i
PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI
DAERAH “X” DENGAN MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
DEVIS SIKA HOMISIA
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI DAERAH “X”
DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
TAHANAN JENIS
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
DEVIS SIKA HOMISIA 1111097000044
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 7 Januari 2016
Devis Sika Homisia 1111097000044
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan akuifer dan lapisan litologi bawah permukaan daerah “x” Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode Geolistrik konfigurasi Wenner dua dimensi. Pengambilan data dilakukan pada 6 lintasan yaitu, PNG-08, PNG-09, PNG-10, PNG-11, PNG-12, PNG-13 dengan spasi elektroda 10 meter. Data tersebut diproses menggunakan excel dan software Res2Dinv untuk memperoleh resistivitas semu. Hasil pengolahan data memberikan nilai resistivitas batuan dan litologi lapisan bawah permukaan tanah. Berdasarkan hasil interpretasi di daerah penelitian diperoleh lapisan akuifer yang mempunyai nilai resistivitas berkisar antara 17.2 - 94.8 Ωm dengan kedalaman berkisar antara 50 – 170 meter dengan litologinya pasir, dan batuan volkanik seperti rhio dasit, andesit. Akuifer yang teridentifikasi di setiap lintasan merupakan lapisan akuifer terkekang.
vi
ABSTRACT
This research has been done to determine the aquifers and litology of subsurface in “X” area Gorontalo, by using Geoeletric Method (2D Wenner Configuration). To get the value of current and voltage, we use geoelectric tools. The data retrieval has been done on six lines (08 , 09, 10 , 11, 12, GL-13), with space of electroda was 10 meters. To process the data, we use Microsoft Excel to get the value of Apparent Resistivity. We interpretating the data by using RES2DIN ver 3.56.22. The result of data interpretation , we know the value of rock resistivity and the litology of subsurface. According to the result. We identified aquifer has the resistivity value about 17.2-94.8 Ωm with the depth about 50 – 170 meters and the litology was identified as sand and volcanic rocks as
rhio dasit, andesit. The aquifers in every lines was identified as confined aquifer.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat nikmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dan menyusun laporan ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk jalan kebenaran.
Laporan tugas akhir ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Strata Satu (S1) di Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam melaksanakan tugas akhir ini penulis banyak menemukan hal baru dan berbagai kesulitan.Namun demikian penulis dapat menyelesaikannya sesuai waktu yang direncanakan berkat dari dorongan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan selama pembuatan skripsi ini.
2. Ayahanda Sakin Winardi (Alm) dan Ibunda Atin Ratinah (Alm) tercinta yang telah berpulang ke Rahmatullah.
3. Keluarga tercinta Hj. Nunung Khaeriah, S.Ag yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil.
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
5. Ibu Dr. Eng. Nur Aida, M.Si selaku ketua Program Studi Fisika dan Ibu Dr. Tati Zera, M.Si selaku Pembimbing I yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.
6. Bapak Ir. Dadan M.Nurdjaman, M.Si selaku pembimbing II yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.
7. Ibu Nunung Isnaini Dwi Ningsih, M.Kom selaku dosen praktikum geofisika dan dosen-dosen fisika lainnya yang telah memberikan arahan dan ilmu kepada penulis.
viii 8. Bapak Wahyu dan bapak Syabaruddin dan bapak-bapak dari Geostech BPPT Serpong yang selalu memberi masukan dan arahan mengenai tugas akhir ini.
9. Ananda Gun-Gun Gunawan yang selalu mendukung penulis untuk tetap kuat dan tabah.
10. The one and only Achmad Hafid, S.Pd.I yang selalu setia mengisi hari-hari penulis baik suka maupun duka.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan peminatan Geofisika yang luar biasa hebat.
12. Seluruh teman-teman tercinta Fisika angkatan 2011 yang memberikan motivasi, dukungan, doa, semangat dan kenangan dari awal perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir ini.
13. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu terlaksananya pembuatan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dalam materi maupun teknik penyajiannya, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan yang baik berupa saran maupun kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang dan dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.
Jakarta, 7 Januari 2016
ix
DAFTAR ISI
PENGESAHAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN UJIAN... ii
PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 3 1.3. Batasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ... 4 1.6. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II DASAR TEORI ... 7
2.1 Air Tanah ... 7
2.1.1 Gerakan Air Tanah ... 10
2.1.2 Pembagian Air Tanah ... 10
2.1.3 Kondisi Air Tanah ... 11
2.1.4 Aliranair tanah ... 12
2.1.5 Permeabilitas dan Porositas ... 12
2.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis ... 17
2.3.1 Metode Tahanan Jenis Sounding ... 18
2.3.2 Metode tahanan Jenis Mapping ... 18
2.4 Prinsip Metode Geolistrik Resistivitas ... 18
2.5 Dasar Perumusan Potensial Geolistrik Metode Resistivitas ... 19
2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus di Dalam Bumi ... 22
2.7 Sifat Listrik Dalam Batuan ... 25
x
2.7.2 Konduksi secara elektrolitik ... 27
2.7.3 Konduksi secara dielektrik ... 27
2.8 Resistivitas Batuan ... 28
2.9 Konsep Tanahan Jenis Semu (Apparent Resistivity) ... 30
2.10 Konfigurasi Elektroda ... 31
2.11 Teknik Pengukuran Geolistrik ... 33
2.11.1 Survey Resistivitas 1 Dimensi... 34
2.11.2 Survey Resistivitas2 Dimensi ... 35
2.11.3 Survey Resistivitas 3 Dimensi... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1 Waktu dan Tempat ... 40
3.2 Gambaran Umum Daerah Penelitian... 41
3.2.1 Hidrogeologi Regional ... 41
3.2.2 Morfologi dan Kondisi Umum ... 41
3.3 Pengambilan Data daerah Penelitian ... 43
3.4 Alat dan Bahan ... 43
3.5 Prosedur Penelitian ... 44
3.6 Pengolahan Data ... 45
3.6.1 Pengolahan Data Tahanan Jenis 2D dengan Menggunakan Software Res2Dinv ... 45
3.6.2 Interpretasi Data ... 52
3.7 Metode Penelitian... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 54
4.1. Hasil dan Pembahasan ... 54
4.1.1. Lintasan PNG-08 ... 55 4.1.2. Lintasan PNG-09 ... 56 4.1.3. Lintasan PNG-10 ... 57 4.1.4. Lintasan PNG-11 ... 58 4.1.5. Lintasan PNG-12 ... 59 4.1.6. Lintasan PNG-13 ... 60
xi
5.1 Kesimpulan ... 62
5.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah yang
berkaitan dengan air bawah permukaan ... 8
Gambar 2.2 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya ... 10
Gambar 2.3 Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan. ... 15
Gambar 2.4 Akuifer tertekan ... 16
Gambar 2.5 Akuifer bocor (Leaky Aquifer) ... 16
Gambar 2.6 Medium homogeny isotropis dialiri listrik ... 19
Gambar 2.7 Aliran arus yang berasal dari satu sumber arus dalam bumi yang Homogen isotropis ... 22
Gambar 2.8Dua titik arus yang berlawanan polaritasnya dipermukaan bumi ... 23
Gambar 2.9 Susunan elektroda arus dan potensial pada pengukuran resistivitas . 23 Gambar 2.10 Silinder Konduktor ... 25
Gambar 2.11 Nilai resistivitas berbagai material ... 29
Gambar 2.12 Resistivitas Semu ... 30
Gambar 2.13 Elektroda Arus dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner ... 32
Gambar 2.14 Tiga model berbeda yang digunakan dalam interpretasi pengukuran resistivitas ... 34
Gambar 2.15 Susunan elektroda pada survey resistivitas 2D dengan konfigurasi wenner dan urutan pengukuran yang digunakan untuk membuat pseudosection ... 37
Gambar 2.16 Bentuk susunan elektroda pada survey resistivitas 3D ... 38
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian ... 40
Gambar 3.2 Morfologi Perbukitan Bergelombang Daerah Penelitian ... 42
Gambar 3.3 Gambaran umum daerah penelitian ... 43
Gambar 3.4 Resistivitymeter Merk ARES-G4 v4.7 ... 44
Gambar 3.5 Menjalankan program Res2Dinv ... 49
Gambar 3.6 Data file yang akan ditampilkan ... 49
Gambar 3.7 Hasil input data Res2Dinv ... 50
xiii
Gambar 3.9 Tampilan hasil proses permodelan 2D ... 51
Gambar 3.10 Tampilan data Display section Window ... 51
Gambar 3.11 Tampilan Include Topography in Model Display... 52
Gambar 3.12 Diagram Alir Penelitian ... 53
Gambar 4.1 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-08 ... 55
Gambar 4.2 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-09 ... 56
Gambar 4.3 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D Di PNG-10 ... 57
Gambar 4.4 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-11 ... 58
Gambar 4.5 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-12 ... 59
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi air tanah terbesar yakni pada 224 cekungan air
tanah (groundwater basin), dengan potensi cadangan sebesar 4,7 milyar m³/tahun
(Soetrisno, 1993). Air hujan menjadi faktor penting sebagai imbuhan air tanah.
Karakteristik Indonesia yang beriklim tropis memiliki keadaan musim hujan dan
musim kemarau yang telah diteliti oleh Oldeman dan Frere (1982).
Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteorik, yaitu
telah melalui proses penguapan (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai,
lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun
ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang
langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap ke bawah
permukaan bumi (infiltration) (Hadian dan Abdurahman, 2006).
Air yang langsung mengalir di permukaan bumi tersebut ada yang
mengalir ke sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya kembali ke laut.
Sementara itu, air yang meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua sistem,
yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan sistem air jenuh. Sistem air jenuh
adalah air bawah tanah yang terdapat pada suatu lapisan batuan dan berada pada
suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi,
hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk cekungan
air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan yang
2 Pemanfaatan air tanah merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan air
di masa sekarang dan yang akan datang, serta merupakan alternatif yang terbaik
apabila air di permukaan sudah tidak mencukupi atau terjangkau. Air tanah bebas
dari penularan penyakit, lebih terlindung dari polusi atau pencemaran serta
pengotoran lainnya.
Sumber daya air tanah bersifat dapat di perbaharui (renewable) secara
alami, karena air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus
hidrologi di bumi, yang ditemukan pada formasi geologi tembus air yang dikenal
dengan reservoir air tanah yaitu formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah
air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang
biasa.
Pada umumnya, bawah tanah terdiri dari lapisan- lapisan yang tersusun
atas butiran dan pori- pori yang terisi fluida. Berdasarkan sifat kelistrikan,
diketahui bahwa setiap batuan memiliki kemampuan tertentu dalam
menghantarkan arus listrik. Metode resistivitas ini merupakan salah satu teknik
yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur bawah tanah. Hal itu
dikarenakan resistivitas sangat sensitif terhadap kadar air, yang mana ketika kadar
airnya besar maka nilai resistivitas akan kecil (Ishaq 2008).
Ketersediaan air di suatu daerah merupakan hal yang sangat penting bagi
makhluk hidup dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu sumber
air yang digunakan yaitu air tanah(Abidin dan Rachman 2004). Air tanah ini
dapat tersebar pada beberapa macam lapisan, diantaranya yaitu endapan aluvial,
3 alam yang dapat diperbaharui, namun diperlukan waktu yang relatif lama untuk
pengisian kembali. Hal itu bergantung pada kondisi permukaan, litologi,
topografi, dan kedalaman muka air tanah (Zeffitni,2011).
Keberadaan air tanah di sekitar daerah “X” Kabupaten Gorontalo,
Sulawesi ini tidak dapat dijamin ketersediaannya, sehingga perlu dilakukan
monitoring lapisan akuifer air tanah. Yang bertujuan memetakan keberadaan
akuifer air tanah di daerah tersebut, yang bermanfaat sebagai dasar acuan bagi
pemerintah daerah dalam rangka pengembangan wilayah dan pengolahan sumber
daya air tanah untuk kebutuhan masyarakat yang ada di sekitar daerah “X”.
Dalam hal pencarian reservoir air dapat di lakukan suatu studi awal
dengan penentuan lapisan batuan yang mengandung air dalam jumlah air jenuh
(Kodoatie,1996: 81). Salah satu usaha untuk mendapatkan sumber air tanah
adalah menggunakan metode geolistrik. Pada metode geolitrik ini, arus listrik
diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua titik elektroda arus kemudian beda
potensial diukur pada elektroda potensial pada titik tertentu pada permukaan
tanah. Resistivitas batuan merupakan fungsi dari konfiguransi geolistrik dari
elektroda dan parameter listrik di tanah. Tahanan listrik dari lapisan berbeda-beda
dari jenis batuan, derajat kepadatan, dan kodisi kelembaban tanah. (Santoso,
2002).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
4 1. Bagaimana mengetahui distribusi resistivitas batuan di daerah penelitian
dengan metode geolistrik tahanan jenis 2D.
2. Bagaimana bentuk permodelan 2D tahanan jenis untuk menentukan
penyebaran dan kedalaman akuifer air tanah dengan menggunakan
software Res2Dinv.
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Teknik pengukuran geolistrik yang digunakan adalah Mapping (2D).
2. Konfigurasi yang digunakan adalah Konfigurasi Wenner.
3. Pengolahan data menggunakan software Res2dinv.
4. Data daerah penelitian merupakan data hasil survey yang dilakukan oleh
BPPT Geostech, di Daerah “X” Kabupaten Gorontalo, Sulawesi.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui kedalaman
kondisi lapisan akuifer di daerah “X” melalui distribusi resistivitas batuan dengan
metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi bagi instansi terkait tentang metode geolistrik
tahanan jenis sebagai salah satu metode untuk menentukan letak dan
kedalaman akuifer air tanah. Sebagai acuan penelitian lain dengan alat
5 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan
penelitian lain tentang akuifer air tanah.
