• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA DARI HINDU KE KRISTEN PROTESTAN DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA DARI HINDU KE KRISTEN PROTESTAN DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 13 FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA DARI HINDU

KE KRISTEN PROTESTAN DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN PARIGI SELATAN

KABUPATEN PARIGI MOUTONG Agus Budi Wirawan *

Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

ABSTRAK

Desa Sumbersari ditempati oleh transmigran Bali Kristen dari Desa Blimbingsari Jembrana Bali. Di desa ini terdapat banyak konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan. Kehadiran para transmigran Bali Kristen ini banyak mempengaruhi keberadaan transmigran-transmigran berikutnya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah faktor-faktor penyebab terjadinya konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan di Desa Sumber Sari Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong? Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan di Desa Sumber Sari Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong.

Rancangan penelitian ini adalah gabungan dari rancangan penelitian deskriptif kualitatif dan rancangan grounded sehingga teori yang digunakan untuk membedah rumusan masalah adalah teori faktor penyebab konversi. Lokasi penelitian di Kabupaten Parigi Moutong. Teknik pengumpulan data melalui observasi non partisipan dan wawancara mendalam kepada informan, penentuan informan dengan prosedur purposif. Selain itu juga menggunakan teknik dokumenter dan kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis Miles dan Hubberman.

Hasil penelitian ini adalah: faktor penyebab konversi agama di Desa Sumbersari adalah faktor sosiologis, faktor psikologis, dan faktor agama dan adat. Faktor sosiologis terdiri dari: pengaruh hubungan antar pribadi, pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang dekat, pengaruh pemimpin keagamaan, pengaruh kebiasaan yang rutin, dan pengaruh kekuasaan pemimpin. Faktor psikologis terdiri dari: faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, faktor perubahan status, dan faktor kemiskinan. Faktor agama dan adat terdiri dari: Faktor ketidakpuasan atas agama dan sistem adat, dan faktor lemahnya pemahaman ajaran agama.

Kata Kunci: Konversi Agama, Faktor Penyebab

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan sumber daya alam yang tersebar di wilayah kepulauan Indonesia tentu harus dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun sumber daya manusia sebagai subyek pengelola sumber daya alam Indonesia belum tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Potensi sumber

daya manusia ini masih tersentral di wilayah tertentu saja. Pulau Bali menjadi salah satu Pulau dengan populasi penduduk terpadat, padahal daya tampung dan daya dukung dari pulau Bali untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduknya sudah sangat minim. Melihat ketimpangan antara potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia tersebut, maka pemerintah melaksanakan suatu program khusus yang

(2)

14 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 diberi nama transmigrasi. Daerah tujuan

transmigrasi asal Bali adalah daerah-daerah yang masih memiliki sumber daya alam yang belum diolah secara maksimal, salah satunya adalah Sulawesi Tengah.

Transmigran asal Bali kemudian menempati wilayah di berbagai kabupaten di Sulawesi Tengah seperti Parigi Moutong, Donggala, Luwuk, Toli-toli, dan Poso. Berdasarkan data Disnakertrans Bali, jumlah pengiriman transmigrasi dari Pra-Pelita tahun 1953 hingga tahun 2000 dengan daerah tujuan penempatan terbanyak ke Sulawesi Tengah yaitu sebanyak (56.932) jiwa (sumber: balipost.com). Di Provinsi Sulawesi Tengah, masyarakat tersebar di kabupaten-kabupaten Sulawesi Tengah yaitu Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Morowali, Tojo Una-Una, Banggai, Buol, Poso, Toli-Toli. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah tahun 2010, jumlah masyarakat Hindu di Sulawesi Tengah yaitu 5,15% dari total penduduk Sulawesi Tengah yang berjumlah 2.635.009 jiwa. Kemudian jumlah tempat ibadah agama Hindu berdasarkan jenisnya di Sulawesi Tengah tahun 2012 berjumlah 2.931, pura berjumlah 222 buah, dan sanggah berjumlah 29.331 buah. Jika dibandingkan dengan agama sahabat yaitu agama Islam yang rumah ibadahnya hanya berjumlah 3.868, maka agama Hindu menduduki posisi pertama dengan rumah ibadah terbanyak di Sulawesi Tengah berdasarkan jenisnya yaitu pura dan sanggah. Masyarakat Hindu etnis Bali menempati daerah-daerah yang strategis dimana terdapat sumber daya alam yang memadai untuk dikelola oleh para transmigran. Pada umumnya, mayoritas masyarakat Hindu etnis Bali berprofesi sebagai masyarakat agraris berbekal keterampilan yang dimiliki dari Bali. Masyarakat Hindu etnis Bali terkenal sebagai masyarakat yang pekerja keras, tekun, dan ulet dalam bekerja, sehingga sesuai dengan tujuan mereka melakukan transmigrasi yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, masyarakat Hindu etnis

