• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. ANALISIS SITUASI Otonomi daerah memberi peluang kepada daerah untuk lebih mandiri mengatur rumah tangganya. Sebelumnya makna kemandirian lebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. ANALISIS SITUASI Otonomi daerah memberi peluang kepada daerah untuk lebih mandiri mengatur rumah tangganya. Sebelumnya makna kemandirian lebih"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

2 A. ANALISIS SITUASI

Otonomi daerah memberi peluang kepada daerah untuk lebih mandiri mengatur rumah tangganya. Sebelumnya makna kemandirian lebih menekankan pada tingginya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD dijadikan sebagai salah satu ukuran kemandirian maka peningkatan PAD akan dibebankan kepada masyarakat dengan melakukan berbagai pungutan yang memberatkan. Paradigma baru, kemandirian lebih dimaknai dengan banyaknya investor yang masuk. Pendapatan Asli Daerah lebih diposisikan sebagai efek multiplier dari investasi. Pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota berupaya memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya tarik investasi daerah (Kekalih, 2008).

Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik dengan baik. Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/Kep.M.PAN/7/2003 mengatur mengenai Prinsip-prinsip Pelayanan Publik. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1). Kesederhanaan, 2). Kejelasan, 3). Kepastian waktu, 4). Akurat, 5). Keamanan, 6). Tanggung jawab, 7). Kelengkapan sarana dan prasarana, 8). Kemudahan akses, 9). Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, dan 10). Kenyamanan.

Pelayanan publik yang berkaitan dan mempunyai pengaruh langsung kepada masyarakat, salah satunya adalah pelayanan di bidang perijinan. Pelayanan jasa perijinan juga menjadi persoalan birokrasi publik yang sering mendapat sorotan. Kecenderungan umum yang terjadi adalah sulitnya memulai usaha formal di Indonesia karena terbentur sulitnya mengurus perijinan. Permasalahan pengurusan ijin usaha selama ini tidak lepas dari proses legalisasi di tingkat birokrasi. Prosedur yang berbelit-belit, banyak dan tumpang tindihnya persyaratan, ketidakjelasan biaya dan rata-rata lamanya waktu penyelesaian peijinan (dalam arti tidak adanya kepastian waktu), ditambah tidak tersedianya informasi yang cukup memadai merupakan kondisi pengurusan ijin usaha di Indonesia (Fatmawati, dkk, 2010). Pemerintah daerah melakukan restrukturisasi kelembagaan agar menjadi daerah yang “pro

(4)

3 investasi”. Dalam hal perijinan dibutuhkan kebesaran hati dalam restrukturisasi kelembagaan karena terjadi pelimpahan kewenangan pada dinas atau instansi tertentu yang semula menangani perijinan kepada dinas/kantor yang ditunjuk.

Pada mulanya sistem pelayanan perijinan langsung pada dinas terkait, berkembang menjadi sistem Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Atap (PTSA) dan kemudian menerapkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP biasa disebut juga One Stop Service (OSS). Pemerintah mengeluarkan Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu. PPTSP menganut paradigma melayani dan berorientasi pada pengguna jasa. OSS dinilai dapat memberikan pelayanan yang lebih baik karena mudah, murah, cepat, dan transparan. Pelayanan perijinan yang dikelola dengan baik akan meningkatkan investasi daerah.

Menurut Mulatto, dkk (2006) terdapat 11 kabupaten dan kota di Jawa Tengah yang telah membentuk satuan kerja pelayanan terpadu (satu atap atau satu pintu), namun belum optimal dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala yaitu masih adanya perbedaan persepsi antar unit kerja pelayanan, kurang mantapnya pendelegasian wewenang, keterbatasan anggaran sarana dan prasarana serta masih adanya pencaloan yang dilakukan oleh oknum. Masih ada kecenderungan unit kerja (SKPD) yang mempertahankan kewenangan di bidang pelayanan perijinan di unit kerjanya. Dalam hal ini Mulatto (2006) merekomendasikan pendelegasian pelayanan publik (khususnya perijinan) secara signifikan kepada unit organisasi yang melaksanakan fungsi pelayanan terpadu. Selain itu Mulatto (2006) juga merekomendasikan perlunya komitmen yang serius dari walikota/bupati dalam menyelenggarakan pelayanan perijinan melalui pendelegasian kewenangan perijinan yang dimiliki oleh Dinas Teknis kepada Kepala Kantor Pelayanan Perijinan. Prosedur perijinan dan jumlah ijin yang ditangani lembaga OSS menunjukkan seberapa besar pelimpahan wewenang dari walikota/bupati dan dinas-dinas teknis kepada lembaga OSS.

Inisiatif pembentukan badan perijinan bersumber dari walikota/bupati, DPRD atau dari organisasi (Kekalih, 2008). Setiap daerah mempunyai bentuk kelembagaan

(5)

4 yang berbeda-beda. Perbedaan bentuk lembaga antar daerah disebabkan perbedaan political will dan komitmen dari setiap pimpinan daerah (Kantor BI Semarang). Aspek kelembagaan secara garis besar dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu kelembagaan dalam bentuk “dinas” dan kelembagaan dalam bentuk “kantor”. Perbedaan bentuk kelembagaan ini didasarkan pada pemikiran tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab lembaga perijinan. Satu pihak pemerintah daerah mengganggap begitu pentingnya tugas lembaga perijinan ini sehingga perlu didukung dengan dasar hukum dan bentuk kelembagaan yang kuat, sehingga mempunyai daya tawar yang tinggi dalam mengemban tugas sebagai koordinator dinas-dinas terkait. Namun dalam realita bentuk lembaga OSS yang berupa dinas tidak selalu menjamin kewenangan yang lebih besar dibanding kantor.

Pelayanan perijinan terpadu didirikan untuk masyarakat utamanya masyarakat pengusaha dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan, menciptakan transparansi, meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah, dan memberikan jaminan kepastian hukum. Pelayanan perijinan terpadu, dengan begitu akan merangsang pengusaha (usaha besar, menengah maupun kecil) untuk mengurus ijin usahanya sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi dan memberi peluang berinvestasi dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah.

B. PERMASALAHAN KHALAYAK SASARAN

Pelaksanaan otonomi daerah saat ini diatur dalam UU No. 12 Tahun 2008 dimana undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 22 Tahun 1999. Secara ekonomi, dengan otonomi daerah diharapkan akan menciptakan stabilitas makro ekonomi dan tercapainya efisiensi kinerja perekonomian dengan asumsi bahwa pembangunan daerah akan lebih cepat dan ekonomis bila dikerjakan oleh sumber daya manusia dari daerah itu sendiri.

(6)

5 Dalam bidang investasi, pelaksanaan otonomi daerah mengakibatkan terjadinya birokrasi yang berbelit-belit. Pelaksanaan otonomi yang terkesan “setengah matang” menciptakan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan dan birokrasi. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah panjangnya jalur birokrasi investasi ini. Pada tanggal 12 April tahun 2004, Presiden Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Keppres No. 29 tahun 2004 mengenai penyelenggaraan penanaman modal (PMDN/PMA) melalui sistem pelayanan satu atap (one roof service). Konsekuensinya dari keppres ini, penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilakukan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Hal ini berarti Gubernur/Bupafi/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.

Belum tiga tahun peraturan ini berjalan, pemerintah kembali mengeluarkan keputusan baru. Pada tanggal 6 Juli 2006, terbit Permendagri No.24 tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu. Pembinaan sistem ini dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai dan kewenangan masing-masing. Dalam pelaksanaannya, banyak pemerintah daerah yang tidak mengimplementasikan keputusan pelayanan satu pintu tersebut atas dalih kekurangan sumber daya manusia yang kompeten, kurangnya infrastruktur, dan sebagainya. Padahal banyak sedikitnya investor yang akan masuk ke daerah ditentukan sejauh mana daerah menarik untuk investasi, apakah cukup menjanjikan atau sebaliknya.

(7)

6 Peraturan-peraturan tersebut di atas menyebabkan terjadinya evolusi lembaga bentuk pelayanan perijinan dan investasi. Pada mulanya sistem pelayanan perijinan langsung pada dinas terkait, berkembang menjadi sistem Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Atap (PTSA) dan kemudian menerapkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Berlakunya kebijakan otonomi daerah saat ini, salah satunya memang untuk mendorong pelayanan publik yang prima di Indonesia sehingga masyarakat dapat menerima manfaat yang optimal menuju kesejahteraan. Intinya, otonomi daerah adalah jalan untuk melayani masyarakat semakin baik, karena sebagian besar kewenangan untuk mengatur dan mengurus kebutuhan masyarakat sudah diserahkan pemerintah pusat kepada daerah.

B.1. TUJUAN KEGIATAN

Kegiatan pengabdian ini memiliki tujuan :

1. Memberikan pemahaman kepada SKPD tentang pentingnya peningkatan PAD melalui retribusi perijinan di Kabupaten Pemalang.

2. Memberikan penjelasan peningkatan kinerja SKPD melalaui pelayanan OSS di Kabupaten Pemalang.

B.2. SASARAN PENGABDIAN

Sasaran yang menjadi obyek pengabdian adalah SKPD dibawah dinas-dinas yang ada di Kabupaten Pemalang.

B.3. MANFAAT PENGABDIAN

1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan retribusi perijinan di Kabupaten Pemalang.

2. Terciptanya transparansi pelaksanaan retribusi perijinan

3. Peningkatan kinerja SKPD pada dinas-dinas pendapatan daerah Kabupaten Pemalang.

B.4. KETERKAITAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu dharma dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, selain mengajar dan penelitian. Pelaksanaan kegiatan

(8)

7 ini mempunyai keterkaitan dengan pihak ekstern, dalam hal ini Pemkab Pemalang. Dari pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan dapat menerapkan aspek teori dengan kondisi riilyang ada dilapangan, dalam hal ini pelaksanaan OSS di Pemkab Pemalang.

C. TIM PENGUSUL

C.1. ANGGOTA TIM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Pelaksanaan pengabdian ini melibatkan tim yang terdiri dari :

1. Dr. Agus Budi Santosa, M.Si 2. Dr. Sri Nawatmi, M.Si 3. Dr. Sri Isnowati, M.Si

4. Dr. Agung Nusantara, M.Si

C.2. METODE KEGIATAN

Kegiatan pelatihan kewirausahaan ini dilaksanakan dengan metode seminar. Pelaksanaan metode ini secara terperinci dibagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu :

1. Metode penyampaian dilakukan ceramah interaktif 2. Diskusi dan Tanya jawab

Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini akan diadakan Pemkab Pemalang.

C.3. JADWAL PELAKSANAAN

Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan dilaksanakan pada : Hari/ Tanggal : Jumat/ 15 Desember 2019

Tempat : Dipenda Kabupaten Pemalang.

(9)

8 C.4. ANGGARAN

1. Penyusunan Proposal : Rp 200.000 ,- 2. Penyusunan Materi : Rp 1.000..000 ,- 3. Konsumsi dan transportasi : Rp 1.000.000 ,- 4. Pelaksanaan : Rp 500.000 ,-

5. Pelaporan : Rp 300.000 ,-

TOTAL : Rp 3.000.000 ,-

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

Referensi

Dokumen terkait

Satuan Batupasir-Batulempung berumur Miosen Tengah-Akhir yang disetarakan dengan Formasi Cibulakan dan ciri litologi adalah perselingan antara batupasir dengan

Cheng (1996:44) mengemukakan, melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah berarti tugas pengolahan sekolah diatur sesuai dengan karakteristik dan

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa subyek I cenderung kepada orientasi intrinsik melalui agama menjadi kebutuhan spiritual bagi pribadinya dengan didorong oleh saudara

Aktifitas pertama adalah aktor memilih menu “ User” kemudian sistem akan menampilkan list data User, klik “Add” untuk menambahkan data User , kemudian klik

Koordinator yang diketuai oleh toni sukoyo, dengan dibantu oleh beberapa anggotanya yaitu sudiyar dan heru sutanto, ini melaksanakan untuk bertanggung jawab dalam

Jika pada siklus I topiknya ditentukan melalui tampilan gambar, maka pada siklus II penentuan objek bersifat bebas. Peserta didik tiap kelompok menentukan sendiri

Gambar 11 Matrik Penjumlahan Setiap Penilaian Pada 12 terdapat table rasio konsistensi dimana nilai-nilai yang terdapat pada masing-masing kolom atau baris merupakan hasil

Salah satu unsur evaluasi dalam proses pembelajaran adalah adanya sistem yang dapat memantau proses tersebut.Dalam hal ini, dibutuhkan sebuah sistem berupa aplikasi untuk