• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8

A. Landasan Teori 1. Perbankan Syariah

a. Definisi Perbankan Syariah

Istilah bank berasal dari kata banque yang berasal dari bahasa Prancis dan kata banco yan berasal dari bahasa Italia, yang dapat diartikan sebagai peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini dapat menjelaskan dua fungsi dasar sekaligus yang ditunjukkan oleh bank komersial. Kata peti atau lemari menunjukan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang, dan sebagainya. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, “fungsi dasar bank yaitu menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman (safe keeping function) dan dapat menyediakan alat pembayara n untuk membeli barang ataupun jasa (transaction function) ” (Nisa, 2018).

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 bank dapat diartikan sebagai suatu badan usaha yang dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau tabungan dan menyalurkannya kepada masyarakat, dalam bentuk kredit atau pinjaman dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Wibowo, 2012)

Bank Syariah atau bank tanpa bunga, merupakan lembaga keuangan/perbankan yang beroperasi berdasarkan pada Al-qur’an dan Hadist Nabi Saw, atau bisa diartikan dengan penjelasan bahwa bank syariah merupkan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

(2)

b. Dasar Hukum Perbankan Syariah

Bank Syariah yang dalam operasionalnya berdasarkan Al-qur’an dan Hadist sebagai dasar hukumnya. Ayat-ayat yang menjadi landasan hukum perbankan syariah seperti :

1) Q. S Ali. Imran : 130

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron [3]: 130)

2) Q. S Ar- Rum : 39

Artinya : ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Qs. Ar-Rum [30]: 39)

(3)

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Al- Baqarah [2]: 275)

4) Hadist dari Rasulullah seperti hadis riwayat Muslim

Yang artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru An Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Syaibah, Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Khalid Al Khaddza' dari Abu Qilabah dari Abu Al Asy'ats dari 'Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya.” (Rifa'i, 2013)

5) Peraturan Perundang-Undangan tentang Perbankan Syariah

Bank syariah yang merupakan Lembaga Keuangan Bank yang dapat berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Unit Syariah (UUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 Pasal 1 ayat (7) tentang perbankan syariah Indonesia, diketahui bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank

(4)

umum syariah (BUS) adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Maisaroh, 2017). Dalam pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dan kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Nasikin, 2018).

c. Tujuan Perbankan Syariah

1) Dapat mengarahkan kegiatan ekonomi masyarakat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba (bunga) atau jenis-jenis usaha perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), di mana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang di dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan ekonomi umat.

2) Agar dapat menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

3) Agar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif (berwirausaha).

4) Agar dapat membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah rendahnya pendapatan (kemiskinan), yang pada dasarnya adalah program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Usaha bank syariah dalam hal ini dapat berupa pembinaan nasabah yang lebih mengarah kepada sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program program pembinaan konsumen, pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.

(5)

5) Agar dapat menjaga kestabilan ekonomi. Dengan aktifitas bank-bank syariah yang diharapkan mampu menekan angka inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya perbankan dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khusunya perbankan dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.

6) Agar dapat menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non Islam (konvensional) yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank (Rifa'i, 2013).

d. Prinsip-Prinsip Perbankan syariah

1) Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah). Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni/mutlak dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

2) Bagi Hasil (Al-Mudharabah/Al-Musyarakah). Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.

3) Jual Beli (Al-Murabahah). Prinsip ini adalah suatu sistem yang menggunakan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan nasabah atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan. 4) Sewa (Al-Ijarah). Al-ijarah merupakan akad pemindahan hak

guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. 5) Jasa (Fee-Based Service). Prinsip ini meliputi seluruh layanan

non pembiayaan yang diberikan bank (Irfan, 2015).

e. Jenis- Jenis Perbankan Syariah

Secara kelembagaan bank syariah di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 kelompok :

(6)

1) BUS ( Bank Umum Syariah )

Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahas berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS yang merupakan badan usaha yang setara dengan bank umum konvensional dengan bentuk hukum perseroan terbatas, perusahaan daerah atau koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa (Dewi, 2018).

Pertumbuhan Bank Umum syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup baik, seperti pada gambar 2.1 lebih jelasnya mengenai perkembangan BUS di Indonesia.