Bali di daerah transmigrasi dengan spirit yang tinggi mulai menata kehidupan mereka, mengolah sumber daya alam sebagai mata pencaharian agar tujuan mereka tercapai.

Pada tahun 1962, transmigrasi dari Bali ditempatkan di Desa Sumbersari. Para transmigran adalah orang Bali tetapi beragama Kristen. Asal para transmigran ini sebagian besar berasal dari Desa Blimbingsari Kabupaten Jembrana, Bali. Adanya para transmigran di Desa Sumbersari inilah yang oleh sebagian orang mempengaruhi para transmigran yang datang ke Sulawesi Tengah berikutnya seperti di Desa Maleali, Desa Tolai, dan Desa Balinggi Jati. Berdasarkan informasi awal yang penulis dapatkan dari hasil wawancara, konversi agama itu terjadi pada saat para transmigran dari Bali akan menempati daerah-daerah yang ada di Sulawesi Tengah. Ada usaha untuk meng-Kristen-kan para transmigran dengan janji akan diberikan tanah strategis untuk diolah dan yang tidak mau pindah ke Kristen maka akan diberikan tanah yang masih berupa hutan lebat. Karena janji itu makanya sebagian dari mereka kemudian bersedia pindah agama ke Kristen, baik Protestan maupun Katholik. Adanya anggapan bahwa agama Hindu itu rumit dan menyebabkan kemiskinan karena biaya upacaranya yang mahal juga menjadi penyebab adanya konversi agama. Selain itu, ada juga konversi agama melalui perkawinan pasangan yang salah satunya beragama Hindu kemudian mengikuti agama pasangannya yang beragama Kristen Protestan.

Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam untuk memperoleh gambaran secara detil tentang faktor-faktor penyebab terjadinya konversi agama. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul Faktor Penyebab Konversi Agama dari

Hindu ke Kristen Protestan di Desa

Sumbersari Kecamatan Parigi Selatan

(3)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 15 2. Metode Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah gabungan dari rancangan penelitian deskriptif kualitatif dan rancangan grounded sehingga teori yang digunakan untuk membedah rumusan masalah adalah teori faktor penyebab konversi. Lokasi penelitian di Kabupaten Parigi Moutong. Teknik pengumpulan data melalui observasi non partisipan dan wawancara mendalam kepada informan, penentuan informan dengan prosedur purposif. Selain itu juga menggunakan teknik dokumenter dan kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis Miles dan Hubberman.

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa seseorang yang pindah agama tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi bisa sekaligus beberapa faktor penyebab. Satu orang yang pindah dari Hindu ke Kristen Protestan bisa dipengaruhi faktor anjuran atau propaganda, faktor kemiskinan, faktor perubahan status (perkawinan), dan faktor anggapan rumitnya agama sebelumnya yaitu agama Hindu. Faktor-faktor itu bekerja sekaligus sehingga akhirnya orang tersebut memutuskan untuk pindah agama.

Secara garis besar kemudian faktor-faktor penyebab konversi agama itu dibagi dalam faktor sosiologis, faktor psikologis, dan faktor agama dan adat. Dari masing-masing aspek kemudian di dalami lagi faktornya masing-masing secara lebih mendetail.

