang baik adalah yang memenuhi kaedah SMART (Spesific,

Measurable/dapat diukur, Action-oriented/berorientasi kepada tindakan,

Realistic/realistic dan Time-bound/terikat waktu). Sasaran-sasaran SMART

(33)

15

7) Sasaran ini kemudian dimasukan kedalam suatu recana kerja yang menjadi suatu dasar arahan kampanyenya.

8) Jika rencana kerja ini disetujui, Kampanye Bangga selama periode 1 tahun kemudian dilaksanakan. Suatu susunan aktifitas dilaksanakan. Selama kampanye manajer berkomunikasi dengan RARE, pengajar dari Perguruan Tinggi dan manajer kampanye yang lain melalui sebuah mailing list dan dikunjungi untuk mendapatkan dukungan tambahan. Manajer kampanye melengkapi tugas jarak jauh yang mendukung sasaran kampanyenya yang diberikan oleh pihak akademik.

9) Survei kedua dilakukan diakhir kampanye dan hasilnya dipakai untuk menilai perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku sebelum dan sesudah kampanye.

10) Pada akhir kampanye, manajer kembali ke Perguruan Tinggi selama dua minggu untuk merbagi pengalaman berharga (lesson learned), evaluasi dan

mempertanggungjawabkan terhadap apa yang sudah dilakukan, juga merancang rencana tindak lanjut.

2.1.3 Capaian Dalam Kampanye Bangga

Kampanye dengan mereplikasi teknik-teknik Kampanye Bangga, berhasil mempengaruhi sikap dan perilaku yang berkaitan dengan perlindungan alam dilebih 40 negara. Kunci kesuksesan Kampanye Bangga adalah dengan melibatkan dan membangun komitmen setiap lapisan masyarakat : seperti guru, ulama, pelaku bisnis, anggota legislatif dan masyarakat awam.

Berikut ini adalah contoh-contoh keberhasilan konservasi lingkungan yang telah didukung dan motivasi Rare :

1) Keterlibatan masyarakat secara luas dalam perilaku yang berkelanjutan : Kampanye Bangga di Sierra de Manatlan dan kawasan Bisover El Triunfo di Meksiko mendorong perilaku yang baik untuk mengurangi kebakaran hutan yang disebabkan oleh teknik pembersihan ladang pertanian dengan babat-bakar (slash and burn), juga mengurangi sampah. Kebabat-bakaran hutan di Manatlan berkurang sebanyak 50%.

(34)

LSM lokal pertama dan satu organisasi yang sangat vokal menyuarakan konservasi di Mikronesia.

3) Keterlibatabatan masyarakat yang lebih luas dalam perencanaan pembangunan : Di Yap suatu negara di kawasan Mikronesia- Kampanye Bangga memobilisasi stakeholder setempat untuk membuat suatu rancangan undang-undang yang memandatkan keterlibatan masyarakat dalam seluruh pengambilan keputusan bagi pembangunan.

4) Meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam : Kampanye Bangga telah membantu penciptaan kawasan lindung baru di Indonesia, Costa Rica, Grenada, dominika, Saint Vincent, Bahama dan kepulauan Cayman, dan pembuka jalan bagi UU pengelolaan sumberdaya alam yang baru atau dipergaharui si Saint Vincent.

5) Pendanaan baru bagi pengelolaan sumberdaya alam dari sektor swasta : seluruh kampanye Bangga sudah membantu patner setempat mengumpulkan dana dan sumbangan in-kind (tidak dalam bentuk uang) dari pengusaha lokal yang tertarik dengan pendekatan kampanye ini yang positif dan menarik. 6) Kapasitas baru bagi pendidikan masyarakat : Lembaga dan LSM setempat

menerima bantuan dan bantuan teknis dan pengalaman langsung dalam melaksanakan program penjangkauan (outreach).

7) Keberhasilan konservasi spesies kunci : kampanye Bangga, khususnya yang memfokuskan kepada nuri St. Lucia dan Merpati Granada, telah membangkitkan momentum yang penting bagi penerapan langkah-langkah bagi konservasi spesies.

8) Manajer Kampanye Ni Putu Sarilani Wirawan telah membantu menciptakan dukungan masyarakat terhadap pembentukan Taman Nasional Kepulauan Togean Indonesia yang mencakup ekosistem laut seluas 337.000 hektar serta wilayah daratan seluas 23.000 hektar.

