• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PEMBAHASAN. Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. PEMBAHASAN. Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

IV. PEMBAHASAN

A. KARATERISASI BAHAN BAKU 1. Kadar Air dan Kadar Serat Bahan

Karakterisasi bahan baku bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia bahan baku. Sifat yang diukur adalah kadar air dan kadar serat awal tongkol. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung manis varietas Hawai dengan umur panen 90 hari yang bijinya digunakan sebagai bibit. Pada tahap awal, tongkol jagung dikeringkan terlebih dahulu baik dengan sinar matahari maupun oven. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam tongkol sehingga mudah dihaluskan dan telah memenuhi syarat bahan baku yang dapat digunakan untuk proses pirolisis yaitu di bawah 10%.

Tongkol kemudian diperkecil dengan hammer mill hingga ukurannya ± 40 mesh. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan yang kontak dengan panas sehingga mempercepat proses pirolisis, dekomposisi bahan, dan memperbanyak cairan yang dihasilkan.

Sebelum proses pirolisis, tongkol yang sudah kering diukur kadar air, kadar serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), serta silikanya. Komposisi fisiko kimia tongkol jagung awal disajikan pada Tabel 10.

Tabel 11. Komposisi kimia tongkol jagung awal

Analisis Tongkol Jagung

Kadar Air (%b/b) 6.90

Selulosa (%) 38.34

Hemiselulosa (%) 40.79

Lignin (%) 6.22

Silika (%) 0.00

Kadar air merupakan salah satu parameter penting dalam pirolisis. Menurut Bridghwater (2004) kadar air bahan yang dipirolisis adalah 10% hingga 15%. Namun, pada penelitian ini tongkol yang digunakan memiliki kadar air 6.9% yang bertujuan mencegah tumbuhnya jamur pada tongkol

(2)

31 karena adanya aktivitas mikroba yang dapat tumbuh pada kadar air di atas 10%.

Kadar air yang terlalu tinggi akan menghambat proses pembakaran sehingga mengurangi cairan yang dihasilkan. Sebagian energi panas yang seharusnya dapat digunakan untuk mendekomposisi serat akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan.

Kadar serat juga merupakan parameter penting dalam pirolisis karena selama proses pirolisis terjadi dekomposisi serat bahan sehingga menghasilkan cairan pirolisis. Kadar serat awal diperlukan untuk mengetahui kandungan hemiselulosa, selulosa, lignin, dan silika dalam tongkol jagung. Kadar serat awal yang dihitung adalah kadar serat tongkol tanpa campuran katalis.

Pengujian kadar serat dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang telah mendapat sertifikasi dari KAN (Komite Akreditasi Nasional). Pada 50 gram tongkol jagung yang digunakan untuk setiap pirolisis mengandung 38.34% selulosa, 40.79% hemiselulosa, 6.22% lignin, dan 0% silika. Menurut Ye dan Cheng (2002), tongkol jagung mengandung 45% selulosa, 35% hemiselulosa, dan 15 % lignin. Kandungan serat dalam tongkol dipengaruhi oleh varietas jagung, lama penanaman, dan kondisi penanamannya. Pada umumnya, jagung yang ditanam lebih lama dengan varietas sama akan memiliki kandungan lignoselulosik yang lebih besar karena terjadi pengerasan pada tongkol dan bagian tanaman jagung lainnya akibat semakin kerasnya dinding sel tanaman.

Kandungan silika tongkol awal sebesar 0 gram yang berarti bahwa kandungan silikanya tidak ada sama sekali. Silika berfungsi menjaga tanaman agar tidak mudah rusak oleh ancaman fisik, kimia, dan biologis. Silika sangat sulit dirombak oleh bakteri, bahkan oleh jamur. Silika merupakan bagian yang paling sulit terdekompisisi di antara lignoselulosik lainnya karena terletak di bagian paling dalam pada dinding sel tanaman.

(3)

32 2. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Katalis

Suhu ditentukan berdasarkan penelitian Choiriyah (2010) yaitu 550oC sebagai titik tengah (titik 0). Titik tengah ditentukan berdasarkan penelitian terdahulu yang menghasilkan rendemen terbanyak sehingga diharapkan titik tengah yang ditentukan dalam penelitian ini akan mendekati suhu optimum. Titik atas (+1) dan titik bawah (-1) ditentukan berdasarkan range suhu yang dipakai pada penelitian Choiriyah (2010) yaitu rata-rata sebesar 100oC.

Penentuan titik tengah (titik 0) untuk konsentrasi penambahan katalis pada bahan juga didasarkan penelitian Choiriyah (2010), yaitu sebesar 1.5% dari bobot tongkol jagung kering. Penggunaan katalis sebesar 1.5% bobot bahan baku juga digunakan pada penelitian Amin dan Asmadi (2009).

Titik atas (+1) dan titik bawah (-1) ditentukan dengan range sebesar 0.5%. Pemilihan range yang cukup berdekatan ini bertujuan untuk lebih mempersempit range perlakuan sehingga kondisi optimal dapat ditentukan dengan mudah dan diharapkan berada pada perlakuan yang telah ditentukan. Secara sederhana, desain kombinasi perlakuan suhu (X1) dan penambahan katalis (X2) berdasarkan metode permukaan respon atau Response Surface Methodology (RSM) disajikan pada Gambar 5. Rancangan faktorial perlakuan suhu dan penambahan katalis disajikan pada Tabel 8.

Titik 0 (nol) diulang sebanyak tiga kali untuk memvalidkan data yang dihasilkan. Sehingga, untuk dua variabel yaitu suhu dan konsentrasi katalis ada sebelas perlakuan yang dilakukan dengan rincian sembilan perlakuan yang berbeda ditambah dua perlakuan untuk titik nol.

B. PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI KATALIS TERHADAP CAIRAN HASIL PROSES PIROLISIS

Pirolisis merupakan proses pemanasan dengan meminimalkan penggunaan oksigen. Pirolisis merupakan tahap awal proses pembakaran dan gasifikasi yang diikuti dengan oksidasi sebagian atau total dari produk utamanya. Pemilihan suhu yang rendah dan waktu yang lama dalam proses pirolisis akan menghasilkan banyak arang, sedangkan pemilihan suhu tinggi dan waktu pirolisis yang lama akan meningkatkan konversi biomassa menjadi gas.

(4)

33 Sedangkan pemilihan temperatur yang sedang dan waktu pirolisis yang singkat akan mengoptimumkan cairan yang dihasilkan (Bridgwater, 2004).

