• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inversi 2D Data Geolistrik untuk Penentuan Daerah Prospek Panas Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inversi 2D Data Geolistrik untuk Penentuan Daerah Prospek Panas Bumi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Inversi 2D Data Geolistrik untuk Penentuan Daerah

Prospek Panas Bumi

Juwita Maharani

1,a)

dan Enjang Jaenal Mustopa

2,b)

1Laboratorium Fisika Bumi,

Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132

2Laboratorium Fisika Bumi,

Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132

a) juwitamaharani6@gmail.com (corresponding author) b) enjangjaenalmustopa@gmail.com

Abstrak

Seiring bertambah banyaknya jumlah penduduk di Indonesia, kebutuhan sumber energi listrik meningkat pula. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif yang terbarukan, salah satunya yaitu energi panas bumi. Dalam makalah ini dibahas metode geolistrik yang digunakan untuk menentukan daerah prospek panas bumi. Prinsip metode ini yaitu menginjeksikan arus listrik ke dalam permukaan bumi melalui elektroda arus. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik ini berupa resistivitas semu. Agar diperoleh data resistivitas sebenarnya, maka digunakan metode inversi. Dalam makalah ini digunakan skema inversi 2D dengan menggunakan metode ABIC. Dari hasil inversi 2D diperoleh nilai resistivitas sebenarnya dan kedalaman. Hasilnya berupa penampang lintang 2D. Dari hasil interpretasi data tersebut, diperoleh resistivitas rendah sekitar 1 Ωm-10 Ωm. Zona tersebut dapat dijadikan sebagai kemungkinan zona prospek panas bumi.

Kata-kata kunci: Geolistrik, Resistivitas, Panas Bumi

PENDAHULUAN

Seiring meningkatnya populasi penduduk, kualitas hidup, dan berkembangnya teknologi, kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat. Indonesia berpotensi memproduksi energi panas bumi yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber energi alternatif listrik. Energi panas bumi adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya.

Untuk menemukan daerah prospek panas bumi tersebut dikembangkanlah beberapa metode Geofisika, salah satunya adalah metode Geolistrik. Metode ini memanfaatkan informasi berupa nilai resistivitas batuan yang merepresentasikan kemampuan material tersebut untuk menghambat arus listrik. Dengan demikian, kita dapat mengetahui kondisi lapisan yang ada di bawah permukaan bumi.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menentukan variasi resistivitas di bawah permukaan dengan menerapkan metode geolistrik, melakukan interpretasi data geolistrik kedalam model 2D, dan menentukan struktur daerah panas bumi berdasarkan nilai resistivitas yang telah diperoleh dari hasil interpretasi data.

(2)

METODE GEOLISTRIK DENGAN KONFIGURASI SCHLUMBERGER

Metode Geolistrik

Metode geolistrik dapat digunakan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan bumi. Prinsipnya yaitu dengan cara menginjeksikan arus listrik searah (DC) bertegangan tinggi kedalam tanah. Injeksi tersebut dialirkan ke permukaan bumi melalui elektroda arus, kemudian arus diterima oleh elektroda potensial.

Pada Gambar 1 terlihat dua buah elektroda arus (C1 dan C2) dan dua buah elektroda potensial (P1 dan P2) terletak diatas permukaan homogen isotropis. Jika jarak antara C1 dan C2 adalah berhingga, maka besar potensial di titik P1 dan P2 akan dipengaruhi oleh C1 dan C2.

Gambar 1. Dua elektroda arus & dua elektroda potensial di permukaan bumi homogen isotropis [1]

Akibat proses injeksi arus melalui C1 dan C2, maka akan muncul beda potensial ΔV (volt) pada

masing-masing dua elektroda potensial tersebut. Dengan adanya nilai pengukuran arus I (A) yang diinjeksikan dan nilai beda potensial tersebut, maka dapat diperoleh variasi nilai resistivitas batuan atau tanah pada bawah permukaan di daerah lintasan yang sedang diamati. Nilai resistivitas yang diperoleh masih berupa resistivitas semu (𝜌𝑎) , yakni resistivitas yang diperoleh dari bumi yang dianggap memiliki lapisan homogen. Nilai 𝜌𝑎 (Ωm) dinyatakan sebagai berikut:

I V K a    (1) dimana 1 4 3 2 1 1 1 1 1 2                          r r r r K  (2)

K merupakan faktor geometri (m) yang berfungsi sebagai faktor untuk mengoreksi berbagai konfigurasi

elektroda arus dan elektroda potensial. Sementara r1, r2, r3, dan r4 merupakan jarak antara elektroda (m).

Pengaturan jarak antara r1, r2, r3, dan r4 akan menghasilkan nilai K yang berbeda-beda atau biasa disebut

dengan sistem konfigurasi elektroda.

Konfigurasi Schlumberger

Dalam penelitian ini, data variasi resistivitas yang dicari adalah resistivitas yang ada di bawah permukaan bumi secara vertikal. Oleh karena itu, konfigurasi elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah konfigurasi Schlumberger seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

(3)

Gambar 2. Konfigurasi elektroda Schlumberger [2]

Pada pengukuran konfigurasi ini, hanya elektroda arus yang perlu dipindahkan untuk memperbesar jarak elektroda. Faktor geometri konfigurasi ini adalah:

a a s K         4 2 2  (3) Sehingga nilai resistivitas semu pada konfigurasi ini adalah:

a a s I V a          4 2 2   (4) dimana 2 AB s  (m) dan a MN(m).

Jika jarak elektroda

2

AB sangat besar, nilai beda potensial V yang terukur akan sangat kecil (dibawah

sensitivitas alat ukur). Untuk mengatasi hal tersebut, jarak elektroda potensial

     2

MN harus diperbesar agar tegangan yang terukur meningkat. Perlu diingat bahwa rentang

2

MN harus lebih kecil 20% dari

2

AB.

Struktur Resistivitas pada sistem Panas Bumi

Skema struktur resistivitas sistem panas bumi ditunjukkan pada Gambar 3. Pada kedalaman sekitar 1 km dibawah permukaan bumi terdapat lapisan clay cap yang terdiri dari lapisan batuan smectite, smectite-illite, dan illite. Dibawah lapisan clay cap terdapat batuan reservoir yang dipanaskan oleh magma. Pada umumnya

reservoir berada pada kedalaman 1-2 km.

Gambar 3. Sistem panas bumi yang telah digeneralisasi [3]

Resistivitas lapisan smectite dan illite biasanya berkisar antara 1-10 Ωm. Berdasarkan data referensi [3], resistivitas smectite lebih rendah dari resistivitas illite. Sementara resistivitas reservoir berkisar antara 10-60 Ωm. Daerah yang berpotensi memiliki cadangan panas bumi adalah daerah yang memiliki resistivitas rendah pada kedalaman yang cukup dalam.

SMECTIT E < 10 ohm.m < 10 ohm.m MIXED LAYER ILLITE-SM ECTITE ILLITE CLAY CAP 10 - 60 ohm.m RESERVOIR (PROPYLLITIC)

(4)

Konsep Pemodelan

Data pengukuran geolistrik telah diperoleh di suatu lapangan X. Pengukuran dilakukan di lintasan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Salah satu data yang diperoleh yaitu nilai resistivitas semu. Sebelum data diolah lebih lanjut, dibutuhkan konsep pengolahan data seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir proses pemodelan yang digunakan untuk interpretasi data

Gambar 5. Posisi pengukuran geolistrik di lapangan panas bumi

D13 D12 D10 D9 D7 D1 C10 C9 C7 C4 C1 E13 E12 E10 E9 E6 E4 E3 E2 E1 G7 G6 G1 F13 F12 F10 F8 F7 F5 F4 F3 F2 F1 A13 A12 A11 A10 A9 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 B1 B2 B3 B4 B5 B7 B11 B12 D11 D8 D6 D5 D4 D3 D2 C8 C6 C5 C3 C2 E11 E8 E7 E5 G5 G4 G3 G2 F11 F9 F6 B6 B8 B9 B10 301000 302000 303000 304000 305000 306000 307000 308000 9190000 9191000 9192000 9193000 9194000 9195000 9196000 Garis-A Garis-B Garis-C Garis-D Garis-E Garis-F Garis-G G a ri s Li nta n g ( m ) Garis Bujur (m) Timur Utara Selatan Barat

(5)

Pertama-tama dilakukan pengambilan data awal berupa nilai resistivitas semu (data observasi) dengan metode geolistrik, dimana bumi dianggap sebagai medium homogen isotropis. Pengukuran dilakukan diatas permukaan laut, tepatnya di atas gunung dan di sepanjang lintasan yang berbeda-beda. Masing-masing lintasan memiliki beberapa titik sounding, dimana setiap sounding dilakukan hingga 33 kali pengukuran.

Nilai resistivitas semu hasil observasi kemudian diolah dengan program fortran yang menggunakan prinsip forward modeling. Prinsip ini mengubah model yang ada di lapangan menjadi suatu data. Model tersebut kemudian didiskritisasi dengan metode finite element menjadi ribuan sel dan diperoleh data resistivitas semu sintetik. Kemudian resistivitas semu sintetik tersebut dibandingkan dengan nilai resistivitas observasi. Proses perbandingan tersebut dilakukan dengan metode ABIC dan diperoleh misfit (error) terhadap resistivitas observasi. Jika nilai misfit masih besar, yaitu lebih dari 4%, maka data akan diiterasi terus menerus sampai nilai misfit menjadi kurang dari atau sama dengan 4%. Proses iterasi ini termasuk kedalam inverse modeling. Setelah nilai misfit sangat kecil, akan diperoleh nilai resistivitas sebenarnya (yang sangat mendekati nilai observasi) dan kedalaman pengukuran. Kedua data ini kemudian diinterpretasi menggunakan aplikasi Surfer8 dan diperoleh profil distribusi resistivitas 2D.

HASIL INTERPRETASI DATA SEBARAN RESISTIVITAS 2D

Berdasarkan model panas bumi yang ditunjukkan pada Gambar 3, ciri-ciri daerah panas bumi yaitu terdapat lapisan clay yang memiliki resistivitas rendah (1 Ωm-10 Ωm) dan berada pada kedalaman lebih dari 1 km dibawah permukaan bumi. Oleh karena itu, hal yang akan diteliti pada tahap ini yaitu daerah yang memiliki resistivitas rendah. Dengan melihat model 2D dan mencocokannya dengan skala warna nilai resistivitas yang ada di sebelah kanan model 2D, maka dapat diketahui daerah mana saja yang memiliki resistivitas rendah.

(6)
(7)

Gambar 6. Penampang lintang 2D pada garis A, garis B, garis C, garis D, garis E, garis F, dan garis G dari hasil inversi

Dari hasil interpretasi diatas, dapat dilihat bahwa masing-masing garis pengukuran memiliki jangkauan pengukuran kedalaman yang berbeda-beda. Bahkan garis G memiliki jangkauan pengukuran kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan garis lainnya. Hal ini bergantung pada besar arus yang diinjeksikan ke elektroda dan besarnya jarak antar elektroda arus (𝐴𝐵

2). Semakin besar nilai 𝐴𝐵

2, sumber arus yang diberikan

pun harus sangat besar, sehingga saat proses pengukuran dapat mennjangkau kedalaman yang cukup dalam. Dari seluruh hasil pengukuran, rata-rata kedalaman yang dijangkau kurang dari 600 m.

Dari hasil interpretasi model 2D yang telah dilakukan pada masing-masing garis pengukuran, diperoleh beberapa lokasi yang memiliki resistivitas rendah. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa titik sounding pada beberapa garis pengukuran seperti Gambar 7 dibawah ini. Titik-titik sounding tersebut yaitu titik C7, D1, D3, D5 hingga D6, E1, E5, F1 hingga F2, dan G4 hingga G7.

Dari titik-titik sounding tersebut dapat diketahui daerah mana yang berpotensi mengandung panas bumi. Hal tersebut ditunjukan dengan daerah arsir berwarna ungu pada Gambar 7. Dengan demikian jangkauan daerah yang diteliti bisa lebih diminimalisir dari penelitian sebelumnya.

(8)
(9)

KESIMPULAN

Telah digunakan metoda geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger untuk memperoleh variasi resistivitas di bawah permukaan bumi secara vertikal. Data yang diperoleh berupa nilai resistivitas semu. Nilai resistivitas yang sebenarnya diperoleh dari hasil pengolahan data resistivitas semu dengan proses

forward modeling yang didalamnya diterapkan metode finite element serta proses inverse modeling dengan

metode ABIC.

Dari hasil inversi 2D diperoleh penampang lintang 2D yang terdiri dari nilai resistivitas sebenarnya dan kedalaman pengukuran. Dengan metode geolistrik yang menggunakan konfigurasi elektroda Schlumberger, pengukuran kedalaman hanya dapat mencapai 400 m dan diperoleh beberapa zona yang memiliki resistivitas rendah sekitar 1Ωm-10Ωm. Zona tersebut dapat dijadikan sebagai kemungkinan zona panas bumi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.

REFERENSI

1. Syamsuddin, Metode Geolistrik Tahanan Jenis 2D, (Online) (http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/542/jbptitbpp-gdl-syamsudinn-27079-2-2007ts-2.pdf, diakses 22 Juli 2014)

2. http://geo.cv.nctu.edu.tw/EngGeo/download/4c-Resistivity%20Method(CPL).pdf, diakses 8 September 2015

3. Mustopa, Enjang J. 2003. Geoelectrical Studies of Takigami Geothermal Field in Kyushu, Japan. Ph.D thesis, Kyushu University, Japan.

Gambar

Gambar 1. Dua elektroda arus &amp; dua elektroda potensial di permukaan bumi homogen isotropis [1]
Gambar 3. Sistem panas bumi yang telah digeneralisasi [3]
Gambar 4. Diagram alir proses pemodelan yang digunakan untuk interpretasi data
Gambar 6. Penampang lintang 2D pada garis A, garis B, garis C, garis D, garis E, garis F, dan garis G dari hasil inversi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik resistivity untuk mengetahui struktur batuan di bawah permukaan daerah potensi panas bumi di daerah Gunung

Telah dilakukan penelitian penentuan struktur bawah permukaan tanah dengan metode geolistrik resistivity daerah potensi panas bumi di desa Mardinding Julu

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeteksi struktur bawah permukaan pada daerah gumuk dalam 2 dimensi dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi

Hasil dari pemodelan inversi adalah gambaran model bawah permukaan dan perkiraan nilai beda rapat massa rata-rata dari struktur geologi bawah permukaan..

Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang dapat mengukur nilai resistivitas batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan akuifer dan lapisan litologi bawah permukaan daerah “x” Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode Geolistrik

Keywords: Resistivity, Schlumberger, Geothermal, Telomoyo Mountain INTISARI Telah dilakukan pengukuran dan interpretasi geolistrik resistivitas untuk memperoleh informasi struktur