(35)

17

2.1.4 Sosial Marketing

Sosial Marketing adalah cara lain untuk membuat satu kelompok atau

individu merubah tindakan mereka dengan cara merubah keyakinan-keyakinan yang memotivasi keyakinan mereka. Sosial Marketing dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknik-teknik marketing untuk mengembangkan kesejahteraan sosial dengan cara mengubah sikap dan perilaku menyangkut produk atau konsep tertentu. Marketing yang bersifat tradisioanal mencoba untuk membujuk khalayak yang menjadi terget untuk berinvestasi pada sebuah produk atau layanan untuk mendapatkan hasil yang dijanjikan. Sosial Marketing berusaha untuk mengubah sikap tentang kepedulian sosial secara permanen, menciptakan suatu perubahan pada seluruh sistem atau komunitas (Kushardanto 2008).

Ada perbedaan antara marketing bisnis (corporate marketing) dengan sosial

marketing yaitu seperti dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1 perbedaan antara corporate marketing dengan sosial marketing Commercial Marketers Sosial Marketers

Tujuan utama : Penjualan, Keuntungan dan nilai saham

Tujuan Utama : Mencapai kepentingan sosial

Sumber dana : Investasi dan hasil penjualan

Sumber dana : Dana masyarakat (pajak dan donasi)

Pertanggungjawaban pribadi: Pemegang saham dan direktur

Pertanggungjawaban : masyarakat

Tujuan perilaku-seringkali lebih jelas definisinnya dan lebih langsung serta lebih kuat pengukuran jangka pendeknya

Tujuan perilaku – umumnya lebih

konpleks dan menantang – tindakan yang berkelanjutan dalam jangka waktu yang lebih panjang

Produk dan layanan lebih jelas definisinya dan tak terlalu kampleks bagi pasar

Produk dan layanan lebih sering

difokuskan pada cara mengatasi perilaku

Target dan khalayah mudah diakses Targer dan khalayak menantang dan beresiko tinggi

Pengambilan keputusan dilakukan individu

Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif

Hubungan antar sesama bersifat kompetitif

Hubungan antar sesama dengan membangun rasa percaya

Ada beberapa konsep penting yang perlu kita pahami dalam sosial marketing yaitu :

(36)

Khalayak : “khalayak yang menjadi target” adalah konsep kunci, upaya-upaya diarahkan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai yang sama, yang berkaitan dengan ide atau praktek tertentu yang tengah dipromosikan.

Apa yang merubah perilaku : Informasi saja tidak cukup : persepsi individu tentang manfaat, hambatan dan dukungan terhadap perubahan perilaku, konsep pertukaran penting – masyarakat melakukan hal-hal baru atau menghentikan kebiasaan lama untuk mendapatkan keuntungan yang mereka harap dapat terima.

Kerangka waktu : jangka pendek karena sosial marketing dapat memusatkan perhatian pada perubahan perilaku yang relatif terjadi saat itu juga.

Paling kuat saat diterapkan pada jenis isu apa saja : isu-isu akut (parah) yang menghendaki respon perilaku yang kurang lebih terjadi pada saat itu juga, isu-isu penting yang menghendaki respons masyarakat dibeberapa tingkat lebih luas (kampanye sosial marketing seperti mempromasikan daur ulang atau mengurangi rokok menggambarkan ketepatan penggunaan stategi sosial marketing).

Penggunaan media : media massa seperti radio, dan televisi sering digunakan, demikian juga dengan teknik perancangan dan penyampaian yang mutahir serta pengguanaan sarana-sarana marketing dan periklanan lainnya.

2.1.5 Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku menyangkut aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam hidupnya. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya penambanhan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada ketrampilan sekaligus sikap mental yang menjurus kepada tindakan yang baik/positif dan menguntungkan (Setiana 2005).

(37)

19

bertindak. Tidak selamanya sikap mempengaruhi perilaku tapi terkadang perilaku juga mempengaruhi sikap (Setiana 2005).

Perubahan-perubahan dalam perilaku terjadi dalam sebuah rentang yang berlangsung dalam 4 tahapan yaitu :

1) Pra Perenungan (pre-contemplation)

Selama tahap ini, diciptakan kesadaran dan disediakan informasi deskriptif tentang perilaku baru dan manfaatnya bagi populasi yang menjadi target. Kuncinya disini adalah memahami kebutuhan dan motivasi khalayak. Pesan-pesan yang disampaikan harus ditampilkan dalam bahasa dan bentuk yang menarik perhatian dan mudah dipahami oleh konsumen yang menjadi target. Pesan tersebut harus menekan fakta-fakta yang paling menarik bagi kelompok atau individu tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah kelompok target tidak pernah mendengar sepeda, tujuan sebuah sepeda, atau mereka tidak pernah berpikir untuk mengendarainya. Khalayak tersebut dianggap berada dalam tahap “ pra perenungan” Material-material dan program bimbingan yang diberikan perlu ditekankan pada deskripsi sebuah sepeda dan bagaimana cara menggunakannya.

