LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
OLEH KELOMPOK 5
ANGGELA MENTU JOVITA R. LICO KAMILUS BEDA DULI
PINGKAN MUNTUAN ROSMINI MOKODOMPIT VINA LIANA TAMAMENGKA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG 2016
Laporan Pendahuluan Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH)
1. Pengertian
Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005).
Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena penuaan (Price dan Wilson, 2005). BPH dapat didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2003).
Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stoma dan epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrogaman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
2. Anatomi Fisiologi a. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan berorientasi di bidang koronal. Apeknya menuju ke bawah dan terletak tepat di atas fasia profanda dari diafragma urogenital. Permukaan anterior mengarah pada simfisis dan dipisahkan jaringan lemak serta vena preprostatika. Pita fibromuskular anterior memisahkan jaringan prostat dari ujung prepostatika dan permukaan posteriornya dipisahkan dari rektum oleh lapisan ganda fasia denonvillers. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran rata-rata panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri 5 : lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm terdiri dari serabut fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum puboresikalis. Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus: lobus anterior, medial, posterior, dan 2 lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prosmerupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan glandural dan non glandular, glandular terbagi menjadi 3 zona besar. Sentral (menempati 25%), perifeal (menempati 70%), dan transisional (menempati 5%). Perbedaan zona-zona penting secara klinis karena zona perifeal sangat sering sebagai tempat asal keganasan dan zona trasisionalsebagai tempat asal benigna prostat hiperplasia (K. OH William, 2000).
Mc. Neal melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan sagital, koronal dan koronal oblig yaitu:
a. Stroma fibromuskular anterior
Merupakan lembaran total yang menutupi seluruh permukaan anterior prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos disekitar uretra proksial pada leher buli dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter interna dan otot detrusordari tempat dimana dia berasal.
b. Zona sentral – perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. c. Zona sentral
Mengelilingi duktus ejakularis secara penuh di atas dan dibelakang verumontanium. d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil duktus yang berasal dari suatu titik pertemuan uretra proksimal dan distal.
b. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanakdan mulai tumbuh pada masa pubertas di bawah stimulus testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun dan mencapai dan tetap dalam ukuran ini sampai usia mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut, pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai berdegenerasi bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis (K. OH. William, 2000).
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi serta fibrinolin. Selama pengeluaran pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan segmen yang lainnya.
3. Etiologi
Dari berbagai penelitian dan survey disimpulkan bahwa etiologi dan faktor resiko kanker prostat adalah sebagai berikut:
- Usia
Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melalui autopsi diberbagai negara menunjukkan sekitar 15-30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60-70% pria memiliki gambaran histologi kanker prostat (K. OH. William, 2000).
- Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika-Amerika. Pria berkulit hitam memiliki resiko 1,6 lebih besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria berkulit putih (Moul, J. W, et al, 2005).
- Riwayat keluarga
Carter, dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria yang memiliki ayah atau saudara laki-laki yang menderita kanker prostat, bila dibandingkan dengan 8%
populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang terkena kanker prostat (Haas. E. P dan Weel A. S, 1997).
- Faktor hormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit berupa dihidritestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5-a reduktase.Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya kadar penurunan testosteron pada penderita kanker prostat, selain itu juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron (Haas. E. P dan Weel A. S, 1997).
- Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker prostat belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada ras atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi dan lain sebagainya (Roehrborn, 2011).