Pirolisis biomassa dideskripsikan sebagai dekomposisi secara panas langsung komponen organik dalam kondisi minimum oksigen untuk menghasilkan produk yang berguna. Produk yang dihasilkan berupa cairan, padatan, dan gas (Klass, 1998).

Pirolisis menghasilkan cairan sebagai rendemen, arang sebagai sisa reaksi dan gas yang tidak terkondensasi. Proporsi ketiganya sangat tergantung dari parameter reaksi dan teknik pirolisis yang digunakan (Amin dan Asmadi, 2009).

Bahan yang telah dicampur atapulgit dengan konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam pyrolyzer yang telah dipanaskan sebelumnya selama ±30 menit agar suhu alat stabil. Pyrolyzer dialiri gas nitrogen inert dengan kecepatan 50 cm3/menit untuk mengurangi kandungan oksigen dalam reaktor (Raveendran et al.,1996). Gas nitrogen dipilih karena bobot molekulnya lebih kecil daripada oksigen sehingga dapat membawa oksigen keluar dari pyrolyzer serta diharapkan dapat mengurangi jumlah air dan karbondioksida yang dihasilkan dalam proses pirolisis.

Rendemen pirolisis tongkol jagung berupa cairan berwarna bening kekuningan hingga kuning pekat. Perbedaan warna cairan ini dikarenakan perbedaan suhu yang digunakan. Gambar cairan hasil pirolisis disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Cairan hasil pirolisis

Cairan hasil pirolisis umumnya berwarna bening kekuningan sesuai dengan warna tongkol jagung. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin pekat warna cairan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak bahan 408.58o C 1.5% 450o C 2% 450o C 1% 550oC 0.79% 550o C 1.5% 550oC 2.21% 650o C 2% 650o C 1% 691.42o C 1.5%

(5)

34 yang terdekomposisi oleh panas yang dihasilkan sehingga semakin pekat asap yang dihasilkan yang akan mempengaruhi warna cairan.

Penambahan katalis cukup mempengaruhi warna cairan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan, semakin cerah warna cairan yang dihasilkan. Katalis akan menutupi struktur berongga tongkol jagung sehingga menghalangi panas yang akan masuk ke dalam rongga-rongga tongkol jagung.

Aroma cairan semakin menyengat seiring suhu yang digunakan. Semakin banyaknya dekomposisi bahan menyebabkan variasi aroma yang lebih beragam dari hasil dekomposisi bahan terutama lignoselulosa. Variasi aroma yang terbentuk inilah yang menyebabkan aroma cairan yang menyengat.

Menurut Girard (1992) dan Maga (1988) di dalam Darmadji (2002), pirolisa pada suhu 400oC menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis.

Cairan pirolisis yang dihasilkan mengalami kenaikan dari suhu 408.53oC hingga 550oC, kemudian menurun hingga suhu 691.42oC. Dengan peningkatan suhu, akan terjadi peruraian komponen biomassa tongkol jagung, mulai dari hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Peruraian yang semakin meningkat akan meningkatkan banyaknya gas yang dihasilkan. Gas ini akan terkondensasi sehingga menghasilkan cairan. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung

Suhu (oC) Katalis

(%b/b) Wo (gram) Cairan (gram) Cairan (%)

408.53 1.5 50.75 13.94 27.47 450 1 50.5 14.67 29.05 450 2 51 15.365 30.13 550 0.79 50.4 24.935 49.47 550 1.5 50.75 25.255 49.76 550 2.21 51.11 28.805 56.36 650 1 50.5 16.2 32.08 650 2 51 16.515 32.38 691.42 1.5 50.75 14.73 29.02

(6)

35 Hasil pirolisis menunjukkan peningkatan jumlah rendemen seiring dengan peningkatan suhu. Jumlah cairan meningkat dari suhu 408.53oC hingga menghasilkan cairan terbanyak pada suhu 550oC, kemudian menurun pada suhu 650oC dan berakhir pada suhu 691.42oC. Pada suhu 650oC, cairan menurun karena dengan peningkatan suhu yang lebih tinggi akan terjadi pemecahan kedua terhadap uap yang dominan sehingga menurunkan rendemen cairan yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Zhang et.al (2009) yang menyatakan cairan yang dihasilkan meningkat dari 48.3% pada suhu 400°C sampai maksimum 56.8% pada suhu 550°C, kemudian menurun menjadi 54.2% pada suhu 700°C. Cairan yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari air sebagai pelarut. Cairan hasil pirolisis mengandung air sebesar 11-92 % (Maga, 1988).

Penambahan konsentrasi katalis yaitu atapulgit yang semakin besar akan memperbesar cairan yang dihasilkan. Penambahan katalis akan menyebabkan peristiwa pirolisis dengan katalisis yang dibagi dalam dua proses, yaitu pirolisis awal biomassa dan pemecahan secara katalisis bahan-bahan organik yang mudah menguap.

Pada proses pirolisis awal, biomassa akan menghasilkan gas tak terkondensasi, air, uap air organik primer, dan padatan melalui panas pirolisis. Uap air organik primer akan diserap oleh permukaan aktif dari katalis dan kemudian pecah menjadi uap air yang lebih ringan (light vapor). Uap air yang lebih ringan (light vapor) kemudian mengalami reaksi lebih lanjut seperti deoksigenasi, pemecahan dengan katalis menjadi bentuk H2O, CO2, CO, alkana, alkena, dan hidrokarbon aromatik. Reaksi ini akan menurunkan uap yang mengandung minyak serta meningkatkan gas dan air. Katalis juga akan menekan terjadinya dekomposisi bahan menjadi arang dan gas tak terkondensasi sehingga akan meningkatkan produk cairan yang dihasilkan.

Silika merupakan komponen terbesar penyusun atapulgit, yaitu sebesar ±55%. Silika berfungsi dalam isomerisasi sehingga dapat melepas gugus hidroksil dan atom hidrogen yang menyebabkan terjadinya ikatan rangkap baru. Proses isomerisasi juga dibantu dengan tingginya suhu reaksi yang digunakan. Dalam proses pirolisis, terjadi pemecahan komponen penyusun tongkol jagung

(7)

36 menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan memiliki berat molekul yang lebih ringan. Silika membantu proses isomerisasi molekul-molekul sederhana ini menjadi molekul-molekul baru yang lebih kompleks. Hal ini akan berpengaruh terhadap kenaikan cairan hasil pirolisis karena semakin banyak molekul kompleks baru yang terbentuk, semakin banyak juga cairan yang dihasilkan.