2) Perenungan (contemplation)

(38)

Begitu mereka sudah lebih dekat ke tahap 3, melakukan tindakan, resiko melakukan perubahan perilaku dapat menjadi pertimbangan utama dan menjadi hambatan. Dalam contoh sepeda tadi, mereka bisa saja khawatir kebasahan atau tidak punya tempat untuk berganti pakaian ketika mereka mengendarai sepeda ketempat kerja, atau khawatir sepeda mereka dicuri. Pesan-pesan dan tindakan yang berkaiatan harus fokus pada bagaimana cara mengurangi hambatan-hambatan tersebut dengan cara menghadirkan solusinya. Misalnya berganti pakaian ditempat kerja, merantai sepeda dan lain-lain. Individu difase perenungan ini dapat dipengaruhi oleh tekanan masyarakat dan apa yang orang lain disekitarnya pikir dan lakukan, terutama orang-orang yang amat dihargai dan dilihat sebagai teladan oleh individu tersebut.

3) Melakukan Tindakan (action)

Tahap melakukan tindakan adalah dimana perubahan perilaku dimulai. Individu perlu menyadari bahwa ia memiliki kemampuan dan sumberdaya yang memungkinkan perubahan tersebut terjadi dan mereka dapat melakukannya tanpa adanya hambatan- hambatan yang muncul, misalnya tidak diperdulikan oleh orang lain dikomunitasnya. Atau, mereka mungkin harus mencoba mengendarai sepeda dan belajar bagaimana cara mengendarainya.

4) Mempertahankan perilaku (maintenance)

Perubahan perilaku yang sangat diharapkan oleh komunitas konservasi haruslah melibatkan perubahan yang permanen. Perilaku baru harus dipertahankan sepajang waktu. Tidak cukup seseorang tidak menggunakan dinamit untuk menangkap ikan hari ini, tapi menggunakan lagi minggu depan, atau mengguankan sampah-sampah kaleng bulan ini tapi tidak dibualan berikutnya. Untuk memastikan bahwa perubahan perilaku ini bersifat permanen, individu perlu diberikan ganjaran (tak selalu berbentuk uang) sehingga perubahan perilaku diperkuat. Berikan penguatan pada perilaku-perilaku positif (berikan penghargaan pengendara sepeda baru itu sebagai pahlawan lokal).

2.2Lembaga Adat

(39)

21

bersama komunitas adat tertentu (Syarif 2002). Lembaga adat dikatakan kuat apabila ia memeliki beberapa syarat yaitu :

1. Memiliki tujuan

2. Memiliki struktuk

3. Memiliki aturan (kearifan yang akan dijalankan)

4. Diterima dimasyarakat

5. Mendapat pengakuan dari berbagai pihak.

Empat ratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 913 H atau 1570 M kehidupan di Gampong sudah dibina dan ditata oleh para leluhur dan generasi saat

itu. Sesuai perjalanan sejarah, tugas tersebut sekarang berada pada generasi penerus, untuk mulai menata kembali kehidupan sosial di Gampong sesuai dengan

adat Aceh.

Pada masa dahulu, peradaban Aceh mencapai punjak kejayaannya justru ketika Ureung Aceh (baca orang Aceh) menjadikan adat dan hukum sebagai dasar

dari kehidupan sehari-hari. Selain itu, makmur dan tertibnya sebuah Gampong

sangat tergantung kepada pemimpin Gampong yaitu Keuchik dan Teungku

Meunasah serta lembaga Tuha Peut, sebagai pemberi pertimbangan dalam setiap

putusan Gampong. Oleh karena itu, sangat wajar bagi Ureung Aceh menggunakan peluang dan kesempatan yang sudah terbuka lebar untuk mengembalikan marwahnya, guna mengatur rumah tangga gampongnya sendiri (Syarif 2005).

2.2.1 Kontrak Sosial Baru

Dalam hubungan denngan penguatan lembaga adat, untuk lembaga tertentu

(mukim) perlu juga dibangun dan disepakati kontrak sosial baru, dalam rangka

merekontruksi hubungan timbal balik antara mukim dengan gampong dan antara gampong-gampong dalam sebuah mukim. Kontrak sosial adalah sebuah kesepakatan yang disepakati dan disetujui bersama oleh sebuah komunitas. Ada beberapa alasan kenapa diperlukan adanya kontrak sosial baru ini (Backman et al 2001).

Pertama, pada saat ini sebagian mukim yang ada di Aceh, telah berubah

(40)

sebagai simpul atau pusat kegiatan mukim. Di Aceh Besar misalnnya,

mukim-mukim masih mempetahankan satu Mesjid Jamik untuk satu Mukim. Kalaupun ada

yang lebih dari satu mesjid dalam satu mukim, itu didasarkan pada kesepakatan

ditingkat mukim untuk memperlancar syiar islam.

Kedua, Gampong-gampong telah menjalankan pemerintahan sendiri yang

lepas dari pengawasan mukim selama 20 tahun lebih. Dalam masa yang demikian

lama, untuk wilayah tertentu mukim sudah tidak terlalu berfungsi dan hilang

perannya. Berdasarkan dua kondisi diatas, maka Gampong-gampong dalam

sebuah mukim perlu membina kelmbali kontrak sosial bersama ditingkat mukim,

sehingga dapat memperlancar kembali proses rekontrukasi kehidupan bersama dalam sebuah mukim (Backman 2001). Kontrak sosial tersebut paling kurang meliputi :

1. Menyepakati struktur kelembagaaan adat yang ada di mukim

2. Melengkapi struktur kelembagaan mukim dan gampong

3. Memperkuat lembaga Tuha Peut

4. Menyepakati dan melakukan pengukuhan kembali aturan adat dan lembaga adat ditingkat mukim

5. Menyepakati kawasan-kawasan yang keputusan pengelolaannya ada pada tingkat mukim, namun pengaturannya tetap pada gampong dimana kawasan

tersebut berada.

6. Menyepakati bentuk hubungan antar gampong dan antar lembaga adat dalam

sebuah mukim.

2.2.2 Sistem Adat

(41)

23

dan UU nomor 18 tahun 2001 tentang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Syarif 2003).

Namun tragis bagi masyarakat Aceh, suasana konflik politik membuat

gampong dan lembaga adat lainnya terlalu lama menunggu untuk dapat kembali

kepada tradisi yang didasarkan pada adat dan hukom. Masa penantian bagi

gampong-gampong di Aceh semakin panjang, sejalan dengan berlarutnya konflik

Aceh.

Setahun setelah UU nomor 22 tahun 1998, khusus bagi Aceh ditetapkan pula UU nomor 44 tahun 1999 tantang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai bagian dari upaya penyelesaian konflik Aceh. Untuk adat dan kehidupan gampong, UU ini kemudian segera ditindak lanjut oleh Pemda Aceh dengan mengeluarkan PERDA No 7 tahun 2000 tentang penyelenggaraan Kehidupan Adat.

Namun belum sempat PERDA ini diterapkan secara sempurna, pemerintah RI mengeluarkan pula UU no 18 tantang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk melaksanakan amanat dari UU no 18 tersebut, dua tahun kemudian barulah dikeluarkan peraturan di Aceh dalam bentuk Qanun no 4 dan 5 tahun 2003 yang mengatur masing-masing tentang pemerintahan mukim dan pemerintahan

gampong. Qanun ini disahkan pada Juli 2003, namun disampaikan kepada

masyarakat luas melalui media masa sekitar Novembar 2003. Dengan lahirnya

Qanun ini, pemerintahan di tingkat gampong di Aceh kembali ke sistem adat dan

yang paling penting adalah diakui kembali mukim sebagai lembaga yang memiliki

kewenangan untuk mengurus sumberdaya alam di wilayahnya.

Hukum adat tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh dan sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syari’at Islam maka perlu dipelihara dan dilestarikan. Hukum adat oleh masyarakat Aceh sudah dilaksanakan secara turun temurun, dihormati dan dipatuhi meskipun tidak tertulis (Syarif 2005).

(42)

berkewajiban dalam menjaga, menyalamatkan, memanfaatkan serta mengelola sumberdaya alam di wilayahnya sudah mulai ada. Hal ini dapat kita lihat dari keinginan masyarakat untuk mengaktifkan kembali lembaga adat Pawang Uteun.

Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan yang telah dihasilkan harus dideklarasikan kembali kepada masyarakat luas, khususnya segenap warga mukim yang bersangkutan juga kepada instansi terkait. Dengan demikian diharapakan semua akan memberikan dukungan (Emtas 2006).

Melemahnya sistem kelembagaan adat ditingkat mukim seperti Pawang

Uteun, sekarang sudah menjadi bagian dari sejarah. Dengan kondisi kelembagaan

tersebut, maka upaya pembentukan dan penguatan sistem adat sebagai bagian dari energi sosial masyarakat Aceh, tidak cukup hanya mengandalkan peraturan baru, baik berupa UU maupun Qanun. Akan tetapi haruslah disertai dengan upaya yang

sungguh-sungguh dari masyarakat itu sendiri (Langen 2001).

