• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARGA DIRI REMAJA DI PANTI ASUHAN YATIM MUHAMMADIYAH GEDEG DAN MUHAMMADIYAH 2 MERI MOJOKERTO NURUL MARTA WAHYUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HARGA DIRI REMAJA DI PANTI ASUHAN YATIM MUHAMMADIYAH GEDEG DAN MUHAMMADIYAH 2 MERI MOJOKERTO NURUL MARTA WAHYUNI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HARGA DIRI REMAJA DI PANTI ASUHAN YATIM MUHAMMADIYAH GEDEG DAN MUHAMMADIYAH 2 MERI

MOJOKERTO

NURUL MARTA WAHYUNI 11001083

Subject : Harga Diri, Remaja, Panti Asuhan DESCRIPTION

Harga diri cenderung menurun di masa remaja. Fakta lima kota di Indonesia menjelaskan permasalahan kurangnya pengasuhan, kurangnya perhatian dan pemenuhan emosional di panti asuhan membuat remaja panti asuhan lebih rentan mengalami harga diri negative. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan harga diripada remaja panti asuhan di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri, Mojokerto.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancang bangun penelitian adalah survey yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri. Sample yang digunakan berjumlah 15 remaja dan sampling dalam penelitian ini adalah total sampling. Variable penelitian yang di teliti adalah harga diri remaja Panti Asuhan Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja panti asuhan memiliki harga diri positif (60%). Harga diri Remaja Panti Asuhan terbentuk oleh perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral sehingga remaja cenderung belum matang dalam berpikir dan mengambil keputusan. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung tidak mempunyai tempat untuk berbagi seperti orang tua, sehingga remaja tidak dapat menyalurkan perasaannya dan kurang memiliki mekanisme koping yang bagus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri diantaranya adalah gender, usia, generasi, penampilan fisik dan konteks sosial. Oleh sebab itu pengasuh panti asuhan harus memberikan perhatian, motivasi, dukungan moral yang lebih kepada remaja agar terbentuk harga diri positif. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih fokus pada pola asuh pengasuh terhadap remaja panti asuhan.

ABSTRACT

Self-esteem tends to decline in adolescence. There are five facts in Indonesian cities to explain the problem of lacking parenting, attention and emotional needed that fulfilled in orphanage makes teenagers more susceptible to negative self-esteem. The purpose of this study is to describe self-esteem of adolescents in the Orphanage of Muhammadiyah at Gedeg and the Orphanage of Muhammadiyah 2nd at Meri in Mojokerto.

This study used a descriptive research by using survey as research design, and questionair as collecting tools. The population of this study is all of adolescents in the Orphanage of Muhammadiyah at Gedeg and the Orphanage of Muhammadiyah 2nd at Meri. In this study used 15 adolescents as sample and sampling used is the total

(2)

sampling. The variable is all of adolescents self-esteem in the Orphanage of Muhammadiyah at Gedeg and the Orphanage of Muhammadiyah 2nd at Meri in Mojokerto.

The results show that the majority of adolescents orphanage have positive self-esteem ( 60 % ). Adolescents self-self-esteem orphanage are formed by the changes in the cognitive, emotional, social, and moral so that they tend immaturely to think and make decisions. Adolescents who live in orphanage tend to not have place to share with parents, so they can not distribute their feelings and have a good coping mechanism.

The factors that affect self-esteem are gender, age, generation, physical appearance and social context. Therefore, the caregivers of orphanage should pay close attention, motivation, moral support to adolescents in order to form a positive self-esteem. Subsequent researcher are expected to do more study in focusing on the role of caregivers parenting to adolescent in orphanage.

Keywords : self-esteem, adolescent, orphanage Contributor : Nurul Hidayah, S. Kep. Ns, M. Kep

Yudha Laga HK, S. Psi Date : 17 Mei 2014

Type Material : Laporan Penelitian

URL :

Right : Summary :

LATAR BELAKANG

Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia selama bertahun-tahun. Hubungan dengan orang lain, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon keluarga dan lingkungan akan digunakan oleh individu dalam mengevaluasi dirinya sendiri (Dermawan & Rusdi, 2013: 23). Di Indonesia sendiri, hasil penelitian Save The Children bekerjasama dengan departemen Sosial (2008) menemukan beberapa fakta penting mengenai kondisi pengasuhan anak di panti asuhan di lima kota di Indonesia yaitu (Penelitian Situasi Panti 2006, Depsos RI bersama UNICEF & Save The Children) dalam Dalimunthe (2009 : 2) menyebutkan diantaranya adalah permasalahan kurangnya pengasuhan, kurangnya perhatian pada pemenuhan kebutuhan emosional dan perkembangan psikososial, perlakuan individual terutama ketika anak punya kondisi khusus atau bermasalah (anak bermasalah), minimnya jumlah pengasuh full-time, anak mengasuh dirinya sendiri, 90% anak masih memiliki orangtua, 56% memiliki kedua orang tua dan pengelolaan anak di panti asuhan cenderung menerapkan pengawasan, disiplin dan menggunakan kekerasan.

Harga diri tampaknya berfluktuasi sepanjang masa hidup. Hasil studi Robins, dkk (2002) dalam Santrock (2007 : 184) menunjukkan bahwa harga diri cenderung menurun di masa remaja, meningkat di usia 20-an, mendatar di usia 30-an dan meningkat di usia 50-an, kemudian menurun kembali di usia 70-an. Menurut data riset kesehatan dasar 2007 dalam Dalimunthe (2009 : 3) yang diadakan Departemen Kesehatan RI, gangguan mental emosional (depresi dan ansietas) dialami sekitar 11,6% populasi Indonesia (24.708.000 orang) yang usianya di atas 15 tahun. Mengetahui masalah yang berhubungan dengan kerentanan remaja mengalami depresi dan bunuh

(3)

diri, telah dilakukan penelitian terhadap 39.000 remaja oleh Harvard Scool of Public Health dalam Santrock (2007 : 184). Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kemurungan, kelesuan, rasa ditolak, keputusasaan, depresi dan bunuh diri semakin lama semakin terjadi pada usia dini. Menurut penelitian yang dilakukan (Ginting, 2012 : 13) angka kejadian penurunan harga diri pada remaja mengalami peningkatanya itu pada responden sebanyak 95 remaja di Depok menunjukkan harga diri responden (remaja) antara konsep diri: harga diri rendah dan konsep diri: harga diri tinggi, memperlihatkan 47.4% memiliki konsep diri: harga diri tinggi, dan sisanya dengan konsep diri: harga diri rendah (52.6 %). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan dengan metode wawancara pada tanggal 26 Februari 2014, pada 5 responden, terdapat 3 diantaranya mengalami harga diri negative sementara 2 responden lain mengalami harga diri positif. Dengan kata lain, pada 5 responden jika di prosentasekan terdapat 60% responden mengalami harga diri negative dan 40% mengalami harga diri positif.

Apabila berbagai faktor luar cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka muncullah konsep diri yang positif pada remaja. Jika seorang anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak itu akan menerima, menghargai, dan mencintai dirinya (berkonsep diri positif). Sebaliknya, jika orang-orang yang berpengaruh di sekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa, atau teman-temannya) ternyata meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri negatif). Konsep diri yang positif akan mempengaruhi kesehatan mental, dan bahkan perkembangan kepribadian remaja (Murdoko, 2004 : 84) dalam Riskiyani (2012 : 4). Remaja panti asuhan berpotensi untuk memiliki konsep diri cendrung negative karena adanya pengaruh negative yang berasal dari lingkungan internal asrama yaitu pergaulan antar sesama anak asuh. Hal ini dapat menyebabkan situasi yang tidak kondusif dalam membangun konsep diri yang positif (Lukman, 2000) dalam Rola (2006 : 52).

Menurut UU Kesehatan RI No 39 th 2009 pasal 144 ayat (5) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa keseluruhan, termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa. Oleh sebab itu sebaiknya pihak panti asuhan bekerja sama dengan Puskesmas setempat dalam pengelolaan kesehatan jiwa remaja panti asuhan. Perawat sebagai konselor dengan melihat masalah di atas maka perawat dapat memberikan terapi konseling. Perawat dapat terlibat dalam kegiatan, diantaranya: peningkatan kesadaran diri remaja, mendorong eksplorasi diri remaja, membantu remaja dalam evaluasi diri, membantu remaja merumuskan tujuan dalam upaya adaptasi dan membantu remaja dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dalam kegiatan tersebut akan terjalin suatu hubungan kohesifitas kelompok, suasana demokratis, dan unsur teraupetik, maka akan memberikan kesempatan berlatih dan menerima umpan balik sehingga remaja dapat mempelajari tingkah laku baru dan bertanggungjawab atas pilihan yang telah ditentukan sendiri (Prayitno, 2004) dalam Riskiyani (2012 : 31).

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif. Variable penelitian yang di teliti adalah harga diri remaja Panti Asuhan Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri, Mojokerto. Populasi dalam penelitian ini adalah Remaja panti asuhan Gedeg yang berjumlah 8 remaja dan Muhammadiyah 2 Meri Mojokerto yang berjumlah 7 remaja. Tehnik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sample 15 remaja yang

(4)

diambil dari keseluruhan remaja yang berusia 12-19 tahun. Penelitian akan dilakukan di dua tempat yaitu di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah 2 Meri yang terletak di Desa Meri 524, Gedangan, Magersari, Mojokerto dan Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Gedeg yang terletak di Desa Bandung, Gedeg, Mojokerto. Penelitian ini dilakukan pada bulan tanggal 17-18April 2014. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner menggunakan indikator positif dan negatif Santrock. Dari 15 responden diklasifikasikan semua kriteria: 1) Harga Diri Positif, 2) Harga Diri Negatif. Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembagian skor sikap menurut cara penilaian skala Likert dan menggunakan rumus skor T untuk menghitung nilai harga diri pada remaja. Guna memudahkan interpretasi hasil analisis, peneliti menggunakan tabel distribusi frekwensi pada penyajian data.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan tanggal 17-18 April 2014 pada remaja di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri Mojokerto, didapatkan hasil data umum dan data khusus. Data umum mencakup tiga karakteristik responden yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia dan pendidikan. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh data bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden (67%). Karakteristik responden berdasarkan usia diperoleh data bahwa sebagian besar responden berumur 16-19 tahun yaitu sebanyak 8 responden (53%). Dan karakteristik responden berdasarkan pendidikan diperoleh data bahwa seluruh responden bersekolah di sekolah umum (SMP/SMA) yaitu sebanyak 15 responden (100%). Sedangkan pada data khusus didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki harga diri positif yaitu sebanyak 9 responden (60%).

Berdasarkan data yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki Harga Diri Positif yaitu sebanyak 9 Remaja (60%). Menurut Stuart dan Laraia (2005) dalam Dermawan & Rusdi (2013 : 64) harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang ingin dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri merupakan sebuah proses yang dibentuk sejak lahir termasuk dalam pengalaman individu pada saat berhubungan dengan orang lain (Santrock, 2007 ; 184). Untuk mengetahui positif atau negatifnya harga diri individu dapat di lihat dari perilaku individu itu sendiri. Menurut Santrock pengukuran mengenai harga diri menggunakan observasi perilaku dalam memperlihatkan beberapa perilaku positif maupun negatif yang dapat memberikan petunjuk mengenai harga diri remaja. Peneliti berpendapat bahwa harga diri mengelami ketidakstabilan selama transisi kehidupan. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang belum matang dari segi emosi, dan pola pikirnya. Oleh sebab itu pengalaman remaja pada saat berhubungan sosial dengan orang lain dapat membentuk harga diri remaja. Remaja yang mengalami pengalaman buruk, akan terbentuk harga diri yang buruk. Hal tersebut dapat dilihat dari pengakuan remaja maupun dari sikap yang ditunjukkan. Pada panti asuhan, perilaku remaja terkontrol, dengan adanya pola pengasuhan dan hubungan dengan masyarakat sekitar sehingga membuat remaja harus berperilaku positif. Hal tersebut menimbulkan penilaian pada remaja panti asuhan memiliki harga diri yang positif.

Berdasarkan hasil penelitian yang berada pada tabulasi, menunjukkan bahwa remaja di panti asuhan sebagian mengalami harga diri negatif (6 remaja) dan dapat

(5)

dijelaskan bahwa pada kuesioner yang berjumlah 17 pernyataan, pernyataan yang sering mendapat nilai rendah adalah pernyataan yang berisikan tentang pengakuan responden tentang emosinya yang mudah meledak dan mudah marah dengan hal-hal sepele yaitu bernilai 19. Hal ini sesuai dengan teori menurut Kusmiran (2011 : 4) yang menyebutkan bahwa definisi remaja ditinjau dari sudut pandang secara psikologis yaitu masa dimana individu mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral diantara masa kanak-kanak menuju dewasa. Peneliti berasumsi bahwa remaja yang mudah marah dengan hal sepele tersebut karena remaja mempunyai masalah yang tidak terselesaikan. Remaja yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja cenderung belum matang dalam berpikir dan mengambil keputusan. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung tidak mempunyai tempat untuk berbagi seperti orang tua, sehingga remaja tidak dapat menyalurkan perasaannya dan kurang memiliki mekanisme koping yang bagus. Itu memungkinkan remaja panti asuhan mengalami mudah marah dengan hal-hal sepele.

Selain pernyataan tersebut juga terdapat pernyataan remaja yang bernilai rendah yaitu berisikan tentang ketidaklancaran dan keragu-raguan remaja bicara dalam menjalani sebuah diskusi yang bernilai 19. Keliat (1999) dalam Dermawan & Rusdi (2013 ; 64) menyebutkan bahwa seseorang dengan harga diri tinggi dapat menerima orang lain, berekspresi tanpa cemas/takut dan berfungsi efektif di lingkungan sosial. Sedangkan harga diri yang rendah dapat berupa: mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis, gangguan berhubungan (isolasi/ menarik diri) dan merusak diri. Peneliti beropini bahwa remaja yang pesimis dan mengalami gangguan berhubungan (menarik diri) akan mengakibatkan remaja tersebut mengalami ketidaklancaran dan keragu-raguan berbicara dalam menjalani sebuah diskusi. Sehingga haltersebut akan membentuk harga diri yang negative.

Pada tabel master data juga ditemukan adanya pernyataan yang maroritas bernilai positif pada semua remaja. Pernyataan remaja bahwa remaja merasa diterima oleh orang tuanya yaitu bernilai 41. Hal tersebut didukung oleh teori yang tercantum pada tugas-tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh Kusmiran (2011 ; 07) dimana pada tugas remaja terdapat pencapaian kemandirian secara emosional terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. Baldwin & Hoffman (2002) dalam Santrock (2007 ; 187) menyebutkan bahwa ketika kohevitas keluarga meningkat, harga diri remaja juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dalam studi ini, kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga. Peneliti beropini bahwa remaja panti asuhan telah memiliki penilaian positif terhadap orang tua mereka sebab remaja telah melaksanakan tugas-tugas remaja. Tugas-tugas remaja juga berisikan tentang perimaan keadaan yang membuat remaja berpikir tidak mempunyai masalah dengan orang tua mereka, selain itu remaja juga sering dikunjungi setidaknya sebulan sekali oleh keluarga mereka.

Indikator-indikator pengukuran harga diri terdiri dari 17 pernyataan. Pada pernyataan tentang memberikan pengarahan atau perintah kepada orang lain yang bernilai 30 dan pernyataan dan mengekspresikan pendapat yang bernilai 31, merupakan pernyataan yang berhubungan dengan prestasi individu. Bednars, Wells & Peterson (1989) dalam Santrock (2007 : 187), mengemukakan bahwa prestasi juga dapat memperbaiki tingkat rasa percaya diri remaja. Peneliti berpendapat bahwa kemampuan remaja memberikan pengarahan maupun pendapat akan meningkatkan prestasi pada

(6)

remaja sehingga dengan adanya prestasi yang unggul remaja lebih percaya diri. Maka prestasi dapat menjadi tolok ukur individu memiliki harga diri yang positif.

Pada pernyataan mengenai menggunakan kuatitas suara yang sesuai dengan situasinya yang bernilai 32, duduk bersama dengan orang lain selama melekukan aktifitas sosial yang bernilai 34, bekerja secara kooperatif dalam sebuah kelompok yang bernilai 21, menatap orang lain ketika sedang berbicara atau diajak berbicara yang bernilai 30, mempertahankan kontak mata selama melakukan percakapan yang bernilai 21, memulai percapakan yang ramah dengan orang lain yang bernilai 34, menjaga jarak yang nyaman antara dirinya dan orang lain yang bernilai 37. Pernyataan tersebut merupakan bagian dari perilaku individu dalam berhubungan dengan orang lain. Hubungan individu dengan konteks sosial seperti keluarga, kawan-kawan dan sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja (Dusek & McIntyre, 2003; Harter, 2006; Turnage, 2004) dalam Santrock (2007 : 187). Peneliti berpendapat bahwa perilaku individu dalam melakukan percakapan atau interaksi sosial dengan orang lain merupakan indicator penilain harga diri, sebab dalam memulai percakapan atau diskusi, dibutuhkan kepercayaan diri dalam individu. Individu yang sering melakukan interaksi sosial dengan orang lain dan tidak mengalami gangguan dalam berinteraksi, maka individu akan terbentuk harga diri yang positif. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses sosialisasi dan iteraksi sosial dapat mempengaruhi harga diri remaja yang akan menjadikan harga diri positif.

Pada pernyataan indikator mengenai perilaku yang merendahkan diri sendiri yang bernilai 22 dan menghindari kontak fisik yang bernilai 23 merupakan indicator yang baik untuk menilai bagaimana remaja memandang dirinya sendiri (Santrock, 2007 : 184). Santrock juga menyebutkan bahwa harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Harter (2006) dalam Santrock (2007 ; 187) menyebutkan bahwa penampilan fisik secara khusus berkontribusi terhadap harga diri pada remaja. Sebagai contoh dalam penelitian Harter, harga diri global memiliki korelasi yang sangat kuat dengan penampilan fisik, sebuah kaitan yang biasanya ditemukan di Amerika Serikat dan negara-negara. Menurut peneliti, perilaku remaja yang tidak puas akan dirinya, tidak memiliki kepercayaan diri, dan memiliki penilaian buruk tentang dirinya sendiri akan mempengaruhi pemebntukan harga diri remaja. Hal tersebut akan membentuk harga diri yang negative terhadap individu. Dalam pernyataan indikator negative yaitu tentang merendahkan orang lain, membiarkan kesalahan terjadi, menggunakan bahsa tubuh berlebihan, pengguanaan nada kasar ataupun keras, dan menyombongkan prestasi diri sendiri merupakan komponen yang hampir sama. Remaja yang mengalami kesuliatan ketika menghadapi kompetisi, cenderung memiliki harga diri yang melambung sebagai konsekuensinya (Graham, 2005; Stipek, 2005) dalam Santrock (2007 : 186). Dengan demikian, peneliti dapat berasumsi bahwa kegagalan remaja dalam kompetisi ataupun pencapaian keinginan dapat membuat remaja menjadi menyalahkan dan merendahkan orang lain sebagai konsekuensi ketidakberhasilannya. Hal tersebut dapat memberikan dampak negative terhadap harga diri remaja.

Semua responden bersekolah di sekolah umum yaitu 15 remaja (100%) dan tidak satupun responden yang bersekolah di sekolah agama. Santrock (2007 ; 328) menyebutkan bahwa perkembangan agama remaja berkaitan secara positif dengan partisispasi di berbagai aktifitas sebagai warga Negara dan ekstrakurikuler dan berkaitan secara negative dengan penggunaan alcohol dan penggunaan obat-obatan terlarang. Peneliti berpendapat bahwa tidak adanya responden yang bersekolah di sekolah agama

(7)

merupakan pencetus munculnya konsep diri negative pada 6 responden. Sebab perkembangan agama dapat mempengaruhi hubungan social remaja pada komunitasnya dan lebih cenderung memiliki konsep diri positif.

SIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dilakukan tentang Harga Diri Remaja Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Gedeg dan Muhammadiyah 2 Meri didapatkan hasil bahwa yang mengalami Harga Diri Positif sebanyak 9 Remaja (60%), dan yang mengalami Harga Diri Negatif sebanyak 6 remaja (40%).

SARAN

1. Bagi Responden

Diharapkan pada remaja yang memiliki harga diri negative dapat memperbaiki penampilan fisik, memperluas pertemanan, meningkatkan prestasi, dan menjalin interaksi sosial dengan orang lain agar harga diri remaja menjadi positif dan tidak menimbulkan perilaku negatif yang tidak di inginkan.

2. Bagi Panti Asuhan

Diharapkan pengasuh panti asuhan mampu memberikan perhatian, memberikan motivasi, memberikan dukungan moral lebih kepada anak asuhnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengukur tingkat harga diri dengan menggunakan alat pengukuran yang lebih valid dan reliable dan meneliti tentang pengaruh pola asuh pengurus panti terhadap harga diri pada anak asuh.

ALAMAT CORRESPONDENSI

Email : nurul.martha@gmail.com

No. HP : 087712523355

Referensi

Dokumen terkait

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universrtas Sebelas \,{aret. segaia bentuk

Apabila yang diinput berupa Daftar Inventaris Ruangan maka selanjutnya SIMAK-BMN membuat labeling untuk BMN..

Berdasarkan analisa dan perhitungan terhadap hasil pengujian batas- batas Atterberg didapatkan hasil bahwa dengan penambahan tetes tebu dapat mengurangi batas cair dan

[r]

1. Menunjuk surat permohonan Saudara Nomor .... perihal Permohonan Persetujuan Pengoperasian Kapal Angkutan Penyeberangan, dengan ini diberitahukan bahwa kami tidak dapat

( market-based view ); (4) Masukan bagi konsumen jasa pendidikan tinggi swasta sebagai bahan evaluasi apakah keinginan mereka ( voice of the customers ) telah

PENGEMBANGAN TES TERTULIS PADA MATERI PENGANTAR KIMIA MENGGUNAKAN MODELTRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY(TIMSS).. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pembelajaran berjalan dengan lancer, yang diawali dengan presentasi kelompok yang bertugas dalam menjadi pemateri, kemudian ada sesi tanya jawab sekaligus diluruskan oleh