Hasil pirolisis kemudian diolah menggunakan program SAS 9.1 sehingga didapatkan citraan tiga dimensi yang disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Citraan tiga dimensi surface plot cairan hasil proses pirolisis

Citraan tiga dimensi memperlihatkan bahwa perlakuan optimum berada pada daerah puncak dan memiliki warna biru tergelap yaitu pada titik nol untuk variabel suhu atau pada suhu 550oC. Semakin terang warnanya dan semakin turun posisinya dari puncak, perlakuan yang dilakukan semakin jauh dari nilai optimum.

Nilai optimum sebanding dengan nilai cairan terbanyak yang dihasilkan yaitu pada suhu 550oC dan terus meningkat ke puncak seiring dengan besarnya konsentrasi katalis. Ketika hasil optimum untuk suhu dan konsentrasi katalis

(8)

37 telah tercapai, rendemen mulai menurun yang direfleksikan sebagai bentuk puncak yang agak melengkung.

Untuk lebih mengetahui penyebaran data pada surface plot, digunakan contour plot yang memiliki citraan dua dimensi dan merupakan citraan yang dilihat dari sisi atas surface plot. Contour plot disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13.Contour plot cairan hasil pirolisis

Dari gambar di atas, dapat diketahui penyebaran data cairan hasil pirolisis. Titik-titik merah merupakan titik perlakuan yang dilakukan sesuai rancangan faktorial untuk dua variabel yang dibandingkan. Sedangkan oval berwarna kuning merupakan kontur data yang dihasilkan.

Contour plot data RSM pada umumnya berbentuk oval dengan titik tengah berupa hasil optimum dari kedua faktor yang akan memberikan hasil optimum. Dari kontur yang terlihat diketahui daerah optimum berada pada titik (0, 0) dan (0, +√2). Namun, titik (0, 0) lebih mendekati titik tengah optimum dan hanya berbeda sedikit dengan titik (0, +√2). Meskipun titik (0, +√2) menghasilkan cairan lebih banyak daripada titik (0, 0), tetapi yang lebih mendekati titik pusat

(9)

38 optimum yang berada pada titik (0.023, 0.699) atau suhu 552.3oC dan konsentrasi katalis 1.85% adalah titik (0, 0).

Pada titik optimum, akan dihasilkan cairan sebanyak 25.46 gram berdasarkan perhitungan statistik. Berdasarkan hasil validasi, didapatkan cairan sebanyak 26.14 gram. Validasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian model respon terhadap tingkat rendemen hasil pirolisis. Nilai hasil pendugaan dan validasi cukup valid karena memiliki nilai deviasi 0.34 di bawah hasil pendugaan yaitu 1.05.

Selain mengetahui surface plot dan contour plot cairan, SAS juga dapat digunakan untuk mengetahui analisis deskriptif cairan yang dihasilkan. Analisis deskriptif yang didapat berupa persamaan yang menyatakan pengaruh variabel terhadap rendemen pirolisis. Orde yang digunakan adalah orde dua karena pada Tabel 6 langsung disajikan titik nol. Sehingga dalam persamaannya disajikan pula besarnya interaksi antar variabel terhadap cairan. Koefisien parameter dan nilai signifikasi optimasi variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap cairan hasil pirolisis dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengaruh kuadratik variabel suhu dan konsentrasi katalis serta interaksi variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap cairan hasil pirolisis

Parameter Koefisien Parameter Signifikasi

Intersep 3.224885 Suhu (X1) 0.030711 0.389084 Konsentrasi Katalis (X2) 0.033776 0.34469 Interaksi X1*X1 -0.33824 0.0001 Interaksi X1*X2 -0.006476 0.896619 Interaksi X2*X2 -0.024679 0.558383 r2 0.76

Dari hasil signifikasi masing-masing faktor, diketahui variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen adalah interaksi X1*X1 atau kuadrat suhu karena nilai signifikasinya di bawah standar error yang ditetapkan yaitu sebesar 5% atau 0.05. Konsentrasi katalis, interaksi suhu dan konsentrasi katalis, serta konsentrasi katalis kuadrat memiliki nilai signifikasi di atas error sehingga mengindikasikan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen

(10)

39 Nilai r2 memperlihatkan besarnya tingkat kepercayaan data yang didapat. Nilai kepercayaan sebesar 76% menyatakan bahwa data yang didapatkan belum terlalu baik. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh faktor lain yang tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini yang turut mempengaruhi rendemen hasil pirolisis.

Dari Tabel 13 persamaan yang didapat untuk rendemen adalah

Tanda plus (+) pada persamaan di atas memperlihatkan pengaruh yang searah dari variabel suhu dan konsentrasi katalis terhadap respon yaitu rendemen. Semakin besar nilai variabel yang dimasukkan akan menambah nilai rendemen. Sedangkan tanda minus (-) memberikan pengaruh yang tidak searah atau berbanding terbalik terhadap interaksi antar variabel. Semakin kecil nilai interaksi antar variabel yang diberikan, semakin besar nilai rendemennya.

Interaksi suhu kuadrat sebagai satu-satunya variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen diperkuat dengan perhitungan ANOVA yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Perhitungan ANOVA cairan hasil pirolisis

Parameter DF SS MS Fhitung Signifikasi

Suhu (X1) 1 0.01509 0.01509 0.783832 0.389084 Konsentrasi Katalis (X2) 1 0.018253 0.018253 0.948118 0.344691 Interaksi X1*X1 1 1.292112 1.292112 67.1159 0.0001 Interaksi X1*X2 1 0.000336 0.000336 0.017428 0.896619 Interaksi X2*X2 1 0.006878 0.006878 0.357288 0.558383 Model 5 1.394971 0.278994 14.49174 0.0001 (Linear) 2 0.033343 0.016671 0.865954 0.439457 (Quadratic) 2 1.361293 0.680647 35.3567 0.0001 (Cross Product) 1 0.000336 0.000336 0.017428 0.896619 Error 16 0.308031 0.019252 (Lack of fit) 3 0.206542 0.068847 8.818831 0.001886 (Pure error) 13 0.101489 0.007807 Total 21 1.703003

ANOVA merupakan salah satu metode uji statistik yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap rendemen. Dari perhitungan ANOVA, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap rendemen pirolisis adalah suhu kuadrat atau interaksi X1*X1. Interaksi tersebut memiliki nilai Y= 3.224885 + 0.030711 X1 + 0.033776 X2 - 0.33824 X12- 0.006476 X1X2 - 0.024679 X22

(11)

40 signifikasi di bawah error yaitu 0.0001, sedangkan variabel lain memiliki nilai signifikasi di atas error sebesar 0.05. Perhitungan ini sesuai dengan perhitungan pada Tabel 13.

C. ARANG HASIL PROSES PIROLISIS

Arang merupakan sisa proses pirolisis yang terbentuk karena pembakaran tongkol yang kontak dengan panas dari pyrolizer. Secara bertahap, pirolisis kayu akan mengalami peruraian : (i) hemisellulosa terdegradasi pada 200-260oC, (ii) selulosa pada 240oC-350oC, dan (iii) lignin pada 280oC sampai 500oC (Sjostrom, 1993).

Jumlah arang hasil proses pirolisis disajkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Arang hasil proses pirolisis

Suhu (°C) Katalis (%Bahan Baku) Wo (gram) Arang (gram) Arang (%) 408.58 1.5 50.75 40.87 80.52 450 2 51 35.94 70.46 450 1 50.5 34.81 68.93 550 2.21 51.11 33.75 66.03 550 1.5 50.75 32.93 64.89 550 0.79 50.4 30.59 60.68 650 2 51 30.21 59.24 650 1 50.5 27.97 55.38 691.42 1.5 50.75 27.42 54.02

Dari Tabel 15 diketahui semakin tinggi suhu yang diberikan, semakin kecil arang yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya dekomposisi bahan baku khususnya serat bahan yang terdiri dari lignoselulosa seiring dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, maka dekomposisi lignoselulosa semakin sempurna sehingga mengurangi bobot akhir bahan setelah proses pirolisis.

Menurut Raveendran et al. (1996), peristiwa dekomposisi pada proses pirolisis dapat dibagi menjadi lima zona. Zona I pada suhu kurang dari 100°C,

(12)

41 peristiwa evolusi kadar air secara umum; zona II pada suhu 200-250°C, bahan baku mulai terdekomposisi; zona III pada suhu 250-350°C, dekomposisi hemiselulosa secara dominan; zona IV pada suhu 350-500°C, secara umum terjadi dekomposisi selulosa dan lignin; dan zona V pada suhu di atas 500°C, terjadi dekomposisi lignin.

Grafik arang yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik arang hasil pirolisis

Dari Gambar 14 diketahui semakin tinggi suhu yang diberikan dan semakin kecil katalis yang digunakan menyebabkan semakin menurunnya arang yang dihasilkan. Arang terbanyak dihasilkan pada titik (-√2, 0) atau suhu 408.58oC dengan penambahan katalis 1.5% wt menghasilkan arang terbanyak yaitu 40.87 gram atau 80.52% dari bobot bahan baku yang direaksikan dalam pyrolyzer. Arang terkecil dihasilkan pada perlakuan titik (+√2, 0) atau pada suhu 691.42oC dengan penambahan katalis 1.5% wt yang menghasilkan arang sebanyak 27.42 gram atau 54.02 % dari bahan baku yang digunakan.

Dalam proses ini, atapulgit bertindak sebagai katalis homogen karena memiliki fase sama dengan reaktan yaitu dalam fase kering atau nonkoloid. Namun, katalis homogen memiliki beberapa kelemahan seperti sulit pada proses

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Gr am Perlakuan

Arang Hasil Pirolisis

(13)

42 pemisahannya dengan produk, menimbulkan korosi pada tangki, dan menimbulkan masalah lingkungan (Ono, 1999).

Penambahan katalis tidak terlalu berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan katalis, semakin besar arang yang dihasilkan meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Saat proses pencampuran dengan bahan baku, atapulgit akan terjerat ke dalam rongga tongkol jagung. Atapulgit yang terjerat ke dalam rongga tongkol akan menutupi permukaan tongkol dan mengeras karena tekanan saat proses pemasukan bahan dan pemanasan. Hal ini menyebabkan permukaan tongkol sulit terjangkau oleh panas sehingga sulit terbakar. Oleh karena itu, jumlah arang meningkat seiring penambahan katalis.

Warna arang yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu pirolisis. Warna arang hasil pirolisis disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Arang hasil pirolisis

Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin hitam arang yang dihasilkan karena semakin banyak bahan yang kontak

dengan panas dan semakin banyak bahan yang terdekomposisi. Warna tercerah terdapat pada perlakuan suhu 408.58oC dengan penambahan katalis sebesar

408.58oC; 1.5% 450oC; 2% 450oC; 1%

550oC; 0.79% 550oC; 1.5% 550oC; 2.21%

(14)

43 1.5% wt. Warna arang semakin hitam seiring dengan kenaikan suhu dan pengurangan konsentrasi katalis yang digunakan. Warna arang tergelap terdapat pada perlakuan suhu 691.42oC dengan penambahan katalis sebesar 1.5 % wt. Semakin tinggi suhu yang diberikan, semakin sedikit arang dan semakin hitam warna arang yang dihasilkan.

Arang yang dihasilkan juga dipengaruhi kandungan serat dalam arang. Kandungan lignoselulosik arang hasil pirolisis beberapa perlakuan disajikan pada Gambar 16 dan perhitungan lignoselulosik disajikan pada Lampiran 14.

Gambar 16. Kadar lignoselulosik arang hasil pirolisis

Lignoselulosa saat berada dalam tongkol jagung berikatan satu sama lain sehingga selama proses pirolisis sebagian energi digunakan untuk memotong ikatan antar rantai lignoselusosa menjadi struktur hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang berdiri sendiri. Pemotongan rantai lignin merupakan bagian paling sulit karena struktur lignin yang berbentuk heterosiklik sehingga sulit terdekomposisi. Struktur kimia lignin disajikan pada Gambar 4.

Menurut Sjostrom (1993), ikatan-ikatan kimia telah dilaporkan antara lignin dan praktis semua konstituen hemiselulosa. Bahkan ada indikasi adanya ikatan-ikatan lignin dan selulosa.

Kadar hemiselulosa dan selulosa terus mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu. Penurunan kadar keduanya disebabkan adanya dekomposisi bahan yang disebabkan oleh pemberian suhu tinggi. Kadar silika

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 Bahan Baku 450 550 650 g/ 100g Suhu (°C)

Kadar Lignoselulosik

Kadar Lignoselulosik

(15)

44 terus mengalami kenaikan seiring dengan penambahan katalis. Semakin banyak katalis yang diberikan, semakin tinggi kadar silikanya. Hal ini dikarenakan komponen atapulgit yang mengandung silika sebesar 55.5-60.5% (Bradley, 1937).