Fakta yang nampak hari ini, dalam proses implementasi undang-undang dan juga peraturan, seperti yang diamanatkan oleh UU nomor 18 tahun 2001 dan juga Qanun mukim dan gampong tahun 2003 masih berjalan lambat. Tanpa ada keberanian, tanpa ada upaya sungguh-sungguh dari masyarakat, maka proses penguatan kembali lembaga adat akan terhambat. Karena masyarakar secara perlahan-lahan harus mulai mempersiapakan langkah-langkah, dengan bersandar pada UU dan adat setempat untuk menata kembali wilayah adat dan juga sistem adat dari gampong masing-masing.

2.3Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Pengelolaan hutan berkelanjutan yang berbasis masyarakat adat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan. Selain itu masyarakat lokal memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaan (religion). Dengan kemampuan transfer

antar generasi yang baik, maka dalam prakteknya pengeloaan seperti ini tercakup dalam sebuah sistem tradisional. Penerapannya akan akan sangat berbeda dengan pendekatan pengelolaan lain diluar daerah ( Darmawan et al 2004).

(43)

25

berbasis komunitas (koperasi dalam arti luas), maupun individual. Ciri utamanya adalah adanya pengaruh sistem sosial setempat yang cukup kuat kedalam struktur pengambilan keputusan marjinal.

Ada beberapa kelebihan model pengelolaan seperti ini antara lain : 1. Mampu mendorong pemetaan dalam pengelolaan sumberdaya alam 2. Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat yang spesifik

3. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat 4. Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi

5. responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal 6. Masyarakat lokal termotifasi untuk mengelola sumberdaya alam secara

berkelanjutan.

(44)

III.

KEADAAN UMUM LOKASI

3.1 Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung Kabupaten Aceh Besar

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung berada dalam Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh. Jika dilihat secara administratif pemerintahan, Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh berada di dalam wilayah kota Banda Aceh & Kabupaten Aceh Besar. Sementara secara geografis daerah ini terletak pada posisi N 05º 23' dan E 095 º 17'.

Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh pada bagian utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, bagian selatan dengan SWS Kr. Teunom-Lambeuso (Aceh Jaya), bagian baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian timurnya berbatasan dengan SWS Kr. Meureudu – Baro (Pidie).

Gambar 3 Peta DAS dan Wilayah Target Kampanye Bangga Kemuki

(45)

27

Dalam wilayah kemukiman Kueh dan Lhoknga terdapat sebuah sungai yaitu Kr. Raba yang memiliki panjang 9.80 Km dengan luas daerah pengaliran sungai / daerah aliran sungai yang mencapai 73,3 Km2 serta memiliki potensi air sebesar 98.392.320 M3/tahun. Sementara itu, di kemukiman Leupung terdapat Sungai (Krueng) Geupu dengan panjang aliran sungai 53 Km, dengan luas DAS 91 Km2 dan potensi air pertahun sebesar 121.728.960 M3. Kedua sungai tersebut termasuk ke dalam SWS Kr. Aceh.

SWS Kr. Aceh memiliki 57 buah sungai dengan luas Daerah Pengaliran Sungai/Daerah Aliran Sungai (DPS/DAS) yang mencapai 3.632.73 Km2 dan panjang sungai 759.19 Km serta memiliki potensi air sebesar 3,357,953,280 M3/tahun. (Dinas pekerjaan umum 2006).

3.2 Deskripsi Kawasan Target

Perkembangan pembangunan di bidang pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, ekploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan yang tidak menerapkan kaidah ekologi dapat menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal atau mengalami ketidakseimbangan maka tata air dan sistem hidrologis yang ada menjadi terganggu. Hal ini dicerminkan dengan misalnya terjadinya banjir, berkurangnya debit air (terutama di musim kering) dan tingkat sedimentasi yang tinggi. (PeNA 2006)

Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan penurunan kemampuan DAS untuk menyimpan atau “storage” air pada musim penghujan dan kemudian melepas air sebagai “base flow” pada musim kemarau. Pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran “base flow” sangat kecil bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar. (BPS 2004)

(46)

dalam memperparah kerusakan lingkungan. Padahal DAS Kr. Aceh memegang peranan penting dalam penyediaan air bersih bagi kebutuhan hidup masyarakat Aceh Besar dan kota Banda Aceh, termasuk masyarakat yang menetap di kawasan pesisir Kecamatan Leupung dan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.