3. Memberikan informasi bagi masyarakat sekitar tentang lokasi yang tepat
untuk di gunakan sebagai sumur galian.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Uraian dalam bab ini mencangkup latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan judul serta pengertiannya
dari para ahli.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan waktu dan tempat penelitian, data data yang digunakan,
peralatan yang digunakan, analisa data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang hasil yang didapatkan dari pengolahan data, dan
6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab yang terakhir ini akan disajikan kesimpulan yang ditarik berdasarkan
pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang diharapkan bermanfaat bagi
7
BAB II DASAR TEORI 2.1 Air Tanah
Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang bergerak di dalam
tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam
tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang
mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang
terdapat pada pasir atau kerikil, Sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah
disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang
dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer.
Kebanyakan air tanah berasal dari hujan. Air hujan yang meresap kedalam
tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahan-lahan mengalir ke laut, atau
mengalir langsung dalam tanah atau di permukaan dan bergabung dengan aliran
sungai. Banyaknya air yang meresap ke tanah bergantung pada selain ruang dan
waktu, juga di pengaruhi kecuraman lereng, kondisi material permukaan tanah
dan jenis serta banyaknya vegetasi dan curah hujan. Meskipun curah hujan besar
tetapi lerengnya curam, ditutupi material impermeabel, persentase air mengalir di
permukaan lebih banyak dari pada meresap ke bawah. Sedangkan pada curah
hujan sedang, pada lereng landai dan permukaannya permiabel, persentase air
yang meresap lebih banyak. Sebagian air yang meresap tidak bergerak jauh karena
tertahan oleh daya tarik molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran tanah.
Sebagian menguap lagi ke atmosfir dan sisanya merupakan cadangan bagi
8 Air yang tidak tertahan dekat permukaan menerobos kebawah sampai zona
dimana seluruh ruang terbuka pada sedimen atau batuan terisi air (jenuh air). Air
dalam zona saturasi ( zone of saturation ) ini dinamakan air tanah (ground water).
Batas atas zona ini disebut muka air tanah ( watertable). Lapisan tanah, sedimen
atau batuan diatasnya yang tidak jenuh air disebut zona aerasi (zone of aeration).
Muka air tanah umumnya tidak horisontal, tetapi lebih kurang mengikuti
permukaan topografi diatasnyaApabila tidak ada hujan maka muka air di bawah
bukit akan menurun perlahan-lahan sampai sejajar dengan lembah. Namun hal ini
tidak terjadi, karena hujan akan mengisi ( recharge) lagi. Daerah dimana air hujan
meresap kebawah (precipitation) sampai zona saturasi dinamakan daerah
rembesan (recharge area). Dan daerah dimana air tanah keluar dinamakan
dischargeare(Wuryantoro,2007)
Gambar 2. 1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah yang berkaitan dengan air bawah permukaan
Tolman (1937) dan Wiwoho (1999) mengemukakan bahwa air tanah
dangkal pada akuifer dengan material yang belum termanfaatkan di daerah
beriklim kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi terutama
9 tingkat evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut tergantung
pada lamanya air kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak dengan batuan
semakin tinggi unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Disamping itu umur batuan
juga mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua umur batuan, maka
semakin tinggi pula kadar garam-garam yang terlarut di dalamnya.
Todd (1980) dalam Hartono (1999) menyatakan tidak semua formasi
litologi dan kondisi geomorfologi merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan
pengamatan lapangan, akuifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:
a. Lintasan air (water course), materialnya terdiri dari aluvium yang
mengendap di sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir
serta tanggul alam. Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan karikil.
b. Lembah yang terkubur (burried valley) atau lembah yang ditinggalkan
(abandoned valley), tersusun oleh materi lepas-lepas yang berupa pasir
halus sampai kasar.
c. Dataran (plain), ialah bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas
bahan aluvium yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga
merupakan akuifer yang baik.
d. Lembah antar pegunungan (intermontane valley), yaitu lembah yang
berada diantara dua pegunungan, materialnya berasal dari hasil erosi dan
gerak massa batuan dari pegunungan di sekitarnya.
e. Batu gamping (limestone), air tanah terperangkap dalam retakan-retakan.
10
2.1.1 Gerakan Air Tanah
Disamping air tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah juga bergerak
dari bawah ke atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya
mengikuti hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan
gradien hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi
“volume air tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan
berbanding terbalik dengan tebal lapisan” (Utaya, 1990).
Gambar 2. 2 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya 2.1.2 Pembagian Air Tanah
a. Air tanah dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Air tanah dangkal dimanfaatkan untuk sumber air
minum melalui sumur-sumur dangkal. Air sumur dangkal ini terdapat pada
kedalaman 15 – 30 meter. Sebagai air minum, air tanah dangkal
mempunyai kualitas yang cukup baik namun kuantitasnya kurang
11 b. Air tanah dalam
Ai r tanah dalam terdapat setelah rapat air yang pertama. Pengambilan air
tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
digunakan bor untuk memasukkan pipa kedalamnya sehingga kedalaman
antara 100–300 meter akan didapat lapisan air. Kualitas air tanah dalam
pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringannya
lebih sempurna.
c. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah. Mata air berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 1987).
2.1.3 Kondisi Air Tanah
Air tanah merupakan suatu bagian dalam proses sirkulasi alamiah. Jika
pemanfaatan air tanah itu memutuskan sistem sirkulasi, yakni jika air yang
dipompa melebihi besarnya pengisian kembali (recharge), maka akan terjadi
pengurangan volume air tanah yang ada. Berkurangnya volume air tanah itu akan
terlihat dalam bentuk penurunan permukaan air tanah dan tekanan air ini akan
mengakibatkan penurunan intensitas pemompaan, jika penurunan ini melampaui
suatu batas tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang. Akhirnya sumber air
tanah itu menjadi kering. Jadi untuk menghindari pengurangan volume air tanah
yang ada, maka harus dijaga agar besarnya pemompaan itu sesuai dengan
12
2.1.4 Aliran air tanah
Aliran air tanah sangat mempengaruhi kondisi daerah pantai, karena aliran
ini menjaga keseimbangan antara air laut dan air tanah. Juga diketahui pula bahwa
aliran air tanah pada kondisi geologi tertentu mengubah unsur kimia yang lain
menjadi unsur kimia yang komposisinya sama dengan air laut bila semakin dekat
aliran air itu ke pantai. Jadi dapat dikatakan bahwa aliran air tanah juga
merupakan sumber salinitas. Disamping itu, aliran air tanah juga merupakan
perantara geologi karena secara terus menerus mempengaruhi kondisi lingkungan
dalam tanah (Todd, 1974).
2.1.5 Permeabilitas dan Porositas
Porositas merupakan angka tak berdimensi biasanya diwujudkan dalam
bentuk %. Umumnya untuk tanah normal mempunyai porositas berkisar antara
25% sampai 75 % sedangkan untuk batuan yang terkonsolidasi (consolidated
rock) berkisar antara 0 sampai 10 %. Material dengan diameter kecil mempunyai
porositas besar, hal ini dapat dilihat dari diameter butiran material.
Menurut Tood (1980), permeabilitas merupakan suatu ukuran kemudahan
aliran melalui suatu media porous. Permeabilitas (permaebility) adalah kapasitas
batuan untuk meloloskan fluida sangat beragam dari viskositas fluida, tekanan
hidrostatik, ukuran bukaan dan terutama adalah tingkat bukaan yang saling
terhubung (porositas efektif). Jika rongga pori sangat kecil, maka batuan dapat
mempunyai porositas yang tinggi tetapi permeabilitasnya rendah karena air sukar
13 Sedangkan parameter permeabilitas merujuk hanya pada sifat-sifat batuan
dan merupakan parameter yang menunjukkan beberapa besar luas area batuan
yang dapat dilalui oleh fluida. Lempung mempunyai kerapatan porositas yang
tinggi sehingga tidak dapat meloloskan air, batuan yang mempunyai porositas
antara 5 – 20 % adalah batuan yang dapat meloloskan air dan air yang
melewatinya dapat ditampung. Perkiraan rata-rata porositas dan permeabilitas
berbagai tipe batuan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Porositas dan Permeabilitas Batuan
Tipe Batuan Porositas (%) Permeabilitas (m/hari)
Lempung Pasir Kerikil Kerikil dan pasir
Batu pasir Batu Kapur Kwarsit 45 35 25 20 15 5 1 0,0004 41 4100 410 4,1 0,04 0,0004 2.2 Akuifer
Akuifer adalah Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi batuan
geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi dengan kondisi jenuh air dan
mempunyai konduktivitas hidraulik (K) sehingga membawa air dalam jumlah
yang ekonomis ( Kodoatie, 1996: 81 ). Formasi geologis yang mengandung air
dan memindahkannya dari satu titik ke titik yang lain dalam jumlah yang
mencukupi untuk pengembangan ekonomi disebut suatu lapisan akuifer, (Ray
L.K.J.R. dkk., 1989).
Lapisan akuifer ini, jika dilihat dari sifat fisisnya, merupakan lapisan batuan
yang memiliki celah-celah atau rongga sehingga bisa diisi oleh air, serta air dapat
14 dan celah pada batuan akuifer dapat disebut pori-pori. Porositas adalah
perbandingan antara seluruh pori-pori dengan volume total batuan (Antonius
Mediyanto, 2001).
Konduktivitas batuan berpori bervariasi tergantung pada volume, susunan
pori dan kandungan air di dalamnya. Padahal konduktivitas air itu sendiri
bervariasi yaitu tergantung pada banyaknya ion yang terdapat di dalamnya (Lilik
Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).
Berdasarkan kemampuan batuan atau tanah pelapukan untuk menyimpan
dan mengalirkan air terdapat empat jenis batuan (Seyhan, 1997), yaitu :
a. Akuifer, merupakan lapisan pembawa atau mengandung air karena
terdapat cukup batuan yang mampu meloloskan air. Contoh: kerikil, pasir,
dan batu gamping rekahan.
b. Aquiklud, merupakan lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak
dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih,
tuf halus, lanau.
c. Aquitard, merupakan lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan
dalam jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandy clay).
d. Aquifug, merupakan lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat
menyimpan dan mengalirkan air. Contoh: batuan kristalin, metamorf
kompak.
Menurut Kruseman dan deRieder, 1994. Berdasarkan sifat fisik dan
kedudukannya dalam kerak bumi, akuifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
15 a) Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer
tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai
muka air tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured).
Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada bagian
bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di
lapisan atas berupa muka air tanah.Permukaan air tanah di sumur dan air
tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah bebas
adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi
(tak jenuh) di atas zone yang jenuh.Akuifer jenuh disebut juga sebagai
phriatic aquifer, non artesian aquifer atau free aquifer (Wuryantoro,2007).
16 b) Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak dibawah
lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar dari
pada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan
pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air
yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya.
Gambar 2. 4 Akuifer tertekan
c) Akuifer bocor (Leaky Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang
di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer disini terletak
antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.
17
2.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Metode Geolistrik adalah metode geofisika yang dapat menginterpretasi
jenis batuan atau mineral dibawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan dari
batuan penyusunnya (Yulianto & Widodo, 2008:2). Tujuan dari metode ini adalah
untuk mengetahui sifat kelistrikan medium batuan dibawah permukaan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk menghantarkan listrik atau resistivitas
(Todd, D.K, 1980).
Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang
ditancapkan kedalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak
elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan
lebih dalam. Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke
4 buah elektrodanya terletak dalam suatu garis lurus dengan posisi elektroda AB
dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi
Wenner dan Schlumberger (Damtoro,2007).
Metode tahanan jenis adalah metode untuk menyelidiki struktur bawah
permukaan berdasarkan perbedaan tahanan jenis batuan, tahanan jenis batuan
bervariasi menurut jenis batuan, porositas, dan kandungan fluida seperti minyak,
gas, dan air (Waluyo, 2001). Umumnya metode geolistrik tahanan jenis hanya
digunakan untuk eksplorasi dangkal sekitar 100 m (Telford, 1990), sehingga
jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, dikarenakan informasi yang digunakan
18
2.3.1 Metode Tahanan Jenis Sounding
Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah
permukaan ke arah vertikal yaitu dengan cara pada titik ukur tetap, jarak elektroda
arus dengan tegangan diubah-ubah sehingga semakin besar jarak antara elektroda
maka akan tampak efek dari material yang lebih dalam. Konfigurasi yang biasa
digunakan adalah konfigurasi Schlumberger.
2.3.2 Metode tahanan Jenis Mapping
Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah
permukaan ke arah lateral atau horizontal yaitu dengan cara menggeser titik ukur
secara horizontal dengan jarak elektroda dan tegangan tetap. Pada metode ini
kedalaman yang tersurvey akan sama karena pergeserannya kearah horizontal.
Konfigurasi yang sering digunakan adalah konfigurasi Wenner dan
Dipole-Dipole.
2.4 Prinsip Metode Geolistrik Resistivitas
Metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas) dilakukan dengan cara injeksi
arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan potensialnya diukur
melalui dua elektroda arus dan potensialnya diukur melalui dua elektroda
potensial. Permukaan ekipotensial akan terbentuk di bawah titik tancapan arus
tersebut, pengasumsian bahwa bumi sebagai medium homogen isotropis
dilakukan guna mengetahui bagaimana bentuk perjalanan arus pada permukaan
19
2.5 Dasar Perumusan Potensial Geolistrik Metode Resistivitas
Bumi diasumsikan sebagai medium yang homogen isotropis maka
perjalanan arus yang kontinu pada medium bumi dapat digambarkan oleh gambar
2.6
Gambar 2.6 Medium homogeny isotropis dialiri listrik(Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990)
Jika ⃗ adalah elemen luas dan ⃗ adalah kerapatan arus listrik maka besarnya arus listrik ( ) dirumuskan:
= ⃗. ⃗ (2.1 )
Sedangkan menurut Hukum Ohm menguhubungkan rapat arus ⃗ (dalam
Ampere/ ) dengan medan listrik ⃗ (dalam Volt/meter) yang ditimbulkannya dirumuskan sebagai berikut (Lilik Hendrajaya dan Idan Arif,
1990).
⃗ = . ⃗ (2.1 )
Dimana adalah konduktivitas (dalam Siemens/meter). Dalam bentuk
yang identic dengan Hukum Ohm untuk rangkaian listrik sederhana ( = )
20
⃗ = . ⃗ (2.1 )
Jika medan listrik merupakan gradient potensial ( ⃗) maka
⃗ = −∇ ⃗ (2.2)
⃗ = − . ∇ ⃗ (2.3)
Jika di dalam medium yang dilingkupi oleh permukaan tidak terdapat
sumber arus maka: (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).
⃗. ⃗ = 0 ~
(2.4)
Menurut teorema Gauss, integral volume dari divergensi arus yang keluar
dari volume ( ) yang dilingkupi permukaan adalah sama dengan jumlah total
muatan yang ada di dalam nya (ruang yang dilingkupi oleh permukaan tertutup
tersebut), sehingga: (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).
∇. ⃗ ⃗ = 0 ~ (2.5) akibatnya; ∇. ⃗ = −∇ ∇ ⃗ = 0 (2.6) ∇ . ∇ ⃗ + ∇ ⃗ = 0 (2.7)
Jika konduktivitas listrik medium ( ) konstan maka suku pertama pada
bagian kiri persamaa (2.7) bernilao nol sehingga didapat persamaan Laplace atau
potensial bersifat harmonic (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).
21 dalam koordinat bola persamaan Laplace dapat ditulis sebagai berikut:
1
+ 1
sin sin +
1
∅ = 0
Anggapan bumi sebagai medium homogen isotropis dimana bumi memiliki
simetri bola, sehingga potensial V merupakan fungsi jarak ( ) saja.Maka
persamaan potensial dalam bumi berbentuk.
= ( ) (2.9)
( )
+ 2 ( )= 0 (2.10)
sehingga penyelesaian umum :
( ) = + (2.11)
Dengan dan adalah konstanta sembarang. Untuk menentukan kedua
konstanta tersebut diterapkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial ( )
yaitu: untuk jarak ( ) tak terhingga ( = ~) atau jarak yang sangat jauh, → =
0 sehingga = 0 dan persamaan (2.11) akan menjadi:
22
2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus di Dalam Bumi
Gambar 2.7 Aliran arus yang berasal dari satu sumber arus dalam bumi yang Homogen isotropis (Telford, 1976)
Pada gambar 2.7 sumber arus listrik titik yang berada dipermukaan bumi
akan merambat ke segala arah secara radial (berbentuk setengah permukaan bola)
sehingga jumlah arus yang keluar melalui permukaan bola yang berjari-jari
adalah: (Telford, 1976) = 2 ⃗ = 2 − (2.13 ) = 2 . (2.13 ) = 2 (2.13 ) sehingga = . 2
maka persamaan potensial listrik dapat dirumuskan:
( ) =2 (2.14 )
= 2 (2.14 )
23 Gambar 2. 8 Dua titik arus yang berlawanan polaritasnya dipermukaan bumi (Lowrie,
2007)
Dalam pengukuran di lapangan dua elektroda untuk mengalirkan arus
dan dan beda potensialnya diukur anatar 2 titik dengan dua elektroda potensial
dan .
Gambar 2.9 Susunan elektroda arus dan potensial dalam pengukuran resistivitas (Telford, 1976)
Dengan memasukkan nilai fungsi jarak diatas pada persamaan (2.14),
maka potensial di titik adalah (Telford, 1976):
= 2
1
− 1 (2.15)
Dimana dan adalah jarak elektroda potensial terhadap
elektroda-elektroda arus, sedangkan potensial di titik adalah :
= 2
1
24 Dimana dan adalah jarak potensial terhadap elektroda-elektroda
arus. Selisih potensial antara 2 titik itu :
∆ = − (2.17) sehingga: ∆ = 2 1 − 1 − 1 − 1 (2.18)
Berdasarkan persamaan (2.14a, 2.14b, dan 2.18) maka besarnya tahanan
jenis semu adalah (Telford, 1976) :
=∆ 2 1 − 1 − 1 + 1 (2.19)
dimana :
∆ = beda potensial anatara dan (volt)
= besarnya arus yang diinjeksikan melalui elektroda dan (ampere)
= jarak antara dan (meter)
=jarak antara dan (meter)
=jarak antara dan (meter)
=jarak antara dan (meter)
= 2 1 − 1 − 1 + 1 (2.20)
Dimana adalah faktor geometri yang berdimensi panjang (meter), yaitu
letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus mempengaruhi
besar beda potensial terhadap letak kedua elektroda arus (Lilik Hendrajaya dan
25
2.7 Sifat Listrik Dalam Batuan
Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi
tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan
konduksi secara dielektrik.
2.7.1 Konduksi secara elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral oleh
elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau
karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya.
Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas
(tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk
menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan),
dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada
faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak
bergantung pada faktor geometri.
Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan
resistansi R, maka dapat di rumuskan:
Gambar 2. 10 Silinder Konduktor L
26 = (2.21) Dimana : ρ = Resistivitas Material (Ωm) R = Tahanan (Ω) L = Panjang Material (m)
A = Luas Penampang Material ( )
ρ adalah resistivitas listrik dari material, dimana ρ bernilai tetap dan
merupakan karakteristik material yang tidak bergantung bentuk atau ukuran
material tersebut. Sesuai dengan hukum Ohm nilai resistensi atau tahanan suatu
bahan yaitu (Zohdy.dkk.,1980) :
= ∆ (2.22)
Dimana ∆V adalah beda potensial, R adalah resistensi dan I adalah arus
listrik yang melewati resistensi. Sehingga diperoleh persamaan
(Zohdy.dkk.,1980):
= (2.23)
Namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ)
batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.
=1 = = = (2.24)
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m ) dan E adalah medan listrik
27
2.7.2 Konduksi secara elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya
bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan
resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya.
Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah
banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam
batuan berkurang. Menurut rumus Archie:
= Ø (2.25)
Di mana adalah resistivitas batuan, Ø adalah porositas, S adalah fraksi
pori-pori yang berisi air, dan adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n
adalah konstanta.
2.7.3 Konduksi secara dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas
sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan
berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar,
sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik
28
2.8 Resistivitas Batuan
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan
variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar
pada 10 Ωm hingga 10 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan
komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang
bervariasi pula. Sehingga range resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari
1,6 x 10 (perak asli) hingga 10 Ωm (belerang murni).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas
kurang dari 10 Ωm , Sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari10 Ωm.
Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi
banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada
semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh
ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak.
Secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral
dapat dikelompokkan menjadi tiga (Telford W. And Sheriff, 1982), yaitu:
a. Kondukror baik : 10 < ρ < 1 Ωm
b. Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 10 Ωm
c. Isolator : ρ > 10 Ωm
Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik
walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik Resistivitas yang
terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion
bermuatan dalam pori-pori fluida. Air tanah secara umum berisi campuran terlarut
29 tanah bukan konduktor listrik yang baik. Table resistivitas batuan ditunjukkan
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Nilai resistivitas batuan (Halliday, David; Resnick, Robert; Walker Jearl.1991.Fundamentals of Physics (edisi ke-6th). John Wiley & Sons)
Material Resistivitas (Ohm.m)
Air (Udara) 0
Sandstone (Batu pasir) 200-800
Sand (Pasir) 1-1000
Clay (Lempung) 1-100
Ground Water (Airtanah) 0.5-300 Sea water (Air asin) 0.2
Dry Gravel (Kerikil Kering) 600-10000 Alluvium (Aluvium) 10-800 Gravel (Kerikil) 100-600
Gambar 2.11 Nilai resistivitas berbagai material (Todd, D.K, 1976, “Groundwater Hydrology”.2nd Edition. New York: Jhon Wiley & Sons).
Menggambarkan nilai tahanan jenis dari batuan dan mineral, batuan beku
dan batuan metamorf mempunyai nilai tahanan jenis tinggi, nilai tahanan jenis ini
30 tanah. Batuan sedimen mempunyai nilai tahanan jenis yang lebih rendah,
sedangkan betu lempung mempunyai nilai tahanan jenis rendah dari pada batu
pasir. Batuan yang basah dan mengandung air, nilai tahanan jenisnya rendah.
2.9 Konsep Tanahan Jenis Semu (Apparent Resistivity)
Pada prinsipnya, pengukuran metode tahanan jenis dilakukan dengan
mengalirkan arus melalui elektroda C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial
pada P1 dan P2. Jika diasumsikan bahwa bumi homogen isotropis, maka tahanan
jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak terrgantung
pada spasi elektroda. Namun, pada kenyataannya bumi tersusun atas
lapisan-lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut, terutama untuk spasi yang lebar,
maka resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu ( ). Resistivitas semu
merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan
medium berlapis yang ditinjau. Seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.12.
Gambar 2. 12 Resistivitas Semu
Medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan mempunyai
resistivitas berbeda ( dan ). Dalam pengukuran, medium ini terbaca sebagai
medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu resistivitas
semu . Resistivitas semu (apparent resistivity ) dirumuskan dengan :
31
= ∆ (2.26)
dimana:
= resistivitas semu (Ωm)
K = faktor geometri
∆V = beda potensial pada MN (mV)
I = kuat arus (mA)
2.10 Konfigurasi Elektroda
Geolistrik merupakan alat yang dapat diterapkan untuk beberapa metode
geofisika, di mana prinsip kerja metode tersebut adalah mempelajari aliran listrik
di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini
meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik
secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (buatan). Metode
geofisika tersebut di antaranya adalah metode potensial diri, metode arus telurik,
magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas
(tahanan jenis).
Dari sekian banyak metode geofisika yang diterapkan dalam geolistrik
metode tahanan jenis adalah metode yang paling sering di gunakan. Metode ini
pada prinsipnya bekerja dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi
melalui dua elektroda arus sehingga menimbulkan beda potensial. Dan beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.
Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang
berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga tahanan jenis lapisan
elektroda-32 elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis metode geolistrik tahanan
jenis, antara lain metode Schlumberger, metode Wenner, Pole-dipole dan
Dipole-dipole. Pada penelitian ini yang digunakan adalah konfigurasi Wenner.
Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner
merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi
geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang ( = = a dan = =
2a). Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak
potensial dengan titik souding-nya adalah a/ 2, maka jarak masing elektroda arus
dengan titik soundingnya adalah 3a / 2 . Target kedalaman yang mampu dicapai
pada metode ini adalah a/ 2. Dalam akuisisi data lapangan susunan elektroda arus
dan potensial diletakkan simetri dengan titik sounding.
Pada konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda
potensial adalah sama. Seperti yang tertera pada Gambar 2.13
Gambar 2.13 Elektroda Arus dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner
Dalam hal ini, elektroda arus dan elektroda potensial mempunyai jarak
yang sama yaitu = = = . Jadi untuk n=2 nilai dikalikan 2 dan
untuk n=3 nilai dikalikan dengan 3 begitu seterusnya, perlu diingat bahwa
33 Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektroda tidak berubah-ubah untuk
setiap titik datum yang diamati ( besar nilai tetap), sedang pada resistivitas
sounding, jarak spasi elektroda diperbesar secara bertahap, mulai dari harga
kecil sampai harga besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi
elektroda ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan
makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin lelusa dalam memperbesar
jarak spasi elektroda tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau
teramati. Dari gambar, dapat diperoleh besarnya factor geometri untuk konfigurasi
Wenner adalah :
= 2 (2.27)
Sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan :
= 2 ∆ (2.28)
Konfigurasi Wenner mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut
Burger (2006), kelebihan konfigurasi Wenner adalah dengan lebar spasi elektroda
potensial yang besar maka tidak memerlukan peralatan yang sensitif.
Sedangankan kekurangannya adalah semua elektroda harus dipindahkan untuk
setiap pembacaan data geolistrik tahanan jenis, hal ini untuk mendapatkan
sensitifitas yang lebih tinggi untuk daerah lokal dan variasi leteral dekat
permukaan.
2.11 Teknik Pengukuran Geolistrik
Pengukuran geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan berbeda, sesuai
34 informasi yang ingin diperoleh dari pengukuran geolistrik dikenal 3 teknik
pengukuran yaitu, profiling/mapping, sounding, dan imaging (Telford, 1990).
Sedangkan menurut Loke (2000) berdasarkan model dimensi yang ingin diperoleh
dalam interpretasi bawah permukaan, dikenal 3 jenis survey resistivitas, yaitu 1D,
2D dan 3D seperti pada Gambar 2.12
Gambar 2.14Tiga model berbeda yang digunakan dalam interpretasi pengukuran resistivitas (Loke, 2000)
2.11.1 Survey Resistivitas 1 Dimensi
Pada pengukuran resistivitas 1 dimensi diasumsikan arus listrik mengalir
dalam medium homogen isotropis di awah permukaan bumi yang terdiri atas
medium yang berlapis–lapis secara horizontal. Dalam pengukuran ini dikenal 2
teknik pengukuran yaitu Vertical Sounding dan Lateral Profiling. Teknik
pengukuran Vertical Sounding atau Vertical Electrical Sounding (VES) dilakukan
untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi kedalaman pada suatu
titik pengukuran. Menurut Loke (2000), dalam teknik ini titik tengah konfigurasi
elektroda diatur tetap, kemudian untuk memperoleh penetrasu yang lebih dalam
spasi diantara elektroda-elektroda diperlebar. Dalam interpretasi data sounding
35 berubah pada arah lateral. Konfigurasi elektroda yang sering digunakan dalam
teknik pengukuran ini adalah konfigurasi Schlumberger.
Teknik pengukuran Lateral Profiling dilakukan untuk mengetahui variasi
resistivitas secara lateral (horizontal). Pada teknik ini biasanya menggunakan
konfigurasi wenner, dengan jarak antar elektroda tetap. Teknik profiling ini
dikenal juga sebagai constant separation traversing (CST) atau juga teknik
mapping. Menurut Loke (2000), pada teknik ini spasi diantara elektroda-elektroda
diatur tetap, kemudian seluruh konfigurasi elektroda dipindahkan sepanjang garis
lurus untuk memperoleh informasi perubahan resistivitas secara lateral. Dalam
interpretasi data profiling, diasumsikan resistivitas medium tidak berubah ke arah
vertikal.
2.11.2 Survey Resistivitas 2 Dimensi
Dalam interpretasi data pengukuran resistivitas 1D diasumsikan arus listrik
mengalir dalam medium homogen isotropis di bawah permukaan bumi yang
terdiri atas medium yang berlapis-lapis secara horizontal. Dalam prakteknya di
alam, kondisi ideal tersebut sangat jarang atau bahkan tidak ditemukan. Kondisi
geologi bawah permukaan sangat kompleks dimana resistivitas dapat berubah
dengan cepat pada jarak yang pendek. Survey resistivitas 2D dilakukan untuk
mengidentifikasi perubahan resistivitas bawah permukaan baik ke arah lateral
maupun vertikal sepanjang lintasan survey. Dalam interpretasi data hasil
pengukuran diasumsikan bahwa resistivitas tidak berubah pada jarak tegak lurus
36 yang menggambarkan perubahan resistivitas semu medium dibawah permukaan
ke arah lateral dan vertikal dalam bentuk kontur sepanjang lintasan survey.
Saat ini telah dikembangkan teknologi peralatan geolistrik digital yang
dikontrol mikroprosesor serta dilengkapi dengan sistim elektroda dan
multi-corecable, sehingga pengukuran resistivitas 2D dapat dilakukan secara efektif dan
efisien. Dengan konfigurasi elektroda apapun pengukuran resistivitas 2D dengan
jarak antar elektroda yang berbeda-beda dapat dilakukan secara cepat, sehingga
diperoleh informasi variasi resistivitas secara lateral dan vertikal. Istilah Loke
(2000).survey resistivitas 2D ini disebut sebagai 2D Electrical Imaging Survey.
Pada Gambar 2.12 memperlihatkan contoh kemungkinan urutan
pengukuran resistivitas 2D menggunakan konfigurasi wenner dengan 20 elekroda
(Loke, 2004). Pada sistim 20 elektroda dengan spasi “1a” terdapat 17 (20-3)
kemungkinan pengukuran, dan dengan spasi “2a” terdapat 14 (20-2x3)
kemungkinan pengukuran. Pengukuran diulang lagi dengan proses yang sama
untuk spasi elektroda “3a”, “4a”, “5a” dan “6a”. Jika diperlihatkan bahwa ketika
spasi elektroda bertambah, jumlah pengukuran semakin berkurang.
Dalam survey 2D untuk memperoleh profil 2 dimensi bawah permukaan
yang baik, pengukuran harus dilaksanakan secara sistimatik dan dibuat seluruh
kemungkinan pengukuran. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas model
37 Gambar 2. 15 Susunan elektroda pada survey resistivitas 2D dengan konfigurasi wenner
dan urutan pengukuran yang digunakan untuk membuat pseudosection (Loke, 2004) 2.11.3 Survey Resistivitas 3 Dimensi
Kondisi geologi di bawah permukaan bumi umumnya kompleks dan
seluruh struktur geologi di bawah permukaan dalam bentuk 3 dimensi, yang
mencerminkan karakteristik fisika medium geologi di bawah permukaan sangat
bervariasi. Dalam interpretasi data resistivitas 2D, diasumsikan bahwa resistivitas
medium geologi bawah permukaan tidak berubah secara signifikan pada arah
tegak lurus lintasan survey. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan lebih
akurat digunakan survey resistivitas 3D atau disebut juga 3D Electrical Imaging
Survey (Loke, 2000). Dalam interpretasi metoda ini menggunakan model
interpretasi 3D , dimana secara teoritis seharusnya memberikan hasil yang akurat,
38 Gambar 2. 16 Bentuk susunan elektroda pada survey resistivitas 3D
(Loke, 2004)
Bentuk susunan elektroda dalam survey resistivitas 3D dapat
menggunakan bentuk grid bujur sangkar (square grid) dengan spasi elektroda
sama dalam arah x dan y, seperti contoh terlihat pada Gambar 2.14 dengan grid
5x5 yang menggunakan 25 elektroda atau dengan bentuk grid persegi panjang
(rectangular grid) dengan jumlah elektroda dan spasi elektroda pada arah x dan y
yang berbeda (Loke, 2004). Penggunaan bentuk susunan grid tergantung bentuk
model geologi yang dipetakan dan masalah teknis di lapangan.Untuk memetakan
tubuh-tubuh mineral bijih yang memanjang (elongated ore bodies) digunakan
bentuk susunan rectangular grid.
Pada metoda geolistrik dengan survey resistivitas 3 Dimensi, dalam
pemilihan jenis konfigurasi elektroda bergantung pada struktur yang dipetakan
atau tujuan survey, masalah teknis di lapangan dan besar kecilnya grid survey.
Pada survey ini pada dasarnya semua konfigurasi elektroda dapat digunakan,
namun yang sering digunakan pada survey ini adalah Pole-pole, Pole Dipole dan
39 Pada grid yang kecil, kurang dari 12x12 elektroda, konfigurasi Pole-pole
mempunyai jumlah kemungkinan pengukuran yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan konfigurasi elektroda Pole-dipole. Oleh karena itu
konfigurasi Pole-pole lebih tepat jika digunakan untuk grid kurang 12 x 12
elektroda.
Konfigurasi pole-pole merupakan konfigurasi asimetris, pengukuran harus
dilakukan dengan susunan elektroda “forward” dan “reverse”, pada konfigurasi ini
digunakan untuk grid survey medium hingga besar atau mulai dari grid 12x12
atau lebih. Pada grid survey lebih besar dari 12x12 elektroda direkomendasikan
menggunakan konfigurasi Dipole-dipole (Loke, 2004).
Menurut Loke (2000), dalam survey resistivitas 3D dikenal 3 metoda
pengukuran, yaitu complete data set, cross diagonal dan teknik roll-along. Pada
ketiga metoda tersubut susunan grid dapat dilakukan dalam bentuk square grid
40
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Pengolahan dan analisis data geolistrik tahanan jenis Wenner 2D
menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Sumber Daya Mineral, Gedung
Geostech Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data sekunder
tersebut diperoleh dari hasil penelitian di sekitar daerah “X” yang terletak di
Kabupaten Gorontalo seperti terlihat pada gambar 3.1. Pengolahan dan
Interpretasi data sekunder ini dilakukan di gedung Geostech lantai 1 Puspitek,
Serpong, Banten.
41
3.2 Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.2.1 Hidrogeologi Regional
Kondisi hidrogeologi daerah Penelitian merupakan daerah dengan aquifer
bercelah atau sarang dan merupakan daerah air tanah langka. Di bagian selatannya
yaitu di sekitar Daerah Marisa dan Soginti baru ditemukan aquifer dengan aliran
melalui celahan dan ruang antar butir dan setempat aquifer produktif.
3.2.2 Morfologi dan Kondisi Umum
Morfologi Daerah Penelitian merupakan perbukitan bergelombang
memanjang dengan kontrol struktur geologi yang kuat. Daerah tertinggi terletak di
bagian Timur dengan ketinggian 775 M yang merupakan puncak Gunung Pani
dan daerah terendah terletak di bagian Barat sekitar Sungai Marisa dengan
ketinggian 50 M.
Morfologi ini memiliki kemiringan lereng yang landai sampai sangat terjal
dengan kemiringan lebih besar dari 30º. Morfologi yang landai merupakan dataran
di sekitar Sungai Marisa di bagian Barat dan di beberapa punggungan bukit,
sedangkan morfologi terjal – sangat terjal terletak di sekitar puncak Bukit Daerah
Ilota dan Nanasi serta pada dinding-dinding Sungai Ilota, Sungai Paseda dan
Sungai Pulo.
Perbukitan pada Daerah Penelitian secara umum ditutupi oleh tumbuhan
hutan dan ilalang pada bagian tengah, barat, timur dan selatan. Pada bagian barat,
morfologi perbukitan sebagian sudah merupakandaerah terbuka (tandus) yang
42 Gambar 3.2 Morfologi Perbukitan Bergelombang Daerah Penelitian (PTSDM, BPPT)
Daerah perbukitan ini merupakan daerah resapan air tanah (recharge) yang
mengisi sistem aquifer serta mata air, bagian punggungan yang berupa dataran
sempit sebagai puncak pada punggungan tersebut merupakan batas pemisah aliran
air permukaan (watersheed) yang juga masuk ke dalam sistim aliran Sungai
Marisa yang merupakan system tangkapan air utama yang berada pada Daerah
Penelitian.
Di sekitar Daerah Penelitian dijumpai perkampungan yang terkonsentrasi
di dua lokasi, yaitu di daerah perbukitan Ilota dan Kaki Bukit Daerah Nanasi dan
di daerah Simpang Tiga sekitar pinggir Sungai Marisa di bagian Barat. Daerah
tersebut merupakan perkampungan penduduk yang merupakan penambang emas
43
3.3 Pengambilan Data daerah Penelitian
Gambar 3.3 Gambaran umum daerah penelitian (PTSDM,BPPT)
Data diambil sebanyak 14 lintasan yang dilakukan oleh BPPT Geostech,
yang saya teliti disini hanya 6 lintasan yaitu, 08, 09, 10,
PNG-11, PNG-12, PNG-13 dengan panjang setiap lintasan 470 meter. Spasi antar titik
adalah 10 meter.
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Global Positioning System (GPS)
2. Resistivitymeter ARES G4 2A
3. Switchox 48 multi electrode
4. Elektroda arus dan potensial
5. Kable multicore spasi 10 m, panjang total 470 m
6. Battere 12 V, 45 AH
44 8. Perangkat Lunak Res2Dinv versi 3.56.22 untuk menentukan model
tahanan jenis 2D bawah permukaan.
9. Perangkat Lunak Microsoft Excel 2007
10. Sunto Clinometer
11. Meteran
12. Palu dan Kompas geologi
13. Kamera Digital.
Gambar 3.4Resistivitymeter Merk ARES-G4 v4.7 (PTSDM, BPPT) 3.5 Prosedur Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Mengukur panjang lintasan penelitian.
2. Menancapkan elektroda dengan spasi antar ekektroda arus dan elektroda
potensial sesuai dengan konfigurasi yang digunakan.
3. Memasang kabel pada masing-masing elektroda.
4. Menyusun alat dan mencatat hasil data pengukuran.
45 6. Membuat kesimpulan.
3.6 Pengolahan Data
Pada penelitian ini pengolahan data geolistrik tahanan jenis digunakan
softwareRes2Dinv versi 3.59 untuk permodelan 2D. Pengolahan data ditunjukan untuk mendapatkan parameter tahanan jenis dari data lapangan, pengolahan data
ini disebut proses inversi. Pengerjaan dalam inversi modeling pada software
Res2Dinv ini pada umumnya hanya dua, yaitu inversi secara otomatis dan menghilangkan efek yang jauh dari datum (titik-titik hasil pengukuran yang tidak
sesuai). ( Loke, 1990).
Data dari hasil pengukuran lapangan berupa nilai tahanan jenis masih
semu. Kemudian nilai tahanan jenis diolah dengan menggunakan software
Res2Dinv untuk memperoleh harga nilai tahanan jenis yang sebenarnya pada lintasan.
3.6.1 Pengolahan Data Tahanan Jenis 2D dengan Menggunakan Software Res2Dinv
Res2Dinv adalah sebuah program computer yang akan menentukan program tahanan jeniss dua dimensi bawah permukaan dengan menggunakan data
yang di dapat dari survey geolistrik. Sofware ini merupakan program berbasis
Windows yang dirancang untuk mengolah data yang sangat besar (sekitar 200
sampai 21000 titik data, tergantung besar RAM komputer anda) yang
dikumpulkan melalui elektroda yang banyak pula (sekitar 25 sampai 16000
46 Program ini dapat digunakan untuk survey menggunakan konfigurasi
Wenner, Schlumberger, Pole-Pole, Dipole-dipole, Pole-dipole, Wenner
Schlumberger dan array dipole-dipole ekuator. Pengerjaan dalam inverse
modeling pada software Res2Dinv ini pada umumnya hanya dua, yaitu inversi
secara otomatis dan menghilangkan efek yang jauh dari datum (titik-titik hasil
pengukuran yang tidak sesuai).
Software Res2Dinv menggunakan Algoritma Least Square saat proses inversi dilakukan. Algoritma Least Square dalam software Res2Dinv terdiri atas
dua macam algoritma, yaitu :
1. Standard Smoothness-Constrain Least Square Inversion, digunakan umtuk
zona dengan batas anter material cenderung gradual atau tidak memiliki
kontak yang tajam.
2. Robust Constrain Least Square Inversion, digunakan untuk zona batas kontak antar material yang tajam misalnya zona petahan atau kontak
batuan intrusif-lapisan mineral logam (Geotomo,2007).
Hasil inverse merupakan model distribusi nilai tahanan jenis material
bawah permukaan bumi yang dapat disebut resistivity pseudosection atau inverse
model resistivity section. Model yang diperoleh melalui proses inversi akan
memiliki nilai residual error atau root mean squared error (RMSE). Iterasi dapat
dilakukan beberapa kali untuk menurunkan nilai error yang ada. Interasi
merupakan proses perhitungan ulang dari data yang dimasukan dalam fungsi
matematis yang sama secara berulang-ulang untuk memperoleh hasil yang