• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Penggabungan usaha merupakan strategi external growth yang dilakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Penggabungan usaha merupakan strategi external growth yang dilakukan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1. Penggabungan Usaha (Business Combination)

Penggabungan usaha merupakan strategi external growth yang dilakukan oleh perusahaan guna melakukan ekspansi maupun dalam hal mempertahankan eksistensinya dalam kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan cara Merger & Akuisisi (Mergers and Acquisitions – M&A) maupun konsolidasi.

2.2. Merger & Akuisisi

Merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan dimana perusahaan target (perusahaan yang digabung) akan meleburkan diri (dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari perusahaan bidding (perusahaan pengakuisisi). Sedangkan akuisisi adalah perolehan kendali suatu perusahaan bidding terhadap perusahaan target dengan pengambilalihan seluruh atau sebagian saham perusahaan dimana perusahaan yang diakuisisi (target), masih hidup sebagai entitas, hanya saja kedudukannya dibawah perusahaan bidding (Gaughan, 2007).

Merger dapat diklasifikasikan dalam bentuk Merger of equals yang dilakukan terhadap sesama perusahaan yang setara dalam ukuran, permodalan, keuntungan, dan posisi kompetisi di pasar (DePamphilis, 2011). Horizontal merger yang muncul ketika perusahaan kompetitor yang sama jenis industrinya

(2)

bergabung. Vertical merger, merupakan bentuk merger yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang menduduki posisi sebagai pemasok dan pelanggan dalam rantai industrinya (supply chain). Dan Conglomerate Merger yaitu merger yang terjadi ketika perusahaan yang bukan kompetitornya, tidak memiliki hubungan pemasok dan pelanggan serta tidak ada kaitannya (Gaughan 2007; DePamphilis, 2011; Gitman et al, 2012).

2.2.1. Teori Penggabungan Usaha (Merger & Akuisisi)

Perusahaan melakukan Merger & Akuisisi bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Selain itu terdapat beberapa teori yang mengatakan bahwa tujuan Merger & Akuisisi tidak hanya tentang stockholder value maximization tapi juga dilihat dari kepentingan manager, proses outcome dan fenomena makroekonomi.

Bagan 2.1 Teori Motif Merger & Akuisisi

Merger as rational choice Merger benefits bidder's shareholders

Net gain through

synergies Efficiency theory

Wealth transfers

from customers Monopoly theory

Wealth transfers from target's shareholders

Raider theory Net gain through

private information Valuation theory

Merger benefits managers Empire building

theory

Merger as process outcome Process theory

Merger as macroeconomic phenomenon Disturbance theory

(3)

Efficiency theory memandang merger sebagai strategi dan aktivitas dalam pencapaian sinergi dengan meningkatkan efisiensi. Sinergi merupakan additional value yang dihasilkan oleh kombinasi dua perusahaan dalam menhasilkan kesempatan yang tidak bisa dihasilkan oleh masing-masing perusahaan bila berdiri sendiri-sendiri (Damodaran, 2002). Secara umum, terdapat dua sinergi yang dapat dihasilkan dari aktivitas Merger & Akuisisi yaitu sinergi finansial (Financial Synergies) dan sinergi operasional (Operational Synergies).

Teori Monopoli memandang bahwa tindakan Merger & Akuisisi dilakukan untuk mencapai kekuatan pasar. Peningkatan pangsa pasar merupakan tujuan yang memotivasi perusahaan dalam melakukan Merger & Akuisisi, bahkan penggabungan usaha sering kali terjadi pada perusahaan yang saling bersaing. Teori ini biasanya mendasari aktivitas Merger & Akuisisi dalam bentuk horizontal, namun teori ini juga dapat mendasari bentuk Conglomerate Merger (Trautwein, 1990). Raider Theory mendasari inisiatif Merger & Akuisisi yang dibantu oleh suatu pihak (raider/takeover specialist) sebagai pihak penawar (bidder), yang melakukan penawaran langsung kepada perusahaan target, sehingga mendorong adanya pengalihan kekayaan dari pemegang saham perusahaan target ke pihak penawar untuk mendapatkan kontrol atas perusahaan tersebut.

Valuation Theory berpendapat bahwa merger dilakukan karena adanya asymetris information dimana manajemen perusahaan bidder

(4)

mengetahui informasi lebih banyak atas perusahaan target dibandingkan masyarakat umum (stock market) yang menjadi pemegang saham minoritas perusahaan target. Bila perusahaan target dinilai lebih rendah dari nilai sebenarnya, maka akan mendorong perusahaan lain untuk mengakuisisi perusahaan tersebut.

Empire building theory mengungkapkan bahwa manajer melakukan Merger & Akuisisi dengan alasan untuk memaksimumkan kepentingannnya (memperkuat posisi dan pengaruh manajer) daripada kepentingkan shareholder. Merger & Akuisisi dilakukan oleh manajer dengan alasan untuk meningkatkan kontrol manajemen atas perusahaan dalam menciptakan kerajaan bisnisnya, dimana hal ini berhubungan dengan ukuran perusahaan dan memperkuat posisi perusahaan untuk menjadi perusahaan yang dominan di tingkat industrinya atau di seluruh pasar. Process theory berargumen bahwa Merger & Akuisisi dilakukan dengan motif adanya proses keputusan strategis yang bukan merupakan pilihan rasional yang komprehensif melainkan sebagai proses outcomes. Merger & Akuisisi dilakukan karena ditekan ketidakpastian, kurangnya perencanaan, maupun pengaruh politik. Teori ini juga memandang bahwa Merger & Akuisisi merupakan suatu akhir dari proses dalam menejemen stratejik perusahaan.

