• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Rokok

Rokok berasal dari daun tembakau yang banyak tumbuh di berbagai tempat, termasuk di Indonesia. Sebelum dibentuk menjadi komoditi industri, daun tembakau lebih dahulu dikeringkan. Tanaman ini banyak dijual dalam bentuk rokok, namun ada pula yang dibentuk cerutu yang dibuat dari daun tembakau yang warnanya lebih gelap dan lebih kuat efek tembakaunya. Merokok adalah menghisap asap dari tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Senada dengan pendapat tersebut juga disebutkan merokok adalah membakar rokok yang sebagian asapnya diisap masuk ke dalam tubuh dan sebagian tersebar di lingkungan sekitar (Indrayani, 1999).

1. Jenis Rokok

Dari berbagai jenis rokok, keseluruhannya bersumber dari tembakau yang dipergunakan untuk bahan rokok, yang kemudian menjadi :

a. Rokok putih

Rokok dengan filter, yang menggunakan tembakau yang digulung dengan kertas sigaret.

b. Rokok Kretek

Rokok tanpa filter yang menggunakan rajangan dicampur dengan cengkeh rajangan dibungkus dengan kertas sigaret.

c. Rokok klobot

Rokok tanpa filter dengan menggunakan tembakau rajangan dengan menggunakan kulit buah jagung.

d. Rokok kelembak

Rokok tanpa filter dengan menggunakan rajangan yang dicampur dengan kalembak dan digulung dengan kertas sigaret.

(2)

e. Rokok cerutu

Rokok tanpa filter dengan menggunakan tembakau rajangan dan cengkeh rrajangan yang dibungkus dengan kertas sigaret berwarna coklat.

f. Rokok pipa

Tembakau rajangan yang dimasukan kedalam pipa. g. Rokok daun Nipah

Rokok yang menggunakan tembakau rajangan dan yang dicampur dengan cengkeh rajangan dan dibungkus daun nipah. ( Mangku Sitepoe, 1993)

2. Kandungan Rokok

Rokok (termasuk asap rokok) mengandung racun yang berbahaya bagi kesehatan. Racun yang paling utama, antara lain tar, gas CO dan nikotin : a. Tar

Merupakan subtansi hidrokarbon yang bersifat lengket sehingga bisa menempel di paru-paru.

b. Gas CO (Karbon monoksida)

Gas CO yang dihasilkan dari sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si perokok. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding O2, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar O2 udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan O2, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2. Sel tubuh yang menderita kekurangan O2 akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak terjadin proses aterosklerosis (penyempitan

(3)

pembuluh darah). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi di otak, jantung, paru, ginjal, kaki, saluran peranakan, dan ari-ari pada wanita hamil (Kusmana, 2007).

c. Nikotin

Kandungan awal nikotin dalam rokok sebelum dibakar adalah 8-20 mg. setelah dibakar, jumlah nikotin yang masuk ke sirkulasi darah hanya 25% dan akan sampai keotak dalam waktu 15 detik saja. Dalam otak, nikotin akan diterima oleh reseptor asetil kolin-nikotinik yang kemudian membaginya kejalur imbalan dan jalur adrenergic. Pada jalur imbalan di area mesolimbik otak, nikotin akan memberikan sensasi nikmat sekaligus mengaktivasi system dopaminergik yang akan merangsang keluarnya dopamine, sehingga perokok akan merasa tenang, daya pikir meningkat, dan menekan rasa lapar. Sedangkan dijalur andrenergik dibagian lokus seruleus otak, nikotin akan mengaktivasi system adrenergic yang akan melepas serotonin sehingga menimbulkan rasa senang dan memicu keinginan untuk merokok lagi. Ketika berhenti merokok maka terjadi putus zat nikotin, sehingga rasa nikmat yang biasa diperoleh akan berkurang yang menimbulkan keinginan untuk kembali merokok. Proses menimbulkan adeksi atau ketergantungan nikotin, yang membuat perokok semakin sulit untuk berhenti merokok (Waney, 2008).

3. Bahaya Merokok

Laporan WHO (2003) dalam Utama (2004) juga menyebutkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok, yaitu kanker paru, bronchitis kronik, penyakit jantung iskemik, penyakit jantung kardiovaskuler, kanker mulut, kanker tenggorok, penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam kandungan. Akibat bahaya merokok yang menyebabkan berbagai penyakit di atas tedapat sebanyak 1.172 orang di Indonesia meninggal setiap hari karena tembakau (Astuti, 2009).

(4)

4. Manfaat Rokok

Manfaat rokok dibedakan menjadi dua yaitu segi positif dan segi negatife, dari segi positif dapat membantu ribuan buruh yang bekerja pada industri rokok di Indonesia. Sedangkan segi negatifnya merokok dapat merusak kesehatan yang dapat menyebabkan kematian ( Atmanta, 2005).

Sebenarnya sisi baik yang didapat dari merokok ini tidaklah sebanding dengan kerugian-kerugian yang diakibatkan dari kebiasaan merokok. Kerugian yang diakibatkan oleh merokok ini antara lain bronkitis kronik, mempertebal tukak lambung dan usus keal serta terganggunya kesehatan janin pada ibu hamil. Asap rokok yang mengandung nikotin dapat menimbulkan efek relaksasi sehingga bila seseorang berhenti merokok akan mengalami with drawal sysmtom, yaitu gelisah, gemetar, pusing, kestabilan emosi dan terganggu, muntah-muntah bahkan terganggu (Nurlita, 1996).

5. Kategori Perokok

Mu’tadin (2002) membagi tipe merokok menjadi empat golongan sebagai berikut;

a. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dengan selang merokok lima menit setelah bangun tidur di pagi hari.

b. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu merokok berkisar 6-30 menit setelah bangun tidur pagi hari. c. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang

waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.

d. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

(5)

6. Faktor yang Mempengaruhi Merokok

Menurut Mu’tadin (2002) perilaku merokok pada individu juga dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain yaitu:

a. Lingkungan sosial, yaitu : segala aktivitas kehidupan yang paling dekat dengan individu seperti teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang tua, saudara-saudara dan media masa.

b. Variabel demografi, yaitu : bagian-bagian dari masyarakat seperti umur dan jenis kelamin.

c. Sosio kultural, yaitu : norma-norma dalam masyarakat yang terdiri dari kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan dan gengsi pekerjaan.

d. Variabel politik, yaitu : berupa usaha memperlancar kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok dengan jalan membakar dan menghisap asapnya yang dilakukan oleh siswa yang dapat kenikmatan sendiri dan menimbulkan kontaminasi dalam tubuh oleh zat yang ada dalam rokok dan asap serta terjadinya polusi udara.

B. Pengetahuan tentang Rokok

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan tentang rokok merupakan sejauhmana seseorang mampu mengetahui dan memahami tentang keuntungan dan kerugian yang ada pada rokok. Pengetahuan tentang rokok ini juga dapat diartikan sebagai sejauhmana seseorang mampu memahami bahaya yang dapat diakibatkan oleh rokok yang

(6)

dihasilkan oleh tumbuhan tembakau yang didalamnya mengandung zat Tar, CO dan Nikotin yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2005) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Pengetahuan tentang rokok berupa kandungan racun dan bahayanya bagi kesehatan khususnya bagi siswa perlu untuk selalu diingat dan disadari sehingga memunculkan sikap dan perilaku yang terhindar dari rokok.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Seseorang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkannya.

Manfaat yang tidak sebanding dengan bahaya merokok harus di pahami oleh siswa agar memiliki prinsip dan keinginan yang kuat untuk menghindari kebiasaan merokok dalam pergaulannya dengan teman sebaya. Siswa biasanya hanya mencoba-coba kemudian menjadi ketagihan akibat adanya nikotin di dalam rokok.

3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) serta menggunakan metode, rumus dan prinsip dalam konteks atau situasi lain.

Siswa yang memilih untuk tidak merokok dalam pergaulannya dengan teman sebaya mendapatkan tantangan yang cukup berat karena pada masa siswa ada sesuatu yang lain yang sama pentingnya dengan kedewasaan,

(7)

yakni solidaritas kelompok dan melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok siswa telah melakukan kegiatan merokok maka individu siswa merasa harus melakukannya juga. Individu siswa tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok siswa tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena individu tersebut menyukai rokok.

4. Analisis (analysis), diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Pengetahuan akan rokok dan bahayanya bagi kesehatan dapat dijadikan bahan analisis dan renungan khususnya bagi siswa sekolah. Setelah mengerti dan memahami diharapkan mereka memiliki pendirian yang kuat dan prinsip yang teguh untuk menghindari konsumsi rokok walaupun mereka meski kehilangan lambang kejantanan dalam pergaulan dengan teman sebayanya.

5. Sintesis (synthesis), menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Kebiasaan perilaku hidup sehat pada siswa SMP dengan tidak merokok merupakan investasi jangka pendek yakni kesehatan yang dirasakan sendiri oleh tubuh dan terhindar dari pemborosan karena tidak harus mengeluarkan biaya untuk membeli rokok serta investasi jangka panjang yakni kesadaran tentang bahaya rokok dan keputusan untuk tidak mengkonsumsinya tentu juga akan membawa dampak jangka panjang bagi kesehatan sampai usia tua.

6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

(8)

Penilaian-penilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Penilaian siswa tentang manfaat rokok dan bahayanya bagi kesehatan merupakan tahap akhir dari pengetahuan sehingga individu siswa memiliki keputusan dan kemantapan diri untuk tidak merokok dan bahkan diharapkan mereka bisa mengarahkan dan memberikan penyuluhan tentang hidup sehat bebas rokok di tengah-tengah pergaulan dengan teman sebayanya.

Perilaku merokok pada siswa SMP tidak terlepas dari pengetahuan, persepesi atau nilai atau norma yang diyakini oleh suatu individu atau suatu kelompok yang akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Dari pengataman tentang kebiasaan merokok siswa lebih karena faktor ingin mencoba-coba atau mengikuti trend pada kelompoknya, juga karena persepsi atau kepercayaan, seperti pada laki-laki merokok dapat meningkatkan keperkasaan laki-laki, dengan merokok akan kelihatan lebih gaul, atau merokok dapat menambah semangat belajar/bekerja, merokok dapat menghilangkan stres.

Untuk itu siswa sedini mungkin perlu diberi pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Dengan bertambahnya pengetahuan siswa SMP tentang bahaya merokok diharapkan akan merubah perilaku siswa SMP untuk tidak merokok.

C. Sikap tentang Merokok 1. Pengertian Sikap

Banyak teori yang mendefinisikan sikap antara lain adalah sikap seseorang adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap rangsang lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisasikan melalui pengalaman serta

(9)

mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik / tindakan (Notoatmodjo, 2005).

Sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul bila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap sesuatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Unfavorable) pada objek tertentu (Azwar, 2003). Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tertentu dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang terhadap obyek. Sikap merupakan persiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

New Comb (Notoadmodjo, 2005) salah seorang ahli psikologi sosial mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan prodisposisi tindak suatu perilaku, sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek-obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Begitu pula dengan sikap siswa terhadap rokok. Sikap siswa terhadap rokok tidak begitu saja muncul, mungkin sikap yang dimiliki oleh para siswa itu disebabkan oleh hasil evaluasinya terhadap orang yang merokok yang akhirnya membentuk sebuah pengalaman baru yang mewarnai perasaannya yang akhirnya ikut menentukan kecenderungan berperilaku bahwa siswa itu akan ikut merokok atau menghindari dari aktivitas

(10)

merokok. Hal semacam ini wajar sebagai suatu fenomena sikap, fenomena sikap yang timbulnya tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang kita hadapi tetapi juga oleh kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan harapan kita untuk masa yang akan datang.

2. Tingkatan Sikap

Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2005). a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

Tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok. Sikap ini akan dikombinasikan dengan pengetahuan untuk kemudian meresponya.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. Setelah menerima stimulus tentang kebiasaan merokok dari pergaulan maupun lingkungannya tahap selanjutnya siswa akan memberikan respon. Pada tahap ini pengetahuan dan kesadaran masih ikut menentukan pada diri siswa tenang sikapnya terhadap rokok. Respon yang diberikan oleh individu siswa dapat berupa menerima atau setuju dengan perilaku merokok, tidak menerima atau tidak setuju dan mungkin pula bersikap acuh.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang seorang

(11)

siswa yang mengajak temannya untuk tidak merokok atau mendiskusikan tentang bahaya dan manfaat rokok adalah suatu bukti bahwa siswa tersebut telah memiliki sikap yang positif terhadap kesehatan tubuhnya.

d. Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Kesadaran akan tanggung jawab kesehatan terhadap dirinya sendiri bagi para siswa SMP merupakan modal utama untuk menentukan status kesehatannya di masa tua. Keputusan untuk tidak merokok merupakan wujud tanggung jawab siswa terhadap diri dan lingkungannya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Faktor-faktor mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2003) antara lain :

a. Pengalaman Pribadi

Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. Menurut Breckler dan Wiggins (Azwar, 2003) bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut dapat berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi memungkinkan.

Pengalaman pribadi mengenai merokok yang dialami oleh para siswa bisa saja berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, dan hal tersebut yang mungkin membedakan alasan siswa yang satu dengan lainnya. Bisa saja pengalaman yang didapat para siswa itu lewat

(12)

teman-teman sepermainannya, misalkan di dalam lingkungan permainannya jika siswa laki-laki tidak merokok maka akan dianggap tidak jantan atau disebut dengan istilah “banci” dan lain sebagainya. Hal yang seperti ini mungkin dapat mempengaruhi siswa tersebut akhirnya melakukan aktivitas merokok atau bahkan menolaknya karena menganggap merokok hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak percaya diri.

b. Orang lain

Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain adalah ; Orang tua, teman dekat, teman sebaya, rekan kerja, guru, suami atau istri.

Pada masa anak-anak dan siswa, orang tua merupakan figur yang sangat berarti bagi anak. Sikap yang dimiliki orang tua cenderung untuk ditanamkan pada anaknya. Seperti yang di ungkapkan oleh Middlebrook dalam Saifuddin (2003) bahwa ‘Sikap orang tua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup’. Misalnya saja, orang tua menganggap merokok pada usia siswa adalah suatu hal yang tidak bagus dilakukan oleh para siswa sekolah. Hal tersebut kemungkinan besar akan tertanam pada anak dan si anak akan bersikap yang sama bahwa merokok tidak baik untuk ia lakukan.

Meskipun biasanya ada siswa yang merokok tetapi tanpa sepengetahuan orang tuanya, hal tersebut kemungkinan ia lakukan karena untuk menghindari konflik. Konflik yang dimaksudkan adalah konflik antara siswa tersebut dengan orang tuanya dan siswa tersebut dengan teman-temannya. Di salah satu sisi ia dilarang oleh orang tuanya merokok, tetapi di sisi lain ia takut dikucilkan oleh

(13)

teman-teman sepergaulannya jika tidak merokok. Dan ini mungkin terjadi kontra antara sikapnya terhadap rokok dengan perilakunya.\

c. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. Apabila siswa hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang menganggap merokok sebagai suatu hal yang wajar dilakukan oleh siswa sekolah, maka kemungkinan besar siswa akan mempunyai sikap bahwa perilaku merokok merupakan suatu hal yang wajar dilakukan dan bukan suatu hal yang tabu.

Begitu juga sebaliknya, siswa yang tinggal dilingkungan atau kebudayaan yang menganggap perilaku merokok itu suatu hal yang kurang baik. Kemungkinan besar siswa tersebut akan mempunyai sikap bahwa jika merokok dilakukan oleh siswa sekolah maka dikategorikan sebagai anak yang nakal.

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap.

Alasan utama siswa menjadi perokok adalah ajakan teman-teman yang sukar ditolak, selain itu juga ada yang mengatakan menjadi perokok karena melihat iklan rokok. Ini berarti, penyampaian informasi atau sugesti yang diberikan media massa dapat membentuk atau merubah sikap yang dimiliki.

(14)

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Biasanya orang dalam mengambil keputusan atau sikap jika tidak ada jalan lain akan bertitik tolak pada agama. Misalnya saja ada orang yang menganggap bahwa merokok tidak hanya mengganggu kesehatannya bahkan juga kesehatan orang lain yang berada di sekitarnya. Bagi mereka yang beranggapan seperti itu maka tidak ada keraguan untuk bersikap menolak terhadap merokok.

f. Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam Misalnya saja prasangka sekelompok orang yang menganggap siswa yang melakukan aktivitas merokok terlebih lagi siswa yang masih berada dalam usia sekolah menengah adalah siswa yang tidak baik prilakunya. Oleh karena itu, terkadang ada segelintir orang yang memvonis siswa terlebih lagi siswa usia sekolah menegah menganggap siswa tersebut siswa yang nakal apalagi siswa yang masih menggunakan seragam sekolah. Penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu. Begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap lebih persisten dan bertahan lama.