Gambar 2.1. Perkembangan Bank Umum Syariah di Indonesia sumber : www.ojk.go.id (2018) 11 12 13 14 BUS

Bank Umum Syariah

2014 2015 2016 2017 2018

(7)

Tabel 2.1

Jaringan Kantor Individual Bank Umum Syariah- November 2018

No Nama Bank Umum KC KCP KK

1 PT. Bank Aceh Syariah 26 88 26

2 PT. BPD Nusa Tenggara Barat

Syariah 12 22 4

3 PT. Bank Muamalat Indonesia 83 152 57

4 PT. Bank Victoria Syariah 9 5 -

5 PT. Bank BRI Syariah 52 206 12

6 PT. Bank Jabar Banten

Syariah 9 55 1

7 PT. Bank BNI Syariah 68 189 17

8 PT. Bank Syariah Mandiri 130 424 52

9 PT. Bank Mega Syariah 25 33 7

10 PT. Bank Panin Dubai Syariah 15 3 -

11 PT. Bank Syariah Bukopin 12 7 4

12 PT. BCA Syariah 11 12 13

13 PT. Bank Tabungan Pensiunan

Nasional Syariah 24 2 -

14 PT. Maybank Syariah

Indonesia 1 - -

sumber : www.ojk.go.id (2018)

2) UUS ( Unit Usaha Syariah)

Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan unit kerja dikantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan unit usaha syariah, UUS berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional yang bersangkutan. UUS juga dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank non devisa (Dewi, 2018).

(8)

3) BPRS ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah )

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

2. Suku Bunga

Bunga dapat diartikan sebagai pendapatan yang diterima kreditur atas kredit yang telah disalurkan yang disebut bunga pinjaman serta kewajiban bank dalam memberikan imbalan kepada masyarakat atas dana yang telah mereka himpun yang disebut dengan bunga simpanan. (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan suatu sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia, setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan di implementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter (Jayanti, Anwar, & Fitri, 2016).

Menurut Kasmir (2002: 134) dalam (Budiman, 2014) , faktor-faktor utama yang memengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga secara garis besar sebagai berikut :

a. Kebutuhan dana

Saat bank memerlukan dana (simpanan sedikit), sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi yaitu dengan cara meningkatkan suku bunga simpanan. Dengan meningkatnya suku bunga simpanan tersebut diharapkan dapat menarik nasabah untuk menyimpan uang di bank, agar kebutuhan dana dapat terpenuhi. Sebaliknya, jika bank memiliki kelebihan dana, di mana terdapat simpanan banyak akan tetapi permohonan kredit sedikit, maka bank dapat menurunkan bunga simpanan sehingga akan mengurangi minat nasabah untuk menyimpan.

(9)

b. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, di samping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan juga harus memperhatikan pesaing. Bisa diartikan jika untuk mendapatkan bunga simpanan rata-rata 16% per tahun, saat hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan di atas bunga pesaing misalnya 17% per tahun. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada di bawah bunga pesaing.

c. Kebijaksanaan pemerintah

Dalam kondisi tertentu pemerintah juga dapat andil dalam penentuan batas maksimal atau minimal suku bunga, baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman. Dengan ketentuan tersebut batas minimal atau maksimal bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

d. Target laba yang diinginkan

Target laba yang diinginkan, adalah besaran keuntungan yang diinginkan oleh pihak bank. Jika laba yang diinginkan besar, maka bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu pihak bank harus hati-hati dalam menentukan persentase laba atau keuntungan yang diinginkan.

e. Jangka waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya relatif lebih rendah.

f. Kualitas jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh dengan jaminan sertifikat deposito bunga pinjaman akan lebih rendah jika dibandingkan dengan jaminan sertifikat tanah. Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencairan jaminan apabila kredit yang diberikan

(10)

bermasalah. Bagi jaminan yang likuid seperti sertifikat deposito atau rekening giro yang dibekukan akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah.

g. Reputasi perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit juga sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet di masa mendatang relatif kecil dan sebaliknya.

h. Produk yang kompetitif

Maksudnya adalah produk yang dibiayai kredit tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan tingkat pengembalian kredit terjamin, karena produk yang dibiayai laku di pasaran.

i. Hubungan baik

Biasanya pihak bank menggolongkan nasabahnya menjadi dua yaitu nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.

j. Jaminan pihak ketiga

Yaitu pihak yang memberikan jaminan kepada bank untuk menanggung segala risiko yang dibebankan kepada penerima kredit. Biasanya pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, sehingga bunga yang dibebankan pun juga berbeda. Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya, maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.

