Rancang Bangun Sepeda Pasca Stroke
Rodika, I Made Londen Batan
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Sukolilo Surabaya r_rodika@ymail.com
Abstrak
Stroke adalah sebagai suatu gangguan pada fungsi otak yang tejadi secara mendadak. Stroke dapat menyebabkan kematian, karena adanya gangguan peredaran darah ke otak. Upaya yang dilakukan pasien pasca stroke adalah mengikuti program rehabilitasi yang meliputi terapi fisik atau lebih dikenal dengan fisioterapis dan terapi psikis. Latihan fisik selain bermanfaat untuk kebugaran tubuh, juga bermanfaat untuk mengstabilkan fungsi sistem organ manusia. Untuk membantu penderita stroke memulihkan kondisi tubuhnya menjadi normal kembali, dirancang dan dibuat sebuah peralatan bantu terapi, yaitu sebuah sepeda pasca stroke. Sepeda yang dirancang adalah sepeda beroda tiga. Untuk melengkapi analisis dan perhitungan kekuatan rangka dilakukan simulasi tegangan kritis dengan bantuan software CATIA V5R20. Disamping itu software tersebut digunakan juga untuk menganalisa aspek ergonomis sepeda. Hal ini dilakukan dengan metode RULA, yaitu dengan menghitung resiko cedera pemakai sepeda. Rancangan direalisasi dalam bentuk prototipe. Prototipe diuji dalam beberapa kondisi, untuk menganalisa kestabilannya pada saat digerakkan. Berdasarkan perhitungan kekuatan material pada beban 100 kg didapat, bahwa tegangan maksimum pada rangka depan sebesar 4.19e+007 N/m2 dan pada rangka belakang sebesar 4.55e+007 N/m2. Lebih kecil dari tegangan maksimum dari material sebesar 1.25e+008 N/m2, dengan kata lain rangka aman untuk digunakan. Dengan metode RULA didapat nilai risiko cedera pengendara sepeda tersebut adalah 2. Hal ini menunjukkan, bahwa sepeda tersebut nyaman (ergonomis) dikendarai. Dari hasil uji coba kestabilan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan, bahwa sepeda saat belok tidak terguling dengan kecepatan 12 km/jam.
Kata kunci: rancang bangun, sepeda pasca stroke, terapi, RULA, CATIA.
1. Pendahuluan
Stroke adalah sebagai suatu gangguan pada fungsi otak yang tejadi secara mendadak. Dari data Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke semakin penting dan mendesak untuk ditanggulangi karena jumlah penderita Stroke saat ini di Indonesia terbanyak, dan menduduki urutan pertama di Asia.
Selain dari penyakit stroke itu sendiri ada bahaya lain yang menghantui penderita stroke yaitu serangan stroke berulang yang dapat berakibat fatal dari serangan yang pertama.
Upaya yang dilakukan pasien pasca stroke diantaranya adalah program rehabilitasi meliputi terapi fisik atau lebih dikenal dengan fisioterapis. Fungsi dari latihan fisik ini untuk mencegah pemendekan otot dan kontraktur sendi fungsi otot bergerak berkontraksi memendek dan memanjang. Bila otot diam pada satu posisi tertentu dalam waktu lama kelenturannya akan hilang. Otot akan kaku pada posisi tersebut dan memerlukan tenaga lebih besar untuk kontraksi memendek ataupun memanjang. Kondisi ini membuat pasien yang karena kelumpuhannya
sudah sulit bergerak menjadi tambah tidak mungkin bergerak (Wirawan, 2009).
Latihan fisik yang dilakukan ada berbagai macam cara seperti melakukan senam, menggunakan sepeda statis, treadmill, bersepeda dan lain-lain. Riset Boersma et al., menemukan bukti empiris bahwa treadmill training serta
waterbased aerobic exercise yang dilakukan
20-60 menit dalam 3-5 hari seminggu selama 6 minggu mampu memperbaiki walking capacity,
walking speed, walking velocity, serta balance
pasien paska stroke.
Untuk membantu penderita stroke memulihkan kondisi tubuhnya menjadi normal kembali, akan dirancang dan dibuatkan sebuah peralatan bantu sepeda pasca stroke sebagai alat bantu fisik. Untuk merancang sebuah alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan penderita pasca stroke, maka dibuat kuisioner, kemudian disebarkan ke penderita pasca stroke, keluarga, dokter, perawat yang membantu penderita. Dari hasil kuisioner dan pertimbangan lain akan dirancang sebuah sepeda pasca stroke beroda tiga. Untuk melengkapi perhitungan digunakan software
CATIA V5R20, perhitungan resiko cedera
dilakukan dengan metode RULA. Langkah selanjutnya dibuat prototype sepeda pasca stroke yang dapat digunakan sebagai alat bantu terapi fisik. Dari penelitian ini diharapkan penderita pasca stroke dapat kembali beraktifitas dengan normal. Disamping itu alat bantu ini dapat juga digunakan untuk berpindah tempat sebagai alat transportasi manual yang sehat.
2. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan perancangan sepeda pasca stroke ini, secara sistematik dibuat tahapan penyelesaianya seperti pada skema atau bagan alir yang dapat dilihat dibawah ini.
Gambar 1: Bagan Alir Penelitian
Dalam perancangan sepeda ini hal terpenting adalah merancang sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Untuk mengetahui kebutuhan
konsumen, maka dibuatlah kuisioner lalu disebar kepada responden berjumlah 60 orang yang terdiri dari dokter, perawat, mantan penderita stroke, keluarga penderita, dan masyarakat sekitar. Dari hasil kuisioner yang sudah disebar dilanjutkan dengan merekap hasil kuisioner, disusun daftar kebutuhan sepeda pasca stroke. Dari daftar kebutuhan ini dapat dipakai sebagai pedoman untuk merancang produk. Daftar kebutuhan sepeda pasca stroke dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Daftar Kebutuhan Produk
Lab. P3 ITS
Teknik Mesin FTI-ITS Daftar Kebutuhan Produk
Sepeda Pasca Stroke
S/H Uraian Kebutuhan
S 1. Model sepeda beroda tiga
S 2. Sepeda dapat di dalam dan di luar ruangan S
S
3. Multifungsi:
a. Dapat digunakan sebagai alat transportasi b. Dapat digunakan sebagai alat terapi pasca
stroke
S 4. Mudah dalam pengoperasian, dengan tuas pegangan kebelakang dan kedepan, atau dengan mengayuh S
S
5. Kuat dan Aman:
a. Kuat menahan beban (sepeda dan pengendara) b. Tidak mudah rusak
S S
6. Stabil
a. Stabil saat berbelok
b. Stabil saat jalan datar, turunan dan tanjakan S
S
7. Ergonomis: a. Nyaman digunakan b. Resiko cedera tubuh kecil (2-3) H 8. Berat sepeda tidak melebihi 20 kg H 9. Dilengkapi dengan keranjang H 10. Harga jual dibawah 2 juta
Keterangan: S = Syarat H = Harapan
3. Pembahasan Hasil
3.1 Rancangan Sepeda Pasca Stroke
Dalam perancangan sepeda pasca stroke ini, dari hasil pemilihan konsep yang sudah dilakukan, didapat satu konsep sepeda dengan dua roda didepan. Langkah selanjutnya dilakukan proses perancangan detail komponen sepeda, dalam perancangan sepeda ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan dimensi sepeda, dalam perancangan ini yang menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan dimensi dari sepeda adalah ukuran tubuh orang Indonesia dengan tinggi 150-175 cm, dengan berat maksimum 100 kg.
2. Menentukan tempat duduk, dalam penentuan tempat duduk ini sangat penting karena untuk kenyamanan pada saat sepeda dikendarai. Untuk hal tersebut ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain, harus kuat, dapat diatur sesuai pengendara, mempunyai sandaran untuk menopang beban punggung pengendara, tidak menghambat gerakan pengendara, dilapisi bahan lunak, ketinggian kursi bila diduduki lebih kurang akan membentuk sudut 90 derajat.
3. Suvey pasar, untuk mengetahui ketersediaan dan ukuran komponen yang
ada dipasar lokal. Komponen yang
digunakan sedapat mungkin menggunakan komponen standar.
4. Proses perancangan sepeda dengan bantuan
software CATIA, rancangan gambar dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Pembuatan Kuisioner, Penyebaran dan Rekapitulasi
Rancangan Aman ? Resiko 2-3? Ya Tidak Ya Tidak Perancangan Komponen
Analisa RULA dengan
Software Catia
Start
Penyusunan Daftar Kebutuhan
Pembuatan dan Pemilihan Konsep
Analisa Kekuatan Material
A
Kesimpulan dan Saran Pembuatan dan perakitan
Selesai A
Pembuatan Detail Gambar Teknik
Gambar 2. Rancangan sepeda pasca stroke 3.2 Analisa Kekuatan Material
Analisa dilakukan untuk mengetahui kekuatan rangka dalam menahan beban pengendara dan beban rangka sepeda. Material rangka adalah pipa St 37. Beban maksimum yang diberikan sebesar 100 kg atau 981N. Sebagai syarat perancangan adalah aman, apabila tegangan kritis terbesar yang diterima rangka sepeda, lebih kecil dari tegangan ijin material. Dengan bantuan
software CATIA dapat dilihat tegangan
maksimum dan minimum pada saat pembebanan yang ditunjukkan dengan perubahan warna, ini bisa dilihat dari gambar 3 dan 4.
Gambar 3 Simulasi analisa tegangan maksimum pada rangka depan
Gambar 4 Simulasi analisa tegangan maksimum pada rangka belakang
Dari hasil simulasi menggunakan software
CATIA didapatkan tegangan maksimum yang
terjadi pada rangka depan adalah sebesar 4.19e+007 N/m2, dan pada rangka belakang adalah sebesar 4.55e+007 N/m2. Setelah didapat hasil perhitungan tegangan von misesnya, maka selanjutnya dilakukan evaluasi kegagalan material akibat pembebanan. Untuk
mengevaluasi hasil rancangan digunakan
persamaan 1. σtmaksimum ≤ N Sut (1) Sut = Tegangan tarik maksimum material
N = Faktor Keamanan
Tabel 2 Tabel material (E.P.Popov, 1981)
Tabel 3. Faktor keamanan pada material, (Thrower, 1986)
Load Condition
For Steel and Ductile Metals and Based on Yield Point (Re/Rp0,2)
For Cast Iron and Brittle Metals and Based on Ultimate Strength (Rm) Static load 1.5 – 2 5 – 7 Mild shock 3 7 – 8 Shock 5 – 7 15 – 20 Fatigue load 2.5 2.5
Dalam perhitungan analisa tegangan, berdasarkan tabel 3 untuk material baja lunak dengan static load, faktor keamanan yang digunakan adalah 2, maka untuk perhitungan pada rangka depan adalah sebagai berikut:
σt maksimum ≤ 2 008 5 , 2 2 m N e+ σt maksimum ≤ 1.25e+008 N/m 2
Dari hasil perhitungan didapat tegangan maksimum pada rangka depan sebesar 4.19e+007 N/m2 dan pada rangka belakang sebesar 4.55e+007 N/m2. Lebih kecil dari tegangan maksimum dari material sebesar 1.25e+008 N/m2, dengan kata lain rangka aman untuk digunakan.