Atapulgit mempunyai komponen utama berupa silika, aluminium, dan magnesium. Komponen silika berfungsi dalam isomerisasi, sebagai absorben, dan meningkatkan viskositas. Aluminium berfungsi mencegah polimerisasi dan magnesium untuk menjaga kestabilan warna minyak (Kirk dan Othmer 1994).

Kadar lignoselulosik terus mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu yang diberikan. Hal ini menunjukkan semakin banyak bahan yang terdekomposisi pada suhu yang tinggi sehingga mempengaruhi jumlah arang yang tersisa selama proses pirolisis.

D. WEIGHT LOSS SELAMA PROSES PIROLISIS

Weight loss merupakan persentase selisih bobot awal dan bobot akhir dibandingkan dengan bobot awal. Weight loss ini menggambarkan banyaknya tongkol jagung yang terdekomposisi selama proses pirolisis. Nilai weight loss setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Weight loss setiap perlakuan

Suhu (°C) Katalis (%Bahan Baku) Wo (gram) Weight Loss (gram) Weight Loss (%) 408.58 1.5 50.75 9.89 19.48 450 2 51 15.57 30.82 450 1 50.5 16.19 31.75 550 2.21 51.11 17.18 33.61 550 1.5 50.75 17.82 35.11 550 0.79 50.4 20.17 40.02 650 2 51 20.79 40.76 650 1 50.5 22.54 44.62 691.42 1.5 50.75 23.34 45.98

Dari Tabel 16 diketahui bahwa semakin tinggi suhu dan semakin kecil katalis yang diberikan semakin besar nilai weight lossnya. Grafik weight loss disajikan pada Gambar 17.

(16)

45 Gambar 17. Grafik weight loss

Pada Gambar 17 diketahui bahwa nilai weight loss terbesar berada pada bagian paling kanan yaitu pada titik (+√2, 0) yaitu pada suhu 691.42o

C dan penambahan katalis sebesar 1.5% wt. Nilai weight loss pada perlakuan ini adalah sebesar 23.34 gram atau 45.98% dari bahan baku yang dihasilkan. Sedangkan nilai weight loss terkecil terdapat pada titik (-√2, 0) yaitu pada suhu 408.58o

C dengan penambahan katalis sebesar 1.5% wt yang mengalami kehilangan bobot sebesar 9.89 gram atau 19.48% dari bahan baku yang direaksikan.

Nilai weight loss sangat dipengaruhi oleh suhu, sedangkan penambahan katalis tidak terlalu berpengaruh. Semakin tinggi suhu, semakin banyak bahan yang terdekomposisi. Kenaikan suhu juga menyebabkan kenaikan gas yang dihasilkan. Apabila suhu yang diberikan melebihi 550oC akan lebih banyak gas tak terkondensasi yang dihasilkan. Hal ini akan menyebabkan semakin besarnya kehilangan bobot selama proses karena sebagian bahan yang terdekomposisi pada suhu di atas 550oC tidak terkondensasi, tetapi justru menjadi gas ringan yang tidak terkondensasi.

Nilai weight loss berbanding terbalik dengan banyaknya arang yang dihasilkan. Semakin banyak arang yang dihasilkan, semakin kecil nilai weight lossnya, begitu pula sebaliknya. Nilai weight loss juga dipengaruhi kandungan lignoselulosik dalam arang. Kandungan lignoselulosik khususnya selulosa dan hemiselulosa mengalami penurunan seiring kenaikan suhu yang diberikan

0 5 10 15 20 25 Gr am Perlakuan

Weight Loss

Weight Loss

(17)

46 sehingga semakin tinggi nilai weight loss, semakin rendah kandungan hemiselulosa dan selulosa.

Sedangkan nilai lignin berdasarkan analisa kadar lignin terus mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan suhu dan nilai weight loss. Berdasarkan perhitungan basis awal, kandungan lignin dibandingkan bahan bahan baku awal terus menurun seiring dengan kenaikan suhu. Sehingga semakin tinggi weight loss, semakin rendah nilai lignin berdasarkan basis bahan baku awal. Secara keseluruhan, nilai weight loss lignoselulosik terus mengalami kenaikan seiring bertambahnya suhu.

E. ANALISA GC-MS (GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY) Pirolisis biomassa merupakan salah satu teknologi alternatif yang dikembangkan pada beberapa bidang dalam kimia. Salah satunya adalah untuk mengisolasi senyawa kimia yang kemudian dapat dikonversi menjadi bahan tambahan makanan alternatif. Pada proses pirolisis terhadap tongkol jagung, terjadi degradasi lignin sebagai akibat dari kenaikan temperatur sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan suhu yang digunakan (Czernik, 2002).

Umumnya, identifikasi hasil pirolisis dilakukan menggunakan gas kromatografi-spektra massa atau Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Intepretasi data GC-MS dilakukan dengan mengelompokkan puncak-puncak kromatogram yang berubah pada variasi proses. Senyawa dikelompokkan berdasarkan banyaknya C dalam senyawa dan pola perubahan konsentrasi pada perubahan temperatur (Fatimah dan Nugraha, 2005).

Pengujian GC-MS diperlukan untuk mengetahui komponen kimia yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis. Salah satu fungsi komponen-komponen tersebut adalah sebagai Bahan Tambahan Pangan. Pengujian dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.

Alat GC-MS yang digunakan memiliki seri HP 6890 yang didatangkan dari Amerika. Instrument control parameter GC-MS disajikan pada Lampiran 5. Sebelum dianalisa, cairan harus dipreparasi terlebih dahulu untuk memisahkan fase organik dan inorganik. Salah satu syarat bahan yang akan dianalisa dengan

(18)

47 GC-MS adalah bahan yang terlarut dalam pelarut organik dan tidak mengandung air karena akan merusak komponen alat.

Cairan diekstrak terlebih dahulu dengan kloroform untuk memisahkan fase polar dan nonpolar. Pemilihan kloroform karena sifatnya semipolarnya sehingga dapat mengekstrak komponen yang polar dan nonpolar. Cairan pirolisis cenderung bersifat polar karena terlarut dalam air, tetapi ada kemungkinan terkandung zat-zat yang bersifat nonpolar di dalamnya. Oleh karena itu, dipilih pengekstrak yang dapat mewakili sifat keduanya.

Kedua fase dipisahkan dengan labu pemisah lalu dipekatkan dengan dialiri gas nitrogen inert. Selama proses preparasi tidak digunakan panas sama sekali karena dikhawatirkan akan mengurangi kandungan zat dalam cairan dan merusak strukturnya. Setelah kering, zat dilarutkan dalam metanol yang bersifat polar sesuai sifat cairan pirolisis. Cara preparasi cairan disajikan pada Lampiran1.

Cairan yang telah dipreparasi kemudian diinject ke dalam alat GC-MS sebanyak ± 5µl. Suhu oven awal yang digunakan adalah 40oC. Ketika kontak dengan panas oven, metanol akan menguap pada menit-menit awal. Oleh karena itu, dipakai waktu delay 2-3 menit untuk menguapkan metanol sehingga hasil analisa untuk menit awal tidak terbaca pada software.

Komponen-komponen yang menguap akan dibawa oleh gas pengemban. Pada alat GC-MS ini, gas pengemban yang digunakan adalah helium. Gas helium akan membawa komponen yang teruapkan melewati kolom kapiler menuju detektor sehingga membentuk puncak-puncak kromatogram yang menyerupai gunung.

Area kromatogram yang terbentuk merupakan jumlah komponen yang terkandung dalam cairan. Puncak kromatogram terbentuk didasarkan pada bobot molekul komponen yang teridentifikasi. Semakin kecil bobot molekulnya, maka akan lebih cepat teridentifikasi dan semakin kecil pula waktu retensinya. Waktu retensi (retention time) merupakan waktu yang dibutuhkan senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu di mana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak maksimum dari senyawa itu (Anonim, 2008 di dalam Febrianto, 2009).

(19)

48 Waktu retensi akan tertera pada puncak kromatogram. Masing-masing komponen akan terbaca pada waktu retensi yang sama meskipun berbeda cairan yang diuji karena setiap komponen memiliki bobot molekul tersendiri. Namun, pembacaan waktu retensi juga dipengaruhi oleh jenis alat GC-MS yang digunakan karena setiap seri memiliki karakteristik tersendiri.

Hasil analisa GC-MS selanjutnya diolah menggunakan software MSD ChemStation, Data Analysis tahun 2006. Dari software tersebut, dapat diketahui kandungan komponen dalam cairan beserta kualitas dan kuantitasnya. Kualitas komponen merupakan kemiripan komponen yang terbaca dengan komponen pada database. Semakin tinggi kualitasnya, semakin identik komponen dengan database sehingga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih baik. Kuantitas komponen disajikan dengan % luas area dari total puncak yang terbentuk.

Pembacaan data analisis dalam penelitian ini menggunakan skala 4.106, nilai threshold sebesar 15.5, dan menggunakan database Wiley 7. Cairan yang dianalisis dengan GC-MS terdapat pada Tabel 10. Hanya komponen yang memiliki kualitas di atas 80 yang diambil karena memiliki tingkat keidentikan sebesar 80% dari database. Sedangkan komponen yuang memiliki kualitas dibawah 80 tidak diambil karena dinilai tidak terlalu identik dan kemungkinan merupakan suatu pengotor tetapi memiliki struktur mirip komponen dalam database. Hasil analisa GC-MS disajikan pada Lampiran 5. Grafik pengelompokan cairan pirolisis disajikan pada Gambar 18.

(20)

49 Gambar 18. Jumlah komponen cairan pirolisis

Berdasarkan uji GC-MS, cairan pirolisis tongkol jagung mengandung senyawa fenol, asam, aldehid, alkohol, keton, furan, dan hidrokarbon yang dapat diaplikasikan sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya flavour, antioksidan, dan pengawet. Jumlah masing-masing komponen berbeda pada setiap perlakuan.

Kandungan komponen dipengaruhi oleh suhu yang digunakan dalam menghasilkan cairan. Perbedaan suhu yang digunakan akan mempengaruhi jenis serat yang terdekomposisi. Setiap jenis serat yang terdegradasi akan menghasilkan komponen yang khas.

Beberapa bahan hasil degradasi dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa diantaranya adalah beberapa jenis asam karboksilat (contohnya: asam oxopentana, asam asetat, asam benzoat, asam format, asam glikolik, asam hexadekanoat, asam hexanoat, asam propanoat, asam valeric), gula (1,6-anhydroglucofuranose, D-arabinose, D-glucose, fructose, oligosacharides dan levoglucosan), keton ( 1-hidroxy propanon, 2,5 hexanedione, butanon, 2-ethylcyclopentanone, 2-methyl2-cyclopenten-1-one, dsb), fenol, oxygenates seperti furan dan hidrokarbon lainnya (Anand et al., 2004).

0 1 2 3 4 5 6 450oC ; 2% 550oC ; 0.79% 550oC ; 2.21% 650oC ; 2% Ju m lah Perlakuan

Jumlah komponen dalam Cairan Pirolisis

Asam Hidrokarbon Fenol Aldehid Furan Keton Akohol

(21)

50 Cairan pirolisis dengan perlakuan suhu 450oC dan penambahan katalis 2% bahan baku menghasilkan komponen berupa asam dan hidrokarbon. Komponen yang dihasilkan pada perlakuan ini disajikan pada Gambar 19.

Gambar 19. Komponen pada suhu 450oC dan penambahan katalis 1%

Cairan hasil pirolisis pada suhu 450oC dan penambahan katalis 1% hanya menghasilkan komponen berupa asam heksadekanoat yang berfungsi sebagai pengawet dan flavour serta decane yang berfungsi untuk bio-oil. Pada suhu ini, hanya komponen hemiselulosa yang telah terdekomposisi sempurna, sedangkan komponen lain belum terdekomposisi secara sempurna.

Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat, dan homolognya. Hemiselulosa terdiri dari pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5), dan rata-rata proporsi ini tergantung pada spesies kayu (Darmadji, 2002).

Asam heksadekanoat yang dihasilkan memiliki kualitas 98% dengan luas area sebesar 19.52%, sedangkan decane memiliki kualitas 94% dengan luas area sebesar 11.76% dari total area yang terbentuk. Komponen yang terkandung dalam perlakuan ini memang cenderung lebih sedikit dibanding lainnya karena hanya sedikit serat yang terdegradasi sehingga menghasilkan variasi komponen paling kecil.

50% 50%

Jumlah Komponen Perlakuan 450

o

C ;

katalis 1%

Asam Hidrokarbon

(22)

51 Puncak-puncak kromatogram yang terbentuk hanya sedikit yang memiliki luas area yang cukup besar. Kebanyakan puncak yang terbentuk memiliki luas area yang kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan cairan. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 6.

Cairan pirolisis pada perlakuan suhu 550oC dan penambahan katalis 0.79% bahan baku memiliki variasi jenis komponen terbanyak. Pada suhu 550oC semua komponen lignoselulosa telah terdekomposisi termasuk lignin yang merupakan bagian yang paling sulit terdekomposisi. Hasil pirolisis selulosa akan menghasilkan asam asetat dan senyawa-senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal, dan akreolin. Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan. Senyawa-senyawa tersebut adalah fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2 metoksi fenol) dan homolognya serta turunannya (Darmadji, 2002).

Hasil analisa komponen dalam cairan ini disajikan pada gambar 20.

Gambar 20. Komponen pada suhu 550oC dan penambahan katalis 0.79%

Cairan pada suhu 550oC dan penambahan katalis 0.79% menghasilkan komponen asam, hidrokarbon, fenol, aldehid, keton, dan alkohol. Fenol merupakan komponen terbanyak yang terdapat pada cairan yaitu 4 komponen

8% 17% 33% 17% 8% 17%

Jumlah Komponen Perlakuan 550

o

C ;

katalis 0.79%

(23)

52 dari total jumlah komponen yang terbaca pada alat GC-MS. Fenol secara umum berfungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan. Komponen fenol yang terdapat dalam cairan ini antara lain 4-vinylphenol, 2-Methoxy-4-vinylphenol, Phenol, 2,6-dimethoxy-, dll. Fenol rata-rata merupakan komponen yang terdeteksi paling awal dibanding komponen lainnya.

Komponen terkecil yang terkandung adalah asam dan keton yaitu masing-masing sebesar 1 komponen. Pada umumnya, asam berfungsi sebagai pengawet dan flavour, sedangkan keton berfungsi sebagai flavouring agent. 2-Methyl-4,5-dihydroxybenzaldehyde merupakan komponen yang memiliki luas area terbesar yaitu 14.53% dan memiliki kualitas 80%. Komponen ini merupakan golongan aldehid yang berfungsi sebagai flavouring agent. Alkohol hanya teridentifikasi pada cairan ini. Ada 2 jenis alkohol yang teridentifikasi yaitu 1-(3,4-Dimethoxyphenyl)-1-ethanol dan cis-isoeugenol. Dalam pangan, alkohol dapat berfungsi sebagai flavouring agent. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 7.

Hasil analisa GC-MS cairan pada suhu 550oC dan penambahan katalis 2.21% merupakan satu-satunya cairan yang mengandung senyawa furan, yatu senyawa yang berfungsi sebagai pembentuk aroma. Hasil analisa GC-MS cairan ini disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Komponen pada suhu 550oC dan penambahan katalis 2.21%

10%

30%

10% 30%

20%

Jumlah Komponen Perlakuan 550

o

C ;

katalis 2.21%

(24)

53 Cairan ini didominasi komponen-komponen dari senyawa fenol dan keton sebesar masing-masing 3 komponen. Keton merupakan komponen yang terdeteksi pada waktu retensi akhir setelah fenol, furan, dan aldehid. Pada umumnya, keton berfungsi sebagai flavour baik itu rasa maupun aroma.

Kromatogram analisa cairan dengan GC-MS menunjukkan peak-peak dengan luas area yang cukup seragam yaitu antara 6-8%. Senyawa keton merupakan sennyawa dengan luas area terbesar diikuti aldehid, kemudian asam.

Asam heksadekanoat atau asam palmitat memiliki luas area 7.71% merupakan komponen yang memiliki waktu retensi paling akhir dari ketiga perlakuan yang berbeda. Asam palmitat dapat digunakan sebagai pengawet, flavour, manufactur metallic palmitat, sabun, lube oil, defoaming agent, lubricant, texturizer untuk sampo, obat, dan antioksidan. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 8. Hasil analisa cairan pada suhu 650oC dan penambahan katalis 2% bahan baku merupakan cairan yang paling banyak mengandung fenol. Ada lima jenis fenol yang teridentifikasi pada cairan ini dan masing-masing memiliki kuantitas dan kualitas yang besar. Banyaknya fenol yang terdapat pada cairan ini juga didukung dengan hasil pengukuran pH. Pengukuran pH menunjukkan bahwa cairan pirolisis pada suhu 650oC dengan penambahan katalis 2% memiliki nilai pH terendah dibandingkan dengan ketiga cairan lainnya yang diukur komponennya menggunakan GC-MS yaitu 5.02. Nilai pH berbanding terbalik dengan banyaknya kandungan fenol. Semakin banyak fenol dalam suatu bahan, semakin rendah pHnya (Darmaji, 2002),

Nilai pH masing-masing cairan beserta grafiknya disajikan pada Lampiran 13. Sedangkan hasil analisa GC-MS disajikan pada Gambar 22.

(25)

54 Gambar 22. Komponen pada suhu 650oC dan penambahan katalis 2%

Cyclodecane dan Pentadecane merupakan dua jenis senyawa hidrokarbon yang teridentifikasi. Keduanya memiliki waku retensi paling lama dibanding komponen lain terutama Pentadecane yang berfungsi sebagai zat anti kanker. Komponen ini biasa terdapat pada tanaman-tanaman yang digunakan sebagai herbal. Sedangkan Cyclodecane berfungsi sebagai bio-oil. Apabila diurutkan berdasarkan waktu terdeteksinya mulai senyawa paling awal adalah fenol, furan, aldehid, alkohol, keton, asam, dan terakhir hidrokarbon.

Kromatogram yang terbentuk memiliki luas area yang cukup besar dengan kualitas sebagian besar komponen di atas 90. Phenol, 4-ethyl merupakan komponen yang memiliki luas area terbesar yaitu 13.73% dengan kualitas sebesar 94. Puncak kromatogram yang terbentuk dan fungsi masing-masing komponen disajikan pada Lampiran 9. Penggolongan komponen berdasarkan kelompok senyawanya disajikan pada Lampiran 10.

Komponen-komponen yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis tongkol jagung kemudian dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Salah satu fungsi cairan ini adalah sebagai bahan tambahan pangan alami terutama pengawet, flavour, dan antioksidan.

Secara umum, yang dimaksud bahan tambahan pangan adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Menurut Codex

11%

22%

56% 11%

Jumlah Komponen Perlakuan 650

o

C ;

katalis 2%

(26)

55 Alimentarius, bahan tambahan makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Winarno dan Rahayu, 1994).

Pengelompokan komponen cairan hasil pirolisis berdasarkan fungsinya disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23. Fungsi komponen cairan hasil pirolisis

Gambar 23 memperlihatkan semua cairan hasil pirolisis memiliki fungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan dengan jumlah berbeda untuk masing-masing perlakuan. Jumlah komponen terbanyak yang berfungsi sebagai pengawet, flavour, dan antioksidan ada pada cairan yang dipirolisis dengan suhu 550oC dan penambahan katalis sebesar 0.79% dari bahan baku. Penggunaan suhu dan konsentrasi katalis yang tepat akan menghasilkan cairan dan keragaman jumlah komponen yang besar.