(11)

Bank Indonesia akan menaikkan (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate) apabila inflasi ke depan diperkirakan di atas sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate) apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Salah satu kebijakan yang diambil oleh BI dalam mengatasi jumlah uang yang beredar agar diperoleh keseimbangan antara penawaran dan permintaan uang adalah suku bunga. Pemerintah akan mengurangi jumlah uang beredar dengan meningkatkan suku bunga, karena dengan suku bunga tinggi masyarakat atau nasabah akan cenderung menyimpan uang nya di bank yang relatif dengan imbalan bunga tinggi dan lebih aman. Dalam permintaan uang di Indonesia selain dipengaruhi oleh pendapatan nominal juga dipengaruhi suku bunga karena Indonesia belum seutuhnya menganut sistem syariah (Nurkholis, 2017).

Jika nilai tingkat suku bunga (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate) tinggi maka bunga yang diberikan oleh BI kepada bank-bank konvensional yang menitip dananya di BI juga akan tinggi dan bank akan menyimpan uangnya lebih banyak. Dengan demikian bank akan berusaha menarik dana dari nasabah atau masyarakat lebih banyak supaya dapat menitipkan dananya di BI dengan jumlah yang banyak pula. Bank menarik minat nasabah atau masyarakat dengan bunga tinggi (Nurkholis, 2017).

Bank syariah dan bank konvensioanl saling bersaing dalam hal penyaluran dana dan penghimpunan dana. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau bank syariah tidak hanya untuk nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. Apabila tingkat bagi hasil lebih menguntungkan daripada tingkat suku bunga nasabah lebih tertarik menyimpan dananya di bank syariah. Sebaliknya apabila tingkat bunga lebih menguntungkan dari pada bagi hasil maka nasabah yang tidak loyal akan memindahkan dananya ke bank konvensional. pada kasus ini fluktuasi tingkat suku bunga secara langsung akan mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah (Lailiyah, 2017).

Bentuk perbankan Syariah yang pada prinsipnya merupakan sistem keuangan berbasis bebas-bunga, secara teori seharusnya memiliki kondisi

(12)

yang tidak terpengaruh oleh sistem keuangan berbasis bunga. Akan tetapi dalam sistem perbankan ganda sebagaimana digunakan di Indonesia dan beberapa negara lain, yang segala bentuk kebijakan moneter terdapat pada Bank Sentral, secara histori menunjukkan bahwa sistem perbankan syariah masih tidak dapat lepas dari pengaruh sistem perbankan konvensional (Ardiansyah, 2015).

3. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari sejumlah kebijakan maupun keputusan yang akan dilakukan dan menjadi salah satu indikator untuk melihat prospek suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan memiliki kesempatan mendapatkan sumber dana yang lebih besar baik dalam bentuk pinjaman (eksternal) maupun modal dari pemegang saham (internal) untuk dapat diinvestasikan kembali karena para pemilik dana berharap akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula (Ruspandi & Asma, 2014).

Profitabilitas menjadi begitu penting untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan usahanya secara efisien atau tidak. Efisiensi sebuah usaha baru dapat diketahui setelah membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Wibowo, 2012). Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan yaitu:

 Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam

suatu periode tertentu.

 Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

 Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu

 Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

(13)

Jenis-jenis Profitabilitas, Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode.

Ada beberapa rasio Profitabilitas yang sering digunakan seperti :

 Profit Margin (Profit Margin On Sales)

Rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara Pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih ssetelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini juga dikefnal dengan nama profit margin (Widiyanti, 2014).

 Hasil Pengembalian Investasi (Return On Investment/ROI)

Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Standar umum rata-rata industri adalah 30%. Bila dibawah rata-rata maka keadaan perusahaan tidak baik, demikian pula sebaliknya (Widiyanti, 2014).

 Hasil Pengembalian ekuitas (Return On Equity/ROE)

Merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik bisa diartikan bahwa posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Standar umum rata-rata industri untuk ROE adalah 40% (Widiyanti, 2014).

Return on Asset (ROA)

ROA merupakan rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba dengan total asset bank, semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik keadaan suatu perusahaan”.