Disturbance theory berpendapat bahwa gelombang merger terjadi karena adanya kekacauan ekonomi (economic disturbance), kekacauan ini mengakibatkan perubahan ekspektasi individu, daya saing dan meningkatkan level ketidakpastian usaha. Teori menjelaskan tentang motif perusahaan

(5)

melakukan Merger & Akuisisi pada makro maupun mikro yaitu karena adanya fenomena makroekonomi seperti krisis moneter.

2.2.2. Motif Merger & Akuisisi

Berdasarkan teori-teori yang ada terdapat banyak motif yang mendasari kegiatan Merger & Akuisisi, salah satu motif dalam melakukan Merger & Akuisisi yang sering diklaim oleh perusahaan adalah growth (Gaughan, 2007). Perusahaan yang akan melakukan ekspansi akan melakukan internal growth yang dilakukan dengan cara mengembangkan kapasitas produksi dan bisnis perusahaan yang sudah ada maupun menciptakan bisnis baru. Internal growth cenderung mempunyai proses yang lambat dan risiko kegagalan yang tinggi.

Alternatif yang dapat dipilih perusahaan selain internal growth adalah external growth dimana perusahaan akan melakukan ekspansi melalui Merger & Akuisisi. Pengembangan bisnis melalui Merger & Akuisisi cenderung lebih cepat, walaupun tetap memiliki risiko kegagalan yang tinggi pula. Perusahaan yang berada pada posisi diambang kesulitan keuangan, strategi Merger & Akuisisi merupakan salah satu jalan keluar yang dapat dilakukan untuk sekedar mempertahankan bisnis perusahaan.

2.2.3. Proses Merger & Akuisisi

Menurut Banal-Estanol (2005) secara umum terdapat empat langkah dalam proses Merger & Akuisisi perusahaan target.

(6)

Bagan 2.2 Timing of the game

Sumber: Banal-Estanol (2005)

2.2.3.1. Proses Pre Merger/Pra Merger

Pada pra merger ini dilakukan tahap satu yaitu dilakukan pengumpulan informasi. Pada tahap ini kedua perusahaan mengumpulkan informasi tentang bisnis unit perusahaan untuk menganalisis dan mengevaluasi perusahaanya sendiri dengan tujuan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Evaluasi bisnis perusahaan dilakukan untuk dapat mengembangkan strategi bisnisnya.

Ketika perusahaan menentukan akan melakukan Merger & Akuisisi maka perusahaan akan mengembangkan rencana Merger & Akuisisi yang dapat mendukung rencana bisnisnya dengan mencari informasi tentang perusahaan yang akan menggabungkan diri dengan perusahaannya seperti ukuran perusahaan,

(7)

kondisi keuangan perusahaan, pangsa pasar dan bentuk kriteria lain yang dianggap penting bagi perusahaan.

2.2.3.2. Proses Merger

Pada proses merger terdapat dua tahap yaitu tahap kedua dimana perusahaan bidder memutuskan untuk melakukan Merger & Akuisisi dan tahap 3 dimana perusahaan target memutuskan untuk menerima proposal dari perusahaan bidder. Pada tahap kedua, perusahaan bidder akan memulai kontak dengan perusahaan target. Perusahaan bidder merupakan pihak pertama yang mengumumkan akan melakukan Merger & Akuisisi dan mengajukan proposal penawaran ke perusahaan target. Kemudian akan dilakukan negosiasi dimana akan dilakukan penilai terhadap kedua perusahaan dan sinerginya ketika melakukan Merger & Akuisisi.

Pada tahap ketiga perusahaan target akan memutuskan apakah akan menerima atau menolak tawaran Merger & Akuisisi dari perusahaan bidder berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan pada proses negosiasi dan informasi yang diperolehnya. Negosiasi akan gagal atau ditolak jika penawaran lebih rendah daripada nilai perusahaan jika berdiri sendiri (stand alone). Dilain pihak jika penawaran diterima maka perusahaan bidder akan membayarkan sejumlah nilai sebagai pengganti kepada perusahaan target. Kemudian kedua belah pihak akan memasuki proses post-merger.

(8)

2.2.3.3. Proses Post-Merger /Pasca Merger

Pada tahap Post Merger terdapat dua tahapan yaitu tahap keempat yaitu kedua belah pihak sepakat untuk bergabung. Setelah dihasilkan keputusan untuk melakukan Merger & Akuisisi, kedua belah pihak akan mengembangkan rencana untuk mengintegrasikan bisnis kedua perusahaan agar dapat beradaptasi terhadap budaya perusahaan yang akan bergabung.

