• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI DAERAH X DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI DAERAH X DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI

DAERAH “X” DENGAN MENGGUNAKAN METODE

GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

DEVIS SIKA HOMISIA

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

PENENTUAN KONDISI LAPISAN AKUIFER DI DAERAH “X”

DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

TAHANAN JENIS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

DEVIS SIKA HOMISIA 1111097000044

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 7 Januari 2016

Devis Sika Homisia 1111097000044

(6)

v

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan akuifer dan lapisan litologi bawah permukaan daerah “x” Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode Geolistrik konfigurasi Wenner dua dimensi. Pengambilan data dilakukan pada 6 lintasan yaitu, PNG-08, PNG-09, PNG-10, PNG-11, PNG-12, PNG-13 dengan spasi elektroda 10 meter. Data tersebut diproses menggunakan excel dan software Res2Dinv untuk memperoleh resistivitas semu. Hasil pengolahan data memberikan nilai resistivitas batuan dan litologi lapisan bawah permukaan tanah. Berdasarkan hasil interpretasi di daerah penelitian diperoleh lapisan akuifer yang mempunyai nilai resistivitas berkisar antara 17.2 - 94.8 Ωm dengan kedalaman berkisar antara 50 – 170 meter dengan litologinya pasir, dan batuan volkanik seperti rhio dasit, andesit. Akuifer yang teridentifikasi di setiap lintasan merupakan lapisan akuifer terkekang.

(7)

vi

ABSTRACT

This research has been done to determine the aquifers and litology of subsurface in “X” area Gorontalo, by using Geoeletric Method (2D Wenner Configuration). To get the value of current and voltage, we use geoelectric tools. The data retrieval has been done on six lines (08 , 09, 10 , 11, 12, GL-13), with space of electroda was 10 meters. To process the data, we use Microsoft Excel to get the value of Apparent Resistivity. We interpretating the data by using RES2DIN ver 3.56.22. The result of data interpretation , we know the value of rock resistivity and the litology of subsurface. According to the result. We identified aquifer has the resistivity value about 17.2-94.8 Ωm with the depth about 50 – 170 meters and the litology was identified as sand and volcanic rocks as

rhio dasit, andesit. The aquifers in every lines was identified as confined aquifer.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat nikmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dan menyusun laporan ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk jalan kebenaran.

Laporan tugas akhir ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Strata Satu (S1) di Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam melaksanakan tugas akhir ini penulis banyak menemukan hal baru dan berbagai kesulitan.Namun demikian penulis dapat menyelesaikannya sesuai waktu yang direncanakan berkat dari dorongan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan selama pembuatan skripsi ini.

2. Ayahanda Sakin Winardi (Alm) dan Ibunda Atin Ratinah (Alm) tercinta yang telah berpulang ke Rahmatullah.

3. Keluarga tercinta Hj. Nunung Khaeriah, S.Ag yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil.

4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

5. Ibu Dr. Eng. Nur Aida, M.Si selaku ketua Program Studi Fisika dan Ibu Dr. Tati Zera, M.Si selaku Pembimbing I yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.

6. Bapak Ir. Dadan M.Nurdjaman, M.Si selaku pembimbing II yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.

7. Ibu Nunung Isnaini Dwi Ningsih, M.Kom selaku dosen praktikum geofisika dan dosen-dosen fisika lainnya yang telah memberikan arahan dan ilmu kepada penulis.

(9)

viii 8. Bapak Wahyu dan bapak Syabaruddin dan bapak-bapak dari Geostech BPPT Serpong yang selalu memberi masukan dan arahan mengenai tugas akhir ini.

9. Ananda Gun-Gun Gunawan yang selalu mendukung penulis untuk tetap kuat dan tabah.

10. The one and only Achmad Hafid, S.Pd.I yang selalu setia mengisi hari-hari penulis baik suka maupun duka.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan peminatan Geofisika yang luar biasa hebat.

12. Seluruh teman-teman tercinta Fisika angkatan 2011 yang memberikan motivasi, dukungan, doa, semangat dan kenangan dari awal perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir ini.

13. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu terlaksananya pembuatan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa pada penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dalam materi maupun teknik penyajiannya, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan yang baik berupa saran maupun kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang dan dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.

Jakarta, 7 Januari 2016

(10)

ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined.

PENGESAHAN UJIAN... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 3 1.3. Batasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ... 4 1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II DASAR TEORI ... 7

2.1 Air Tanah ... 7

2.1.1 Gerakan Air Tanah ... 10

2.1.2 Pembagian Air Tanah ... 10

2.1.3 Kondisi Air Tanah ... 11

2.1.4 Aliranair tanah ... 12

2.1.5 Permeabilitas dan Porositas ... 12

2.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis ... 17

2.3.1 Metode Tahanan Jenis Sounding ... 18

2.3.2 Metode tahanan Jenis Mapping ... 18

2.4 Prinsip Metode Geolistrik Resistivitas ... 18

2.5 Dasar Perumusan Potensial Geolistrik Metode Resistivitas ... 19

2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus di Dalam Bumi ... 22

2.7 Sifat Listrik Dalam Batuan ... 25

(11)

x

2.7.2 Konduksi secara elektrolitik ... 27

2.7.3 Konduksi secara dielektrik ... 27

2.8 Resistivitas Batuan ... 28

2.9 Konsep Tanahan Jenis Semu (Apparent Resistivity) ... 30

2.10 Konfigurasi Elektroda ... 31

2.11 Teknik Pengukuran Geolistrik ... 33

2.11.1 Survey Resistivitas 1 Dimensi... 34

2.11.2 Survey Resistivitas2 Dimensi ... 35

2.11.3 Survey Resistivitas 3 Dimensi... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Waktu dan Tempat ... 40

3.2 Gambaran Umum Daerah Penelitian... 41

3.2.1 Hidrogeologi Regional ... 41

3.2.2 Morfologi dan Kondisi Umum ... 41

3.3 Pengambilan Data daerah Penelitian ... 43

3.4 Alat dan Bahan ... 43

3.5 Prosedur Penelitian ... 44

3.6 Pengolahan Data ... 45

3.6.1 Pengolahan Data Tahanan Jenis 2D dengan Menggunakan Software Res2Dinv ... 45

3.6.2 Interpretasi Data ... 52

3.7 Metode Penelitian... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 54

4.1. Hasil dan Pembahasan ... 54

4.1.1. Lintasan PNG-08 ... 55 4.1.2. Lintasan PNG-09 ... 56 4.1.3. Lintasan PNG-10 ... 57 4.1.4. Lintasan PNG-11 ... 58 4.1.5. Lintasan PNG-12 ... 59 4.1.6. Lintasan PNG-13 ... 60

(12)

xi

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah yang

berkaitan dengan air bawah permukaan ... 8

Gambar 2.2 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya ... 10

Gambar 2.3 Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan. ... 15

Gambar 2.4 Akuifer tertekan ... 16

Gambar 2.5 Akuifer bocor (Leaky Aquifer) ... 16

Gambar 2.6 Medium homogeny isotropis dialiri listrik ... 19

Gambar 2.7 Aliran arus yang berasal dari satu sumber arus dalam bumi yang Homogen isotropis ... 22