3.1. Faktor Sosiologis

Konversi agama yang terjadi di Desa Sumbersari Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong disebabkan karena pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang dapat mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain:

a. Pengaruh Hubungan Antar Pribadi Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non-agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang kebudayaan lainnya) bisa mempengaruhi seseorang untuk berpindah agama. Hubungan yang bersifat pribadi ini antara seseorang dengan orang-orang di sekitarnya yang beragama lain yang kemudian membuatnya tertarik untuk menganut agama yang dianut oleh orang-orang di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sudiarta (54 tahun) sebagai berikut:

“Waktu itu saya bisa keterampilan menjahit. Saya memang bawa mesin jahit dari Bali. Tapi usaha kurang berkembang di tempat tinggal saya di Moti. Jadi saya dengan istri kemudian memutuskan untuk ngontrak di Pasar Sumbersari yang lebih rame. Selain kepala desa, warga di Sumber juga banyak membantu saya. Itu juga yang membuat saya tertarik dengan agama yang mereka anut”

Sudiarta mempunyai keterampilan menjahit pakaian. Keterampilan ini sudah dimiliki semenjak dari Bali. Tetapi usaha menjahitnya tidak berkembang di tempat tinggalnya di Moti sehingga kemudian memutuskan untuk menyewa sepetak kios di Pasar Sumbersari. Waktu itu, Desa Sumbersari jauh lebih ramai dan maju dibanding desa lainnya.

Hubungan pribadinya dengan warga Desa Sumbersari yang beragama Kristen, pelan-pelan mempengaruhinya. Kebaikan-kebaikan yang diterimanya dari warga, sedikit banyak berpengaruh terhadap pandangannya tentang agama yang dianutnya saat itu yaitu agama Hindu. Terlebih situasi sulit yang dialaminya karena meadat di Moti yang cukup jauh dari domisilinya sekarang.

(4)

16 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 b. Pengaruh Anjuran atau Propaganda

dari Orang-orang Dekat

Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang dekat seperti sahabat karib atau pun keluarga dapat menyebabkan seseorang berpindah agama. Hal ini diungkapkan oleh Sudani (52 tahun) sebagai berikut:

“Pada waktu itu, tante saya transmigrasi dengan suaminya pada tahun 1962 ke Sumbersari. Kemudian Tante saya jalan-jalan ke Bali, ketika balik lagi ke Sulawesi, saya ikut. Umur saya waktu itu baru 12 tahun. Tante saya agama Kristen. Pelan-pelan juga saya ikut belajar agama Kristen dan ke gereja mengikuti keluarga Tante saya”

Pada awalnya, Sudani tinggal bersama orang tuanya di Desa Kapal, Bali. Ketika berumur 12 tahun, Sudani mengikuti tantenya ke Sulawesi, tepatnya di Desa Sumbersari. Keluarga tantenya adalah keluarga Kristen Protestan. Setelah sekian tahun, atas ajakan dan mengikuti kebiasaan dari keluarga tantenya dalam melaksanakan ajara Kristen protestan, akhirnya Sudani juga pindah ke agama Kristen protestan. Sudani, kini telah memiliki seorang cucu. Menantunya pun yang bernama Parwati (24 tahun) sebelumnya adalah pemeluk agama Hindu yang kemudian pindah ke Kristen Protestan karena menikah dengan anaknya. Hingga kini, orang tua Sudani yang tinggal di Desa Kapal, Bali, masih menganut agama Hindu.

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang dekat terutama keluarga sangat mempengaruhi pendirian seseorang terhadap agama yang dianutnya. Keluarga menjadi informasi yang akurat dan media yang paling manjur untuk menginformasikan ajaran suatu agama agar diikuti oleh kerabat yang berbeda agama.

c. Pengaruh Pemimpin Keagamaan Rakta (75 Tahun) yang merupakan ketua rombongan tansmigrasi di Desa Sumbersari merupakan orang yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan para transmigran di Desa Sumbersari. Posisinya sebagai ketua rombongan sangat membantu tugasnya sebagai anggota penginjilan yang bertugas mengkristenkan orang-orang yang belum memeluk agama Kristen Protestan. Cukup banyak yang telah dipengaruhinya, baik yang beragama Hindu maupun Islam, agar bersedia memeluk agama Kristen Protestan.