Tahap kelima perusahaan Merger & Akuisisi akan menghasilkan sinergi. Sinergi dapat dihasilkan jika Merger & Akuisisi memiliki pengetahuan, sumber daya, dan komitmen untuk maju tanpa memghancurkan nilai dalam prosesnya. Sinergi yang dihasilkan dapat berupa operating synergies maupun financial synergies. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan sinergi atau sinergi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan nilai yang dikeluarkan pada proses Merger & Akuisisi, maka Merger & Akuisisi dianggap gagal.

2.2.4. Faktor-Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Merger & Akuisisi

Merger & Akuisisi akan memberikan kekuatan dan opportunity untuk tumbuh di masa yang akan datang bagi pihak-pihak yang bergabung jika dibandingkan perusahaan berdiri sendiri. Namun melakukan Merger & Akuisisi belum tentu akan berhasil, dalam hal ini berarti Merger & Akuisisi belum tentu menghasilkan sinergi dan peningkatan pendapatan bagi perusahaan hasil Merger & Akuisisi.

(9)

Untuk mencapai suatu keberhasilan aktivitas Merger & Akuisisi, perusahaan membutuhkan 6 kunci pencapaian, jika salah satu pencapaian gagal dilakukan maka akan menghalangi tujuan Merger & Akuisisi (Epstein, 2005). Enam kunci tersebut adalah eksekusi dan perencanaan strategic vision and fit, due diligent (uji tuntas), deal structure, rencana pre-merger, integrasi post merger yang teliti dan terkonsep dengan baik, serta faktor eksternal yang tidak dapat dihindari namun masih bisa diperkirakan.

Menurut Van Der Wield dan Cole (2008), alasan kegagalan Merger & Akuisisi adalah karena kegagalan dalam memelihara fokus terhadap pelanggan, perkiraan sinergi yang terlalu tinggi, sifat budaya yang buruk sehingga memunculkan konflik, ketidak mampuan dalam transfer keterampilan, kurangnya visi dan kesatuan pamimpin, ketidakmampuan menjelaskan tujuan, kekacauan organisasi dan divisi, premi yang dibayar berlebihan, kecepatan yang tidak memadai, serta kehilangan momentum, fokus, dan intellectual capital.

2.3. Penilaian Bisnis Perusahaan

Valuation merupakan peran kunci dalam analisis Merger & Akuisisi. Karena sebelum mengajukan penawaran, perusahaan bidder sudah menentukan nilai wajar dari perusahaan target dan perusahaan target harus mempunyai alasan yang rasional untuk menerima atau menolak tawaran tersebut. Aktivitas penilaian bertujuan untuk menentukan nilai wajar dari suatu bisnis (perusahaan) agar tidak terjadi over atau undervalue sehingga terjadi kesepakatan harga yang saling menguntungkan.

(10)

Menurut Damodaran (2007), terdapat beberapa konsep yang salah tentang penilaian, yaitu penilaian merupakan pencarian “true value” perusahaan. Pada kenyataannya semua penilaian adalah bias, satu-satunya pertanyaan dalam penilaian adalah berapa banyak dan kemana arah penilaian tersebut. Arah dan besarnya bias dalam penilaian tergantung dengan siapa yang berkepentingan dalam melakukan penilaian dan berapa banyak analis dibayar oleh pihak yang berkepentingan tersebut.

Konsep kedua yang salah adalah tentang penilaian yang baik memberikan perkiraan nilai yang tepat pula. Dalam penilaian tidak ada penilaian yang tepat. Ketiga adalah model yang digunakan lebih kuantitatif, maka semakin baik penilaiannya. Pemahaman seseorang terhadap model penilaian berbanding terbalik dengan jumlah input yang diperlukan untuk model, model penilaian yang sederhana lebih baik dibandingkan dengan penilaian yang kompleks.

2.3.1. Pendekatan dalam Penilaian Bisnis Perusahaan

Dalam melakukan analisis penilaian bisnis perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan ini menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda, namun memiliki karakteristik yang serupa. Secara umum terdapat tiga pendekatan dalam melakukan valuasi (Damodaran, 2002).

a. Discounted Cash Flow, dimana berhubungan dengan nilai asset sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa depan.

(11)

b. Relative Valuation, mengestimasikan nilai asset dengan melihat harga dari asset perusahaan pembanding yang setipe terhadap variabel umum seperti pendapatan, arus kas, nilai buku atau penjualan.

c. Contingent Claim Valuation, yang menggunakan option pricing models untuk mengukur nilai asset yang memiliki karakter share option.

2.3.2. Pendekatan Discounted Cash Flow (DCF)

Pendekatan Relative merupakan pendekatan penilaian yang sering digunakan didalam dunia nyata, namun pendekatan Discounted Cash Flow merupakan dasar dari semua pendekatan penilaian yang ada (Damodaran, 2002). Untuk melakukan penilaian relative, penilai harus memahami dasar-dasar fundamental dari penilaian Discounted Cash Flow. Untuk mengaplikasikan option pricing models dalam penilaian asset, penilai akan memulainya dengan penilaian Discounted Cash Flow. Sehingga penilai yang memahami pendekatan Discounted Cash Flow akan dapat menganalisis dan menggunakan pendekatan lainnya.

Pada metode Discounted Cash Flow ini terdapat tiga metode yang dapat digunakan yaitu metode equity valuation, firm valuation dan Adjusted Present Value (APV) Valuation (Damodaran, 2002). Berikut ini akan dijelaskan pokok-pokok dari masing-masing metode tersebut.

a. Equity Valuation Models

Equity valuation hanya menilai equity stake dalam bisnis. Value of equity didapatkan dengan mendiskontokan arus kas atas ekuitas yang

(12)

diharapkan (contohnya cash flow residual setelah dikurangi semua biaya, kebutuhan reinvestasi, kewajiban pajak, serta pembayaran bunga dan pokok pinjaman) pada tingkat biaya ekuitas, misalnya required rate of return oleh para investor perusahaan. Cash flow to equity adalah sisa kas untuk investor setalah pembayaran hutang dan kebutuhan reinvestasi telah diperhitungkan.

Value of equity = t=n Ʃ t=1 FCF to Equityn (1+ke)n Dimana,

FCF to Equity = Free Cash flow dari ekuitas yang diharapkan di periode n

ke = Cost of equity

Dimana,

Ke = Rf + β (Rm-Rf)

Dalam menghitung biaya modal sendiri perlu memasukan risiko dalam perhitungannya, sehingga dapat menggunakan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang mengasumsikan biaya modal sendiri sama dengan risk free rate (Rf) ditambah dengan risk premium (Rm) yang diharapkan.

b. Firm Valuation Models

Firm Valuation dilakukan dengan cara menilai perusahaan secara keseluruhan dengan mendiskontokan cash flow to firm yang diharapkan, (contohnya cash flow residual setelah dikurangi semua operasional biaya, kebutuhan reinvestasi, kewajiban pajak, tapi sebelum pembayaran bunga, pokok

(13)

pinjaman dan pembayar ke pemegang saham) pada tingkat Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang merupakan biaya atas komponen pembiayaan yang berbeda yang akan memengaruhi proporsi market value.

Value of firm = t=n Ʃ

t=1

FCF to Firmn

(1+WACC)n

Dimana,

FCF to Firm = Free Cash flow to Firm yang diharapkan di periode

n

WACC = Weighted Average Cost of Capital

n = Periode ke n

Free Cash Flow to Firm merupakan pengembangan pendekatan dalam penilaian dimana seluruh klaim perusahaan akan dinilai dengan mengestimasikan seluruh cashflow atas klaim perusahaan. Cash flow ini dihitung sebelum pembayaran hutang, maka sering disebut sebagai unlevered cash flow.

FCFF = EBIT (1 - tax rate) + Depreciation – Capital Expenditure ∆ Working Capital

FCFF ini tidak berhubungan dengan tax benefits atas pembayaran hutang, karena penggunaan biaya hutang setelah pajak dalam biaya modal telah

(14)

memperhitungkan tax benefits oleh karena itu jika tax benefits dimasukan maka akan terjadi perhitungan ganda.

Nilai suatu perusahaan diperoleh dari mendiskontokan free cash flow to firm dengan menggunakan WACC. Sebuah perusahaan yang tumbuh pada tingkat yang dapat dipertahankan (stable growth rate) dapat di dinilai dengan menggunakan stable growth model (Damodaran, 2002).

WACC dihitung dengan membuat perkiraan proyeksi biaya hutang (Kd)

ditambah perkiraan proyeksi biaya modal sendiri (Ke). Model ini sensitif

terhadap asumsi tingkat pertumbuhan yang diharapkan (expected growth rate), dimana tingkat diskonto yang digunakan adalah WACC yang secara umum lebih rendah dibandingkan biaya ekuitas.

WACC = (Kd x (1-tax rate) x Wd) + (Ke x We)

Dimana,

Kd = Cost of Debt

Wd = Proporsi Hutang

Ke = Cost of Equity

We = Proporsi Equity

c. Adjusted Present Value (APV) Valuation

Adjusted Present Value (APV) Valuation diperoleh dengan menilai setiap klaim pada perusahaan secara terpisah. Penilaian dalam pendekatan ini dimulai dengan menilai ekuitas perusahaan dengan mengasumsikan bahwa perusahaan hanya dibiayai oleh ekuitas. Kemudian akan mempertimbangkan value added hutang dengan mempertimbangkan present value dari tax benefit

(15)

yang dihasilkan atas hutang dan biaya kebangkrutan yang diharapkan. Pendekatan ini akan mendiskontokan cash flow to firm secara berbeda pada discount rate yang berbeda pula untuk menggambarkan risiko mereka.

Value of firm = Value of all – Equity Financed Firm + PV dari tax benefits + Expexted Bankruptcy Costs

Ketiga pendekatan ini menggunakan definisi cash flow dan discount rate yang berbeda, namun ketiganya akan menghasilkan estimasi nilai yang konsisiten selama menggunakan asumsi yang sama dalam penilaian. Kesalahan utama yang harus dihindari adalah ketidakcocokan cash flow dan discout rates yang digunakan sehingga dapat menimbulkan kebiasan dalam penilaian (Damodaran, 2002).

2.3.3. Pendekatan Relative Valuation

Dalam pendekatan Relative Valuation, nilai perusahaan ditentukan dengan melihat harga pasar atas aset yang sama atau serupa. Seringkali ditemukan bahwa nilai dasar suatu aset sangat sulit untuk ditentukan sehingga nilai suatu aset dilihat dari seberapa besar pasar bersedia untuk membayarnya yang tentunya didasarkan dari karakteristik aset tersebut seperti pendapatan, cashflow, book value, maupun laba.

Salah satu model pendekatan ini adalah menggunakan rata-rata PBV (price to book value) industri, dengan mengasumsikan bahwa

(16)

perusahaan lain dalam satu industi sebanding dengan perusahaan yang dinilai. Model alternative lain adalah dengan menggunakan PER (price earnings ratio), multiple of price to sales, price to cash flow, price to deviden, dan market value to replacement value (Tobin’s Q) yang juga memainakn peran penting dalam analisis (Damodaran, 2002).

Adapun yang menjadi kelebihan dari metode Relative Valuation adalah:

a. Lebih mencerminkan persepsi para pelaku pasar dibanding metode Discounted Cash Flow.

b. Data dan informasi yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan Discounted Cash Flow.

c. Penilaian perusahaan dilakukan atas dasar yang relatif karena disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya dalam Price to Earnings Ratio kinerja dilihat atas dasar kemampuan perusahaan menghasilkan earnings (Roy Sembel, 2008).

2.3.4. Synergy

Dalam menilai suatu sinergi dibutuhkan asumsi atas arus kas masa depan dan pertumbuhannya. Dalam proses penilaian sinergi dimungkinkan terdapat bias nilai estimasi, sehingga dalam menilai sinergi harus dapat menjawab dua pertanyaan fundamental (Damodaran, 2005) berikut:

a) Dalam bentuk apa sinergi akan tercipta? Agar sinergi dapat bernilai maka harus mempengaruhi minimal satu dalam proses valuasi, yaitu arus kas atas

(17)

asset yang ada, tingkat pertumbuhan yang diharapkan lebih tinggi, jangka waktu pertumbuhan lebih lama, atau biaya modal yang lebih rendah.

b) Kapan sinergi akan mulai berdampak pada arus kas perusahaan? nilai sinergi merupakan nilai sekarang dari arus kas yang dihasilkan, sehingga semakin lama sinergi tercipta maka semakin berkurang nilainya.

2.3.4.1.Operating Synergy

Operational synergies merupakan sinergi yang dihasilkan perusahaan dengan meningkatkan pendapatan operasionalnya dari aset-aset yang tersedia atau meningkatkan growth atau keduanya (Damodaran, 2005). Operational synergies dapat menurunkan biaya unit bisnis atau dapat memberikan produk dan servis yang berbeda (Trautwein, 1990). Secara umum, operational synergies menghasilkan cash flow yang tinggi, sedangkan financial synergies dapat mengakibatkan meningkatnya cash flow dan discount rate.

Langkah-langkah dalam menilai operating synergy (Damodaran, 2005): a) Melakukan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam

kegiatan Merger & Akuisisi secara independen (stand alone), dengan mendiskontokan expected cash flow tiap perusahaan dengan WACC perusahaan yang bersangkutan.

b) Mengestimasi nilai perusahaan kombinasi tanpa adanya sinergi, dengan menjumlahkan nilai yang diperoleh dari tahap (a) diatas

(18)

c) Membangun komponen sinergi berdasarkan expected growth dan cah flow. Kemudian dilakukan perhitungan ulang atas perusahaan kombinasi dengan adanya sinergi.

2.3.4.2.Financial Synergy

Financial Synergies dapat menghasilkan cost of capital (discount rate) yang lebih rendah atau cash flow yang lebih tinggi atau keduanya (Damodaran, 2005). Salah sau cara agar tercapai Financial Synergy adalah dengan cara mengurangi risiko investasi portofolio dalam investasi bisnis yang tidak berkaitan, atau dengan cara memperbesar ukuran perusahaan yang dapat memberikan akses ke modal yang lebih murah. Alternatif lain adalah dengan cara membentuk internal capital market yang akan mengalokasikan modal secara efisien (Trautwein, 1990).

Sinergi juga dapat dihasilkan dari faktor-faktor finansial. Sumber utama dari financial synergy yaitu peningkatan pendapatan yang dapat dihasilkan oleh kombinasi perusahaan dibandingkan dengan perusahaan berdiri sendiri. Peningkatan pendapatan dapat berasal dari marketing gain yang berdampak pada operating revenue, strategic benefits, atau marketing power. Kedua pengurangan biaya, salah satunya dengan cara mengeleminasi manajemen yang tidak efisien. Ketiga tax benefit atau pengurangan pajak, pengurangan pajak dapat berasal dari pengurangan pajak, unused debt capacity dan surplus funds. Keempat adalah pengurangan capital requirements.

(19)

2.4. Analisis Keuangan Perusahaan

Analisis laporan keuangan merupakan bentuk paling umum dari analisis perusahaan dalam mendapatkan informasi terkait kesehatan perusahaan selama periode tertentu. Informasi dalam laporan keuangan perusahaan akan menjadi dasar untuk menganalisis serta mengintepretasikan kondisi kinerja perusahaan termasuk aspek keuangan, operasional, investasi dan pembiayaan.