(14)

Disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Dengan pengertian lain, tingkat pengembalian yang tinggi (Widiyanti, 2014).

Ada dua rasio profitabilitas utama yang sering digunakan agar dapat mengukur tingkat profitabilitas yaitu Return on Asset dan Return on Equity. Return on Asset menggambarkan sejauh mana kemampuan aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba. Semakin tinggi ROA maka semakin efisien dan efektif pengelolaan aset perusahaan dan menunjukan semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Return on Equity (ROE) menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham. Semakin tinggi ROE maka semakin efisien dan efektif pengelolaan modal pemegang saham dan menunjukan tingkat profitabilitas yang tinggi (Tandelilin, 2010).

a. Return On Assets (ROA)

Mengingat begitu pentingnya fungsi dan peranan perbankan syariah di Indonesia, maka pihak perbankan syariah perlu meningkatkan kinerjanya agar tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien. Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Menurut Hesti (2010) dalam (Nofian, 2016), tingkat profitabilitas bank syariah di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia diukur dari rasio laba terhadap aset (ROA), baik untuk kategori bank yang full fledge (Bank Umum Syariah) maupun untuk kategori Unit Usaha Syariah. Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank, dalam hal ini Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih melihat penilaian profitabilitas dari suatu bank yang diukur dengan aset dimana dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat. Semakin besar ROA suatu bank, semakin

(15)

besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Sehingga lebih mudah untuk dianalisis dan di prediksi profitabilitasnya (Nofian, 2016).

ROA (Return on Assets) yang merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva (Wibowo, 2012) . ROA dirumuskan sebagai berikut:

(Nopiyanti, 2014)

b. Return On Equty (ROE)

Rasio Return On Equity (ROE) adalah perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata modal atau investasi para pemilik bank (Puspa, 2014). Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah (go public). Dalam praktiknya, para investor di pasar modal mempunyai beberapa motif atau tujuan dalam membeli saham bank yang telah melakukan emisi sahamnya. Motif-motif tersebut adalah sebagai berikut (Irfan, 2015).  Memperoleh deviden berdasarkan keputusan RUPS.

 Mengejar capital gain jika bermain di bursa efek.

 Menguasai perusahaan melalui pencapaian mayoritas saham. Dengan demikian, rasio ROE ini merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk

(16)

mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Irfan, 2015). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(Wirawan, 2016)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi margin pembiayaan murabahah selama ini telah cukup banyak dilakukan oleh para peneliti sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Aspek Edhi Satriyo Wibowo Toufan Aldian Syah Ridhwan Judul Analisis Pengaruh Suku

Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus Pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri Periode Tahun 2008-2011) Pengaruh Inflasi, BI Rate, NPF, Dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Di Indonesia Analisis pengaruh suku bunga dan inflasi terhadap profitabilitas PT Bank Syariah Mandiri Indonesia

Institusi yg Diteliti Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri

Bank Umum Syariah Di Indonesia

Bank Syariah Mandiri Indonesia

Periode Analisis Januari 2008-Desember 2011 Januari 2012-Agustus 2017 Januari 2005- Desember 2015 Permasalahan Bagaimana mengetahui pengaruh suku bunga, Inflasi, CAR, BOPO dan NPF terhadap profitabilitas bank syariah?

Bagaimana pengaruh variabel makro yang diproksikan oleh inflasi, BI rate serta variabel khas bank yang diproksikan oleh

non performing financing (NPF) dan

Bagaimana pengaruh suku bunga dan inflasi terhadap profitabilitas PT Bank Syariah Mandiri Indonesia?

(17)

Beban Operasional Pendapatan

Operasional (BOPO) terhadap return on

asset (ROA) pada

Bank Umum syariah di Indonesia? Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh

suku bunga, Inflasi, CAR, BOPO dan NPF terhadap profitabilitas bank syariah

Mengetahui pengaruh inflasi, BI rate, non

performing financing (NPF) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap return on

asset (ROA) Bank

umum syariah di Indonesia.

Mengetahui pengaruh suku bunga dan inflasi terhadap profitabilitas PT Bank Syariah Mandiri Indonesia.