Gambar 2.8Dua titik arus yang berlawanan polaritasnya dipermukaan bumi ... 23

Gambar 2.9 Susunan elektroda arus dan potensial pada pengukuran resistivitas . 23 Gambar 2.10 Silinder Konduktor ... 25

Gambar 2.11 Nilai resistivitas berbagai material ... 29

Gambar 2.12 Resistivitas Semu ... 30

Gambar 2.13 Elektroda Arus dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner ... 32

Gambar 2.14 Tiga model berbeda yang digunakan dalam interpretasi pengukuran resistivitas ... 34

Gambar 2.15 Susunan elektroda pada survey resistivitas 2D dengan konfigurasi wenner dan urutan pengukuran yang digunakan untuk membuat pseudosection ... 37

Gambar 2.16 Bentuk susunan elektroda pada survey resistivitas 3D ... 38

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian ... 40

Gambar 3.2 Morfologi Perbukitan Bergelombang Daerah Penelitian ... 42

Gambar 3.3 Gambaran umum daerah penelitian ... 43

Gambar 3.4 Resistivitymeter Merk ARES-G4 v4.7 ... 44

Gambar 3.5 Menjalankan program Res2Dinv ... 49

Gambar 3.6 Data file yang akan ditampilkan ... 49

Gambar 3.7 Hasil input data Res2Dinv ... 50

(14)

xiii

Gambar 3.9 Tampilan hasil proses permodelan 2D ... 51

Gambar 3.10 Tampilan data Display section Window ... 51

Gambar 3.11 Tampilan Include Topography in Model Display... 52

Gambar 3.12 Diagram Alir Penelitian ... 53

Gambar 4.1 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-08 ... 55

Gambar 4.2 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-09 ... 56

Gambar 4.3 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D Di PNG-10 ... 57

Gambar 4.4 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-11 ... 58

Gambar 4.5 Penampang Lapisan Bawah Permukaan 2D di PNG-12 ... 59

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi air tanah terbesar yakni pada 224 cekungan air

tanah (groundwater basin), dengan potensi cadangan sebesar 4,7 milyar m³/tahun

(Soetrisno, 1993). Air hujan menjadi faktor penting sebagai imbuhan air tanah.

Karakteristik Indonesia yang beriklim tropis memiliki keadaan musim hujan dan

musim kemarau yang telah diteliti oleh Oldeman dan Frere (1982).

Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteorik, yaitu

telah melalui proses penguapan (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai,

lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun

ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang

langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap ke bawah

permukaan bumi (infiltration) (Hadian dan Abdurahman, 2006).

Air yang langsung mengalir di permukaan bumi tersebut ada yang

mengalir ke sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya kembali ke laut.

Sementara itu, air yang meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua sistem,

yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan sistem air jenuh. Sistem air jenuh

adalah air bawah tanah yang terdapat pada suatu lapisan batuan dan berada pada

suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi,

hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk cekungan

air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan yang

(16)

2 Pemanfaatan air tanah merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan air

di masa sekarang dan yang akan datang, serta merupakan alternatif yang terbaik

apabila air di permukaan sudah tidak mencukupi atau terjangkau. Air tanah bebas

dari penularan penyakit, lebih terlindung dari polusi atau pencemaran serta

pengotoran lainnya.

Sumber daya air tanah bersifat dapat di perbaharui (renewable) secara

alami, karena air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus

hidrologi di bumi, yang ditemukan pada formasi geologi tembus air yang dikenal

dengan reservoir air tanah yaitu formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah

air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang

biasa.

Pada umumnya, bawah tanah terdiri dari lapisan- lapisan yang tersusun

atas butiran dan pori- pori yang terisi fluida. Berdasarkan sifat kelistrikan,

diketahui bahwa setiap batuan memiliki kemampuan tertentu dalam

menghantarkan arus listrik. Metode resistivitas ini merupakan salah satu teknik

yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur bawah tanah. Hal itu

dikarenakan resistivitas sangat sensitif terhadap kadar air, yang mana ketika kadar

airnya besar maka nilai resistivitas akan kecil (Ishaq 2008).

Ketersediaan air di suatu daerah merupakan hal yang sangat penting bagi

makhluk hidup dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu sumber

air yang digunakan yaitu air tanah(Abidin dan Rachman 2004). Air tanah ini

dapat tersebar pada beberapa macam lapisan, diantaranya yaitu endapan aluvial,

(17)

3 alam yang dapat diperbaharui, namun diperlukan waktu yang relatif lama untuk

pengisian kembali. Hal itu bergantung pada kondisi permukaan, litologi,

topografi, dan kedalaman muka air tanah (Zeffitni,2011).

Keberadaan air tanah di sekitar daerah “X” Kabupaten Gorontalo,

Sulawesi ini tidak dapat dijamin ketersediaannya, sehingga perlu dilakukan

monitoring lapisan akuifer air tanah. Yang bertujuan memetakan keberadaan

akuifer air tanah di daerah tersebut, yang bermanfaat sebagai dasar acuan bagi

pemerintah daerah dalam rangka pengembangan wilayah dan pengolahan sumber

daya air tanah untuk kebutuhan masyarakat yang ada di sekitar daerah “X”.

Dalam hal pencarian reservoir air dapat di lakukan suatu studi awal

dengan penentuan lapisan batuan yang mengandung air dalam jumlah air jenuh

(Kodoatie,1996: 81). Salah satu usaha untuk mendapatkan sumber air tanah

adalah menggunakan metode geolistrik. Pada metode geolitrik ini, arus listrik

diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua titik elektroda arus kemudian beda

potensial diukur pada elektroda potensial pada titik tertentu pada permukaan

tanah. Resistivitas batuan merupakan fungsi dari konfiguransi geolistrik dari

elektroda dan parameter listrik di tanah. Tahanan listrik dari lapisan berbeda-beda

dari jenis batuan, derajat kepadatan, dan kodisi kelembaban tanah. (Santoso,

2002).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

(18)

4 1. Bagaimana mengetahui distribusi resistivitas batuan di daerah penelitian

dengan metode geolistrik tahanan jenis 2D.

2. Bagaimana bentuk permodelan 2D tahanan jenis untuk menentukan

penyebaran dan kedalaman akuifer air tanah dengan menggunakan

software Res2Dinv.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Teknik pengukuran geolistrik yang digunakan adalah Mapping (2D).

2. Konfigurasi yang digunakan adalah Konfigurasi Wenner.

3. Pengolahan data menggunakan software Res2dinv.

4. Data daerah penelitian merupakan data hasil survey yang dilakukan oleh

BPPT Geostech, di Daerah “X” Kabupaten Gorontalo, Sulawesi.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui kedalaman

kondisi lapisan akuifer di daerah “X” melalui distribusi resistivitas batuan dengan

metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi bagi instansi terkait tentang metode geolistrik

tahanan jenis sebagai salah satu metode untuk menentukan letak dan

kedalaman akuifer air tanah. Sebagai acuan penelitian lain dengan alat

(19)

5 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan

penelitian lain tentang akuifer air tanah.