3.3 Analisa Resiko Cedera dengan Metode
RULA
Dalam perancangan sepeda yang aman dan nyaman dalam penggunaannya, dimana pada saat pengendara mengayuh dengan kaki atau tangan yang dilakukan secara berulang, maka perancangan sepeda harus ergonomis atau memiliki nilai tingkat cidera minimum. Untuk mengevaluasi hasil dari rancangan sepeda digunakan metode RULA (Rapid Upper Limb
Assessment) dengan bantuan software CATIA
yang disesuaikan dengan tubuh orang Asia (Indonesia).
Dari hasil perancangan sepeda dibuatlah manikin dengan menggunakan software CATIA, seperti terlihat pada gambar 5.
Material Yield Strength (MPa)
Aluminium alloy (6061-T6) 241 Cast iron (Malleable) 250 Magnesium alloy (AM100A) 150 Steel (0.2% Carbon) Hot rollered 250
Gambar 5. Sepeda Pasca Stroke dengan Manikin Selanjutnya dari hasil rancangan sepeda dilakukan analisa tingkat resiko cidera dengan metode RULA.
Gambar 6. Analisa dengan RULA gerakan kayuh kaki dan tangan
Hasil analisa tingkat cidera pada pengendara sepeda pasca stroke untuk gerakan kayuh tangan dan kayuh kaki, didapat nilainya adalah 2. Dari tabel 4 nilai ini menunjukkan bahwa rancangan sepeda masuk dalam kategori baik artinya sikap tubuh tersebut dapat diterima (risiko cedera tidak ada).
Tabel 4. Nilai tingkat resiko cedera. (McAtamney, 1993)
3.4 Pembuatan Detail Gambar Teknik
Dari hasil analisa yang sudah dilakukan rancangan masuk dalam kategori aman, sehingga sebelum dilakukan proses pembuatan dibuat gambar teknik yang dilengkapi dengan gambar detail dari komponen terlebih dahulu. Pembuatan gambar teknik dilakukan dengan menggunakan
software CATIA.
3.5 Proses Pembuatan dan Perakitan Komponen Dalam proses pembuatan sepeda ini ada beberapa komponen yang harus dikerjakan dengan menggunakan proses pemesinan, mesin yang digunakan antara lain mesin bubut, mesin freis, mesin bor dan mesin pemotong.
Selanjutnya proses perakitan komponen-komponen yang sudah dibuat, proses perakitannya antara lain seperti:
a. Proses Perakitan Rangka
Dari komponen rangka yang sudah dibuat dirakit dan disambung menggunakan sambungan las. Proses pengelasan yang digunakan adalah SMAW (Shielded Metal Arc
Welding), dimana pengelasan dengan
menggunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam.
b. Proses Perakitan Ster
Komponen yang digunakan adalah kemudi menggunakan stang standar sepeda, tuas belok menggunakan bahan pipa.
c. Proses Perakitan Komponen Standar
Proses selanjutnya yaitu perakitan komponen standar, komponen yang digunakan adalah seperti roda, rantai dan sprocket, pedal untuk kayuh kaki, rem dll.
Hasil perakitan sepeda pasca stroke dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Prototipe sepeda pasca stroke 3.6 Analisa Kestabilan Saat Belok
3.6.1 Mengukur Posisi Titik Berat
Posisi titik berat merupakan hal yang sangat penting pada kendaraan, karena akan mempengaruhi kestabilan dari kendaraan. Untuk mengukur posisi titik berat cukup menggunakan alat yang sederhana yaitu menggunakan timbangan. Dimana pengukuran dilakukan dengan cara sepeda diletakkan pada posisi horizontal lalu bagian roda depan ditimbang terlebih dahulu dan selanjutnya bagian roda belakang. Hal ini bisa dilihat pada gambar 8 dibawah ini:
Gambar 8. Proses penimbangan sepeda
Hasil penimbangan didapat bagian roda depan (Wf ) = 18.5 kg dan bagian roda belakang (Wr) =
11 kg, bila dijumlahkan berat totalnya (W) = 29.5 kg. Selanjutnya mencari jarak sumbu roda depan dengan pusat titik berat (a) jarak sumbu roda belakang dengan pusat titik berat (b), dapat menggunakan persamaan 2.
Range Nilai Kemungkinan timbul cedera pada postur tubuh 1 dan 2 Diterima.
3 dan 4 Dibutuhkan penyelidikan lebih jauh dan mungkin saja perubahan diperlukan
5 dan 6 Dibutuhkan penyelidikan dan perubahan segera 7 Dibutuhkan penyelidikan dan perubahan sesegera mungkin
(mendesak)
Wr Wf Wr b a a + + =( ) Diketahui: a + b = L = 1410 mm Maka: 884 11 5 . 18 11 ) 1420 ( = + = a b = 1410 – 884 = 526 mm
Setelah posisi titik pusat didapat selanjutnya mencari tinggi titik pusat (h), dengan cara mengangkat bagian roda belakang dan ditopang hingga membentuk sudut tertentu, lalu roda depan ditumpu menggunakan timbangan. Untuk
tinggi titik berat dapat dicari dengan
menggunakan persamaan 3. ) tan( . ) ( d W b W b a Wf hr r h θ θ + − = + = Diketahui: r = 37.5 θd = 20º Wfθ = 20 kg Maka: mm h 1210 ) 17 tan( 5 . 29 526 . 5 . 29 ) 526 884 ( 20 5 . 37 = ° − + + =
3.6.2 Mengukur Kendaraan Saat Belok
Kendaraan pada saat belok mempunyai radius belok, untuk mengukur besarnya radius belok ideal (ackerman) secara sederhana dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4. Diagram gerak belok dapat dilihat pada gambar 9. 29 . 57 f b a Rack δ + =
Gambar 9. Kondisi ideal kendaraan saat belok
Diketahui: δf = 27,5º Maka: 29 . 57 f b a Rack δ + = 57.29 2937mm 5 . 27 526 884+ = =
Jadi untuk mengetahui kecepatan maksimum yang diijinkan agar sepeda ini tidak guling saat berbelok dapat menggunakan persamaan 5 adalah sebagai berikut:
h t g R Vg 2 . . max= Diketahui: t = 0.9m Maka: 21 , 1 . 2 9 , 0 . 10 . 937 , 2 max= g V
Vgmax = 3,34 m/det = 12 km/jam
Dari hasil perhitungan didapat kecepatan maksimum sepeda saat belok agar tidak guling adalah 12 km/jam.
4. Kesimpulan
Rancang bangun sepeda pasca stroke, dapat digunakan sebagai alat bantu terapi pasca stroke dan dapat digunakan sebagai alat transportasi. Dari hasil uji coba kestabilan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan, bahwa sepeda saat belok tidak terguling dengan kecepatan 12 km/jam.
5. Pustaka
Batan, I.M.L. (2012), Desain Produk, Edisi
Pertama, Guna Widya, Surabaya.
Hibbeler, R.C. (2008), Mechanics of Materials, 7th edition, Pearson - Prentice Hall, New York.
James R. Thrower. (1986), Technical Statics and
Strenght of materials, Delmar Publishers
inc, New york.
McAtamney, Lynn and Corlett, E Nigel, (1993), “RULA: A Survey Method for Investigation
of Work-related Upper Limb Disorders”, Applied Ergonomics, vol. 24 No. 2,
p.91-99.
Nurmianto, E. (2004), Ergonomi, Konsep Dasar
dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya.
Sutantra, I Nyoman, (2000), Teknologi Otomotif,
Teori dan Aplikasinya, Guna Widya,
Surabaya.
Wirawan, R.P.(2009), “Rehabilitasi Stroke pada
Pelayanan Kesehatan Primer”, Majalah Kedokteran Indonesia, volume: 59, No. 2, hal.67. L W a b Wr Wf (5) (2) (3) (4) b θ a Wf h r