Kerusakan lingkungan yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun ini, selain dipicu oleh penebangan liar dan eksploitasi hasil hutan, juga merupakan dampak pembakaran hutan serta kerusakan ekosistem yang terjadi akibat bencana tsunami. Pasca tsunami, kerusakan sumberdaya alam khususnya hutan di Aceh mengalami peningkatan. Kegiatan penebangan liar semakin marak terjadi, hal ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya permintaan kayu untuk kebutuhan pembangunan kembali wilayah Aceh yang mengalami kerusakan akibat hantaman gelombang tsunami.

3.3Karakteristik Fisik Kawasan

3.3.1 Gambaran Topografi

Secara umum kawasan target ini terletak pada ketinggian 0–1.900 m dpl dengan topografi datar hingga bergunung, yang berkisar pada kemiringan antara 0–40%, pada daerah garis pantai kemiringan 9–25%. Kawasan kemukiman Kueh secara umum memiliki topografi yang datar dan bukan kawasan yang berdekatan dengan pantai. Sementara itu, sebagian besar kawasan kecamatan Lhoknga merupakan dataran yang berdekatan dengan pantai, khususnya kemukiman Lhoknga dan Lampu’uk.

Kecamatan Leupung pada umumnya memiliki topografi yang datar. Dalam wilayah kecamatan ini, Desa Layeun dan Pulot merupakan kawasan pantai, sedangkan wilayah Desa Lamseunia, Meunasah Bak U dan Deah Mamplam merupakan kawasan dataran bukan pantai.

3.3.2 Kondisi Geologi

(47)

29

3.3.3. Iklim dan Cuaca

Berdasarkan tipe iklim menurut Schmidt dan Fergusson (Sukocho, 1997), kawasan ini dapat dikategorikan sebagai tipe iklim A dengan nilai Q antara 0,8 – 5,7%, dengan curah hujan rata-rata 1.000 – 2000 mm pertahun. Suhu maksimum dapat mencapai 32°C dan suhu minimum dapat mencapai 15°C. Suhu udara rata-rata 26°C dan jumlah hujan yang turun sekitar 13 hari perbulan. Namun berdasarkan data terbaru, curah hujan pada kawasan target saat ini diperkirakan berkisar antara 125 s/d 175 mm/hari. Gambar 3 berikut menggambarkan curah hujan dan daerah potensi banjir di Pulau Sumatra, termasuk Propinsi NAD.

3.4. Deskripsi Umum Ekosistem Kemukiman Kueh, Lhonga, dan Leupung

3.4.1. Karakteristik Ekosistem

Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung memiliki 5 tipe ekosistem yaitu : Ekosistem hutan hujan tropis. Masyarakat setempat seringkali menyebut ekosistem ini sebagai ’kawasan hutan’. Hutan ini sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat karena masyarakat menggantungkan ekonomi keluarganya pada sumberdaya hutan seperti mencari madu, berburu, kulit kayu (kulit tenga), rotan, bahan obat-obatan dan sebagainya.

Ekosistem kebun. Masyarakat menamakan ekosistem ini sebagai Seunebok. Ekosistem persawahan, yaitu ekosistem yang digunakan masyarakat untuk memproduksi hasil pertanian sawah yakni padi. Kawasan persawahan ini terdapat di luar pemukiman masyarakat tepatnya sebelum kita memasuki perkampungan. Pengusahaan padi dilakukan satu tahun sekali, karena sawah di sana masih merupakan sawah tadah hujan walaupun pada kenyataannya pada kedua wilayah kemukiman ini terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun, Kr. Geupu untuk kemukiman Leupung serta Kr. Raba untuk kemukiman Kueh dan Lhoknga. Namun setelah bencana alam tsunami hampir 90% sawah di lokasi target tidak dapat digunakan lagi.

(48)

Ekosistem pantai. Tanaman yang mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya. Ekosistem ini sebelum tsunami biasanya digunakan untuk berekreasi juga sebagian orang memanfaatkannya sebagai tempat untuk mencari ikan (menjala, tare’ek pukat dan memancing).

Setelah tsunami aktifitas masyarakat yang memanfaatkan kawasan ini menjadi berkurang, namun untuk saat ini, kawasan pantai yang terdapat di kawasan Lhoknga sudah mulai dikunjungi lagi oleh masyarakat perkotaan dan juga para pekerja di berbagai organisasi yang terdapat di Aceh sebagai daerah tujuan rekreasi pada saat saat libur kerja. Gambar 3 di dibawah ini memperlihatkan kondisi Lhoknga dan Kueh, sebelum dan sesudah terjadinya tsunami, gambar bagian atas menunjukkan kondisi sebelum tsunami dan gambar bagian bawah memperlihatkan kerusakan terhadap semua tipe ekosistem pasca bencana tsunami.