2.4.1. Analisis Profitabilitas

Rasio-rasio untuk analisis profitabilitas yang biasa digunakan adalah return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Return on asset (ROA) mengukur profitabilitas sebagai persentase dari total asset yang dimiliki. Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan memanfaatkan asset-aset yang dimilikinya.

ROA =

Earning After Tax

Total Aset

Return on equity (ROE) digunakan untuk mengukur pengembalian yang dihasilkan dari investasi pemegang saham dari keuntungan yag didapat oleh perusahaan.

ROE =

Earning After Tax Total Ekuitas

(20)

Likuiditas sebuah perusahaan diukur oleh kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang dimiliki saat jatuh tempo. Likuiditas mengacu kepada kelancaran dalam pembayaran tagihan-tagihan yang dimiliki perusahaan. Rasio-rasio yang digunakan adalah current ratio.

Current ratio mengidentifikasikan kemampuan perusahaan dalam menutup kewajiban lancarnya dengan menggunakan asset yang dimiliki perusahaan. Current ratio yang tinggi mengindikasikan nilai yang lebih baik (Ross et al, 2008).

Current ratio =

Current asset Current liabilities

2.4.3. Analisis Solvabilitas

Analisis solvabilitas menyangkut jaminan perusahaan dalam kemampuan membayar kewajibannya (hutang) apabila dilikuidasi atau mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang memiliki leverage tinggi memiliki risiko kepailitan apabila tidak mampu membayar kewajibannya. Rasio-rasio dalam analisis solvabilitas yang umum digunakan adalah debt to total asset ratio (DAR) dan debt to equity ratio (DER).

a. Debt to Total Asset Ratio (DAR); mengukur kemampuan jangka panjang perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan menggunakan asset yang dimiliki

Debt to Total Asset Ratio (DAR) =

Total liabilities Total Asset

(21)

b. Debt to Equity Ratio (DER); merupakan proposisi antara total hutang dengan modal sendiri. Bagi perusahaan, ukuran hutang sebaiknya tidak melebihi modal yang dimiliki karena risiko yang dimiliki akan semakin tinggi apabila terjadi likuidasi.

Debt to Equity Ratio (DAR) =

Total Liabilities Owner’s Equity

2.5. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang digunakan sebagi acuan dalam peneltian ini diantaranya adalah:

1. Penelitian Payamta dan Setiawan (2004)

Penelitian ini menguji pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan manufaktur 2 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah Merger & Akuisisi dengan proxy rasio-rasio keuangan. Penelitian ini menunjukan terdapat penurunan kinerja keuangan setelah Merger & Akuisisi dibandingkan sebelum Merger & Akuisisi dan secara statistik nilai penurunan tersebut tidak signifikan. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa Merger & Akuisisi tidak menghasilkan sinergi keuangan bagi perusahaan.

2. Penelitian oleh Aswath Damodaran (2005)

Penelitian dengan judul The Value of Synergy pada tahun 2005 ini menguji value of synergy dan sensitifitasnya terhadap asumsi-asumsi yang berbeda. Penelitian ini menunjukan bahwa operating synergy menghasilkan cashflow

(22)

yang tinggi, sedangkan financial synergy memberikan efek cashflow dan discount rate kepada perusahaan.

3. Penelitian Andrej Bertoncel (2006)

Penelitian ini membandingkan antara nilai intrinsik perusahaan dengan nilai akuisisi perusahaan dengan mengestimasikan value of synergy. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan discounted cash flow dan relative valuation. Penelitian ini menyatakan bahwa pendekatan discounted cash flow dan relative valuation merupakan jalan untuk menentukan nilai akuisisi yang going concern. Ketika menggunakan discounted cash flow disarankan untuk menggabungkan dengan pendekatan relative valuation. 4. Penelitian Pablo Fernandez (2007)

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007, dengan judul Valuing Companies by Cash Flow Discounting: Ten Methods and Nine Theories. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penilaian perusahaan Toro, Inc dengan menggunakan sepuluh metode yang berbeda akan memberikan nilai yang sama atau tidak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penilaian perusahaan dengan menggunakan sepuluh metode discounted cash flow menghasilkan nilai yang sama. Selain itu penelitian ini juga menjelaskan mengenai Sembilan teori yang berbeda dalam melakukan penilaian perusahaan.

5. Penelitian oleh Michael A. Hitt, at al. (2012)

Penelitian ini mengemukakan tentang penciptaan sinergi melalui Merger & Akuisisi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Merger & Akuisisi hanya dapat menghasilkan sedikit atau tidak sama sekali nilai, hal ini dikarenakan

(23)

ketidakmampuan dalam menciptakan sinergi, membayar premi terlalu tinggi, kesalahan dalam pemilihan perusahaan target, dan proses integrasi yang tidak efektif.

6. Penelitian oleh Junmao Chiu et all (2012)

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi finansial pada aktivitas Merger & Akuisisi pada perusahaan PVI dan E Ink agar dapat menghasilkan kesepakatan Merger & Akuisisi yang win-win solution. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setelah PVI mengakuisisi E Ink menghasilkan synergi operasi, finansial dan marketing.

7. Penelitian oleh M Sharmeen Farooq dan Venu Thyagarajan (2014)

Penelitian yang berjudul Valuation of firm : methods & practice –an evaluation ini membandingkan beberapa metode valuasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa DCF merupakan metode valuasi yang paling realible, metode DCF mempertimbangkan kebutuhan investasi masa depan perusahaan yang kemudian didiskontokan ke present value yang membuat metode ini superior. Metode FCFE digunakan untuk perusahaan yang tidak melakukan pembayaran dividen. DDM dapat digunakan oleh perusahaan yang mempunyai dividend dan leverage yang stabil. Relative Valuation lebih cocok digunakan untuk investor ritail yang tidak mempunyai akses ke laporan keuangan perusahaan.

8. Penelitian Arlinda et al (2015)

Penelitian in berjudul Impact of Merger and Acquisition on Financial Performance and Financial Distress: Empirical Evidance from Indonesian

(24)

Telecomunication Industry yang melakukan penelitian terhadap lima perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang melakukan merger dan akuisisi untuk mengetahui dampak merger dan akuisisi dengan menggunakan rasio keuangan untuk kinerja perusahaan dan DSC (Debt Service Coverage) dan Altman Z-Score untuk menentukan financial distress. Penelitian ini menunjukan bahwa DSC lebih tepat dalam mengambarkan keadaan financial distress karena Altman Z-score tidak dapat memprediksi dengan pasti karena kelima perusahaan yang diteliti masih beroperasi.

2.6. Kerangka Pemikiran

Salah satu kegiatan perusahaan yang memperoleh perhatian besar dari amsyarakat adalah Merger & Akuisisi. Strategi Merger & Akuisisi dilakukan dalam rangka tumbuh kembang dan bertahan dalam dunia bisnis. Ketika terjadi kegiatan Merger & Akuisisi maka perusahaan akan bertambah besar dengan adanya penggabungan asset, liabilities dan ekuitas sehingga dapat memaksimalkan kemampuan ekonomi perusahaan terutama dalam aktivitas operasional dan finansialnya. Dengan kata lain, kegiatan Merger & Akuisisi diharapkan menghasilkan sinergi bagi perusahaan dengan memaksimalkan aktivitas operasi, produksi, dan teknologi, memperluas pasar, mengurangi pekerja yang memiliki fungsi yang sama, menekan biaya-biaya yang tidak perlu (redundant) seperti biaya pajak, biaya R&D, dan biaya umum dan administrasi sehingga mendapatkan respon positif dari investor sehingga nilai perusahaan di pasar akan meningkat.

(25)

Dalam kegiatan Merger & Akuisisi, hal yang menarik untuk diperhatikan adalah mengenai valuasi perusahaan. Dari beberapa pendekatan dalam melakukan penilaian, Discounted Cash Flow – Free Cash Flow to Firm dan Relative Valuation merupakan pendekatan terbaik untuk digunakan dalam menilai bisnis perusahaan (Andrej Bertoncel, 2006; Fernandez, 2007; Sehgal dan Panday, 2010; Farooq dan Thyagarajan, 2014). Oleh karena itu didalam penelitian ini digunakan kedua pendekatan tersebut untuk memperoleh value of firm perusahaan, untuk mengetahui apakah ada kenaikan nilai dari sebelum dilakukannya Merger & Akuisisi atau tidak.

Sistematika dalam penilaian ini adalah dengan menggunakan laporan keuangan perusahaan tahun 2011-2015 sebagai dasar perhitungan asumsi pertumbuhan perusahaan dan memproporsikan komponen-komponen Free Cash Flow to Firm dengan pendapatan tahun dasar penelitian (tahun 2015). Proporsi growth perusahaan digunakan untuk menghitung estimasi Free Cash Flow to Firm perusahaan lima tahun kedepan yaitu tahun 2015 sampai dengan 2019. Free Cash Flow to Firm didapat dengan cara menjumlahkan Ernings Before Interest and Tax dengan beban penyusutan (depreciation) dan perubahan working capital yang kemudian dikurangi dengan capital expenditure. Tahap berikutnya adalah dengan mendiskontokan Free Cash Flow untuk mendapatkan nilai perusahaan (Free Cash Flow of Firm) dengan biaya modal (WACC) sehingga diperoleh value of the firm.

Merger & Akuisisi tidak selamanya menghasilkan sinergi bagi perusahaan, seringkali perusahaan mengalami kegagalan setelah melakukan Merger &

(26)

Akuisisi dengan memburuknya kinerja keuangannya. Sinergi dapat dicapai dalam jangka waktu panjang, sehingga mengevaluasi kesuksesan merger dengan menggunakan perubahan jangka pendek seperti harga saham itu tidak mungkin, karena strategi merger membutuhkan integrasi dan sinergi dalam jangka waktu bertahun-tahun sebelum keuntungannya dapat digambarkan melalui pendapatan dan harga saham (Epstein, 2005). Sehingga keberhasilan Merger & Akuisisi yang dilakukan dapat dinilai dengan melihat perbedaan kinerja perusahaan selama tiga tahun sebelum dan tiga tahun setelah dilakukannya Merger & Akuisisi. Kinerja keuangan diinterpretasikan ke dalam rasio-rasio keuangan.