(15)

Sikap siswa terhadap rokok tidak begitu saja muncul pada siswa, mungkin sikap yang dimiliki oleh para siswa itu disebabkan oleh hasil evaluasinya terhadap orang yang merokok yang akhirnya membentuk sebuah pengalaman baru yang mewarnai perasaannya yang akhirnya ikut menentukan kecenderungan berprilaku bahwa siswa itu akan ikut merokok atau menghindari dari aktivitas merokok. Itulah fenomena sikap, fenomena sikap yang timbulnya tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang kita hadapi tetapi juga oleh kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan harapan kita untuk masa yang akan datang. Tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok. Orang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, lalu respon apa yang muncul di dalam pikiran atau perasaanya. Bisa saja orang tertarik (setuju) atau tidak tertarik (tidak setuju) atau bahkan berespon masa bodoh.

D. Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan)

Model kepercayaan kesehatan (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan kepercayaan individu. HBM pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh para psikolog sosial Hochbaum, Rosenstock dan Kegels yang bekerja di Pelayanan Kesehatan Umum Amerika Serikat. Model ini dikembangkan sebagai jawaban terhadap kegagalan penanganan tuberkulosis (TB) program kesehatan gratis. Sejak itu, HBM kemudian disesuaikan untuk mengeksplorasi berbagai program kesehatan jangka pendek dan jangka panjang, termasuk perilaku merokok pada siswa.

HBM terbagi dalam empat konstruksi keyakinan inti yang didasarkan pada persepsi bahwa terhadap ancaman dan manfaat bersih yang terdiri dari persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi

(16)

hambatan, ditambahkan lagi dengan persepsi isyarat untuk tindakan, variabel lain dan kepercayaan diri (Glanz et al, 2002).

a. Persepsi Kerentanan.

Setiap individu memiliki persepsi sendiri dari adanya kemungkinan mengalami kondisi yang buruk yang akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Setiap individu memiliki persepsi yang bervariasi tentang kerentanan terhadap penyakit atau suatu kondisi. Mereka yang memiliki persepsi yang rendah rendah akan menyangkal kemungkinan tertular penyakit yang merugikan, namun individu-individu dengan kerentanan yang sangat tinggi akan merasa ada bahaya nyata bahwa mereka akan mengalami kondisi yang merugikan atau berpotensi tertular penyakit tertentu.

Bahaya merokok bagi kesehatan yang dapat diderita oleh siapapun yang mengkonsumsinya seharusnya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi siswa untuk menetapkan pilihan ingin mengkonsumsi rokok atau sebaliknya. Persepsi kerentanan terhadap bahaya rokok merupakan titik awal untuk menentukan sikap siswa tentang perilaku merokok, dengan kesadaran yang timbul dari persepsi kerentanan terhadap dampak negatif merokok tersebut diharapkan individu siswa menjadi sadar untuk tidak mengkonsumsi rokok.

b. Keparahan

Pesepsi keparahan mengacu pada keyakinan seseorang mengenai efek suatu penyakit tertentu. Efek ini dapat dirasakan dari sudut pandang kesulitan-kesulitan yang menciptakan timbulnynya suatu penyakit. Misalnya, rasa sakit dan ketidaknyamanan, kehilangan waktu kerja, beban keuangan, kesulitan dengan keluarga, hubungan, dan kerentanan terhadap kondisi masa depan. Sangat penting untuk menyertakan beban emosi dan keuangan ketika mempertimbangkan keseriusan penyakit atau kondisi.

(17)

Persepsi tentang penyakit yang menyertai rokok dan bahayanya apabila dikonsumsi merupakan pertimbangan utama yang dapat di jadikan bahan evaluasi dan alasan utama untuk menghidari perilaku merokok bagi siswa. Angka kematian yang cukup tinggi akibat rokok dan bahaya yang ditimbulkan bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga akibat bagi orang di sekitarnya merupakan alasan utama yang dapat dijadikan pegangan bagi siswa untuk menentukan sikap dalam berperilaku hidup sehat tanpa asap rokok.

c. Manfaat Mengambil Tindakan

Mengambil tindakan pencegahan terhadap penyakit adalah langkah selanjutnya untuk mengharapkan setelah seseorang telah menerima penyakit. Arah tindakan yang dipilih seseorang akan dipengaruhi oleh keyakinan tentang tindakan.