Gambar 4: Kecamatan Lhoknga Sebelum dan Sesudah Tsunami 26 Desember 2004 (Sumber : www.sertit.u-strasbg.fr )

3.4.2. Keanekaragaman Hayati

(49)

31

umumnya pemanfaatan kehati oleh masyarakat adalah hasil kayunya yang digunakan untuk bahan bangunan dan selebihnya adalah untuk kayu bakar. Ada beberapa jenis lainnya yang tidak dimanfaatkan kayunya seperti :

Ceradih (Sloetia elongate), yang dimanfaatkan buahnya

Aren (arenga pinnata), yang dimanfaatkan daun, buah dan juga batangnya. Nawah (jarak), yang dimanfaatkan daun

Kayu tenga, yang dimanfaatkan kulitnya

Keanekaragaman satwa juga kita temukan di kawasan hutan tropis, antara lain kambing hutan sumatera (capricornis sumatraensis), harimau sumatera (panthera tigris), beo (Gracula religiosa), dan cempala kuneng (copsychus pirropygus). Cempala kuneng bahkan merupakan satwa jati diri Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain berbagai keanekaragaman hayati yang terdapat pada berbagai ekosistem di atas, di kawasan target kampanye juga terdapat keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pantai. Tumbuhan yang mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya.

Pasca tsunami, keanekaragaman hayati hanya dapat ditemui di ekosistem hutan hujan tropis. Ekosistem terumbu karang dan padang lamun diduga telah rusak total (Wetland International – Indonesia Program 2005). Selain itu, satwa yang ada di kawasan hutan mangrove dan pantai pun tidak bisa kita jumpai lagi.

Pasca bencana tsunami dan penandatangan MoU Helsinky, konflik satwa dan manusia sudah mulai terjadi. Gangguan satwa mulai dialami oleh masyarakat yang menetap di kemukiman Kueh dan juga Leupung. Harimau Sumatera (panthera tigris) sudah mulai turun ke perkampungan memangsa ternak masyarakat.

(50)

sapi) yang dimangsa serta jejak yang ditinggalkan oleh harimau di sekitar perkampungan.

3.5 Deskripsi Masyarakat

3.5.1 Demografi danPopulasi

Kemukiman Kueh didiami oleh 7.203 jiwa, serta kemukiman Lhoknga memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.865 jiwa. Sementara itu, penduduk di kemukiman Leupung sekitar 8.079 jiwa penduduk.

Penduduk Leupung berasal dari “gampong pande” yang terletak di kawasan pedalaman di bagian hulu sungai (krueng) Geupu. Oleh karena sering mengalami gangguan binatang buas, penduduk desa pande kemudian hijrah secara bertahap ke kawasan hilir Kr. Geupu yang berdekatan dengan kawasan pantai. Mereka membentuk perkampungan baru yang diberi nama Lamseunia. Dari desa Lamseunia inilah penduduk kemudian berkembang dan menyebar ke berbagai tempat lain di wilayah kemukiman Leupung dan pada saat ini telah terbentuk 6 desa dalam wilayah kemukiman ini. Setelah bencana tsunami melanda wilayah ini sebagian masyarakat yang tinggal di dekat pantai kembali pindah ke kawasan yang berdekatan dengan hutan. Hal ini dilakukan terutama oleh masyarakat yang berasal dari desa Meunasah Ba U dan Lamseunia. Perpindahan tempat tinggal ini dikarenakan areal pemukiman lama telah mengalami abrasi pantai dan penurunan permukaan tanah akibat gempa bumi dan bencana tsunami.

Penduduk yang berada di Kemukiman Kueh dan Lhoknga adalah penduduk asli daerah tersebut. Walaupun demikian, ada juga masyarakat yang merupakan pendatang dari daerah lain seperti dari Lhoong, Pantai Selatan dan Sigli. Para penduduk pendatang ini telah menetap dan berbaur dengan penduduk asli sejak puluhan tahun yang lalu.

3.5.2 Ekonomi

(51)

33

melakukan aktifitas usaha dan pekerjaan yang mereka tekuni. Sementara yang berprofesi sebagai petani belum bisa berusaha untuk menanam padi di areal persawahan mereka karena hampir semua lahan tertimbun oleh pasir pantai dan sampah tsunami. Kegiatan bertani yang berlangsung saat ini adalah pengadaan berbagai jenis komoditi pertanian non-padi seperti cabe, jagung, jahe, semangka.