0 2 4 6 8 10 12 450oC ; 2% 550oC ; 0.79% 550oC ; 2.21% 650oC ; 2% Ju m lah Perlakuan

Fungsi Komponen

Pengawet Flavour Antioksidan

(27)

56 Jumlah fungsi terkecil berada pada cairan yang dipirolisis pada suhu 450oC dan penambahan katalis 1%. Hanya terdapat 1 jenis komponen untuk masing-masing fungsi bahan tambahan pangan. Hal ini dikarenakan belum semua bagian lignoselulosa terdekomposisi sehingga keragaman komponen dan fungsi BTP pun menjadi kecil.

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasam, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai oleh medium tumbuhnya bakteri atau jamur misalnya pada produk daging, buah-buahan, dsb (Winarno dan Rahayu, 1994).

Komponen yang dapat berfungsi sebagai pengawet sebagian besar merupakan senyawa asam, fenol, dan alkohol. Senyawa asam memiliki pH rendah yang tidak mendukung kehidupan mikroorganisme tertentu, sedangkan fenol dan alkohol pada konsetrasi tertentu dapat merusak dinding sel mikroorganisme. Berdasarkan fungsi inilah ketiganya dapat digunakan sebagai pengawet karena dapat memperpanjang umur simpan suatu makanan.

Jumlah komponen yang berfungsi sebagai pengawet mengalami kenaikan dari cairan suhu 450oC dengan penambahan katalis 1.5% ke cairan suhu 550oC dengan penambahan katalis 0.79% di mana terdapat enam komponen yang dapat digunakan sebagai pengawet. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi empat jenis komponen pada suhu 550oC dan penambahan katalis sebesar 2.21%. jumlah ini kemudian naik kembali menjadi enam komponen pada suhu 650oC dan penambahan katalis 2%.

Menurut Winarno dan Rahayu (1994), flavour adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas rasa dan aroma suatu makanan. Komponen yang berfungsi sebagai flavour sebagian besar merupakan senyawa fenol, aldehid, furan, asam, dan keton. Ketiganya tergolong senyawa aromatik yang dapat memberikan kesan aroma maupun rasa pada makanan.

Sebagian besar komponen yang terdapat dalam cairan hasil pirolisis dapat digunakan sebagai flavour, bahkan jumlahnya paling banyak dibanding fungsi

(28)

57 yang lain. Flavour pada cairan pirolisis suhu 450oC dan penambahan katalis hanya berasal dari komponen asam heksadekanoat. Jumlahnya mengalami kenaikan drastis pada cairan dengan suhu 550oC dan penambahan katalis 0.79% di mana terdapat sebelas komponen yang didominasi oleh senyawa fenol dan aldehid.

Jumlah komponen yang berfungsi sebagai flavour mengalami penurunan menjadi sepuluh komponen pada cairan pirolisis suhu 550oC dengan penambahan katalis 2.21%, kemudian menjadi enam komponen pada cairan pirolisis suhu 650oC dengan penambahan katalis 2%. Semakin banyak komponen yang dapat digunakan sebagai flavour, semakin kompleks aroma yang dihasilkan.

Komponen-komponen seperti acetid acid, 2-methylpropanoic acid, 3-methylbutanoic acid, pentanoic acid, heptanoic acid, octanoid acid, dan decanoid acid merupakan komponen yang umum ditentukan dalam produk-produk fermentasi seperti keju dan anggur. Pentanoic acid berkarakteristik aroma purgent, hepatonic acid beraroma keju, octanoic acid beraroma animal like, dan decanoic acid beroma soapy.

Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah atau menghambat terjadinya proses oksidasi. Antioksidan biasa digunakan pada minyak, lemak, dan makanan yang mengandung minyak atau lemak, misalnya produk ikan dan daging. Selain itu, dapat juga digunakan pada produk buah dan sari buah dalam kaleng (Winarno dan Rahayu, 1994).

Antioksidan digunakan untuk melindungi unsur-unsur yang terdapat dalam makanan terutama lemak serta unsur lain seperti vitamin yang juga perlu untuk dilindungi (Taylor, 1980).

Antioksidan merupakan fungsi terbanyak kedua dari komponen cairan hasil pirolisis setelah flavour. Senyawa golongan fenol mendominasi fungsi ini. Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon,

(29)

58 kateksin, dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain (Anonim, 2007).

Aktivitas antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi logam (Apak et al., 2007 di dalam Sandrasari 2008).

Beberapa jenis asam dan hidrokarbon juga dapat dijadikan sebagai antioksidan karena berfungsi sebagai zat anti kanker dan biasa terdapat pada tanaman herbal seperti pentadecane, asam heksadekanoat, pentadecane, nonadecane, dll.

Hanya ada satu komponen pada cairan suhu 450oC dan penambahan katalis 1% yang berfungsi sebagai antioksidan yaitu asam heksadekanoat. Jumlah komponen yang berfungsi sebagai antioksidan meningkat tajam pada cairan suhu 550oC dan penambahan katalis 0.79% yaitu sebanyak tujuh yang terdiri dari komponen fenol, hidrokarbon, dan asam. Kemudian jumlahnya sedikit menurun pada cairan suhu 550oC dan penambahan katalis 2.21% menjadi empat komponen kemudian naik kembali menjadi tujuh komponen pada cairan suhu 650oC dan penambahan katalis 2%.

Pola jumlah antioksidan pada suatu cairan sama denagn pola flavour. Pada umumnya, cairan yang mengandung banyak senyawa fenol akan banyak berfungsi sebagai antioksidan.

Gambar

Tabel 12. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung  Suhu ( o C)  Katalis
Gambar 12. Citraan tiga dimensi surface plot cairan hasil proses pirolisis
Gambar 13. Contour plot cairan hasil pirolisis
Tabel 14. Perhitungan ANOVA cairan hasil pirolisis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Komposisi Bahan Dasar dan Variasi Jenis Perekat Terhadap Nilai Kalor, Kadar Air, Kadar Abu pada Briket Campuran Sekam Padi dan Tempurung Kelapa.. Publikasi Online Mahasiswa