Penelitian ini juga melakukan pengujian atas kinerja perusahaan sebelum dan sesudah terjadinya Merger&Akuisisi. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA, ROE, Current Ratio, DAR dan DER. Kinerja perusahaan akan mengalami peningkatan pasca dilakukannya Merger&Akuisisi apabila rasio ROA, ROE dan Current ratio mengalami peningkatan, namun sebaliknya perusahaan akan mengalami penurunan jika rasio DAR dan DER perusahaan mengalami peningkatan.

Pasca Merger&Akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan akan mengalami perubahan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. sinergi yang terjadi pasca dilakukannya Merger&Akuisisi tercermin dari kinerja perusahaan. Merger&Akuisisi dapat mengubah tingkat keuntungan dari suatu perusahaan baik dari mengubah market power dari penggabungan tersebut, dari efisiensi yang dilakukan maupun dari keduanya. Oleh karena itu kinerja

(27)

perusahaan adalah salah satu inidkator keuntungan sinergi yang dihasilkan oleh Merger&Akuisisi (Hitt et al, 2001).

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kajian teori maka disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran

2.7. Hipotesis

Merger & Akuisisi menjadi tren dan berkembang sejak tahun 1960-an, tak terkecuali Indonesia juga terkena tren tersebut. Di Indonesia, strategi Merger&Akuisisi mulai berkembang sejak tahun 1970-an. Pada awal berkembangnya stretegi Merger&Akuisisi dilakukan dengan alasan penghematan pajak, namun sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 mengakibatkan alasan tersebut berubah menjadi penyelamatan perusahaan dari kesulitan likuiditas.

(28)

Walaupun menjadi salah satu strategi untuk berkembang yang diminati, namun banyak analis bisnis dan penelitian yang menyatakan bahwa Merger&Akuisisi merupakan salah satu strategi yang gagal. Salah satunya adalah Payamta (2004) yang menyatakan bahwa telah terjadi penurunan kinerja perusahaan manufaktur pasca melakukan kegiatan Merger&Akuisisi jika dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi. Hal ini sependapat dengan Kui dan Shu-cheng (2011) yang melakukan studi empiris mengenai pengaruh sinergi berdasarkan perubahan kinerja. Penelitian ini menghasilkan sinergi negatif bagi perusahaan yang melakukan Merger&Akuisisi yang diintervensi oleh pemerintah, sedangkan untuk yang tidak diintervensi menghasilkan sinergi positif yang stabil dan bertumbuh panjang. Maka dari itu hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabillitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya. Rasio-rasio yang digunakan adalah ROA dan ROE. Setelah terjadinya Merger&Akuisisi maka akan ada perubahan dalam kondisi keuangan perusahaan, sehingga dengan adanya penggabungan usaha maka diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari penerimaan perusahaan yang meningkat.

H1 : ROA mengalami perubahan signifikan setelah melakukan Merger&Akuisisi dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi

(29)

H2 :

ROE mengalami perubahan signifikan setelah melakukan Merger&Akuisisi dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi

b. Rasio Likuiditas

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Hutang jangka pendek perusahaan biasanya digunakan untuk mendanai biaya operasional perusahaan. setelah terjadinya penggabungan usaha maka organisasi akan semakin besar, sehingga dana yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk operasional pun semakin besar. Oleh karena itu ketika perusahaan yang melakukan Merger&Akuisisi dapat mengontrol hutang jangka pendeknya maka dapat dikatakan perusahaan tersebut berhasil dalam melakukan kegiatan Merger&Akuisisi. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, dimana semakin besar rasio ini menunjukan semakin likuid perusahaan. H3 : Current Ratio mengalami perubahan signifikan setelah melakukan

Merger&Akuisisi dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi

c. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas menyangkut jaminan yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana dari pihak luar (kreditor). Dana yang digunakan oleh perusahaan dalam mengambil alih perusahaan lain

(30)

biasanya berasal dari dana pihak ketiga (hutang), sehingga perusahaan yang melakukan Merger&akuisisi cenderung mempunyai tingkat hutang yang tinggi. Selain untuk membiayai proses pengambilalihan, hutang juga digunakan oleh perusahaan untuk aktivitas operasional perusahaan pasca Merger&Akuisisi.

H4 : DAR mengalami perubahan signifikan setelah melakukan Merger&Akuisisi dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi

H5 :

DER mengalami perubahan signifikan setelah melakukan Merger&Akuisisi dibandingkan dengan sebelum dilakukannya Merger&Akuisisi

Referensi

Dokumen terkait

Proses aktivasi perendaman abu boiler pabrik kelapa sawit selama 24 jam dengan larutan H 3 PO 4 10%... 36 Abu boiler pabrik

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi.. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam

“SISTEM INFORMASI REKOMENDASI TEMPAT PKL MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBO PEMUDA PAPAR” simki.unpkediri.ac.id ||5|| bisa dari faktor jarak rumah yang sangat

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Dalam perkuliahan ini dibahas : Pengertian, sejarah, kebutuhan dan manfaat ilmu mantiq, al-Ilmu, Tashawwur, tashdiq, Dilalah, Mabahits ilmi mantiq, Mafhum mashadaq, Taqabul

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh responden dapat diperoleh informasi bahwa beberapa responden memiliki harapan untuk aparat desa termasuk LPBT, masukan