3.5.3 Budaya

Mayoritas penduduk di ketiga kemukiman yang menjadi wilayah kampanye Bangga berasal dari suku Aceh. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengunakan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Agama yang dianut oleh masyarakat adalah mayoritas Islam.

Kehidupan sosial budaya di kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung masih dapat kita lihat dengan jelas. Antara satu individu dengan individu lainnya saling membutuhkan, saling menolong dan membantu. Kerja sama masyarakat dapat kita lihat bila di gampong ada yang meninggal. Pada suasana duka ini, semua masyarakat berkunjung ke rumah yang mendapat musibah untuk saling membantu. Para perempuan membantu dengan persiapan dan pekerjaan di rumah sedangkan bagi para laki-laki ada yang di rumah ada juga yang menggali kuburan. Begitu juga pada saat kenduri udeep mereka selalu bekerja bersama sama.

Pasca tsunami, sifat individualistis mulai bermunculan pada sebahagian kecil masyarakat terutama dalam upaya mencari serta mendapatkan bantuan pemulihan. Namun demikian, untuk kegiatan adat mereka masih mau untuk melakukan secara bersama-sama. Budaya-budaya (adat) yang ada di kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung yang menunjukkan bahwa mereka saling bekerja sama atau bergotong royang seperti:

1) Budaya Meurusa

(52)

2) Keunduri Blang

Kenduri Blang adalah sebuah kenduri atau pesta rakyat yang dilakukan pada saat baru akan mulai turun ke sawah sampai panen selesai. Kenduri blang ini biasaya di pimpin oleh seorang ketua yang disebut dengan nama Keujrun Blang atau Ketua Sawah. Rangkai kenduri blang ini dimulai penentuan waktu tanam bibit sampai selesai panen yaitu pembukaan kembali pagar yang membatasi antara sawah dan kebun yang menjadi pintu keluar dan masuknya ternak keareal persawahan (pembukaan pagee rentang).

3) Kenduri Laot

Kenduri laot sama juga halnya dengan kenduri blang, kenduri ini dilakukan untuk mensyukuri rahmat yang telah diberikan Allah S.W.T dan juga pada kenduri tersebut dibicarkan hal-hal yang berkaitan dengan lembaga adat Panglima Laot itu sendiri. Kenduri ini dipimpin oleh Panglima Laot beserta staf yang ada di lembaga tersebut. Pada acara kenduri laot ini untuk makan-makannya mereka memotong atau menyembelih kerbau. Selanjutnya, kepala kerbau yang sudah disembelih ini akan dibuang ke laut sebagai supaya mendapatkan rezeki yang lebih banyak nantinya ketika mereka kembali lagi melaut.

4) Kenduri Seunebouk

Kenduri Seunebok adalah kenduri yang dilakukan di kebun, biasanya dilakukan pada saat panen raya dan juga sewaktu akan melakukan penanaman perdana, misalnya pada saat mau tanam cabe.

5) Kenduri Matee

Kenduri matee adalah kenduri yang dilakukan pada saat ada kematian. 6) Kenduri Udeep (Perkawinan)

Kenduri udeep adalah kebalikan dari kenduri matee yaitu kenduri yang dilakukan terhadap orang yang masih hidup, misalnya pesta perkawinan, sunnatan rasul dan lain-lain.

7) Kenduri Mauled

Gambar

Gambar 2 Proses Kampanye  Bangga (Pride Campaign)
Tabel 1 perbedaan antara corporate marketing dengan sosial marketing
Gambar 3 Peta DAS dan Wilayah Target Kampanye Bangga
Gambar 4: Kecamatan Lhoknga Sebelum dan Sesudah Tsunami 26 Desember
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 17 Tahun 1998 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

d.Dağıtım tablolarındaki aygıtlara (sigorta, anahtar, sayaç, zil transformatörü vb.) etiket takılmalı, klemens ve iletkenlere numara verilmelidir. 60 A' e kadar

1) Pengetahuan, anak-anak menjadi mengenal dan mengetahui identitas diri (terkait gender, etnis, asal, maupun agama) dan identitas budaya temannya. Pengetahuan

Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga menunjukkan perbandingan

Dengan bukti yang dibawa oleh Korea Selatan, pemerintah Korea Selatan mengambil langkah untuk menutup Kawasan Kaesong untuk mengurangi pendapatan Korea

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea), frekuensi napas meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan

Dokumen ini dibuat oleh fungsi kas sebagai bukti penyetoran kas ke bank.Bukti setor dibuat tiga lembar dan diserahkan oleh fungsi kas ke bank, bersamaan dengan