Metode Penelitian 1. Uji Asumsi Klasik 2. Analisis Regresi Berganda 3. Uji F 4. Uji T 1. Asumsi Klasik 2. Regresi Linier Berganda 3. Koefisien Korelasi 4. Koefisien Determinasi 5. Uji F 6. Uji T 1. Analisi Trend 2. Analisis Regresi Berganda 3. Uji F 4. Uji T 5. Koefisien Determinasi Hasil Penelitian Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga tidak

berpengaruh terhadap ROA,

Hasil pengujian secara parsial (uji t) dengan ROA sebagai variabel dependen menunjukkan BI rate memiliki nilai signifikansi 0,044 atau < 0,05 yang membuktikan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA.

Hasil uji analisis regresi berganda menunjukan bahwa suku bunga dan inflasi secara simultan memiliki pengaruh yang positif terhadap ROE

Penelitian yang penulis lakukan secara umum memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu dalam beberapa hal: (1) variabel independen yang digunakan, yaitu Tingkat Suku Bunga (BI 7-Day (Reverse) Repo Rate); (2) variabel dependen yang digunakan, yaitu ROA dan ROE. Sementara itu, penelitian penulis memiliki perbedaan dengan penelitianpenelitian tersebut dalam hal Metode Penelitian dan periode analisis. Penulis menggunakan Metode Penelitian Analisis Regresi sederhana dan periode analisisnya dari awal tahun

(18)

Bank Umum Syariah

2016 hingga akhir tahun 2018. Selain itu, penulis juga memfokuskan penelitian pada faktor eksternal (suku bunga) saja, sedangkan penelitian-penelitian terdahulu menggabungkan antara faktor internal (CAR, BOPO dan NPF) dan faktor eksternal bank.

C. Kerangka Berpikir

Kebijakan Moneter dibawah kendali Bank Indonesia sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah disempurnakan lagi dengan UU Nomor 3

Tahun 2004

Tingkat Suku Bunga

Return On Assets Return On Equity

Variabel Independent (X) Variabel Dependent (Y1) Variabel Dependent (Y2) Profitabilitas

(19)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan atau jawaban sementara dari beberapa permasalahan penelitian yang akan dibuktikan dengan data empiris atau hipotesis adalah jawaban sementara atas permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang sudah terkumpul.

1. Pengaruh Tingkat suku bunga terhadap ROA

Penelitian yang dilakukan Toufan Aldian Syah pada tahun 2018 meyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA, hasil penelitian pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Edhi Satriyo Wibowo pada tahun 2012 menyatakan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA, hasil penelitian pada Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Tingkat Suku Bunga tidak berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA).

H2 : Tingkat Suku Bunga berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA) 2. Pengaruh Tingkat suku bunga terhadap ROE

Penelitian yang dilakukan Ridhwan pada tahun 2016 meyatakan bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh terhadap ROE, hasil penelitian pada Bank Syariah Mandiri Indonesia.

Penelitian yang dilakukan (Febrina & Prima, 2009)menunjukkan bahwa BI rate tidak berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis mengajukkan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Tingkat Suku Bunga tidak berpengaruh terhadap Return on Equity (ROE).

Gambar

Gambar 2.1. Perkembangan Bank Umum Syariah di Indonesia  sumber : www.ojk.go.id (2018) 11121314BUS
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Wedhusan (Ageratum conyzoides Linn.) terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Gulma

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DI SMAN 4 BANDA ACEH. (Erni Maidiyah, Johan Yunus, dan Dhiyauddin)

a) Menciptakan perubahan yang baik akibat dari adanya konflik yang membawa seseorang atau organisasi dari keterpurukan yang telah dialami. b) Pengaruh besar

Hasil dari penelitian ini adalah Sistem Informasi Manajemen Penilaian Kelayakan Mustahik pada BAZNAS Provinsi Papua yang dapat mengelola data mustahik, penilaian

Dalduri 765 MPLPG SMK Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) (SMK/MAK) SMK YPKK 1 Sleman.. 1635

Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis,

Pelaksanaan ketentuan dalam mou tersebut tentunya menjadikan sebuah pertanyaan, di dalam undang undang dasar disebutkan bahwa setiap warga negara mendapat hak untuk bebas

Seperti halnya pulsa isi ulang pada telepon seluler, maka pada sistem listrik pintar, pelanggan juga terlebih dahulu membeli pulsa (voucher/ token listrik