3. Memberikan informasi bagi masyarakat sekitar tentang lokasi yang tepat

untuk di gunakan sebagai sumur galian.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Uraian dalam bab ini mencangkup latar belakang, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan judul serta pengertiannya

dari para ahli.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan waktu dan tempat penelitian, data data yang digunakan,

peralatan yang digunakan, analisa data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil yang didapatkan dari pengolahan data, dan

(20)

6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab yang terakhir ini akan disajikan kesimpulan yang ditarik berdasarkan

pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang diharapkan bermanfaat bagi

(21)

7

BAB II DASAR TEORI 2.1 Air Tanah

Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang bergerak di dalam

tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam

tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang

mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang

terdapat pada pasir atau kerikil, Sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah

disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang

dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer.

Kebanyakan air tanah berasal dari hujan. Air hujan yang meresap kedalam

tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahan-lahan mengalir ke laut, atau

mengalir langsung dalam tanah atau di permukaan dan bergabung dengan aliran

sungai. Banyaknya air yang meresap ke tanah bergantung pada selain ruang dan

waktu, juga di pengaruhi kecuraman lereng, kondisi material permukaan tanah

dan jenis serta banyaknya vegetasi dan curah hujan. Meskipun curah hujan besar

tetapi lerengnya curam, ditutupi material impermeabel, persentase air mengalir di

permukaan lebih banyak dari pada meresap ke bawah. Sedangkan pada curah

hujan sedang, pada lereng landai dan permukaannya permiabel, persentase air

yang meresap lebih banyak. Sebagian air yang meresap tidak bergerak jauh karena

tertahan oleh daya tarik molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran tanah.

Sebagian menguap lagi ke atmosfir dan sisanya merupakan cadangan bagi

(22)

8 Air yang tidak tertahan dekat permukaan menerobos kebawah sampai zona

dimana seluruh ruang terbuka pada sedimen atau batuan terisi air (jenuh air). Air

dalam zona saturasi ( zone of saturation ) ini dinamakan air tanah (ground water).

Batas atas zona ini disebut muka air tanah ( watertable). Lapisan tanah, sedimen

atau batuan diatasnya yang tidak jenuh air disebut zona aerasi (zone of aeration).

Muka air tanah umumnya tidak horisontal, tetapi lebih kurang mengikuti

permukaan topografi diatasnyaApabila tidak ada hujan maka muka air di bawah

bukit akan menurun perlahan-lahan sampai sejajar dengan lembah. Namun hal ini

tidak terjadi, karena hujan akan mengisi ( recharge) lagi. Daerah dimana air hujan

meresap kebawah (precipitation) sampai zona saturasi dinamakan daerah

rembesan (recharge area). Dan daerah dimana air tanah keluar dinamakan

dischargeare(Wuryantoro,2007)

Gambar 2. 1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah yang berkaitan dengan air bawah permukaan

Tolman (1937) dan Wiwoho (1999) mengemukakan bahwa air tanah

dangkal pada akuifer dengan material yang belum termanfaatkan di daerah

beriklim kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi terutama

(23)

9 tingkat evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut tergantung

pada lamanya air kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak dengan batuan

semakin tinggi unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Disamping itu umur batuan

juga mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua umur batuan, maka

semakin tinggi pula kadar garam-garam yang terlarut di dalamnya.

Todd (1980) dalam Hartono (1999) menyatakan tidak semua formasi

litologi dan kondisi geomorfologi merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan

pengamatan lapangan, akuifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:

a. Lintasan air (water course), materialnya terdiri dari aluvium yang

mengendap di sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir

serta tanggul alam. Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan karikil.

b. Lembah yang terkubur (burried valley) atau lembah yang ditinggalkan

(abandoned valley), tersusun oleh materi lepas-lepas yang berupa pasir

halus sampai kasar.

c. Dataran (plain), ialah bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas

bahan aluvium yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga

merupakan akuifer yang baik.

d. Lembah antar pegunungan (intermontane valley), yaitu lembah yang

berada diantara dua pegunungan, materialnya berasal dari hasil erosi dan

gerak massa batuan dari pegunungan di sekitarnya.

e. Batu gamping (limestone), air tanah terperangkap dalam retakan-retakan.

(24)

10

2.1.1 Gerakan Air Tanah

Disamping air tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah juga bergerak

dari bawah ke atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya

mengikuti hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan

gradien hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi

“volume air tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan

berbanding terbalik dengan tebal lapisan” (Utaya, 1990).

Gambar 2. 2 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya 2.1.2 Pembagian Air Tanah

a. Air tanah dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari

permukaan tanah. Air tanah dangkal dimanfaatkan untuk sumber air

minum melalui sumur-sumur dangkal. Air sumur dangkal ini terdapat pada

kedalaman 15 – 30 meter. Sebagai air minum, air tanah dangkal

mempunyai kualitas yang cukup baik namun kuantitasnya kurang

(25)

11 b. Air tanah dalam

Ai r tanah dalam terdapat setelah rapat air yang pertama. Pengambilan air

tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus

digunakan bor untuk memasukkan pipa kedalamnya sehingga kedalaman

antara 100–300 meter akan didapat lapisan air. Kualitas air tanah dalam

pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringannya

lebih sempurna.

c. Mata air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan

tanah. Mata air berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh

musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 1987).

2.1.3 Kondisi Air Tanah

Air tanah merupakan suatu bagian dalam proses sirkulasi alamiah. Jika

pemanfaatan air tanah itu memutuskan sistem sirkulasi, yakni jika air yang

dipompa melebihi besarnya pengisian kembali (recharge), maka akan terjadi

pengurangan volume air tanah yang ada. Berkurangnya volume air tanah itu akan

terlihat dalam bentuk penurunan permukaan air tanah dan tekanan air ini akan

mengakibatkan penurunan intensitas pemompaan, jika penurunan ini melampaui

suatu batas tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang. Akhirnya sumber air

tanah itu menjadi kering. Jadi untuk menghindari pengurangan volume air tanah

yang ada, maka harus dijaga agar besarnya pemompaan itu sesuai dengan

(26)

12

2.1.4 Aliran air tanah

Aliran air tanah sangat mempengaruhi kondisi daerah pantai, karena aliran

ini menjaga keseimbangan antara air laut dan air tanah. Juga diketahui pula bahwa

aliran air tanah pada kondisi geologi tertentu mengubah unsur kimia yang lain

menjadi unsur kimia yang komposisinya sama dengan air laut bila semakin dekat

aliran air itu ke pantai. Jadi dapat dikatakan bahwa aliran air tanah juga

merupakan sumber salinitas. Disamping itu, aliran air tanah juga merupakan

perantara geologi karena secara terus menerus mempengaruhi kondisi lingkungan

dalam tanah (Todd, 1974).

2.1.5 Permeabilitas dan Porositas

Porositas merupakan angka tak berdimensi biasanya diwujudkan dalam

bentuk %. Umumnya untuk tanah normal mempunyai porositas berkisar antara

25% sampai 75 % sedangkan untuk batuan yang terkonsolidasi (consolidated

rock) berkisar antara 0 sampai 10 %. Material dengan diameter kecil mempunyai

porositas besar, hal ini dapat dilihat dari diameter butiran material.