4. Patofisiologi
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dari bukunya Purnomo (2000) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibrimuskular anterior dan priuretra. Sjamsuhidajat (2005) menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron-estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000), menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena itu pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sitoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok) (Purnomo, 2000).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan ini detrusor ini disebut fase kompensasi otot kandung kemih. Apabila keadaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu:obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetas pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersensitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan / urgency, disuria)).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesika urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingterdan obstruksi, sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluk vesika ureter dan dilatasi ureter dan ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik, mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intrabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Statis urin dalam vesika urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, statis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks menyebabkan pylonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Pathway
Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidakseimbangan produksi hormon estrogen dan progesteron
Post operasi Hiperplasi sel stoma pada jaringan Mempengaruhi RNA dalam inti sel
Kadar estrogen meningkat Kadar testosteron menurun
Pre operasi
Poliferasi sel prostat
BPH
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke
vesika urinaria
Penebalan otot destrusor
Akumulasi urin di vesika Dekompensasi otot destrusor Pemasangan kateter threeway Krisis situasi Ancaman perubahan status kesehatan Pasien kurang informasi kesehatan dan pengobatan Kerusakan jaringan periuretral Ansietas Insisi prostatektomi Kurang pengetahuan Ketakutan akibat pembedahan Resiko impotensi
Perubahan disfungsi seksual
Bekuan darah
Penurunan pertahanan tubuh Terputusnya kontinuitas jaringan Resiko infeksi Resiko perdarahan Kerusakan integritas jaringan Spasme urin Retensi urin Nyeri akut
Carpenito, 2006
Tucker dan Canobbic, 2008 Sjamsuhidajat dan Dejong, 2005 Pertumbuhan
mikroorganisme Penumpukan urin yang lama di
vesika urinaria Refluks urin ke ginjal Spasme otot sfingter Nyeri akut Peregangan vesika urinaria melebihi kapasitas Sukar berkemih, berkemih tidak lancar Retensi urin Gagal ginjal Hidroureter, hidronefrosis Resiko infeksi
5. Pemeriksaan diagnostik a. Urinalisa
Analisis urin dan mikrokopi urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, bakteri dan infeksi. Bia terdapat hematuria harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostat spesifik antigen (PSA) dilakukan sebagai penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidakperlu biopsy sedangkan bia nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung protate spesifik antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >0,15, sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA > 0ng/ml.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan kompikasi utama pasca operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan bisanya menyertai [enderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan penafasan harus dikaji.pemeriksaan darah mencakup hb, leukosit, hitung jenis leukosit, ct, bt, golongan darah, hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
c. Pemeriksaan radiologi
Biasanya dilakuannfoto polos abdomen, prelegrafi intravena, USG, dan sitoskopi.Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disungsi buli dan volume residu urin.dari foto polos dapat dilihat adanya batu paa traktus urinarus, pembesaran ginjal atau buli-buli.Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari pielografi intravena dapat dilihat suprei komplit dari fungsi ranal, hidronefrosis dan hidroureter gambaran ureter berbelok-belok di visika urinaria, dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urine dan batu ginjal.
BNO/IVP untuk menilai apakah ada pembearan dari ginjal, apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius.IVP untuk melihat atau mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara, dan sesudah isinya dikencingkan.Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel.Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya reflex urine.Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
6. Penatalaksaan a. Medis
Menurut sjamsuhidayat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH, tergantung pada stdium-stadium dari gambaran klinis
Stadium 1
Pada stadium ini biasanya belum memerluksn tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoreseptor alfa seperti alfasozin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseki endoskopi melalui uretra (trans uretra)
Stadium III
Pada stadium III reaksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropublik dan perineal.
Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang kateter atau sitostomi. Selain itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka
Menurut Mansjoer (2000) dan Urnomo(2000) penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan :
1) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongstan, kurangi kopi, hindari alcohol, tiap 3 bulan control keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
2) Medikamentosa (Baradero dkk 2007) - Menghambat adrenoreseptor a - Obat anti androgen
- Penghambat enzim a-2 reduktase - fisioterapi
3) Terapi Badah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, hidroureter, hidronrfrosis, jenis pembedahan :
- TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang di masukan melalui uretra
- Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen begian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
- Prostatektomi suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen begian bawah melalui fosa prostat radikal melalui sebuah insisi dibuat pada kandung kemih - Prostat peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum
- Prostat retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra diasnastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
4) Terapi invasif minimal
- Trans uretral microwave the motheraphy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengn gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antenna yang dipasang melalui atau pada ujung kateter.
- Trans uretral ultrasound guided laser induced proststectomy (TULIP) - Trans uretral ballon dilatation (TUBD)
b. Keperawatan 1) Pra operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (hb minimal 10g/dl, golongan darah, CT, BT, AL) - Pemeriksaan EGK, GDS mengingat penderita BPH kebanyakan lansia
- Pemeriksaan radiologi : BNO, IVP, Rongen totax
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap hari, lavemen puasa minimal 8 jam dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara.
2) Post operasi
Irigasi/spoling dengan Nacl
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/m
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/m - Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/m - Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/m - Hari ke 4 post operasi : di klem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urine dalam kateter bening)
Hari ke enam post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan serohemoragis < 50cc
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama hari, bila pasien sudah mmpu makan dan minum obat dengan baik obat injeksi bias diganti dengan obat oral
Tirah baring selama 24 jam pertama mobilisasi setelah 24 jam post op
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke 3 post op dengan betadin Anjurkan banyak minum (2-3L/hari)
DC bisa dilepas hari ke 10 post op
Cek hb post op bila kurang dari 10 berikan transfuse
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu menghilangkan spasme-spasme hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme
Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatakan tekanan abdomen/perdarahan Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai control berkemih
Drainase dibawah sebagai urin berwarna marah mudah kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah merah mudah dalam 24 jam setelah pembedahan Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan
biasanya menandakan perdarahan vena dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekanan pada fossa prostatic
7. Tanda dan Gejala
Peningkatan frekuensi urin penuh Nokturia
Dorongan ingin berkemih Abdomen tegang
Aliran urine tidak lancer Nyeri saan BAK
8. Kemungkinan Data Fokus A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas : Umur biasa 50 tahun keatas , Jenis Kelamin laki-laki, Ras (tertinggi di afrika dan amerika ) dan pria berkulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat di bandingkan pria berkulit putih
b. Riwayat Penyakit - Keluhan Utama
Pre operasi : Susah buang air besar Post operasi : nyeri
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada Pasien BPH, keluhan yang biasanya adalah frekuensi, nokturia, urgensi, dysuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi) intermiten (kencing terputus-putus), waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine dan nyeri saat BAK.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji Apakah memiliki riwayat penyakit infeksi saluran kemih (ISL), adakah riwayat mengalami kanker prostat, apakah pasien pernah mengalami pembedahan prostat/hernia sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit BPH.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Compos Mentis b. Kesadaran GCS : 15
c. TTV : Batas normal d. Pemeriksaan Fisik
- Abdomen Pre Operasi
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama, distensi kandung kemih, inspeksi penonjolan pada daerah
supra pubis, retensi urine. Palpasi akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil. Perkusi redup residual urine.
Post Operasi
Inspeksi : bentuk perut, apakah ada lesi atau luka Palpasi : apakah ada nyeri tekan, hati teraba Auskultasi: Bising usus.
Perkusi: abdomen keselurahan timpani, hati pekak. - Genetalia
Pre operasi
Uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
Pemeriksaan rectal toucher ( colok dubur ) posisi knee chest syarat : buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan menentukan konsistensi prostat dan menentukan besar prostat.
Post operasi
Inspeksi : Terpadang kateter, terdapat benjolan pada bagian skrotum, kemerahan atau eritema, urin keluar sedikit, terdapat gumpalan darah pada selang kateter, Palapasi : Nyeri tekan pada bagian benjolan.
3. Data Dasar Pengkajian Pasien a. Sirkulasi
Peningkatan Tekanan Darah Efek pembesaran ginjal b. Eliminasi
Tanda : Merasa padat dibagian abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung Kemih, Hernia Inguinalis : Hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan.
Gejala: penurunan kekuatan/ dorong aliran urin : tetesan, keragu-raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, nokturia, dysuria, hematuria, duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batuk / stasis urinaria, konstipasi.
c. Makanan / Cairan
d. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri suprapubis, pangggul, punggung, demam B. Analisa Data
Pre operasi
No. Data Etiologi Masalah
1. DS:
Biasanya pasien mengatakan susah buang air kecil DO:
Pasien Gelisah, wajah meringis, Teraba Vesika urinaria penuh
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
Penebalan otot destrusor
Dekompensasi otot destrusor
Akumulasi urine di vesika, sukar untuk berkemih,
berkemih tidak lancar
Retensi urine
Retensi urine
2. Ds:
Biasanya pasien mengeluh nyeri saat berkemih
DO:
Skala nyeri dari 0-10 Pasien gelisa dan meringis dan sikap melindungi daerah yang sakit
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria
Penebalan otot destrusor
Dekompensasi otot destrusor
Peregangan vesika urinaria melebihi kapasitas
Spasme otot sfingter
Nyeri
3. Ds:
Biasanya pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dia alami
DO:
Pasien gelisah Selalu bertanya tentang penyakitnya
Pasien kurang informasi kesehatan dan pengobatan
Amcaman perubahan status kesehatan
Krisis situasi
Ansietas
Ansietas
Post operasi
No. Data Etiologi Masalah
1. DS:
Biasanya pasien mengatakan nyeri pada daerah bawah abdomen DO: Pasien Gelisah, wajah meringis, skala nyeri, memegang daerah yang sakit dan lemah Insisi Purostatektomi Terputusnya kontinuitas jaringan Nyeri Nyeri Akut 2. Ds: Biasanya pasien mengatakan susah tidur dan jika tidur sering terbangun DO: Insisi Purostatektomi Terputusnya kontinuitas jaringan Nyeri
Letih, lesuh, lemah , pucat, konjungtiva anemis. Terbangun saat tidur
Terbangun saat tidur
Susah Tidur 3. Ds:
Biasanya pasien mengatakan ada luka post operasi TURP DO:
Riwayat Post Op TURP
Terdapat luka post op TURP,
Keruskan jaringan perurhetral
Lerusakan integritas kulit
Resiko perdarahan
Resiko Perdarahan
4. Ds:
Biasanya pasien mengatakan ada luka pada post OP TURP dan merasa panas didaerah luka
DO:
Terdapat luka post OP TURP dibagian Perurhetral, TTV : SB maningkat Adanya tanda-tanda infeksi Insisi Purostatektomi Terputusnya kontinuitas jaringan
Penurunan pertahanan tubuh
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia menurut Carpenita,2007:
1. Pre Operasi
a. Retensi Urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan dan obstruksi uretra
c. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit 2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih, insisi sekunder pada pembedahan.
b. Ganggguan Pola Tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan c. Resiko Perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah, reaksi bladder,
kelainan profil darah
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat pembedahan, kateter, irisai kandung kemih.
D. Intervensi Keperawatan Pre operasi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Retensi Urin b/d obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi, dengan kriteria hasil:
1. Kaji haluaran urin dengan system drainase
2. pantau pola berkemih pasien
3. Bantu pasien dalam
melakukan prosedur eliminasi kandung kemih yang
diprogramkan.
4. kolaborasi dengan dokter
1. Pengukuran dan haluaran yang akurat sangat penting untuk terapi penggantian caira. 2. Diperlukan untuk menetapkan pola inkontensia.
- pasien mempertahankan keseimbangan cairan : asupan sebanding dengan haluaran pemasangan kateter
5. kolaborasi dengan dokter rencana pembedahan (operasi)
3. Melatih pasien dalam berkemih. 4.Mempermudah pengeluaran Urine 5. Mengatasi obstruksi. . 2. Nyeri akut b/d peregangan vesika urinaria melebihi kapasitas Setelah dilakukan tindakan keperawatran selama …x 24 jam, diharapkan pasien nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
- nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang, skala nyeri 0-10, TTV dalam batas normal.
1. Kaji nyeri secara komprhensif. 2. lakukan tehnik
menegement nyeri dengan cara tarik nafas dari hidung dan keluar lewat mulut. 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan aktivitas pengalihan nyeri, seperti mendengarkan music. 4. Berikan posisi nyaman pada pasien 5. Kolaborasi Pemberian Analgetik. 1. Nyeri tajam , dengan dorongan berkemih sekitar kateter menunjukan spasme kandung kemih. 2. Dapat menghilangkan atau merileksasikan pasien dalam menghadapi nyeri, menurunkan tekanan pada bagian tubuh. 3. Tindakan untuk mengurangi nyeri dan untuk meningkatkan kulitas hidupnya. 4. Membantu mengurangi nyeri. 5. Analgetik obat unutk mengurangi nyeri.
3. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam, diharapakan tidak terjadi ansietas, dengan Kriteria Hasil : - Pasien tidak menunjukan tanda-tanda kecemasan TTV dalam batas normal, mengerti tentang penyakitnya
1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan komunikasi terapeutik 2. Kaji tingkat kecemasan pasien
3. Berikan penjelasan kepada pasien tentang penyebab ketidakmampuan untuk berkemih 4. Obsevasi TTV 1. komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan yang bersifat potensional dan rasa saling percaya 2. mengkaji kecemasan untuk membantu pemberian asuhan keperawatan yang tepat 3. penjelasan dan informasi yang tepat dapat membantukan mengurangi ansietas pada pasien 4.mengetahui pekembangan kesehatan pasien Post operasi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b/d peregangan vesika urinaria melebihi kapasitas Setelah dilakukan tindakan keperawatran selama …x 24 jam, diharapkan pasien
1. Kaji nyeri secara komprhensif. 2. lakukan tehnik
menegement nyeri dengan cara tarik nafas dari hidung
1. Nyeri tajam , dengan dorongan berkemih sekitar kateter menunjukan spasme kandung
nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
- nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang, skala nyeri 0-10, TTV dalam batas normal.
dan keluar lewat mulut. 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan aktivitas pengalihan nyeri, seperti mendengarkan music.
4.Berikan Informasi mengenai nyeri, penyebab nyeri dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. 5. Kolaborasi Pemberian Analgetik. kemih. 2. Dapat menghilangkan atau merileksasikan pasien dalam menghadapi nyeri, menurunkan tekanan pada bagian tubuh. 3. Tindakan untuk mengurangi nyeri dan untuk meningkatkan kulitas hidupnya. 4. Mengurangi nyeri dengan tehnik tarik nafas dalam. 5. Analgetik obat unutk mengurangi nyeri. 2. Resiko Perdarahan b/d insisi area bedah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam, diharapakan tidak terjadi perdarahan, dengan Kriteria Hasil : - Pasien tidak menunjukan tanda-tanda perdarahan,
1. Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah
pembedahan dan tanda –tanda perdarahan.
2.. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan darah dalam saluran kateter. 3. pantau TTV tiap 4 jam. 4. Mencegah pemakaian thermometer rektal, 1. Menurunkan kecemasan pasien, dan mengetahui tanda-tanda perdarahan. 2. Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dari kandung kemih. 3. melihat
TTV dalam batas normal, urin lancer lewat kateter.
pemeriksaan rektal untuk sekurang-kurangnya satu minggu. perubahan yang terjadi. 4. dapat menimbulkan perdarahan prostat. 3. Resiko Infeksi b/d prosedur invasive Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x 24 jam , diharapkan pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Dengan kritaeria hasil : - pasien tidak mengalami tanda-tanda infeski, dapat mencapai waktu sembuh, ttv dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
1. Peratahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
2. anjurkan intake cairan yang cukup 2500-3000 sehingga dapat meurunkan potensi infeksi.
3, pantau gekala tanda-tanda infeksi (misalnya suhu, denyut jantung, penampilan luka, urin, malise).
4. Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan dengan benar. 5. Kolanorasi Pemberian Antibiotik 1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi 2. meningkatkan output urin, sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. 3. mengetahui terjadinya tanda infeksi. 4. Mencegah terjadinya infeksi. 5. mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 4. Gangguan Pola Tidur b/d nyeri sebagai efek pembedahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur, dengan
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara menghindarinya.
2. ciptalah suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan. 1. Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga koperatif dalam tindakan keperawatan. 2.suasana tenang akan mendukung
kriteria hasil: - pasien mampu beristirahat dengan cukup, Pasien mengungkapkan bias tidur, pasien mampu
menjelaskanfaktor penghambat tidur.
3. beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. 4. kolaborasi untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri. istirahat. 3.menentukan rencana untuk mnegatasi gangguan. 4. mengurangi nyeri sehingga pasien bias istirahat yang cukup.
Daftar Pustaka
Asuhan Keperawatan BPH: style sheet: https: //askepnursing.wordpress.com/2012 Doengoes E. Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). 2003. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Style sheet: www. Iaui.or.id/ast/file/bph.pdf
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Taylor. M. C dan Ralph, S. S. 2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan Edisi 10. Jakarta: EGC
Universitas Indonesia. 2009. Laporan Pendahuluan BPH, style sheet: www.academia.edo/12903496
Wilkinson, M Judith dan Ahern R. Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC