• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN PENELITIAN UNGGULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN PENELITIAN UNGGULAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

Kode/Nama Rumpun Ilmu* : 134/Geofisika

Bidang Fokus** : Kebencanaan

USULAN

PENELITIAN UNGGULAN

JUDUL PENELITIAN:

Aplikasi Metode Moving Average (MA) dan Upward

Continuation Data Bouguer Anomali Gravity Untuk

Pemodelan 3D Daerah Resiko Gempa

Pulau Timor dan Flores

TIM PENGUSUL:

Dr.rer.nat. Eko Minarto, M.Si.

197502051999031004

Faridawati, M.Si.

198003302012122002

Prof. Bagus Jaya Santosa

196208021987011001

Yopiter Titi Lukas, M.Si.

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MARET 2020

(2)

ii IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

--- a. Judul Penelitian : Aplikasi Metode Moving Average (MA) dan Upward Continuation Data

Bouguer Anomali Gravity Untuk Pemodelan 3D Daerah Resiko Gempa Pulau Timor dan Flores

b. Tim Peneliti

No Nama Jabatan Bidang

Keahlian

Instansi asal Alokasi Waktu

(jam/minggu) 1 Dr.rer.nat. Eko Minarto Ketua Geofisika ITS

2 Faridawati, MSi Anggota Optik

Instrumentasi ITS 3 Prof. Bagus Jaya S Anggota Geofisika ITS 3 Yopiter Lukas

Alexander Titi, S.Si., M.Si.

Anggota Geofisika Unimor

c. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian): Data Gravity Lapangan Kepulauan Flores dan Timor

d. Masa Pelaksanaan

Mulai : bulan: Maret tahun: 2020 Berakhir : bulan: Desember tahun: 2020 e. Usulan Biaya DRPM Ditjen Penguatan Risbang

Tahun ke-1 : Rp 78.000.000

Tahun ke-2 : Rp ... Tahun ke-3 : Rp ...

f. Lokasi Penelitian (lab/studio/lapangan) Lapangan Kepulauan Flores dan Timor g. Instansi lain yang terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)

……… ……… h. Temuan yang ditargetkan lulusan S-2 dan S-3

Lulusan s1

i. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata, tekankan pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung pengembangan iptek)

……… ……… ……… ……… j. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran untuk setiap mahasiswa peserta (tuliskan nama terbitan berkala ilmiah internasional bereputasi, nasional terakreditasi, atau nasional tidak terakreditasi dan tahun rencana publikasi)

……… ……… ……… k. Rencana luaran HKI, buku, purwarupa atau luaran lainnya yang ditargetkan, tahun rencana perolehan atau penyelesaiannya untuk setiap mahasiswa peserta (kalau ada) ……… ………

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ..i

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ... .ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... v

BAB 1 RINGKASAN PENELITIAN ...1

BAB 2 PENDAHULUAN 2.1.Latar Belakang... 3

2.2.Perumusan Masalah ... 5

2.3.Tujuan Penelitian ... 5

2.4.Batasan Masalah ... 5

2.5.Relevansi dan Manfaat Penelitian ... 5

2.6.Target Luaran...6

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Litosgrafi dan Geologi Pulau Timor ... 7

3.2 Batuan ... 12

3.2.1. Batuan Beku (Igneus Rocks) ...12

3.2.2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rocks) ...13

3.2.3. Batuan Metamorf (Metamorphyc Rocks) ...14

3.3 Prinsip Dasar Gravitasi ... 16

3.4 Anomali Gravitasi ... 18

3.5 Hubungan Antara Bidang Referensi dengan Gravitasi ... 20

3.6 Gravitasi Teoritis ... 21

(4)

iv

3.7.1. Koreksi Udara Bebas ...22

3.7.2. Koreksi Atmosfer ...23

3.7.3. Koreksi Topografi ...24

3.7.3.1. Koreksi Bouguer Sederhana ...25

3.7.3.2. Koreksi Curvature ...25

3.8 Metode Kontinuasi Ke Atas (Upward Continuation) ... 26

3.9 Continuous Wavelet Transform (CWT) ... 28

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Data Penelitian... 30

4.2 Pengolahan Data ... 30

4.3 Interpretasi Data ... 31

4.4 Diagram Alir Penelitian ... 32

BAB 5 ORGANISASI TIM, JADUAL, DAN ANGGARAN BIAYA 5.1 Organisasi Tim Peneliti ... 33

5.2 Jadual Kerja Penelitian ... 34

5.3 Anggaran Biaya Penelitian ... 35

BAB 6 DAFTAR PUSTAKA ... 38

(5)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Road map laboratorium Geofisika Departemen Fisika

Fakultas Sains dan Analitika Data ITS 2019-2024 ...6

Gambar 3.1 Peta struktur geologi pulau Timor ... 12

Gambar 3.2 Gaya tarik menarik antara dua partikel massa ... 16

Gambar 3.3 Potensial gravitasi oleh distribusi massa kontinu ... 17

Gambar 3.4 Hubungan antara medan gravitasi dengan densitas permukaan ... 19

Gambar 3.5 Bidang referensi ... 20

Gambar 3.6 Koreksi udara bebas terhadap data gravitasi ... 23

Gambar 4.1 Diagram alir penelitian ... 25

DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Jenis dan densitas batuan (Schon, 1996) ...14

Tabel 5.1. Ketua dan Anggota Tim Peneliti ... 33

Tabel 5.2. Mahasiswa S1 yang terlibat ... 33

(6)

1 | P a g e

BAB I

RINGKASAN PENELITIAN

Pulau Flores dan Timor merupakan salah satu Pulau di Kepulauan Nusa Tenggara yang yang sering mengalami gempa karena memiliki struktur geologi yang sangat rumit dan menarik untuk diteliti. Dalam penelitian yang akan dilakukan, akan diterapkan metode gravitasi dengan teknik Moving Average dan Upward Continuation untuk menginterpretasikan permukaan dangkal (shallow surface) pulau Flores dan Timor untuk pemodelan 3D daerah resiko gempa di pulau Flores dan Timor. Pemanfaatan teknik continuous wavelet transform CWT dalam metode gravitasi dimaksudkan untuk mengurangi masalah non-uniqness dan faktor ambiguity yang sering terjadi dalam analisis dan interpretasi medan potensial gravitasi, karena mampu menyediakan model geometri, kedalaman, dan lokasi sumber anomali tanpa informasi apriori.

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan data gravitasi sekunder dari Bureau Gravimetric International (BGI) yang disediakan website http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi., dengan mengambil daerah seluruh pulau Flores dan Timor yang sebelumnya telah diketahui batuan dasarnya dengan metode gravitasi pula. Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif untuk memetakan anomali gravitasi pulau Flores dan Timor, memodelkan permukaan dangkal dengan teknik CWT, dan menginterpretasikan struktur permukaan berdasarkan anomali gravitasi.

Teknik CWT akan dilakukan saat menganalisis data anomali lokal untuk memperoleh model yang dapat diinterpretasi secara kualitatif dengan menggunakan perangkat lunak Matlab, sedangkan interpretasi secara kuantitatif akan dilakukan dengan inversi menggunakan perangkat lunak Grav2DC dengan membuat model yang mengacu pada hasil CWT. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan

(7)

2 | P a g e

informasi mengenai struktur permukaan dangkal pulau Flores dan Timor untuk pemodelan 3D daerah resiko gempa di pulau Flores dan Timor yang diharapkan akan berguna bagi perkembangan ilmu geofisika dan berguna bagi penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: metode gravitasi, teknik continuous wavelet transform (CWT),

(8)

3 | P a g e

BAB 2

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Pulau Timor merupakan salah satu pulau di kepulauan Nusa Tenggara Timur yang terletak pada 123o25'-127o19' Bujur Timur 8o17'-10o22' Lintang Selatan dan secara admisnistratif dikuasai oleh dua Negara yakni Timor Leste di wilayah timur, dan Indonesia di wilayah barat.

Daerah ini sebelumnya sudah seringkali diselidiki baik dan segi geologi maupun paleontologinya. Geologi maupun struktur geologinya sangat rumit dan hal ini menjadikan pulau tersebut menjadi obyek penelitian para ahli kebumian, baik dan dalam maupun luar negeri sejak 50 tahun terakhir.

Dalam Hamilton (1979) diperoleh informasi bahwa Pulau Timor diduga berada di atas pertemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo Australia. Pulau Timor terbagi menjadi dua bagian mengikuti sumbu pulau yaitu sebagian besar pada sisi selatan termasuk dalam kerak benua Australia (continental crust), sedangkan pada bagian utara berada di atas kerak samudera (oceanic crust) yang termasuk dalam lempeng Eurasia.

Pulau Timor berada pada busur Banda bagian luar, busur Banda itu sendiri terdiri atas campuran batuan beku, sedimen, dan metamorf dengan struktur geologi yang kompleks. Geologi Timor yang kompleks adalah akibat dari tumbukan Lempeng Australia bagian barat laut dengan busur Kepulauan Banda sehingga kerak Benua Australia menunjam di bawah busur kepulauan dengan arah kecondongan ke utara. Pulau Timor sangat berbeda dengan pulau-pulau di dalam busur Banda. Perbedaan terjadi secara luas antara lain batuan, kedalaman sedimen laut, batuan metamorf dan fasies lain yang terangkat bersama-sama pada suatu kawasan dataran luas sebagai melange. Secara geologi pulau Timor didominasi oleh batuan gamping (limestone) dan lempung (soft scaly clay). Batuan fosil tertua yang ditemukan berumur Permian (Veevers dalam Hamilton, 1979). Fosil dan litologi klastik Permian pulau Timor sama dengan bagian non-glasial di barat laut

(9)

4 | P a g e

Australia. Batuan klastik yang tersebar luas di pulau Timor berasal dari pergerakan massa (landmass) dari Australia.

Geofisika adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan menggunakan parameter-parameter fisika. Dalam hal ini yang menjadi target adalah bumi bawah permukaan. Parameter-parameter fisika yang digunakan adalah parameter mekanika yang meliputi metode seismik, gravitasi dan magnetik. Metode gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang berdasarkan pada perbedaan gaya berat yang timbul karena perbedaan massa jenis dari struktur geologis di bawah permukaan. Perbedaan nilai masa jenis tersebut menyebabkan terjadinya anomali gravitasi. Anomali gravitasi merupakan selisih antara nilai gravitasi teoritis dan nilai gravitasi yang diperoleh dari hasil observasi. Dengan menganalisis anomali dalam nilai gravitasi kita dapat memodelkan struktur bawah permukaan bumi (Hinze, Frese, and Saad 2013)

Teknik Continous Wavelet Transform (CWT) merupakan sebuah teknik analisis medan potensial yang dikembangkan untuk mengurangi masalah non-unik dan keambiguitas yang sering terjadi dalam analisis dan interpretasi medan potensial. Teknik CWT dapat menyederhanakan analisis cepat pada data dalam jumlah besar, serta dapat memberikan lokasi, kedalaman, dan geometri dari sebuah objek geologi tanpa infromasi apriori (Singh and Singh 2015). Li, Braitenberg, and Yang (2013) dan Singh and Singh (2015) masing-masing telah berhasil melakukan interpretasi data gravitasi 2 dimensi (2D) dengan menggunakan metode tersebut.

Penelitian dengan metode gravitasi di Pulau Timor telah dilakukan oleh Simamora dan Untung (1983) di daratan pulau Timor bagian barat, Tanesib (2010) di pulau Timor dan sekitarnya, dan Ginya (2015). Tanesib membuat kajian dan pemodelan tektonik secara 2 dimensi (2D), Simamora dan Untung melakukan interpretasi secara kuantitatif mengenai batuan dasar pulau Timor tanpa melakukan pemodelan, Sedangkan Ginya melakukan pemodelan 3 dimensi (3D) batuan dasar dan diduga batuan dasar (basement rock) pulau Timor adalah batuan metamorf.

Berdasarkan Uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan dan interpretasi permukaan dangkal (Shallow Surface) Pulau Timor dengan teknik Continuous Wavelet Transform (CWT) berdasarkan data anomali gravitasi.

(10)

5 | P a g e

2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan, maka didapatkan beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu:

1. Bagaimana memetakan pola anomali gravitasi pulau Flores dan Timor? 2. Bagaimana model permukaan dangkal pulau Flores dan Timor berdasarkan

medan anomali gravitasi dengan menggunakan teknik CWT?

3. Bagaimana menginterpretasikan struktur permukaan dangkal pulau Flores dan Timor berdasarkan medan anomali gravitasi untuk pemodelan 3D daerah resiko gempa di pulau Flores dan Timor?

2.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam dalam penelitian adalah:

1. Memetakan pola anomali gravitasi regional dan pola anomali gravitasi lokal atau residual pulau Flores dan Timor.

2. Memodelkan struktur permukaan dangkal berdasarkan anomali medan gravitasi lokal dengan menggunakan teknik CWT.

3. Menginterpretasikan struktur permukaan dangkal pulau Flores dan Timor untuk pemodelan 3D daerah resiko gempa di pulau Flores dan Timor.

2.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian yang dikerjakan yaitu:

1. Data gravitasi pulau Timor diambil dari data satelit yang disediakan di website http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi.

2. Pemodelan 2D dengan teknik CWT berdasarkan data anomali lokal.

2.5. Relevansi dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai struktur permukaan dangkal pulau Flores dan Timor untuk pemodelan 3D daerah resiko gempa di pulau Flores dan Timor, dan diharapkan

(11)

6 | P a g e

dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya untuk pengembangan pengetahuan geosains, geologi, dan khususnya geofisika.

Penelitian ini sejalan dengan road map yang sudah dibuat di laboratorium Geofisika Departemen Fisika Fakultas Sains dan Analitika Data ITS untuk 5 tahun mendatang (Gambar 2.1). Sesuai dengan rencana strategis (renstra) jangka pendek yang sudah di buat ITS untuk tahun 2019-2024.

Gambar 2.1. Road map laboratorium Geofisika Departemen Fisika

Fakultas Sains dan Analitika Data ITS 2019-2024

2.6. Target Luaran

Target luaran yang hendak dicapai diantaranya adalah publikasi pada seminar dan jurnal Nasional maupun Internasional.

Target output (keluaran) Penelitian:

No. Nama/Jenis output Jumlah

1 Laporan Keberhasilan 1

2 Jurnal Internasional terindeks SCOPUS (Q1). 1 3 Proceeding Internasional terindeks SCOPUS. 1

(12)

7 | P a g e

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Litostratigrafi dan Geologi Pulau Timor

Secara umum, litostratigrafi di pulau Timor dapat dibagi menjadi tiga sekuen yaitu Sekuen Kekneno, Sekuen Kolbano dan Sekuen Viqueque. Umur dari ketiga sekuen ini berkisar dari Perm hingga Pleistosen. Menurut Sawyer, dkk (1993), litostratigrafi regional pulau Timor (Gambar 2.1) secara umum disusun oleh:

1. Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar adalah batuan yang mendasari lapisan di atasnya yang merupakan lapisan permukaan bumi. Batuan dasar mempunyai sifat impermeable, yaitu sulit ditembus oleh air. Dengan kata lain, batuan dasar mempunyai porositas yang tinggi. Menurut Sircar (2004), batuan dasar umumnya memiliki karakteristik keras dan brittle dengan porositas matriks dan permeabilitas yang rendah. Sedangkan menurut Landes, et al dalam Sircar (2004), batuan dasar dianggap sebagai batuan metamorf ataupun batuan beku (tanpa memperdulikan umur) yang ditumpangi tak selaras oleh sebuah sekuen batuan sedimen.

Keberadaan batuan dasar di pulau Flores dan Timor agak sulit dimengerti. Batuan dasar berupa sekis, filit, amfibolit, dan serpentinit pada Kompleks Mutis/Lolotoi menunjukkan dua kisaran umur yang berbeda yaitu berumur Pra Perm atau berumur Jura Akhir-Kapur Awal. Kemungkinan besar batuan dasar berumur Pra Perm karena memiliki komposisi dan mineralogi yang sama dengan Kompleks Mutis/Lolotoi. Berdasarkan Ginya (2015) diduga bahwa batuan dasar (basement rock) pulau Timor adalah batu sabak (slate) yaitu batuan metamorf yang berada pada kedalaman 3 km hingga 30 km.

(13)

8 | P a g e

Umur dari sekuen ini berkisar dari Perm Awal hingga Jura Tengah dengan adanya hiatus pada Jura Akhir. Sekuen ini terdiri dari beberapa formasi, yaitu:

1) Formasi Maubisse

Formasi ini berumur Perm Awal – Perm Akhir dengan litologi penyusunnya adalah biokalkarenit merah-ungu, packstone dan boundstones yang kaya akan rombakan cangkang koral, crinoids, byrozoids, brachipods,

cephalopods dan fusilinids serta batuan beku ekstrusif yang merupakan

batuan tertua di pulau Timor. 2) Formasi Atahoc

Formasi ini berumur perm Awal berdasarkan umur dari fosil ammonoid. Litologi dominan yang menyusun formasi ini adalah batu pasir halus arkose dengan ciri terpilah sedang, mineralogi terdiri atas kuarsa monokristalin, feldspar, plagioklas, serta terdapat fragmen filit yang berasosiasi dengan batuan dari Kompleks Mutis/Lolotoi.

3) Formasi Cribas

Formasi ini diperkirakan berumur Perm Awal dan dapat dibagi menjadi beberapa fasies batuan yang kontinu secara lateral yaitu lapisan batu pasir multiwarna, batu lanau, batu lempung hitam dan batu gamping bioklastik. Struktur sedimen seperti ripple dan sole marks menunjukkan bahwa arus turbudit berperan dalam proses pengendapan formasi ini.

4) Formasi Niof

Formasi ini berumur Trias Awal – Trias Tengah yang dicirikan oleh kontak lapisan yang tajam serta menunjukkan banyak struktur sedimen. Litologi yang menyusun formasi ini adalah batu lempung berlapis tipis, batu serpih warna merah-hitam-coklat, batu pasir greywacke, napal dan batu gamping masif. Proses pengendapan formasi ini melalui mekanisme arus turbudit. Lingkungan pengendapan formasi ini diperkirakan terdapat pada lingkungan laut dangkal hingga laut dalam.

5) Formasi Aitutu

Formasi ini berumur Trias Awal – Trias Akhir. Litologi penyusun dari formasi ini adalah batu gamping putih-merah muda dengan perselingan batu

(14)

9 | P a g e

lempung karbonatan berwarna abu-abu hitam. Tebal lapisan konsisten yaitu 45-60 cm dan pada bidang perlapisan dapat ditemukan makrofauna seperti

Halobia, Daonella, Monotis, Ammonit dan fragmen fosil lainnya.

Lingkungan pengendapan dari formasi ini adalah laut terbuka yaitu sekitar paparan luar.

6) Formasi Babulu

Formasi ini disusun oleh litologi perselingan batu lempung-batu lanau dan batu pasir masif. Pada permukaan bidang perlapisan banyak ditemukan

brachiopod, ammonit, fragmen tumbuhan, sole marks dan fosil jejak.

Lingkungan pengendapan dari formasi ini berada pada area tepi paparan. 7) Formasi Wailulu

Litologi yang menyusun formasi ini adalah batu lempung gelap dengan perselingan batu gamping organik, kalsilutit, batu lanau dan batu pasir. Umur dari formasi ini adalah Jura Awal – Jura Tengah. Lingkungan pengendapan dari formasi ini berkisar dari paparan dalam – paparan tengah. 3. Sekuen Kolbano

Kisaran umur litologi pada sekuen ini berkisar dari Jura Akhir – Pliosen Awal dimana terdapat empat periode hiatus pada Kapur Tengah, Paleosen Awal, Oligosen – Miosen Awal dan Miosen Akhir – Pliosen Awal. Sekuen ini disusun oleh:

1) Formasi Oebaat

Formasi ini berumur Jura Akhir dan dibagi menjadi dua anggota formasi yaitu:

a. Batu pasir masif dengan ciri jarang memiliki kedudukan perlapisan, tapi saat diamati terdiri atas perlapisan batu lanau dan batu pasir. Bagian bawah dari unit ini terdiri dari batu lanau coklat-hitam dan batu lempung bernodul limonit-lanau. Lingkungan pengendapan dari unit ini diperkirakan adalah laut.

b. Batu pasir glaukonit berlapis dengan ciri ketebalan lapisan sekitar 40-50 cm. Fosil ammonit dan belemnit banyak ditemukan pada unit ini. Lingkungan pengendapan dari unit ini adalah paparan dangkal.

(15)

10 | P a g e

2) Formasi Nakfunu

Litologi yang menyusun formasi ini adalah radiolarite, batu lempung, kalsilutit, batu lanau, perlapisan batu lempung, kalkarenit, wackestones dan

packstones. Ciri khusus dari formasi Nakfunu adalah tebal lapisan batuan

yang konsisten sekitar 3-30 cm. kehadiran fosil radiolaria sangat melimpah sedangkan fosil foraminifera jarang ditemukan. Umur formasi ini diperkirakan berumur Kapur Awal – Kapur Akhir. Lingkungan pengendapan dari formasi ini adalah laut dalam.

3) Formasi Menu

Formasi ini berumur Kapur dan memiliki litologi yang mirip dengan Formasi Ofu yang berumur Tersier. Formasi ini tersusun atas batu gamping dimana terdapat lapisan tipis atau nodul rijing merah serta menunjukkan adanya belahan yang intensif. Kemiripan litologi yang dimiliki oleh Formasi Menu dan Formasi Ofu mengindikasikan adanya kontak stratigrafi. Formasi ini diendapkan dengan mekanisme turbidit pada lingkungan laut dalam.

4) Formasi Ofu

Formasi ini diendapkan setelah terjadinya hiatus pada Paleosen Awal – Miosen Akhir. Litologi penyusun dari formasi ini adlah batu gamping masif berwarna putih-merah muda dengan kenampakan rekahan konkoidal-sub konkoidal. Pada singkapan umumnya banyak dijumpai laminasi tipis, urat kalsit, stilotit, kekar dan rekahan. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme turbidit.

4. Sekuen Viqueque

Sekuen ini terdiri dari endapan sedimen synorogenik Plio – Pleistosen tipe molasse yang mencakup Formasi Viqueque dan beberapa unit melange meskipun hubungan genetiknya sulit untuk dijelaskan. Berikut adalah formasi penyusun dari sekuen ini:

1) Formasi Viqueque

Secara umum formasi ini disusun oleh batuan dengan pola suksesi mengkasar ke atas dari kalsilutit menjadi batu pasir hingga ditutupi aluvial dan batu gamping terumbu Kuarter. Kisaran umur formasi ini adalah

(16)

11 | P a g e

Miosen Akhir – Pleistosen. Formasi ini dapat dibagi menjadi dua anggota formasi yaitu:

a. Anggota Batu Putih, terdiri atas kalsilutit putih masif serta napal abu-abu dengan rombakan tumbuhan. Fosil Globigerina sangat melimpah pada unit batu gamping ini. Unit ini diendapkan pada lingkungan laut dalam yang dicirikan oleh arus tenang.

b. Anggota Noele, terdiri dari napal, napal tufaan, kalsilutit tufaan, biokalkarenit, batu gamping pasiran, batu lanau dan batu pasir.

2) Melange

Secara umum terdapat dua jenis unit melange yang dapat diidentifikasi di pulau Timor yaitu:

a. Batu Lempung Bersisik Bobonaro, merupakan endapan melange

sedimentary (olisostrom) dan diapir yang terbentuk akibat kontak

Formasi Viqueque dengan batu lempung abu-abu dan blok ukuran kerikil-bongkah di Diapir Oeleu, Pulau Semau, Oekusi dan Halilukiuk. b. Melange Sonnebait, merupakan endapan melange akibat proses tektonik. Unit ini dicirikan oleh batu lempung yang mengalami rekristalisasi dan banyak blok batuan yang menunjukkan gerusan.

(17)

12 | P a g e

Gambar 3.1. Peta struktur geologi pulau Timor (Charlton, 2001)

Secara geologi, pulau Flores dan Timor didominasi oleh batu gamping (limestone) dan lempung (soft scaly clay). Batuan fosil tertua yang ditemukan berumur Permian (Hamilton dalam Tanesib, 2010). Fosil dan litologi klasik

Permian pulau Timor sama dengan bagian non-glasial di barat laut Australia.

Batuan klasik yang tersebar luas di pulau Timor berasal dari pergerakan massa (landmass) dari Australia. Pendapat berbeda diajukan oleh Audley, Barber, et al., Carter, et al., dalam Tanesib (2010), bahwa batu gamping terbentuk jauh di utara dan ditransportasi ke pulau Timor hingga Australia. Laws dan Kraus dalam Tanesib (2010) menentang keras pendapat di atas dengan menyatakan bahwa batu gamping berumur upper Permian (251-260 juta tahun lalu) sangat banyak ditemui di lepas pantai barat laut Australia sekitar 150-250 km barat daya pulau Timor. Fosil hewan pada gamping adalah hewan subtropik dan bukan tropik.

3.2. Batuan

Batuan adalah kumpulan dari berbagai macam mineral yang membentuk satuan terkecil dari kerak bumi dan mempunyai komposisi kimia dan mineral yang tetap sehingga dengan jelas dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan kata lain, batuan adalah materi penyusun bumi yang terdiri dari mineral, bahan-bahan anorganik dan bahan-bahan vulkanik sehingga dengan jelas dapat dipisahkan satu dengan yang lain (Munir, 2003).

Berdasarkan terjadinya, batuan digolongkan atas batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Secara umum, komposisi batuan di kerak bumi terdiri dari sekitar 95 % batuan beku dan hanya sekitar 5 % batuan sedimen dan batuan metamorf (Munir, 2003).

3.2.1. Batuan Beku (Igneus Rocks)

Batuan beku terbentuk sebagai akibat pembekuan magma di bawah permukaan bumi dan di permukaan bumi. Berdasarkan tempat terjadinya, batuan beku dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

(18)

13 | P a g e

Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang membeku di bawah permukaan bumi. Batuan beku ini terbagi menjadi:

a. Batuan beku dalam (plutonik), terjadi sebagai akibat pembekuan magma yang terjadi jauh di dalam perut bumi. Batuan ini dicirikan dengan komposisi kristal yang berukuran besar atau kasar (faneritik), mudah dibedakan dengan mata telanjang (megaskopis), dan tidak berlapis-lapis. Contohnya adalah batuan granit, diorite, sienit, dan gabro.

b. Batuan beku porfir, terbentuk di sekitar pipa magma atau kawah. Komposisi kristalnya beragam, mulai dari kasar sampai sedang. Contohnya adalah batuan granit porfir, andesit porfir, dan riolit porfir.

c. Batuan beku afanitik, memiliki tekstur krital yang halus. Contohnya adalah batuan latit.

2. Batuan Beku Ekstrusif (Ekstrusive Rocks)

Batuan beku ekstrusif adalah batuan yang terbentuk dari magma atau lava yang telah keluar ke permukaan bumi yang kemudian mendingin dan membeku dengan cepat. Karena proses pendinginan yang cepat maka batuan ini memiliki struktur kristal yang halus atau amorf. Batuan ini disebut juga batuan vulkanik karena terbentuk dari aktivitas vulkanik. Contohnya adalah batuan obsidian, basalt, dan batu apung.

3.2.2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rocks)

Batuan sedimen terbentuk sebagai akibat dari pengendapan material yang berasal dari pelapukan batuan karena proses alam yang kemudian tertransportasi ke suatu tempat tertentu. Batuan tersebut terakumulasi dan selanjutnya mengalami pemampatan menjadi batuan baru. Batuan sedimen memiliki ciri berlapis-lapis sebagai akibat dari proses pengendapan yang berulang. Batuan sedimen dapat dibagi menjadi:

1. Batuan Sedimen Klastik/Fragmental

Terbentuk sebagai akibat dari pemampatan material hasil pelapukan batuan beku, batuan sedimen lain, dan batuan malihan. Ukuran butir batuan ini beragam. Disebut juga sebagai batuan sedimen mekanik. Contohnya adalah batu gamping dan batu lempung.

(19)

14 | P a g e

2. Batuan Sedimen Organik

Batuan sedimen organik adalah batuan sedimen yang mengandung sisa organisme terawetkan atau fosil. Contohnya adalah batu gamping koral dan batu bara.

3. Batuan Sedimen Kimia

Contohnya adalah batu gamping kristalin, gypsum anhidrit, stalaktit, dan stalagmit.

3.2.3. Batuan Metamorf (Metamorphyc Rocks)

Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terubahkan di dalam bumi sebagai akibat dari tekanan dan temperatur yang sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan sifat fisik dan sifat kimia batuan ini menjadi berbeda dari batuan asal. Batuan metamorf dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1. Batuan malihan kontak atau termal, terbentuk karena adanya terobosan magma yang mengakibatkan batuan di sekitar magma tersebut menjadi batuan metamorf. Contohnya adalah marmer.

2. Batuan malihan dinamik atau kinetik, terbentuk karena adanya tekanan yang kuat yang mengakibatkan suatu batuan berubah menjadi batuan metamorf.

Pada Tabel 2.1 ditampilkan beberapa jenis batuan beserta nilai densitas masing-masing batuan.

Tabel 3.1. Jenis dan densitas batuan (Schon, 1996)

Material Type Densitas Range

(mg/m3) Approximate Average Density (mg/m3) Sedimentary Rocks Alluvium Clay Gravel Loess 1.96 – 2.00 1.63 – 2.60 1.70 – 2.40 1.40 – 1.93 1.98 2.21 2.00 1.64

(20)

15 | P a g e Silt Soil Sand Sandstone Shale Limestone Dolomite Chalk Halite Glacier ice Igneous Rocks Rhyolite Granite Andesite Syenite Basalt Gabbro Metamorphyc Rocks Schist Gneiss 1.80 – 2.20 1.20 – 2.40 1.70 – 2.30 1.61 – 2.76 1.77 – 3.20 1.93 – 2.90 2.28 – 2.90 1.53 – 2.60 2.10 – 2.60 0.88 – 0.92 1.35 – 2.70 2.50 – 2.81 2.40 – 2.80 2.60 – 2.95 2.70 – 3.30 2.70 – 3.50 2.39 – 2.90 2.59 – 3.00 2.68 – 2.80 2.70 – 2.90 2.52 – 2.73 2.90 – 3.04 1.93 1.92 2.00 2.35 2.40 2.55 2.70 2.01 2.22 0.90 2.52 2.64 2.61 2.77 2.99 3.03 2.64 2.80

(21)

16 | P a g e Phylite Slate Granulite Amphibolite Eclogite 3.20 – 3.54 2.74 2.79 2.65 2.96 3.37

3.3. Prinsip Dasar Gravitasi

Prinsip dasar fisika yang mendasari metode gravitasi adalah hukum Newton tentang gaya tarik menarik antar partikel. Hukum Newton tersebut menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua partikel dengan massa m1 dan m2 yang terpisah sejauh 𝑟⃑⃑ 2 – 𝑟⃑⃑ 1 dari pusat massanya sebanding dengan perkalian massa m1 dengan m2 dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Gaya tersebut dijabarkan sebagai berikut:

𝐹⃗12(𝑟 ) = −𝐺𝑚1(𝑟⃗1) 𝑚2(𝑟⃗2)

|𝑟 |2 𝑟̂ (2.1)

dengan 𝐹⃗12(𝑟 ) adalah gaya yang bekerja pada m2 oleh karena adanya m1. m1 adalah massa partikel 1 dan m2 adalah massa partikel 2. Sedangkan G adalah konstanta umum gravitasi yang besarnya 6,67 x 10-11 Nm2kg-2.

(22)

17 | P a g e

Besaran yang terukur dalam metode gravitasi adalah kuat medan gravitasi. Kuat medan gravitasi dari partikel m1(𝑟⃗1) adalah besarnya gaya per satuan massa

pada suatu titik sejauh |𝒓⃑⃗𝟐− 𝒓⃑⃗𝟏| dari 𝑚2(𝑟⃗2), yaitu :

𝐸⃑⃗(𝑟⃗) = 𝐹12(𝑟⃗)

𝑚2(𝑟⃗2)= −𝐺

𝑚1(𝑟⃗1)

|𝑟⃗|2 𝑟̂ (2.2)

Jika bumi dianggap homogen, berbentuk sferis dan tidak berotasi, maka besarnya kuat medan gravitasi di permukaan bumi adalah:

𝑔 = 𝐸⃑⃗(𝑟⃗) = −𝐺 𝑀𝑒

𝑅𝑒2𝑟̂ (2.3)

dengan 𝑀𝑒 adalah massa bumi dan 𝑅𝑒 adalah jari-jari bumi. Kuat medan gravitasi

g sering disebut sebagai percepatan gravitasi atau percepatan jatuh bebas. Satuan g

dalam sistem cgs adalah gal (1 gal = 1 cm/s2).

Medan gravitasi merupakan medan konservatif sehingga dapat dinyatakan sebagai gradien dari suatu fungsi potensial skalar ∇𝑈(𝑟⃗) :

𝐸⃑⃗(𝑟⃗) = −∇U(𝑟⃗) (2.4) dengan U(𝑟⃗) = −𝐺𝑚1(𝑟⃗1)

|𝑟 | 𝑟̂ merupakan potensial gravitasi massa 𝑚1(𝑟⃗1).

Gambar 3.3. Potensial gravitasi oleh distribusi massa kontinu (Grant and West, 1965)

(23)

18 | P a g e

Potensial gravitasi yang disebabkan oleh distribusi massa yang kontinu harus dihitung dengan integrasi. Jika massa terdistribusi kontinu, mempunyai densitas 𝜌(𝑟 0)dan volume V, maka potensial di titik P adalah :

𝑈𝑝(𝑟⃗) = ∫ |𝑟 −𝑟 𝐺𝑑𝑚 0| 𝑉 = −𝐺 ∫ 𝜌(𝑟 0)𝑑3(𝑟 0) |𝑟 −𝑟 0| 𝑉 (2.5) dengan |𝑟 − 𝑟 0|= √|𝑟 |2+|𝑟 0|2− 2|𝑟 ||𝑟 0| cos 𝛾 𝑟

⃑⃑ 0 adalah vektor posisi elemen massa Q terhadap O. 𝑟 adalah vektor posisi titik P terhadap O.

Kuat medan gravitasi bumi dapat ditentukan dengan mendeferensialkan persamaan (2.5). Jika titik P berada di permukaan bumi, maka kuat medan gravitasi bumi g adalah:

𝑔𝑧(𝑟⃗) = |−𝐸⃑⃗(𝑟⃗)| = |∇𝑈𝑝(𝑟⃗)| (2.6) dengan g adalah percepatan gravitasi bumi.

Kuat medan gravitasi bumi yang terukur mempunyai arah vertikal menuju pusat bumi (sejajar sumbu z). Perubahan intensitas medan gravitasi yang disebabkan oleh suatu sumber anomali disebut sebagai efek gravitasi, yang dinyatakan sebagai: 𝑔𝑧(𝑟⃗) = −𝜕𝑈𝑃(𝑟⃗) 𝜕𝑧 = −𝐺 ∫ 𝜌(𝑟⃗0)(𝑍0−𝑍)𝑑3(𝑟⃗0) [ (𝑋−𝑋0)2+)2+(𝑍−𝑍0)2] 3 2 ⁄ 𝑉 (2.7)

Arti fisis persamaan di atas adalah percepatan gravitasi bumi yang nilainya bervariasi terhadap perubahan bawah permukaan 𝜌(𝑟⃗0) (Blakely, 1995).

3.4. Anomali Gravitasi

Medan gravitasi bumi g hanya mempunyai satu arah yaitu menuju ke pusat bumi. Arah medan gravitasi tersebut didefinisikan sebagai arah vertikal. Kuat medan gravitasi bumi yang disebabkan oleh benda anomali memiliki arah yang bervariasi terhadap arah vertikal tergantung pada kedudukan benda anomali. Perubahan kuat medan gravitasi bumi yang disebabkan benda anomali lokal ini disebut anomali gravitasi. Anomali tersebut dilambangkan dengan ∆𝑔 dan jika

(24)

19 | P a g e

dibandingkan dengan kuat medan gravitasi bumi bernilai sangat kecil (∆𝑔 << 𝑔). Anomali gravitasi hanya dapat diukur bersama kuat medan gravitasi bumi pada arah yang sama.

Gambar 3.4. Hubungan antara medan gravitasi dengan densitas permukaan (Grant and West, 1965)

Grant dan West (1965) menjabarkan hubungan kuat medan gravitasi dengan densitas permukaan pada suatu bidang horizontal. Diandaikan sebuah bidang horizontal di z=0 memiliki densitas σ (x, y) g/cm2. Potensial gravitasi di titik P yang

terletak pada sumbu adalah:

𝑈𝑝 = −𝐺 ∫ ∫ √𝑟𝜌(𝑟,𝜃)2 +𝑧2 2𝜋 0 ∞ 0 𝑟𝜕𝜃𝜕𝑟 (2.8)

Karena potensial gravitasi U diakibatkan oleh massa yang terdistribusi lokal di z=0 maka anomali gravitasi di titik P adalah:

∆𝑔𝑃 = − 𝜕𝑈𝑃 𝜕𝑧 = 𝐺|𝑧| ∫ ∫ 𝜌(𝑟,𝜃) (𝑟2+𝑧2)3/2 2𝜋 0 ∞ 0 𝑟𝜕𝜃𝜕𝑟 (2.9)

Tanda negatif pada persamaan (2.9) menyatakan bahwa Δg terukur bersama dengan

g pada arah yang sama.