Menurut Tood (1980), permeabilitas merupakan suatu ukuran kemudahan

aliran melalui suatu media porous. Permeabilitas (permaebility) adalah kapasitas

batuan untuk meloloskan fluida sangat beragam dari viskositas fluida, tekanan

hidrostatik, ukuran bukaan dan terutama adalah tingkat bukaan yang saling

terhubung (porositas efektif). Jika rongga pori sangat kecil, maka batuan dapat

mempunyai porositas yang tinggi tetapi permeabilitasnya rendah karena air sukar

(27)

13 Sedangkan parameter permeabilitas merujuk hanya pada sifat-sifat batuan

dan merupakan parameter yang menunjukkan beberapa besar luas area batuan

yang dapat dilalui oleh fluida. Lempung mempunyai kerapatan porositas yang

tinggi sehingga tidak dapat meloloskan air, batuan yang mempunyai porositas

antara 5 – 20 % adalah batuan yang dapat meloloskan air dan air yang

melewatinya dapat ditampung. Perkiraan rata-rata porositas dan permeabilitas

berbagai tipe batuan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Porositas dan Permeabilitas Batuan

Tipe Batuan Porositas (%) Permeabilitas (m/hari)

Lempung Pasir Kerikil Kerikil dan pasir

Batu pasir Batu Kapur Kwarsit 45 35 25 20 15 5 1 0,0004 41 4100 410 4,1 0,04 0,0004 2.2 Akuifer

Akuifer adalah Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi batuan

geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi dengan kondisi jenuh air dan

mempunyai konduktivitas hidraulik (K) sehingga membawa air dalam jumlah

yang ekonomis ( Kodoatie, 1996: 81 ). Formasi geologis yang mengandung air

dan memindahkannya dari satu titik ke titik yang lain dalam jumlah yang

mencukupi untuk pengembangan ekonomi disebut suatu lapisan akuifer, (Ray

L.K.J.R. dkk., 1989).

Lapisan akuifer ini, jika dilihat dari sifat fisisnya, merupakan lapisan batuan

yang memiliki celah-celah atau rongga sehingga bisa diisi oleh air, serta air dapat

(28)

14 dan celah pada batuan akuifer dapat disebut pori-pori. Porositas adalah

perbandingan antara seluruh pori-pori dengan volume total batuan (Antonius

Mediyanto, 2001).

Konduktivitas batuan berpori bervariasi tergantung pada volume, susunan

pori dan kandungan air di dalamnya. Padahal konduktivitas air itu sendiri

bervariasi yaitu tergantung pada banyaknya ion yang terdapat di dalamnya (Lilik

Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).

Berdasarkan kemampuan batuan atau tanah pelapukan untuk menyimpan

dan mengalirkan air terdapat empat jenis batuan (Seyhan, 1997), yaitu :

a. Akuifer, merupakan lapisan pembawa atau mengandung air karena

terdapat cukup batuan yang mampu meloloskan air. Contoh: kerikil, pasir,

dan batu gamping rekahan.

b. Aquiklud, merupakan lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak

dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih,

tuf halus, lanau.

c. Aquitard, merupakan lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan

dalam jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandy clay).

d. Aquifug, merupakan lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat

menyimpan dan mengalirkan air. Contoh: batuan kristalin, metamorf

kompak.

Menurut Kruseman dan deRieder, 1994. Berdasarkan sifat fisik dan

kedudukannya dalam kerak bumi, akuifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

(29)

15 a) Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)

Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer

tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai

muka air tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured).

Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada bagian

bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di

lapisan atas berupa muka air tanah.Permukaan air tanah di sumur dan air

tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah bebas

adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi

(tak jenuh) di atas zone yang jenuh.Akuifer jenuh disebut juga sebagai

phriatic aquifer, non artesian aquifer atau free aquifer (Wuryantoro,2007).

(30)

16 b) Akuifer tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak dibawah

lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar dari

pada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan

pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air

yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya.

Gambar 2. 4 Akuifer tertekan

c) Akuifer bocor (Leaky Aquifer)

Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang

di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer disini terletak

antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.

(31)

17

2.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis

Metode Geolistrik adalah metode geofisika yang dapat menginterpretasi

jenis batuan atau mineral dibawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan dari

batuan penyusunnya (Yulianto & Widodo, 2008:2). Tujuan dari metode ini adalah

untuk mengetahui sifat kelistrikan medium batuan dibawah permukaan yang

berhubungan dengan kemampuannya untuk menghantarkan listrik atau resistivitas

(Todd, D.K, 1980).

Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang

ditancapkan kedalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak

elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan

lebih dalam. Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke

4 buah elektrodanya terletak dalam suatu garis lurus dengan posisi elektroda AB

dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi

Wenner dan Schlumberger (Damtoro,2007).

Metode tahanan jenis adalah metode untuk menyelidiki struktur bawah

permukaan berdasarkan perbedaan tahanan jenis batuan, tahanan jenis batuan

bervariasi menurut jenis batuan, porositas, dan kandungan fluida seperti minyak,

gas, dan air (Waluyo, 2001). Umumnya metode geolistrik tahanan jenis hanya

digunakan untuk eksplorasi dangkal sekitar 100 m (Telford, 1990), sehingga

jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, dikarenakan informasi yang digunakan

(32)

18

2.3.1 Metode Tahanan Jenis Sounding

Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah

permukaan ke arah vertikal yaitu dengan cara pada titik ukur tetap, jarak elektroda

arus dengan tegangan diubah-ubah sehingga semakin besar jarak antara elektroda

maka akan tampak efek dari material yang lebih dalam. Konfigurasi yang biasa

digunakan adalah konfigurasi Schlumberger.

2.3.2 Metode tahanan Jenis Mapping

Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis bawah

permukaan ke arah lateral atau horizontal yaitu dengan cara menggeser titik ukur

secara horizontal dengan jarak elektroda dan tegangan tetap. Pada metode ini

kedalaman yang tersurvey akan sama karena pergeserannya kearah horizontal.

Konfigurasi yang sering digunakan adalah konfigurasi Wenner dan

Dipole-Dipole.

2.4 Prinsip Metode Geolistrik Resistivitas

Metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas) dilakukan dengan cara injeksi

arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan potensialnya diukur

melalui dua elektroda arus dan potensialnya diukur melalui dua elektroda

potensial. Permukaan ekipotensial akan terbentuk di bawah titik tancapan arus

tersebut, pengasumsian bahwa bumi sebagai medium homogen isotropis

dilakukan guna mengetahui bagaimana bentuk perjalanan arus pada permukaan

(33)

19

2.5 Dasar Perumusan Potensial Geolistrik Metode Resistivitas

Bumi diasumsikan sebagai medium yang homogen isotropis maka

perjalanan arus yang kontinu pada medium bumi dapat digambarkan oleh gambar

2.6

Gambar 2.6 Medium homogeny isotropis dialiri listrik(Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990)

Jika ⃗ adalah elemen luas dan ⃗ adalah kerapatan arus listrik maka besarnya arus listrik ( ) dirumuskan:

= ⃗. ⃗ (2.1 )

Sedangkan menurut Hukum Ohm menguhubungkan rapat arus ⃗ (dalam

Ampere/ ) dengan medan listrik ⃗ (dalam Volt/meter) yang ditimbulkannya dirumuskan sebagai berikut (Lilik Hendrajaya dan Idan Arif,

1990).

⃗ = . ⃗ (2.1 )

Dimana adalah konduktivitas (dalam Siemens/meter). Dalam bentuk

yang identic dengan Hukum Ohm untuk rangkaian listrik sederhana ( = )

(34)

20

⃗ = . ⃗ (2.1 )

Jika medan listrik merupakan gradient potensial ( ⃗) maka

⃗ = −∇ ⃗ (2.2)

⃗ = − . ∇ ⃗ (2.3)

Jika di dalam medium yang dilingkupi oleh permukaan tidak terdapat

sumber arus maka: (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).

⃗. ⃗ = 0 ~

(2.4)

Menurut teorema Gauss, integral volume dari divergensi arus yang keluar

dari volume ( ) yang dilingkupi permukaan adalah sama dengan jumlah total

muatan yang ada di dalam nya (ruang yang dilingkupi oleh permukaan tertutup

tersebut), sehingga: (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).

∇. ⃗ ⃗ = 0 ~ (2.5) akibatnya; ∇. ⃗ = −∇ ∇ ⃗ = 0 (2.6) ∇ . ∇ ⃗ + ∇ ⃗ = 0 (2.7)

Jika konduktivitas listrik medium ( ) konstan maka suku pertama pada

bagian kiri persamaa (2.7) bernilao nol sehingga didapat persamaan Laplace atau

potensial bersifat harmonic (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif, 1990).

(35)

21 dalam koordinat bola persamaan Laplace dapat ditulis sebagai berikut:

1

+ 1

sin sin +

1

∅ = 0

Anggapan bumi sebagai medium homogen isotropis dimana bumi memiliki

simetri bola, sehingga potensial V merupakan fungsi jarak ( ) saja.Maka

persamaan potensial dalam bumi berbentuk.

= ( ) (2.9)

( )

+ 2 ( )= 0 (2.10)

sehingga penyelesaian umum :

( ) = + (2.11)

Dengan dan adalah konstanta sembarang. Untuk menentukan kedua

konstanta tersebut diterapkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial ( )

yaitu: untuk jarak ( ) tak terhingga ( = ~) atau jarak yang sangat jauh, =

0 sehingga = 0 dan persamaan (2.11) akan menjadi:

(36)

22

2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus di Dalam Bumi

Gambar 2.7 Aliran arus yang berasal dari satu sumber arus dalam bumi yang Homogen isotropis (Telford, 1976)

Pada gambar 2.7 sumber arus listrik titik yang berada dipermukaan bumi

akan merambat ke segala arah secara radial (berbentuk setengah permukaan bola)

sehingga jumlah arus yang keluar melalui permukaan bola yang berjari-jari

adalah: (Telford, 1976) = 2 ⃗ = 2 − (2.13 ) = 2 . (2.13 ) = 2 (2.13 ) sehingga = . 2

maka persamaan potensial listrik dapat dirumuskan:

( ) =2 (2.14 )

= 2 (2.14 )

(37)

23 Gambar 2. 8 Dua titik arus yang berlawanan polaritasnya dipermukaan bumi (Lowrie,

2007)

Dalam pengukuran di lapangan dua elektroda untuk mengalirkan arus

dan dan beda potensialnya diukur anatar 2 titik dengan dua elektroda potensial

dan .

Gambar 2.9 Susunan elektroda arus dan potensial dalam pengukuran resistivitas (Telford, 1976)

Dengan memasukkan nilai fungsi jarak diatas pada persamaan (2.14),

maka potensial di titik adalah (Telford, 1976):

= 2

1

− 1 (2.15)

Dimana dan adalah jarak elektroda potensial terhadap

elektroda-elektroda arus, sedangkan potensial di titik adalah :

= 2

1

(38)

24 Dimana dan adalah jarak potensial terhadap elektroda-elektroda

arus. Selisih potensial antara 2 titik itu :

∆ = − (2.17) sehingga: ∆ = 2 1 − 1 − 1 − 1 (2.18)

Berdasarkan persamaan (2.14a, 2.14b, dan 2.18) maka besarnya tahanan

jenis semu adalah (Telford, 1976) :

=∆ 2 1 − 1 − 1 + 1 (2.19)

dimana :

∆ = beda potensial anatara dan (volt)

= besarnya arus yang diinjeksikan melalui elektroda dan (ampere)

= jarak antara dan (meter)

=jarak antara dan (meter)

=jarak antara dan (meter)

=jarak antara dan (meter)

= 2 1 − 1 − 1 + 1 (2.20)

Dimana adalah faktor geometri yang berdimensi panjang (meter), yaitu

letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus mempengaruhi

besar beda potensial terhadap letak kedua elektroda arus (Lilik Hendrajaya dan

(39)

25

2.7 Sifat Listrik Dalam Batuan

Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi

tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan

konduksi secara dielektrik.

2.7.1 Konduksi secara elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron

bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral oleh

elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau

karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya.

Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas

(tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk

menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka

semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.

Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan),

dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada

faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak

bergantung pada faktor geometri.

Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan

resistansi R, maka dapat di rumuskan:

Gambar 2. 10 Silinder Konduktor L

(40)

26 = (2.21) Dimana : ρ = Resistivitas Material (Ωm) R = Tahanan (Ω) L = Panjang Material (m)

A = Luas Penampang Material ( )

ρ adalah resistivitas listrik dari material, dimana ρ bernilai tetap dan

merupakan karakteristik material yang tidak bergantung bentuk atau ukuran

material tersebut. Sesuai dengan hukum Ohm nilai resistensi atau tahanan suatu

bahan yaitu (Zohdy.dkk.,1980) :

= ∆ (2.22)

Dimana ∆V adalah beda potensial, R adalah resistensi dan I adalah arus

listrik yang melewati resistensi. Sehingga diperoleh persamaan

(Zohdy.dkk.,1980):

= (2.23)

Namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ)

batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.

=1 = = = (2.24)

Di mana J adalah rapat arus (ampere/m ) dan E adalah medan listrik

(41)

27

2.7.2 Konduksi secara elektrolitik

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki

resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya

bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.

Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana

konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan

resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya.

Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah

banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam

batuan berkurang. Menurut rumus Archie:

= Ø (2.25)

Di mana adalah resistivitas batuan, Ø adalah porositas, S adalah fraksi

pori-pori yang berisi air, dan adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n

adalah konstanta.

2.7.3 Konduksi secara dielektrik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap

aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas

sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan

berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar,

sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik

(42)

28

2.8 Resistivitas Batuan

Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan

variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar

pada 10 Ωm hingga 10 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan

komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang

bervariasi pula. Sehingga range resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari

1,6 x 10 (perak asli) hingga 10 Ωm (belerang murni).

Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas

kurang dari 10 Ωm , Sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari10 Ωm.

Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi

banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada

semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh

ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak.

Secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral

dapat dikelompokkan menjadi tiga (Telford W. And Sheriff, 1982), yaitu:

a. Kondukror baik : 10 < ρ < 1 Ωm

b. Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 10 Ωm

c. Isolator : ρ > 10 Ωm

Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik

walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik Resistivitas yang

terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion

bermuatan dalam pori-pori fluida. Air tanah secara umum berisi campuran terlarut

(43)

29 tanah bukan konduktor listrik yang baik. Table resistivitas batuan ditunjukkan

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nilai resistivitas batuan (Halliday, David; Resnick, Robert; Walker Jearl.1991.Fundamentals of Physics (edisi ke-6th). John Wiley & Sons)

Material Resistivitas (Ohm.m)

Air (Udara) 0

Sandstone (Batu pasir) 200-800

Sand (Pasir) 1-1000

Clay (Lempung) 1-100

Ground Water (Airtanah) 0.5-300 Sea water (Air asin) 0.2

Dry Gravel (Kerikil Kering) 600-10000 Alluvium (Aluvium) 10-800 Gravel (Kerikil) 100-600

Gambar 2.11 Nilai resistivitas berbagai material (Todd, D.K, 1976, “Groundwater Hydrology”.2nd Edition. New York: Jhon Wiley & Sons).

Menggambarkan nilai tahanan jenis dari batuan dan mineral, batuan beku

dan batuan metamorf mempunyai nilai tahanan jenis tinggi, nilai tahanan jenis ini

(44)

30 tanah. Batuan sedimen mempunyai nilai tahanan jenis yang lebih rendah,

sedangkan betu lempung mempunyai nilai tahanan jenis rendah dari pada batu

pasir. Batuan yang basah dan mengandung air, nilai tahanan jenisnya rendah.

2.9 Konsep Tanahan Jenis Semu (Apparent Resistivity)

Pada prinsipnya, pengukuran metode tahanan jenis dilakukan dengan

mengalirkan arus melalui elektroda C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial

pada P1 dan P2. Jika diasumsikan bahwa bumi homogen isotropis, maka tahanan

jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak terrgantung

pada spasi elektroda. Namun, pada kenyataannya bumi tersusun atas

lapisan-lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur

merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut, terutama untuk spasi yang lebar,

maka resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu ( ). Resistivitas semu

merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan

medium berlapis yang ditinjau. Seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.12.

Gambar 2. 12 Resistivitas Semu

Medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan mempunyai

resistivitas berbeda ( dan ). Dalam pengukuran, medium ini terbaca sebagai

medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu resistivitas

semu . Resistivitas semu (apparent resistivity ) dirumuskan dengan :

(45)

31

= ∆ (2.26)

dimana:

= resistivitas semu (Ωm)

K = faktor geometri

∆V = beda potensial pada MN (mV)

I = kuat arus (mA)

2.10 Konfigurasi Elektroda

Geolistrik merupakan alat yang dapat diterapkan untuk beberapa metode

geofisika, di mana prinsip kerja metode tersebut adalah mempelajari aliran listrik

di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini

meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik

secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (buatan). Metode

geofisika tersebut di antaranya adalah metode potensial diri, metode arus telurik,

magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas

(tahanan jenis).

Dari sekian banyak metode geofisika yang diterapkan dalam geolistrik

metode tahanan jenis adalah metode yang paling sering di gunakan. Metode ini

pada prinsipnya bekerja dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi

melalui dua elektroda arus sehingga menimbulkan beda potensial. Dan beda

potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.

Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang

berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga tahanan jenis lapisan

(46)

elektroda-32 elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis metode geolistrik tahanan

jenis, antara lain metode Schlumberger, metode Wenner, Pole-dipole dan

Dipole-dipole. Pada penelitian ini yang digunakan adalah konfigurasi Wenner.

Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner

merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi

geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang ( = = a dan = =

2a). Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak

potensial dengan titik souding-nya adalah a/ 2, maka jarak masing elektroda arus

dengan titik soundingnya adalah 3a / 2 . Target kedalaman yang mampu dicapai

pada metode ini adalah a/ 2. Dalam akuisisi data lapangan susunan elektroda arus

dan potensial diletakkan simetri dengan titik sounding.

Pada konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda

potensial adalah sama. Seperti yang tertera pada Gambar 2.13

Gambar 2.13 Elektroda Arus dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner

Dalam hal ini, elektroda arus dan elektroda potensial mempunyai jarak

yang sama yaitu = = = . Jadi untuk n=2 nilai dikalikan 2 dan

untuk n=3 nilai dikalikan dengan 3 begitu seterusnya, perlu diingat bahwa

(47)

33 Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektroda tidak berubah-ubah untuk

setiap titik datum yang diamati ( besar nilai tetap), sedang pada resistivitas

sounding, jarak spasi elektroda diperbesar secara bertahap, mulai dari harga

kecil sampai harga besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi

elektroda ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan

makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin lelusa dalam memperbesar

jarak spasi elektroda tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau

teramati. Dari gambar, dapat diperoleh besarnya factor geometri untuk konfigurasi

Wenner adalah :

= 2 (2.27)

Sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan :

= 2 ∆ (2.28)

Konfigurasi Wenner mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut

Burger (2006), kelebihan konfigurasi Wenner adalah dengan lebar spasi elektroda

potensial yang besar maka tidak memerlukan peralatan yang sensitif.

Sedangankan kekurangannya adalah semua elektroda harus dipindahkan untuk

setiap pembacaan data geolistrik tahanan jenis, hal ini untuk mendapatkan

sensitifitas yang lebih tinggi untuk daerah lokal dan variasi leteral dekat

permukaan.

2.11 Teknik Pengukuran Geolistrik

Pengukuran geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan berbeda, sesuai

(48)

34 informasi yang ingin diperoleh dari pengukuran geolistrik dikenal 3 teknik

pengukuran yaitu, profiling/mapping, sounding, dan imaging (Telford, 1990).

Sedangkan menurut Loke (2000) berdasarkan model dimensi yang ingin diperoleh

dalam interpretasi bawah permukaan, dikenal 3 jenis survey resistivitas, yaitu 1D,

2D dan 3D seperti pada Gambar 2.12

Gambar 2.14Tiga model berbeda yang digunakan dalam interpretasi pengukuran resistivitas (Loke, 2000)

2.11.1 Survey Resistivitas 1 Dimensi

Pada pengukuran resistivitas 1 dimensi diasumsikan arus listrik mengalir

dalam medium homogen isotropis di awah permukaan bumi yang terdiri atas

medium yang berlapis–lapis secara horizontal. Dalam pengukuran ini dikenal 2

teknik pengukuran yaitu Vertical Sounding dan Lateral Profiling. Teknik

pengukuran Vertical Sounding atau Vertical Electrical Sounding (VES) dilakukan

untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi kedalaman pada suatu

titik pengukuran. Menurut Loke (2000), dalam teknik ini titik tengah konfigurasi

elektroda diatur tetap, kemudian untuk memperoleh penetrasu yang lebih dalam

spasi diantara elektroda-elektroda diperlebar. Dalam interpretasi data sounding

(49)

35 berubah pada arah lateral. Konfigurasi elektroda yang sering digunakan dalam

teknik pengukuran ini adalah konfigurasi Schlumberger.

Teknik pengukuran Lateral Profiling dilakukan untuk mengetahui variasi

resistivitas secara lateral (horizontal). Pada teknik ini biasanya menggunakan

konfigurasi wenner, dengan jarak antar elektroda tetap. Teknik profiling ini

dikenal juga sebagai constant separation traversing (CST) atau juga teknik

mapping. Menurut Loke (2000), pada teknik ini spasi diantara elektroda-elektroda

diatur tetap, kemudian seluruh konfigurasi elektroda dipindahkan sepanjang garis

lurus untuk memperoleh informasi perubahan resistivitas secara lateral. Dalam

interpretasi data profiling, diasumsikan resistivitas medium tidak berubah ke arah

vertikal.

2.11.2 Survey Resistivitas 2 Dimensi

Dalam interpretasi data pengukuran resistivitas 1D diasumsikan arus listrik

mengalir dalam medium homogen isotropis di bawah permukaan bumi yang

terdiri atas medium yang berlapis-lapis secara horizontal. Dalam prakteknya di

alam, kondisi ideal tersebut sangat jarang atau bahkan tidak ditemukan. Kondisi

geologi bawah permukaan sangat kompleks dimana resistivitas dapat berubah

dengan cepat pada jarak yang pendek. Survey resistivitas 2D dilakukan untuk

mengidentifikasi perubahan resistivitas bawah permukaan baik ke arah lateral

maupun vertikal sepanjang lintasan survey. Dalam interpretasi data hasil

pengukuran diasumsikan bahwa resistivitas tidak berubah pada jarak tegak lurus

(50)

36 yang menggambarkan perubahan resistivitas semu medium dibawah permukaan

ke arah lateral dan vertikal dalam bentuk kontur sepanjang lintasan survey.

Saat ini telah dikembangkan teknologi peralatan geolistrik digital yang

dikontrol mikroprosesor serta dilengkapi dengan sistim elektroda dan

multi-corecable, sehingga pengukuran resistivitas 2D dapat dilakukan secara efektif dan

efisien. Dengan konfigurasi elektroda apapun pengukuran resistivitas 2D dengan

jarak antar elektroda yang berbeda-beda dapat dilakukan secara cepat, sehingga

diperoleh informasi variasi resistivitas secara lateral dan vertikal. Istilah Loke

(2000).survey resistivitas 2D ini disebut sebagai 2D Electrical Imaging Survey.

Pada Gambar 2.12 memperlihatkan contoh kemungkinan urutan

pengukuran resistivitas 2D menggunakan konfigurasi wenner dengan 20 elekroda

(Loke, 2004). Pada sistim 20 elektroda dengan spasi “1a” terdapat 17 (20-3)

kemungkinan pengukuran, dan dengan spasi “2a” terdapat 14 (20-2x3)

kemungkinan pengukuran. Pengukuran diulang lagi dengan proses yang sama

untuk spasi elektroda “3a”, “4a”, “5a” dan “6a”. Jika diperlihatkan bahwa ketika

spasi elektroda bertambah, jumlah pengukuran semakin berkurang.

Dalam survey 2D untuk memperoleh profil 2 dimensi bawah permukaan

yang baik, pengukuran harus dilaksanakan secara sistimatik dan dibuat seluruh

kemungkinan pengukuran. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas model

(51)

37 Gambar 2. 15 Susunan elektroda pada survey resistivitas 2D dengan konfigurasi wenner

dan urutan pengukuran yang digunakan untuk membuat pseudosection (Loke, 2004) 2.11.3 Survey Resistivitas 3 Dimensi

Kondisi geologi di bawah permukaan bumi umumnya kompleks dan

seluruh struktur geologi di bawah permukaan dalam bentuk 3 dimensi, yang

mencerminkan karakteristik fisika medium geologi di bawah permukaan sangat

bervariasi. Dalam interpretasi data resistivitas 2D, diasumsikan bahwa resistivitas

medium geologi bawah permukaan tidak berubah secara signifikan pada arah

tegak lurus lintasan survey. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan lebih

akurat digunakan survey resistivitas 3D atau disebut juga 3D Electrical Imaging

Survey (Loke, 2000). Dalam interpretasi metoda ini menggunakan model

interpretasi 3D , dimana secara teoritis seharusnya memberikan hasil yang akurat,

(52)

38 Gambar 2. 16 Bentuk susunan elektroda pada survey resistivitas 3D

(Loke, 2004)

Bentuk susunan elektroda dalam survey resistivitas 3D dapat

menggunakan bentuk grid bujur sangkar (square grid) dengan spasi elektroda

sama dalam arah x dan y, seperti contoh terlihat pada Gambar 2.14 dengan grid

5x5 yang menggunakan 25 elektroda atau dengan bentuk grid persegi panjang

(rectangular grid) dengan jumlah elektroda dan spasi elektroda pada arah x dan y

yang berbeda (Loke, 2004). Penggunaan bentuk susunan grid tergantung bentuk

model geologi yang dipetakan dan masalah teknis di lapangan.Untuk memetakan

tubuh-tubuh mineral bijih yang memanjang (elongated ore bodies) digunakan

bentuk susunan rectangular grid.

Pada metoda geolistrik dengan survey resistivitas 3 Dimensi, dalam

pemilihan jenis konfigurasi elektroda bergantung pada struktur yang dipetakan

atau tujuan survey, masalah teknis di lapangan dan besar kecilnya grid survey.

Pada survey ini pada dasarnya semua konfigurasi elektroda dapat digunakan,

namun yang sering digunakan pada survey ini adalah Pole-pole, Pole Dipole dan

(53)

39 Pada grid yang kecil, kurang dari 12x12 elektroda, konfigurasi Pole-pole

mempunyai jumlah kemungkinan pengukuran yang lebih banyak jika

dibandingkan dengan konfigurasi elektroda Pole-dipole. Oleh karena itu

konfigurasi Pole-pole lebih tepat jika digunakan untuk grid kurang 12 x 12

elektroda.

Konfigurasi pole-pole merupakan konfigurasi asimetris, pengukuran harus

dilakukan dengan susunan elektroda “forward” dan “reverse”, pada konfigurasi ini

digunakan untuk grid survey medium hingga besar atau mulai dari grid 12x12

atau lebih. Pada grid survey lebih besar dari 12x12 elektroda direkomendasikan

menggunakan konfigurasi Dipole-dipole (Loke, 2004).

Menurut Loke (2000), dalam survey resistivitas 3D dikenal 3 metoda

pengukuran, yaitu complete data set, cross diagonal dan teknik roll-along. Pada

ketiga metoda tersubut susunan grid dapat dilakukan dalam bentuk square grid

(54)

40

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat

Pengolahan dan analisis data geolistrik tahanan jenis Wenner 2D

menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Sumber Daya Mineral, Gedung

Geostech Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data sekunder

tersebut diperoleh dari hasil penelitian di sekitar daerah “X” yang terletak di

Kabupaten Gorontalo seperti terlihat pada gambar 3.1. Pengolahan dan

Interpretasi data sekunder ini dilakukan di gedung Geostech lantai 1 Puspitek,

Serpong, Banten.

(55)

41

3.2 Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.2.1 Hidrogeologi Regional

Kondisi hidrogeologi daerah Penelitian merupakan daerah dengan aquifer

bercelah atau sarang dan merupakan daerah air tanah langka. Di bagian selatannya

yaitu di sekitar Daerah Marisa dan Soginti baru ditemukan aquifer dengan aliran

melalui celahan dan ruang antar butir dan setempat aquifer produktif.

3.2.2 Morfologi dan Kondisi Umum

Morfologi Daerah Penelitian merupakan perbukitan bergelombang

memanjang dengan kontrol struktur geologi yang kuat. Daerah tertinggi terletak di

bagian Timur dengan ketinggian 775 M yang merupakan puncak Gunung Pani

dan daerah terendah terletak di bagian Barat sekitar Sungai Marisa dengan

ketinggian 50 M.

Morfologi ini memiliki kemiringan lereng yang landai sampai sangat terjal

dengan kemiringan lebih besar dari 30º. Morfologi yang landai merupakan dataran

di sekitar Sungai Marisa di bagian Barat dan di beberapa punggungan bukit,

sedangkan morfologi terjal – sangat terjal terletak di sekitar puncak Bukit Daerah

Ilota dan Nanasi serta pada dinding-dinding Sungai Ilota, Sungai Paseda dan

Sungai Pulo.

Perbukitan pada Daerah Penelitian secara umum ditutupi oleh tumbuhan

hutan dan ilalang pada bagian tengah, barat, timur dan selatan. Pada bagian barat,

morfologi perbukitan sebagian sudah merupakandaerah terbuka (tandus) yang

(56)

42 Gambar 3.2 Morfologi Perbukitan Bergelombang Daerah Penelitian (PTSDM, BPPT)

Daerah perbukitan ini merupakan daerah resapan air tanah (recharge) yang

mengisi sistem aquifer serta mata air, bagian punggungan yang berupa dataran

sempit sebagai puncak pada punggungan tersebut merupakan batas pemisah aliran

air permukaan (watersheed) yang juga masuk ke dalam sistim aliran Sungai

Marisa yang merupakan system tangkapan air utama yang berada pada Daerah

Penelitian.

Di sekitar Daerah Penelitian dijumpai perkampungan yang terkonsentrasi

di dua lokasi, yaitu di daerah perbukitan Ilota dan Kaki Bukit Daerah Nanasi dan

di daerah Simpang Tiga sekitar pinggir Sungai Marisa di bagian Barat. Daerah

tersebut merupakan perkampungan penduduk yang merupakan penambang emas

(57)

43

3.3 Pengambilan Data daerah Penelitian

Gambar 3.3 Gambaran umum daerah penelitian (PTSDM,BPPT)

Data diambil sebanyak 14 lintasan yang dilakukan oleh BPPT Geostech,

yang saya teliti disini hanya 6 lintasan yaitu, 08, 09, 10,

PNG-11, PNG-12, PNG-13 dengan panjang setiap lintasan 470 meter. Spasi antar titik

adalah 10 meter.

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Global Positioning System (GPS)

2. Resistivitymeter ARES G4 2A

3. Switchox 48 multi electrode

4. Elektroda arus dan potensial

5. Kable multicore spasi 10 m, panjang total 470 m

6. Battere 12 V, 45 AH

(58)

44 8. Perangkat Lunak Res2Dinv versi 3.56.22 untuk menentukan model

tahanan jenis 2D bawah permukaan.

9. Perangkat Lunak Microsoft Excel 2007

10. Sunto Clinometer

11. Meteran

12. Palu dan Kompas geologi

13. Kamera Digital.

Gambar 3.4Resistivitymeter Merk ARES-G4 v4.7 (PTSDM, BPPT) 3.5 Prosedur Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Mengukur panjang lintasan penelitian.

2. Menancapkan elektroda dengan spasi antar ekektroda arus dan elektroda

potensial sesuai dengan konfigurasi yang digunakan.

3. Memasang kabel pada masing-masing elektroda.

4. Menyusun alat dan mencatat hasil data pengukuran.

(59)

45 6. Membuat kesimpulan.

3.6 Pengolahan Data

Pada penelitian ini pengolahan data geolistrik tahanan jenis digunakan

softwareRes2Dinv versi 3.59 untuk permodelan 2D. Pengolahan data ditunjukan untuk mendapatkan parameter tahanan jenis dari data lapangan, pengolahan data

ini disebut proses inversi. Pengerjaan dalam inversi modeling pada software

Res2Dinv ini pada umumnya hanya dua, yaitu inversi secara otomatis dan menghilangkan efek yang jauh dari datum (titik-titik hasil pengukuran yang tidak

sesuai). ( Loke, 1990).

Data dari hasil pengukuran lapangan berupa nilai tahanan jenis masih

semu. Kemudian nilai tahanan jenis diolah dengan menggunakan software

Res2Dinv untuk memperoleh harga nilai tahanan jenis yang sebenarnya pada lintasan.

3.6.1 Pengolahan Data Tahanan Jenis 2D dengan Menggunakan Software Res2Dinv

Res2Dinv adalah sebuah program computer yang akan menentukan program tahanan jeniss dua dimensi bawah permukaan dengan menggunakan data

yang di dapat dari survey geolistrik. Sofware ini merupakan program berbasis

Windows yang dirancang untuk mengolah data yang sangat besar (sekitar 200

sampai 21000 titik data, tergantung besar RAM komputer anda) yang

dikumpulkan melalui elektroda yang banyak pula (sekitar 25 sampai 16000

(60)

46 Program ini dapat digunakan untuk survey menggunakan konfigurasi

Wenner, Schlumberger, Pole-Pole, Dipole-dipole, Pole-dipole, Wenner

Schlumberger dan array dipole-dipole ekuator. Pengerjaan dalam inverse

modeling pada software Res2Dinv ini pada umumnya hanya dua, yaitu inversi

secara otomatis dan menghilangkan efek yang jauh dari datum (titik-titik hasil

pengukuran yang tidak sesuai).

Software Res2Dinv menggunakan Algoritma Least Square saat proses inversi dilakukan. Algoritma Least Square dalam software Res2Dinv terdiri atas

dua macam algoritma, yaitu :

1. Standard Smoothness-Constrain Least Square Inversion, digunakan umtuk

zona dengan batas anter material cenderung gradual atau tidak memiliki

kontak yang tajam.

2. Robust Constrain Least Square Inversion, digunakan untuk zona batas kontak antar material yang tajam misalnya zona petahan atau kontak

batuan intrusif-lapisan mineral logam (Geotomo,2007).

Hasil inverse merupakan model distribusi nilai tahanan jenis material

bawah permukaan bumi yang dapat disebut resistivity pseudosection atau inverse

model resistivity section. Model yang diperoleh melalui proses inversi akan

memiliki nilai residual error atau root mean squared error (RMSE). Iterasi dapat

dilakukan beberapa kali untuk menurunkan nilai error yang ada. Interasi

merupakan proses perhitungan ulang dari data yang dimasukan dalam fungsi

matematis yang sama secara berulang-ulang untuk memperoleh hasil yang

Gambar

Gambar 2. 1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah yang berkaitan  dengan air bawah permukaan
Gambar 2. 2 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya  2.1.2  Pembagian Air Tanah
Tabel 2.1 Porositas dan Permeabilitas Batuan
Gambar 2. 3 Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kolesterol total antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan serta mengetahui perbedaan kadar

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.

Riset periode II tahun 2019 memperlihatkan kategori program siaran TV yang dinilai berkualitas dengan indeks ≥ 3 mencakup program Talkshow, Berita, Wisata dan Budaya, Anak dan

Fakta di lapangan yang peneliti jumpai, proses pembelajaran secara konvensional masih kurang efektif berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik di

Untuk mengkaji sejauh mana anggota parlemen perempuan di lembaga legislatif mampu memberdayakan partisipasi politiknya dalam mempengaruhi setiap kebijakan pembangunan

yaitu ANFIS untuk meramalkan jumlah penumpang Kereta Api Ekonomi Kertajaya yang merupakan.. time series

Buat tanteku terima kasih printnya berkat tante skripsinya jadi lancar, buat kakak ku venty makasih atas semua dorongan dan dukungan baik materi maupun doa dan