Cerita dari orang-orang di sekitar kita (teman, tetangga atau saudara) yang sudah merasakan atau menderita penyakit yang disebabkan oleh perilaku merokok dan mewawancarai mereka diharapkan akan lebih kuat lagi keyakinan dan dorongan motivasi dari dalam diri siswa untuk tidak mencoba-coba menghisap rokok karena sebagian besar orang yang merokok dimulai dari iseng dan coba-coba.

d. Hambatan

Tindakan yang diambil tentunya tidak semuanya langsung efektif dan berdampak positif. Hal ini terjadi mungkin karena hambatan. Hambatan berhubungan dengan karakteristik dari pengobatan atau tindakan pencegahan yang mungkin tidak nyaman, mahal, tidak menyenangkan, menyakitkan atau mengganggu.

Dalam setiap menentukan keputusan tentang sikap dan perilaku selalu terdapat hambatan dan konsekuensi lain yang kadang-kadang terasa berat. Dikucilkan dari pergaulan, dianggap tidak setia kawan, dianggap tidak macho dan tidak jantan adalah beberapa hambatan yang harus dihadapi

(18)

oleh siswa dalam pergaulannya ketika harus memilih untuk tidak merokok.

e. Isyarat untuk Aksi

Persepsi individu dari tingkat kerentanan dan keparahan memberikan kekuatan untuk bertindak. Manfaat menyediakan jalan tindakan. Namun, mungkin memerlukan 'isyarat untuk tindakan' untuk perilaku yang diinginkan terjadi. Isyarat ini mungkin internal atau eksternal.

siswa perlu mencari dukungan dan isyarat yang dapat digali dari dalam maupun dari luar dirinya untuk memutuskan mengambil tindakan dalam menjauhi rokok. Berhati-hati dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan yang sehat tanpa rokok dapat dijadikan alternatif untuk mendukung dan memperkuat keputusan untuk menhidari asap rokok.

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2005) dan Glanz et al (2002) yang telah dimodifikasi

Pengetahuan tentang rokok Faktor yang mempengaruhi :  Lingkungan sosial  Demografi  Sosio Kultural  Politik Merokok

Health Belief Model (HBM)  Persepsi Kerentanan  Keparahan  Manfaat Mengambil Tindakan  Hambatan

 Isyarat untuk Aksi Sikap tentang

(19)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka konsep

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap siswa.

2. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah siswa perokok dan bukan perokok.

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan paparan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan pengetahuan antara siswa perokok dan bukan perokok pada SMP Negeri 1 Blado Batang.

2. Ada perbedaan sikap antara siswa perokok dan bukan perokok pada SMP Negeri 1 Blado Batang.

- Pengetahuan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

menyediakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat dan sekitarnya. Sebagai Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Kampar yang bergerak di bidang sarana, prasarana, dan

Indikasi dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho), yang berbunyi” tidak terdapat dampak positif, program permukiman nelayan

Pada tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar perasaan perawat tentang konsekuensi yang akan dihasilkan dari dokumentasi keperawatan di IGD memiliki kategori baik dengan skor

Terdapat pengaruh nyata dan interaksi ekstrak daun lidah buaya dan sirih dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans sehingga menyebabkan perbedaaan besar

Tabel 3 menunjukkan bahwa kekuatan sobek tertinggi diperoleh dari perlakuan faktor 1 yaitu penggunaan binder (1:2), faktor 2 penggu- naan lak air (1:2), pada faktor 3

Penurunan secara nyata terjadi sejak kadar lengas tanah 75% kapasitas lapang dan menurun secara tajam pada 25% kapasitas lapang (Effendi, 2008).. jika kebutuhan air tepenuhi

Habitat yang bervariasi akan mengubah perilaku makannya menjadi omnivora (Hadi et al. Menurut Alikodra perilaku adalah kebiasaan–kebiasaan satwa liar dalam

Pada artikel ini dibahas tiga penaksir rasio untuk rata-rata populasi pada sampling acak sederhana menggunakan koefisien variasi dan median, yang merupakan review dari