Jika posisi Q di bidang horizontal z=0 dipilih secara sebarang, maka di peroleh:

∆𝑔(𝑥, 𝑦) = 2𝜋𝜌𝐺(𝑥, 𝑦) (2.10)

Anomali gravitasi pada bidang z=0 diakibatkan oleh distribusi massa tidak diketahui yang terletak di bawah bidang z=0. Apapun bentuk massa, efek yang ditimbulkan di titik manapun pada bidang z≤0 sama apabila massa tersebut diganti oleh distribusi permukaan pada z=0. Model densitas ini disebut equivalent stratum.

(25)

20 | P a g e

3.5. Hubungan Antara Bidang Referensi Dengan Gravitasi

Geoid adalah bidang ekuipotensial yang mendekati permukaan laut rata-rata. Secara geometrik, permukaan geoid tersebut diorentasikan relatif terhadap suatu bidang ekuipotensial yang disebut potensial gravitasi, sama dengan potensial gravitasi geoid. Bentuk geometrik bidang ekuipotensial tersebut dipilih sebagai elipsoida putaran yang mewakili bentuk bumi sesungguhnya (bumi normal). Elipsoida didefinisikan memiliki kriteri-kriteria sebagai berikut:

1. Massa elipsoida sama dengan massa bumi sesungguhnya. 2. Densitas massanya homogen.

3. Kecepatan sudut rotasi elipsoida sama dengan kecepatan sudut rotasi bumi sesungguhnya.

Kenyataan sebenarnya, densitas massa bumi tidak homogen dengan adanya gunung, lautan, cekungan, dataran yang menyebabkan elipsoida berubah menjadi bentuk yang disebut geoid. Secara fisis geoid disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. Geoid didefinisikan sebagai bidang ekuipotensial yang berhimpit dengan permukaan laut pada saat keadaan tenang dan tanpa gangguan, secara praktis geoid dianggap berhimpit dengan permukaan laut rata-rata. Jarak geoid terhadap elipsoida disebut tinggi geoid atau undulasi geoid. Nilai undulasi geoid tidak sama di semua tempat, disebabkan ketidakseragaman sebaran densitas massa bumi.

(26)

21 | P a g e

Pada prinsipnya geoid dapat diturunkan dari data gravitasi sebagai data utamanya yang didistribusikan mencakup seluruh permukaan bumi. Data gravitasi dapat diperoleh dari pengukuran secara terestris mengunakan gravimeter dari udara dengan teknik air-bone gravimetry, dan diturunkan dari data satelit, serta melalui interpolasi untuk wilayah-wilayah yang tidak ada data gaya beratnya. Jika bumi benar-benar ideal dalam arti elips maka orbit setelit pun akan elips, tetapi kenyataan bentuk fisis bumi adalah geoid maka pada saat setelit mengelilingi bumi terjadi pergerakan satelit naik atau turun mengikuti permukaan geoid. Pergerakan ini disebut defleksi vertikal.

3.6. Gravitasi Teoritis

Untuk mendapatkan nilai medan gravitasi teoritis, yang pertama dilakukan adalah mencari nilai medan gravitasi normal. Nilai gravitasi normal analitis, secara fisis terletak pada bidang referensi sferoida (z=0) sebagai titik referensi geodesi. Perumusan tentang medan gravitasi normal diterbitkan beberapa badan yaitu International Association of Geodesy (IAG) National Imagery and Mapping Agency (NIMA). Sistem terbaru adalah Earth Gravitational Model 2008 (EGM 2008) oleh National Geospatial-Intelligence Agency (NGA). Formula terbaru dari NIMA dan WGS 1984 adalah

𝑔𝑛 = 978032,53359 1+0,00193185265241 𝑠𝑖𝑛2𝜃

√1−0,00669437999014 𝑠𝑖𝑛2𝜃 𝑚𝑔𝑎𝑙 (2.11)

dengan gn (x,y,0) adalah nilai medan gravitasi teoritis di bidang referensi sferoida

dan 𝜃 adalah posisi lintang titik pengukuran.

Model terbaru yang diterbitkan NGA disebut EGM 2008. Model terbaru ini tetap menggunakan formula WGS 1984. Model inilah yang digunakan Sandwell dan Smith untuk perhitungan anomali udara bebas.

3.7. Reduksi Data Gravitasi

Anomali medan gravitasi adalah nilai medan gravitasi yang ditimbulkan oleh perbedaan nilai kontras densitas di bawah permukaan bumi. Anomali medan gravitasi bumi diukur/terukur bersama medan gravitasi bumi. Maka untuk memperolehnya secara matematis dapat didefinisikan bahwa anomali medan gravitasi di topografi atau posisi (x, y, z) merupakan selisih dari medan gravitasi

(27)

22 | P a g e

observasi di topografi dengan medan gravitasi teoritis di topografi. Atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

Δg (x, y, z) = gobs (x, y, z) - gteoritis (x, y, z)

(2.12)

dengan Δg (x, y, z) merupakan anomali medan gravitasi di topografi, gobs (x, y, z) adalah medan gravitasi observasi di topografi dan gteoritis (x, y, z) adalah medan gravitasi teoritis di topografi.

Nilai medan gravitasi normal yang secara fisis terdefinisi pada posisi referensi sferoida g (x, y, 0) dibawa ke posisi topografi g (x, y, z). Hal ini dilakukan karena nilai medan gravitasi observasi secara fisis berada pada bidang topografi. Proses ini dikenal sebagai koreksi udara bebas.

Selanjutnya medan gravitasi normal diperhitungkan atau dikoreksi terhadap massa yang terletak di antara bidang referensi sferoida dengan permukaan topografi karena massa ini turut mempengaruhi harga anomali medan gravitasi. Koreksi ini dikenal sebagai koreksi topografi (Susilawati, 2005).

3.7.1. Koreksi Udara Bebas

Koreksi udara bebas merupakan proses perpindahan medan gravitasi normal di bidang referensi sferoida (z=0) menjadi medan gravitasi normal di permukaan topografi.

Secara matematis koreksi udara bebas (free-air correction) dapat dirumuskan sebagai berikut:

gfa = - (0,3087691 – 0,0004398 sin2 ) h mgal (2.13) dengan h adalah ketinggian titik amat dari referensi sferoida. Untuk  = 45, diperoleh:

(28)

23 | P a g e

Gambar 3.6. Koreksi udara bebas terhadap data gravitasi (Susilawati, 2005)

Koreksi udara bebas orde satu mengasumsikan bahwa komponen vertikal dari gravitasi di dekat permukaan bumi dihasilkan oleh bumi yang berbentuk sferis dan berbanding linier dengan jarak. Tetapi pada kenyataannya, bentuk bumi lebih mendekati elipsoida putar dan hukum Newton tentang gaya tarik-menarik antar partikel yang menyatakan bahwa gaya tarik-menarik antar partikel berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Sebagai akibatnya diperlukan koreksi udara bebas orde dua sebagai berikut:

gfa = - (0,3087691 – 0,0004398 sin2 ) h + 7,2125 x 10-8 mgal (2.15) Persamaan 2.15 disebut koreksi udara bebas karena hanya memperhitungkan udara elevasi antara permukaan topografi (titik pengukuran) dengan referensi sferoida. Dengan koreksi udara bebas ini maka diperoleh anomali

medan gravitasi udara bebas di topografi sebagai:

Δgfa (x, y, z) = gobs (x, y, z) – gn (x, y, z) (2.16)

dengan gn (x, y, 0) = g0 adalah medan gravitasi normal di bidang referensi sferoida dan gfa adalah koreksi udara bebas.

3.7.2. Koreksi Atmosfer

Dalam perhitungan gravitasi teoritis, massa atmosfer bumi disertakan dalam massa bumi. Karena itu dalam perhitungan anomali gravitasi diperlukan koreksi atmosfer. Efek gravitasi massa atmosfer sampai ketinggian titik amat 10 km dari elipsoida diperoleh melalui persamaan Blakely (1995):

(29)

24 | P a g e

dengan h adalah ketinggian dari titik amat dalam meter. Jika Koreksi atmosfer dikurangkan dari gravitasi teoritis di titik amat, maka diperoleh:

∆𝑔𝑎𝑡𝑚(x, y, z) = ∆𝑔𝑓𝑎(x, y, z) + 𝑔𝑎𝑡𝑚(x, y, z) (2.18)

3.7.3. Koreksi Topografi

Pada koreksi udara bebas, tidak diperhitungkan massa yang terletak di antara permukaan topografi dan referensi sferoida, padahal massa ini sangat mempengaruhi harga anomali medan gravitasi. Jika massa ini diperhitungkan maka koreksi terhadap medan gravitasi normal menjadi lengkap. Grant and West (1965) mendefinisikan bahwa massa yang terletak antara permukaan topografi dan bidang datum (referensi sferoida) dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Bagian massa yang terletak antara bidang bouguer dengan bidang datum dimana efek dari massa ini disebut efek bouguer. Anomali yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi bouguer terhadap anomali udara bebas disebut

anomali gravitasi bouguer sederhana.

2. Bagian massa yang berada di atas bidang bouguer dan bagian massa yang hilang di bawah bidang bouguer. Efek massa ini disebut efek medan (terrain

effect). Anomali yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi medan terhadap

anomali bouguer sederhana disebut anomali medan gravitasi bouguer

lengkap.

Secara matematis, anomali gravitasi bouguer lengkap pada topografi dirumuskan sebagai:

∆𝑔𝐵𝐿(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑔𝑜𝑏𝑠(𝑥, 𝑦, 𝑧) − [𝑔𝑛(𝑥, 𝑦, 𝑧) + 𝑔𝐵𝑆(𝑥, 𝑦, 𝑧) + 𝑔𝐶(𝑥, 𝑦, 𝑧)] (2.19) Dengan ∆𝑔𝐵𝐿(𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah anomali gravitasi bouguer lengkap, 𝑔𝐵𝑆(𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah koreksi bouguer sederhana, dan 𝑔𝐶(𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah koreksi curvature.

Anomali medan gravitasi bouguer lengkap merefleksikan adanya variasi densitas dalam kerak, dimana koreksi bouguer sederhana dan curvature adalah fungsi dari ketinggian dan densitas topografi.

Koreksi anomali bouguer lengkap tidak menghilangkan anomali massa yang terdapat di atas referensi sferoida. Hal ini disebabkan karena densitas massa yang digunakan dalam perhitungan bouguer lengkap adalah densitas rata-rata dengan menganggap massa topografi homogen. Seperti halnya pada koreksi udara

(30)

25 | P a g e

bebas, koreksi bouguer lengkap tidak berarti secara fisis memindahkan titik-titik observasi ke referensi sferoida dan tidak pula menimbulkan diskontinuitas densitas dari massa-massa yang berada di atas dan di bawah referensi sferoida.

3.7.3.1. Koreksi Bouguer Sederhana

Koreksi bouguer sederhana mencakup massa berbentuk lempeng (slab) horisontal dengan ketebalan yang panjangnya tak hingga. Massa ini terletak antara bidang bouguer dan bidang referensi sferoida. Efek dari massa ini disebut efek Bouguer. Model koreksi ini dikenal dengan model slab horizontal tak hingga dengan ketebalan h relatif dari bidang referensi sferoida ke bidang Bouguer letak titik amat. Besarnya koreksi Bouguer sederhana adalah

gBS = 2πρGh (2.20) dengan ρ adalah densitas masssa Bouguer (massa topografi), G adalah konstanta gravitasi (6,67428x10-8 cm2g-1s2)dan h adalah ketinggian titik amat dari referensi

sferoida

Pada koreksi ini secara geometris mengandalkan permukaan bumi yang datar dan masih terdapat massa kosong yang turut masuk dalam perhitungan. Meskipun demikian, model ini masih bisa digunakan untuk daerah penelitian yang sempit dengan undulasi kecil. Secara geometris, makin sempit area penelitian maka makin rendah derajat kelengkungan atau mendekati bentuk datar.

3.7.3.2. Koreksi Curvature

Koreksi curvature adalah bentuk pengembangan dari koreksi bouguer sederhana dengan memperhitungkan kelengkungan bumi. Model cangkang bola atau spherical shell diajukan oleh Karl (1971). Karl menganggap bahwa bagian massa Bouguer berbentuk cangkang bola dengan ketebalan h dari referensi sferoida. Besarnya koreksi adalah:

gBS + gC  4πρG (2.21) Koreksi curvature yang lain diusulkan oleh LaFehr dengan memodifikasi

slab horisontal tak hingga ke suatu topi sferis dengan radius permukaan 166,735

km. Radius permukaan ini dipilih untuk meminimalkan perbedaan antara efek topi sferis dengan efek slab horisontal tak hingga yang tidak diperhitungkan oleh Karl. Koreksi curvature LaFehr (1991) dapat dirumuskan sebagai:

(31)

26 | P a g e

Jika ditambahkan dengan nilai koreksi bouguer sederhana menjadi:

gBS + gC = 2 πρBG +2 πρBG (μh – λR) (2.23)

dengan μ dan λ merupakan koefisien-koefisien tanpa dimensi dan R adalah radius Bumi sampai di titik amat.

Whitman (1991) mengembangkan pendekatan terhadap persamaan LaFehr sebagai: 𝑔𝐶 = 2𝜋𝜌𝐺 {

𝛼

2 − 𝐻 [1 + 1

2𝛼]} (2.24)

dengan H adalah rasio h terhadap R (dengan R = R0 + h dan R0 adalah radius Bumi

normal sampai referensi sferoida) dan 2α adalah adalah sudut dari pusat Bumi. Persamaan (2.22) merupakan koreksi kelengkungan Whitman dan pendekatan ini akurat sampai 1 μgal untuk h kurang dari 4 km. Suku 𝛼

2 adalah gaya

gravitasi vertikal akibat kelengkungan bumi dengan sudut kelengkungan α, suku H menunjukkan berkurangnya kelengkungan bumi dengan bertambahnya radius permukaan bumi R(dengan R = R0 + h) atau dengan bertambahnya ketebalan slab

h.

Koreksi curvature lain diusulkan oleh USGS, dapat dirumuskan sebagai:

gc = 1,464𝑥10−3ℎ − 3,533𝑥10−7ℎ2+ 4,5𝑥10−14ℎ3𝑚ga𝑙 (2.25)

3.8. Metode Kontinuasi Ke Atas (Upward Continuation)

Anomali gravitasi yang telah direduksi menjadi anomali bouguer lengkap masih merupakan superposisi dari anomali lokal dengan anomali regional. Anomali regional bersifat smooth (halus) dan biasanya disebabkan oleh batuan-batuan yang dalam. Sedangkan anomali lokal bersifat kasar dan disebabkan oleh batuan-batuan yang dangkal. Kedua anomali tersebut harus dipisahkan karena mempunyai fungsi yang berlainan untuk mendapatkan manfaatnya secara optimum. Pemisahan antara anomali regional dan anomali lokal bisa dilakukan dengan proses kontinuasi ke atas (upward continuation) atau kontinuasi ke bawah (downward continuation) (Hidayat, 2011).

Prinsip dasar metode kontinuasi ke atas adalah menghilangkan efek lokal sehingga yang didapatkan adalah menonjolkan efek regional. Persamaan yang digunakan dalam melakukan kontinuasi ke atas (Blakely,1995) adalah:

(32)

27 | P a g e 𝑈(𝑥, 𝑦. 𝑧0− ∆𝑧) =𝛥𝑧 2𝜋∫ ∫ 𝑈(𝑥′,𝑦′,𝑧0) [(𝑥−𝑥′)2(𝑦−𝑦)2+∆𝑧2]32 ∞ −∞ ∞ −∞ 𝑑𝑥 ′𝑑𝑦 (2.26) dengan ∆𝑧 >0

Persamaan integral ini dapat digunakan untuk menghitung nilai medan potensial pada sembarang titik di atas permukaan yang nilai potensialnya ada. Untuk mempermudah maka dikonversi dalam bentuk domain Fourier.

Persamaan (2.26) disederhanakan menjadi dua dimensi yaitu: 𝑈(𝑥, 𝑦. 𝑧0 − ∆𝑧) = ∫ ∫∞ 𝑈(𝑥′, 𝑦′ −∞ ∞ −∞ , 𝑧0)𝛹𝑢(𝑥 − 𝑥 ′, 𝑦 − 𝑦, ∆𝑧)𝑑𝑥𝑑𝑦 (2.27) dengan 𝜓𝑢 = 𝛥𝑧 2𝜋 1 [(𝑥−𝑥′)2(𝑦−𝑦)2+∆𝑧2]32 (2.28) Jika medan potensial U diukur pada permukaan z=𝑧0 memenuhi

ketidaksamaan ∫ |𝑓(𝑥)|𝑑𝑥−∞< ∞, maka medan U tersebut mempunyai transformasi Fourier F[U]. Transformasi Fourier dari persamaan (2.27) diperoleh dengan mentransformasikan kedua sisi persamaan tersebut ke dalam domain-domain Fourier dan memanfaatkan teorema sehingga diperoleh :

F[Uu] = F[Uu]F[Ψu] (2.29) dengan F[Uu] merupakan transformasi Fourier dari medan kontinuasi ke atas. Untuk mendapatkan F[Uu] diperlukan suatu rumusan analitik dari F[Ψu], yang dapat diperoleh dari transformasi Fourier persamaan (2.28) dan dapat dinyatakan dalam bentuk: 𝜓𝑢 = − 1 2𝜋 𝜕 𝜕∆𝑧 1 𝑟 (2.30) dengan 𝑟 = √𝑥2+ 𝑦2+ Δ𝑧2,

Dengan demikian transformasi Fourier dari persamaan (2.30) menjadi: 𝐹[𝜓𝑢] = − 1 2𝜋 𝜕 𝜕∆𝑧𝐹 [ 1 𝑟] = − 𝜕 𝜕∆𝑧 𝑒−|𝑘|∆𝑧 |𝑘| = 𝑒−|𝑘|∆𝑧 ,Δz>0 (2.31)

(33)

28 | P a g e

Kontinuasi ke atas dari suatu permukaan ke permukaan lain dapat dicapai dengan mengalikan transformasi Fourier data pengukuran terhadap suku eksponensial persamaan (2.31).

3.9. Continuous Wavelet Transform (CWT)

Continuous Wavelet Transform (CWT) merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menganalisis medan potensial dan untuk menemukan sumber penyebabnya. Transformasi wavelet menghadirkan beberapa keuntungan seperti; memungkinkan analisis lokal untuk bidang yang diukur bertentangan dengan transformasi Fourier global, serta, transformasi wavelet memberikan mean untuk menangani noise yang ada dalam data dengan benar (Moreau, 1999).

Teknik Continous Wavelet Transform (CWT) dikembangkan untuk mengurangi masalah non-unik dan keambiguitas yang sering terjadi dalam analisis dan interpretasi medan potensial. Teknik CWT dapat menyederhanakan analisis cepat pada data dalam jumlah besar, serta dapat memberikan lokasi, kedalaman, dan geometri dari sebuah objek geologi tanpa infromasi apriori (Singh and Singh, 2015)

Continuous Wavelet transform (W) dari sebuah potensial terukur 0(x) didefenisikan sebagai:

Di mana ψ adalah wavelet yang dianalisis, b adalah parameter posisi, a adalah parameter dilatasi, dan operator Da didefenisikan sebagai

a x a x

Da( ) 1

Untuk bidang homogen, Moreau (1995) telah memberikan hubungan antara koefisien-koefisien wavelet pada dua ketinggian untuk tiap-tiap wavelet.

                        " , ' " ' " " ' ) ' , ( 0 0 0 0 a z a z a x W z a z a a a a x W     ) )( ( ) ( ) , ( 0 0 ,0 b D x a x b a dx a b W a              

   

(34)

29 | P a g e

Di mana β merepresentasikan eksponen holder, a’ dan a” merepresentasikan ketinggian-ketinggian berbeda, Z0 merepresentasikan kedalaman benda penyebab

(35)

30 | P a g e

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Data Penelitian

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data anomali gravitasi pulau Flores dan Timor terkoreksi free air yang diperoleh dari http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi.

4.2. Pengolahan Data

Pengolahan data akan dilakukan pada data anomali Bouguer lengkap dengan zona penelitian adalah permukaan dangkal (shallow surface) pulau Timor. Pengolahan data akan menggunakan beberapa perangkat lunak diantaranya

Microsoft Word, Surfer 9.0, Matlab R2013a, Magpick, Grav2Dc. Adapun tahapan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Data anomali gravitasi free air dikoreksi sampai pada koreksi Bouguer lengkap.

2. Data digrid menggunakan program surfer untuk memperoleh peta konturnya. Peta kontur yang diperoleh dalam satuan koordinat derajat geografis juga dikonversi ke koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) dalam satuan meter agar pengolahan data selanjutnya lebih mudah dikerjakan dan diinterpretasi.

3. Tahap selanjutnya adalah pemisahan anomali lokal dan anomali regional dengan metode kontinuasi ke atas (upward continuation). Anomali Bouguer lengkap yang diperoleh masih berupa gabungan antara anomali regional yang disebabkan oleh sumber dalam dan anomali lokal yang disebabkan oleh sumber dangkal. Untuk keperluan interpretasi dan pemodelan maka anomali ini dipisahkan dengan metode kontinuasi ke atas. Proses kontinuasi ke atas dilakukan secara coba-coba (trial and error) dan bertahap tiap ketinggiannya, sampai diperoleh peta kontur yang relative stabil. Tahapan ini dilakukan dengan perangkat lunak Magpick.

(36)

31 | P a g e

4. Melakukan pemotongan (slice) pada data anomali lokal.

5. Tahapan analisis dengan teknik CWT dilakukan pada anomali lokal di bawah garis pemotongan (slice) dengan memanfaatkan perangkat lunak Matlab. 6. Pemodelan 2D menggunakan perangkat lunak Grav2Dc pada anomali lokal di

bawah garis pemotongan mengacu pada model geometri hasil dari analisa CWT.

4.3. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif langsung dilakukan pada kontur anomali Bouguer lengkap, sebelum dan sesudah dikontinuasi. Data anomali ini memberikan interpretasi secara umum yang memperkirakan anomali dari daerah penelitian. Interpretasi kualitatif juga dilakukan pada hasil analisa CWT.

Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan pemodelan inversi 2D yaitu dengan mencari nilai anomali sintetik dan mencocokannya dengan kurva anomali lapangan untuk memperoleh model bawah permukaan. Untuk pemodelan inversi, jika kurva yang dihasilkan sudah menunjukkan korelasi dengan nilai error yang kecil, maka model yang dihasilkan tersebut yang diinterpretasikan. Interpretasi bawah permukaan juga dilakukan dengan mengkorelasikan nilai densitas batuan bawah permukaan hasil pemodelan dengan data dan informasu geologi daerah penelitian serta nilai densitas batuan bawah permukaan berdasarkan data jenis batuan menurut Telford et al., (1990).

(37)

32 | P a g e

4.4. Diagram Alir Penelitian

Gambar 4.1 Diagram alir penelitian

ANOMALI REGIONAL ANOMALI LOKAL

ANALISIS CWT PEMODELAN 2D INTERPRETASI KUALITATIF INTERPRETASI KUANTITATIF KONTINUASI KE ATAS

KOREKSI BOUGUER LENGKAP

KONVERSI KE KOORDINAT UTM

PLOT PETA KONTUR

DATA SEKUNDER TERKOREKSI FREE AIR INFORMASI DAN DATA

GEOLOGI MULAI

KESIMPULAN

(38)

33 | P a g e

BAB 5

ORGANISASI TIM, JADUAL, DAN ANGGARAN BIAYA

5.1. Organisasi Tim

Tabel 5.1. Ketua dan Anggota Tim Peneliti

No. Nama

Jabatan dalam

Tim Tanggung jawab dalam penelitian NIP Kompetensi 1. Dr.rer.nat. Eko Minarto, M.Si. NIP. 19750205 199903 1 004 Ketua Peneliti, Bidang Keahlian: Fisika bumi  Koordinasi pengambilan data  Perancangan metode survey lapangan

 Pengolahan data gravity  Penyusunan makalah

ilmiah dan laporan penelitian

 Monitoring dan evaluasi kegiatan dan hasil penelitian 2. Faridawati, M.Si. NIP. 19660114 199002 1 001 Anggota Peneliti, Bidang Keahlian: Optoelektronika

 Koordinasi desain dan peta survey lapangan  Koordinasi publikasi

pada jurnal internasional 3 Prof. Bagus Jaya Bidang Keahlian:

Fisika bumi

 Pengolahan data gravity  Penyusunan makalah

ilmiah dan laporan penelitian 4 Yopiter Lukas Alexander Titi, S.Si., M.Si Bidang Keahlian: Fisika bumi

 Pengolahan data gravity  Penyusunan makalah

ilmiah dan laporan penelitian

Tabel 5.2. Mahasiswa S1 yang terlibat

No. Nama Jabatan

dalam Tim Tugas dalam Penelitian NRP

1. Gabriella Regita C 0111174000007

Anggota Peneliti

 Pengambilan data dan survey lapangan

(39)

34 | P a g e 5.2. Jadual Penelitian

Penelitian ini direncanakan terlaksana dengan detail sebagai berikut:

No. Nama Kegiatan Bulan/Tahun 2020

Maret April Mei Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des. 1 Studi literatur mengenai

koreksi data anomali gravitasi, proyeksi data, Pemisahan data anomali, dan pemodelan 3D 2 Pengambilan data

sekunder, survei lokasi dan pengambilan data pendukung

3 Pengolahan data berupa koreksi anomali gravitasi, proyeksi data dan pemisahan data anomali

4 Pemodelan 3 dimensi dan proses inversi data anomali

5 Interpretasi hasil pemodelan lokal dan regional

6 Penulisan laporan hasil penelitian dan publikasi ilmiah

(40)

35 | P a g e

5.3. Anggaran Biaya Penelitian Tabel 5.3. Anggaran Biaya Penelitian Nama Ketua

Pelaksana : Dr. rer. Nat. Eko Minarto, M.Si.

NIP : 19750205 1999031004 NIDN : 0005027503 Sumber Dana : DRPM Skema : Judul :

Aplikasi Metode Moving Average (MA) dan Upward Continuation Data Bouguer Anomali Gravity Untuk Pemodelan 3D Daerah

Resiko Gempa Pulau Timor dan Flores

Total Dana Disetujui : Rp 78.000.000,00

Rekapitulasi Penggunaan Dana

1. Belanja Bahan

Item Bahan Volume Satuan

Harga Total Pajak PPh Satuan 21 22 23 PPn (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Pembuatan survey lapangan 1 buah 7,500,000 7,500,000 Pembelian peta geologi 1 buah 1,200,000 1,200,000 Pembuatan stacking chart 1 buah 1,500,000 1,500,000 GPS 1 buah 3,500,000 3,500,000 Kompas 2 buah 1,000,000 2,000,000

Gravity meter 1 paket 5,000,000 5,000,000

Sub Total 1

(Rp) 20,200,000 0 0 0

2. Belanja Barang Non Operasional Lainnya

Item Barang Volume Satuan

Harga Total Pajak PPh Satuan 21 22 23 PPn (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Software inversi 1 sampel 2,000,000 2,000,000

Publikasi di Jurnal

(41)

36 | P a g e Seminar

internasional 2 makalah 4,000,000 8,000,000

Fotocopy dan

penjilidan Laporan 4 paket 500,000 2,000,000

Fotocopy Literatur 4 paket 500,000 2,000,000

Rapat koordinasi

pelaksanaan 9 paket 1,000,000 9,000,000

Rapat koordinasi

pembuatan laporan 9 paket 1,000,000 9,000,000

Sub Total 2 (Rp)

37,000,000 0 0 0 0

3. Belanja Perjalanan Lainnya

Item Perjalanan Volume Satuan

Biaya Total Pajak PPh Satuan 21 22 23 PPn (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Perjalanan ke Unimor 2 orang 3,200,000 6,400,000

Perjalanan ke Jakarta 1 orang 1,100,000 1,100,000

Perjalanan ke Bandung 2 orang 1,000,000 2,000,000 Sub Total 3 (Rp) 12,800,000 0 0 0 0 4. Belanja Honorarium

Item Honor Volume Satuan

Honor/ Total Pajak PPh Jam 21 22 23 PPn (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Peneliti Utama

Nama : Dr.rer.nat. Eko

M.,M.Si

Alamat : Pengkol,

Ceweng, 120 Jam 25,000 3,500,000

Diwek, Jombang

Peneliti 1

Nama : Prof. Bagus 60 Jam 25,000 1,500,000

Alamat : Bumi Marina

Mas

Peneliti 2

Nama : Faridawati,

(42)

37 | P a g e Alamat : Perumdos ITS

blok D 21

Peneliti 3

Nama : Yopiter Titi

Lukas, M.Si. 60 Jam 25,000 1,500,000

Alamat: Jalan Tifa Kelurahan Fatufeto Kecamatan Alak Kupang Sub Total 4 (Rp) 8,000,000 0 0 0 0 Total Keseluruhan (Rp) 78,000,000 0 0 0

(43)

38 | P a g e

BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

Antara news., (2010), 20 Titik Semburan Gunung Api Lumpur di Pulau Semau

Rusak Lingkungan,

https://www.antaranews.com/berita/212782/20-titik-semburan-gunung-api-lumpur-di-pulau-semau-rusak-lingkungan (Diakses pada tanggal 28 Februari 2020).

Arina, I., (2019), Geologi dan Hidrogeologi Karst Pulau Semau Selatan Nusa

Tenggara Timur, Tesis Magister, Universitas Pembangunan Nasional

Veteran, Yogyakata.

Blakely, R.J., (1995), Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, First Edition, Cambridge University Press, New York.

Bronto, S., Asmoro, P., Efendi, M., (2017), “Gunung Api Lumpur di Daerah Cengklik dan Sekitarnya Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah”,

Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Vol. 18, No. 3, Hal. 147-159.

Dampney, C.N.G., (1969), “The Equivalent Source Technique”, Geophysics, Vol. 34, No. 1, Hal. 39-53.

DeGroot-Hedlin, C., Constable, S., (1990), “Occams Invesion to Generate Smooth Two Dimensional Models from Magnetotelluric Data”, Geophysics, Vol. 55, No. 12, Hal. 1613-1624.

Dzakiya, N., Sismanto., (2014), “Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Lapisan Bawah Permukaan Bumi di Subcekungan Jambi Pada Lapangan Zuhro Berdasarkan Analisis Data AnomaLI Gravitasi”, Berkala MIPA, Vol. 24, Hal. 268-280. Featherstone, W.E., Dentith, M.C., (1997), “A Geodetic Approach to Gravity Data

Reduction for Geophysics”, Computers and Geosciences, Vol. 23, No. 10, Hal. 1063-1070.

Gotze, H.J., Li, X., (2001), “Tutorial Ellipsoid, Geoid, Gravity, Geodesy, and Geophysics”, Geophysics, Vol. 66, No. 6, Hal. 1660-1668.

(44)

39 | P a g e

Grandis, H., (2009), Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika, Himpunan Ahli Geofisika Indoensia (HAGI), Bandung.

Hantoro, W.S., Arsadi, E.M., Suyatno,. Kosasih, E., (2005), Perubahan Iklim dan

Kegiatan Teknotik Pada Pembentukan Pulau-Pulau Kecil Terumbu Karang di Jalur Busur Luar Non Volkanik: Pengembangan Data Proksi dan Implikasi Iklim Pada Neraca Hidrologi Serta Kerawanan Bencana Geologi Pulau Semau, Pusat penelitian Geoteknologi-LIPI, Bandung.

Hidayat, F.S., (2011), Penyelidikan Gaya Berat Untuk Pemetaan Struktur Bawah

Permukaan di Daerah Karanganyar Bagian Barat, Skripsi Sarjana,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Hinze, W.J., Aiken, C., Brozena, J., Coakley, B., Dater, D., Flanagan, G., Forsberg, R., Hildenbarand, T., Keller, G.R., Kellogg, J., Kucks, R., Li, X., Mainville, A., Morin, R., Pilkington, M., Plouff, D., Ravat, D., Roman, D., Urrutia-Fucugauchi, J., Veronneau, M., Webring, M., Winester, D., (2005), “New Standards for Reducing Gravity Data”, Geophysics, Vol. 70, No. 4, Hal. J25-J32.

Indriana, R.D., (2008a), “Analisis Sudut Kemiringan Lempeng Subduksi di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur Berdasarkan Data Anomali Gravitasi dan Implikasi Tektonik Vulkanik”, Berkala Fisika, Vol. 11, No. 3, Hal. 89-96. Kaho, N.R., (2019), Kajian Bentang Alam Pulau Semau, GEF SGP Indonesia

Wilayah Kerja Pulau Semau, Kupang.

Katili, J.A., (1975), “Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesia Island Arcs”,

Tectonophysics, Vol. 26, Hal. 165-188.

Kearey, P., Brooks, M., Hill, I., (2002), An Introduction to Geophysical

Exploration, 3rd Edition, Blackwell Science, Oxford.

Lewerissa, R., (2011), Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Struktur Bawah Permukaan

Bumi di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Analisis Data Gravitasi, Tesis

Magister, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Li, Y., Oldenburg, D.W., (1998), “3-D Inversion of Gravity Data”, Geophysics, Vol. 63, No.1, Hal. 109-119.

(45)

40 | P a g e

Li, Y., Yang, Y., (2011), “Gravity Data Inversion for The Lithospheric Density Structure Beneath North China Craton from EGM 2008 Model”, Physics of

The Earth and Planetary Interiors, Vol. 189, Hal. 9-26.

Ode, H., (2017), Identifikasi Daerah Zonasi Gunungapi Purba di Daerah

Kalisongo Kabupaten Kulonprogo Berdasarkan Aanalsis Data Gravitasi,

Tesis Magister, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Parapat, J., Hilyah, A., Utama, W., Rahadinata, T., (2017), “Pemodelan 3D Data Gaya Berat Untuk Mengidentifikasi Sumber Panas Daerah Panas Bumi Sipoholon Sumatera Utara”, Jurnal Geosaintek, Vol. 03, Hal. 167-172. Parera, A.F.T., Bunaga, I.G.K.S., Yusuf, M., (2015), “Pemodelan Tiga Dimensi

Anomali Gravitasi dan Identifikasi Sesar Lokal Dalam Penentuan Jenis Sesar di Daerah Pacitan”, Prosiding Seminar Nasional Fisika, Vol. IV, Hal. 45-48.

Parera, A.F.T., Yusuf, M., (2015), “Pemodelan Tiga Dimensi Anomali Gravitasi dan Identifikasi Sesar Lokal Dalam Penentuan Jenis Sesar di Daerah Sidoarjo”, Konferensi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika, Tangerang.

Republika., (2015), Semburan Lumpur Dingin di Semau Karena Pergeseran

Lempeng Australia,

https://republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/03/06/nkrhgt-semburan-lumpur-dingin-di-semau-karena-pergeseran-lempeng-australia (Diakses Pada Tanggal 28 Februari 2020).

Sandwell, D.T., Smith, W.H.F., (2009), “Global Marine Gravity from Retracked Geosat and ERS-1 Altimetry: Ridge Segmentation Versus Spreading Rate”,

Journal of Geohysic Research, Vol. 114, pp. 1-18.

Setiawan, M.R., Setiawan, A., (2015), “Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur Berdasarkan Analisis Data Gravitasi”, Jurnal Fisika Indonesia, Vol. 19, No. 57, Hal. 13-18. Smith, W.H.F., Sandwell, D.T., (1997), “Global Seafloor Topography from

Satellite Altimetry and Ship Depth Sounding’, Journal of Science, Vol. 277, pp. 1957-1962.

Gambar

Tabel 3.1.   Jenis dan densitas batuan (Schon, 1996)  Material Type  Densitas Range
Gambar 3.2. Gaya tarik menarik antara dua partikel massa (Blakely, 1995)
Gambar 3.3.   Potensial gravitasi oleh distribusi  massa kontinu (Grant and  West,  1965)
Gambar 3.4.   Hubungan antara medan gravitasi dengan densitas permukaan (Grant  and West, 1965)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kegiatan Pesta Budaya Mejuah-juah 2015 akan dilaksanakan 11 jenis perlombaan yang memiliki Akar Budaya Karo yakni:1. 1 Lomba Tari Tradisional Karo 2

Berdasarkan Uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan dan interpretasi permukaan dangkal (Shallow Surface) Pulau Timor dengan teknik

Untuk mewujudkan karya seni rupa dua dimensi ini digunakan berbagai bahan, medium, dan teknik sesuai dengan obyek dan fungsi yang diinginkan.. Karya seni rupa ada

Tingkat profitabilitas pada suatu perusahaan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mendapatkan laba yang tinggi, sehingga laba yang dijadikan sebagai

Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III 2016 mencapai 2.9% SAAR, utamanya didorong peningkatan pertumbuhan ekspor dan investasi yang lebih besar dari penurunan pertumbuhan

Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses pembelajaran yang menekankan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam menemukan

Adanya peningkatan keaktivan karena penambahan logam tertentu menunjukkkan bahwa ion logam diperlukan sebagai komponen dalam sisi aktif enzim. Mekanisme ion logam dapat

Sebagaimana kita tau pasar adalah sebuah tempat bertemunya pembeli dengan penjual guna melakukan transaksi ekonomi yaitu untuk menjual atau membeli suatu barang