Rakta sebagai seorang ketua rombongan sekaligus pemimpin keagamaan karena masuk dalam keanggotaan penginjilan, selalu melakukan upaya-upaya untuk mengkristenkan orang-orang yang belum beragama Kristen. Rakta mendekati orang yang dianggap belum benar dalam menjalankan agamanya. Bukan hanya yang beragama Hindu, yang beragama Islam juga pernah dikristenkan oleh Rakta. Awalnya hanya obrolan-obrolan biasa mengenai hal-hal biasa, lama-lama baru membahas tentang kehidupan beragama. Ketika mereka bercerita tentang kehidupan beragama, maka munculah keluhan-keluhan tentang agama ataupun tradisi agama yang mereka jalankan saat itu.

d. Pengaruh Kebiasaan yang Rutin Konversi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang menunjukkan berpindahnya kepercayaan, keyakinan, dan/atau praktik seseorang dari suatu rangkaian ajaran atau nilai spiritual tertentu kepada seperangkat kepercayaan, keyakinan, dan/atau praktik ajaran atau nilai spiritual lain. Berpindahnya kepercayaan, keyakinan dan/atau praktik ajaran agama seseorang yang telah menjadi tradisi dalam hidupnya selama bertahun-tahun tentu tidak mudah. Kebiasaan-kebiasaan tersebut hanya mungkin terganti karena ada ada kebiasaan rutin baru yang dianggapnya lebih baik dari kebiasaan rutin sebelumnya. Hal ini diungkapkan oleh Sudiarta (54 tahun) bahwa kebiasaan rutin

(5)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 17 yang diikuti oleh Sudiarta dengan mengikuti

ibadah di gereja dan di rumah-rumah warga yang beragama Kristen menjadi kebiasaannya sebelum dia memutuskan untuk berpindah agama. Sudiarta belum dibaptis dan resmi memeluk agama Kristen Protestan tetapi sudah mengikuti kegiatan-kegiatan rutin seperti ibadah hari minggu dan ibadah di rumah-rumah warga. Bukan hanya di Desa Sumbersari, ketika ada ibadah ke desa lain seperti Desa Moti, Sudiarta juga mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.

e. Pengaruh Kekuasaan Pemimpin Pengaruh kekuasaan pemimpin terhadap terjadinya konversi agama cukup signifikan. Kebijakan-kebijakan dan peluang yang besar untuk mempengaruhi seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan hal yang melekat pada diri seorang pemimpin. Hal ini diungkapkan oleh Sudiarta (54 tahun) bahwa peran Kepala Desa Sumbersari dan warga Desa Sumbersari yang beragama Kristen Protestan membantu Sudiarta pada waktu itu, sangat mempengaruhi kehidupannya kemudian. Kepala desa memberi keringanan biaya sewa petak di Pasar Sumbersari, bahkan borongan membuat pakaian dinas desa seperti seragam hansip, diberikan kepadanya. Ditambah lagi dengan kebaikan-kebaikan dari warga Desa Sumbersari, semakain menambah ketertarikannya untuk menganut agama Kristen Protestan.

3.2. Faktor Psikologis a. Faktor Keluarga

Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, dan lainnya. Kondisi yang demikian menyebabkan seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya. Peranan keluarga sangat penting untuk mencegah anak pindah agama. Peranan orang

tua untuk membina, menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian anak-anak sebagai anggota keluarga sangat penting, karena pendidikan dalam keluarga juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan di samping masyarakat dan pemerintah. Sebagaimana telah diketahui, keluarga sebagai unit kesatuan sosial yang terkecil dalam kehidupan masyarakat dimana dalam keluarga untuk pertama kalinya seorang anak mendapatkan pendidikan dari orang tuanya.

b. Faktor Lingkungan Tempat Tinggal Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa hidupnya sebatang kara. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang. Adapula yang merasa justru lingkungan tempat tinggalnya sangat menyenangkan baginya, padahal agama yang dianut oleh masyarakat lingkungan sekitar berbeda dengan agama yang dianutnya.

Sudiarta (54 tahun) yang merasa bahwa lingkungan tempat tinggalnya di Moti sudah tidak bisa memberikan harapan penghidupan yang lebih baik sehingga dia kemudian memutuskan mengontrak di pasar Desa Sumbersari. Lingkungannya yang baru diranya sangat menyenangkan. Warga sangat baik begitu pula pemeimpin keagamaannya. Hal inilah yang mempengaruhi pendirian Sudiarta untuk pindah agama.

Hal serupa juga terjadi di Desa Blimbingsari, asal para transmigran Desa Sumbersari. Wijaya (2012: 237-238) menyebutkan bahwa dalam peraturan desa, tidak ditetapkan bahwa Blimbingsari merupakan sebuah desa Kristen, artinya orang yang bukan Bali Kristen juga bisa tinggal di tempat itu. Itulah sebabnya sebagian besar orang Bali Hindu (sering anggota keluarga atau bekas rekan sedesanya) datang untuk tinggal di Blimbingsari. Di desa ini, mereka

(6)

18 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 bisa bersama-sama menggarap sawah milik

salah seorang umat Kristen. Dengan cara ini mereka bisa memperoleh sebagian hasilnya dan hak untuk membangun sebuah gubuk di atas tanah itu. Tidak ada paksaan dalam hal agama, tetapi kenyataannya setelah beberapa saat, kebanyakan dari mereka menjadi pemeluk Kristen. Menjadi Kristen rupanya dianggap lebih baik, antara lain karena tidak adanya perdebatan panjang tentang kuburan, tidak perlu lagi mencari hari baik atau buruk dalam kalender Hindu Bali, dan tidak pernah tersentuh lagi sumbangan untuk sesaji atau perbaikan pura. Sejauh yang mereka ketahui, hidup di Desa Blimbingsari jauh lebih mudah daripada di desa-desa tua.

c. Faktor Perubahan Status

Perubahan status, terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya perceraian, ke luar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, kawin dengan yang orang berlainan agama, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, perubahan status yang peneliti temukan pada informan hanyalah karena perkawinan. Rantiasih (49 Tahun) mengungkapkan konversi agama yang dialaminya sebagai berikut:

“Sebelumnya belum pernah belajar tentang agama Kristen. Setelah menikah, baru mulai belajar. Orang tua saya setuju-setuju saja saya menikah dengan yang beda agama. Bagi mereka yang penting dengan nyama Bali apapun agamanya, jangan dengan nak kedinian. Sekarang kalau ada karya di rumah orang tua asal, masih biasa membantu mejejahitan. Biasa saja tidak fanatik, yang penting hidup rukun-rukun saja”

Rantiasih berasal dari Desa Sumbersari, sedesa dengan calon suaminya. Dari apa yang diungkapkannya, semacam ada permakluman dari keluarganya mengenai agama dan suku calon suaminya. Keluarganya tidak

mengharuskan Rantiasih untuk menikah dengan orang Bali Hindu yang penting adalah orang bersuku Bali apapun agamanya dan bukan orang kedinian (istilah untuk menyebutkan orang asli Sulawesi).

Pada saat Rantiasih kemudian menikah dengan orang Bali Kristen, maka orang tuanya juga sudah mengikhlaskan karena masih nyama Bali ditambah lagi masih berasal satu desa. Tidak ada keharusan agar Rantiasih yang menarik calon suaminya untuk memeluk agama Hindu. Bahkan hingga sekarang, Rantiasih masih biasa membantu keluarganya mejejahitan apabila ada karya atau hari raya Hindu.

d. Faktor Kemiskinan

Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi.

Kemiskinan, kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama. masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi pendirian seseorang dengan keyakinannya (Jalaluddin, 2008: 314-317).

3.3. Faktor Agama dan Adat

a. Faktor Ketidakpuasan Atas Agama dan Sistem Adat

Hindu Bali sarat dengan upacara keagamaan. Adanya anggapan bahwa agama Hindu itu rumit karena banyaknya upacara dan sarana upakara yang harus dibuat. Selain itu, aturan-aturan adat yang cukup keras dan mengikat juga menjadi alasan seseorang untuk pindah agama.

(7)

WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 19 Semua warga Sumbersari dari Bali yang

beragama Kristen, awalnya juga mengalami permasalahan dengan adat. Permasalahan menyangkut agama dan adat yang bagi mereka sangat mengikat. Wijaya (2012: 251-252) menyebutkan bahwa setiap kelompok transmigran yang datang ke Alas Cekik mempunyai latar belakang masalah sosial yang berbeda satu dengan yang lainnya. Orang-orang Bali Hindu baik yang berasal dari Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, dan Karangasem kebanyakan memiliki masalah sosial-ekonomi dan kesehatan. Namun masyarakat Bali Kristen baik yang Katholik maupun Protestan tidak saja memiliki masalah sosial-ekonomi, tetapi juga sosial-budaya, dan sosial-politik, terutama dalam bentuk konflik sosial dengan orang-orang Bali Hindu di tempat asalnya. Sebagian besar dari mereka sudah dianggap sebagai orang bermasalah karena telah berani melawan otoritas desa pekraman. Bagi orang-orang Bali Hindu, keberanian berpindah agama yang disertai pembongkaran sanggah sudah dianggap sebagai bentuk pelanggaran adat yang harus mendapat hukuman.

b. Faktor Lemahnya Pemahaman Agama Hindu

Faktor yang cukup berpengaruh terhadap konversi agama di Desa Sumbersari adalah lemahnya pemahaman agama Hindu. Secara jujur Rakta (75 tahun) mengakui bahwa target orang yang akan dikonversinya adalah orang yang lemah pehamaman tentang agama asalnya. Lemahnya pemahaman ajaran agama pada umat Hindu tahun 1980-an di berbagai daerah di Sulawesi Tengah disebabkan karena umat pada saat itu masih mengonsentrasikan diri untuk bertahan hidup dan mengembangkan pertanian. Selain itu keterbatasan umat sebagai transmigran yang memahami ajaran agama Hindu juga sangat minim. Sehingga anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan agama secara maksimal. Mengingat begitu pentingnya membina dan mengembangkan pertumbuhan

jiwa keagamaan pada anak tentu apalah jadinya, jika orang yang beragama Hindu tidak mendapatkan pendidikan agama secara tepat. Tentulah banyak mengakibatkan dampak negatif, salah satu contohnya adalah terjadinya kasus perpindahan agama di kalangan remaja Hindu.

4. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu faktor penyebab konversi agama di Desa Sumbersari adalah faktor sosiologis, faktor psikologis, dan faktor agama dan adat. Faktor sosiologis terdiri dari: pengaruh hubungan antar pribadi, pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang dekat, pengaruh pemimpin keagamaan, pengaruh kebiasaan yang rutin, dan pengaruh kekuasaan pemimpin. Faktor psikologis terdiri dari faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, faktor perubahan status, dan faktor kemiskinan. Faktor agama dan adat terdiri dari faktor ketidakpuasan atas agama dan sistem adat, dan faktor lemahnya pemahaman ajaran agama.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Nur. 2001. Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Kompas.

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta Aryadharma, Ni kadek Surpi. 2011.

Membedah Kasus Konversi Agama di Bali. Surabaya: Paramita.

Balipost.com. 2012. Sejak 1953 Bali Kirim 56. 036 KK Transmigran (dalam Balipost.com diakses tanggal 24 Juni 2013).

Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data

Penelitian Kualitatif-Pemahaman

Filisofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(8)

20 WIDYA GENITRI Volume 5, Nomor 1, Desember 2014 Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti

Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Ekopriyono, Adi. 2005. The Spirit of

Pluralism: Menggali Nilai-Nilai

Kehidupan, Mencapai Kearifan.

Jakarta: Elex Media Komputindo.

Firmanto, Heri. 2012. Konversi Agama (Studi Kasus tentang Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Sosial Perpindahan

Agama dari Hindu Ke Kristen

Protestan di Bukitsari, Bali). Skripsi. Tidak diterbitkan. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Jalaluddin, H. 2008. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kumbara, A.A. Ngurah Anom. 2011. Pergulatan Elite Lokal Representasi

Relasi Kuasa Dan Identitas.

Yogyakarta: Pintal.

Lancar, I Ketut, dkk. 2009. Nitisastra. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI.

Merthawan, I Gede. Peranan Keluarga Hindu Dalam Mengantisipasi Perpindahan Agama Melalui Perkawinan Pada Kalangan Remaja di Kota Palu. Laporan penelitian Dosen. Tidak diterbitkan.

Pahrudin, Agus, dkk. 2009. Penyerapan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Kehidupan

Beragama di Lampung (dalam

Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1). Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ritzer, G. dan Douglas J. Goodman. 2004.

Teori Sosiologi Modern. Edisi

Keenam. Jakarta: Kencana.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011.

Pengantar Sosiologi Pemahaman

Fakta dan Gejala Permasalahan

Sosial: Teori, Aplikasi, dan

Pemecahannya. Jakarta: Kencana. Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011.

Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana. Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu

Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sumadi, Ketut. 2007. Apresiasi Estetika dan

Etnis Multikultur di Indonesia:

Mencegah Disharmoni, Menjaga

Kebertahanan NKRI (dalam Mudra: Jurnal Seni Budaya. Volume 21). Institut Seni Indonesia Denpasar.

Wijaya, Nyoman. 2012. Merayap di Akar

Rumput. Yogyakarta: Yayasan

Samaritan bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait